Menuju Zero Stock PDF
Menuju Zero Stock PDF
Pengantar ……………………………………………………………………… 3
Perencanaan …………………………….…………………………. 5
Pelajaran-Pelajaran ………………………………………………… 16
Kesimpulan …………………………….…………………………………….. 17
Hampir semua organisasi dewasa ini berbicara dalam bahasa yang sama.
Kombinasi dorongan-dorongan persaingan pasar dan situasi industri,
perubahan ekonomi, kemajuan teknologi dan kebutuhan-kebutuhan
pelanggan internal bersama-sama menuntut perlunya menguji dan
mengevaluasi kembali bagaimana mereka mengelola rantai pasoknya.
Semoga apa yang disampaikan dalam makalah ini serta presentasi yang
diadakan di Forum Komunikasi Supply Chain di Batam ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembuat keputusan, khususnya yang
berperan dalam jaringan Rantai Pasok di industri Migas di Indonesia.
Harapan kami, semoga semakin banyak organisasi yang mencapai
kemajuan untuk menjadi pemain-pemain kunci secara kelas dunia.
Terima Kasih,
Jika kita membeli 100 buah suku cadang A, lalu memakainya sebanyak 25 buah, dan sisanya diam di rak di gudang,
maka setiap inventory stok yang tidak terpakai itu mewakili suatu kerugian terhadap perusahaan. Apabila hal ini
terjadi pada banyak item barang dan di setiap perusahaan, maka akumulasi pemborosan yang terjadi akan menjadi
luar biasa nilainya. Inventory merupakan salah satu investasi kas terbesar dari pelaku bisnis. Karenanya keputusan
atas investasi baru dalam inventory harus dipertimbangkan secara hati-hati. Mengelola investasi ini merupakan kunci
untuk mencapai sukses. Inventory yang tidak lagi aktif dan menyedot sumberdaya kas, sedapat mungkin harus
dieliminasi dengan mengubah pemborosan kas itu kembali menjadi sumberdaya yang produktif.
Dewasa ini, lebih dari yang pernah dialami sebelumnya, organisasi-organisai mencari cara yang terbaik untuk
memaksimalkan sumberdaya teknis, informasi dan manusianya. Banyak perusahaan telah membuka mata akan
perlunya perubahan dan ekspektasi-ekspektasi pelanggan, baik internal maupun eksternal. Persaingan juga semakin
ketat serta tekanan-tekanan yang lain membuat perubahan merupakan satu-satunya konstanta yang harus
diperhitungkan.
Di industri Migas, kebutuhan akan perlunya terobosan-terobosan strategik dan operasional lebih dirasakan lagi. Pada
industri yang lain, pendapatan umumnya bisa ditingkatkan dengan mengejar tingkat penjualan yang lebih tinggi
melalui aktivitas pemasaran, pengembangan atau diferensiasi produk dsb. Sementara, pasar Migas bersifat kaptif
berdasarkan kuota, dengan tingkat produksi yang tertentu – bergantung cadangan sumber yang ada, mahalnya biaya
eksplorasi sumber, dan produknya adalah hasil alam. Maka satu-satunya jalan yang paling mungkin untuk
meningkatkan pendapatan serta kinerja finansial secara umum adalah dengan menurunkan biaya total. Apalagi,
biaya angkat minyak cenderung meningkat dengan berjalannya waktu, dan ironisnya, seiring dengan menipisnya
cadangan hidrokarbon. Kabar baiknya, kesempatan untuk perbaikan yang dramatis melalui penggunaan proses
Manajemen Pasok masih terbuka luas.
Jadi sudah seharusnya jika seluruh perusahaan di industri Migas memusatkan perhatiannya pada upaya-upaya
penurunan biaya (cost focus) sebagai strategi bisnis generik, sejalan dengan upaya-upaya melakukan peningkatan
atau menjaga tingkat produksi dan efisiensi di segala bidang, serta menyetop segala bentuk pemborosan. Dalam
kondisi seperti ini, inventory yang “berlemak” atau berlebih layak dipandang sebagai suatu “kemewahan” yang bukan
jamannya lagi, karena berdampak pada kinerja dan profitabilitas perusahaan. Setiap pihak di dalam rantai pasok
harus bekerja sama untuk membawa inventory total ke tingkat yang optimal.
Akhirnya, dapat dimaklumi jika lalu pemikiran berkembang lebih jauh untuk meniadakan inventory stok secara
keseluruhan dari buku perusahaan. Ini hanya merupakan cara untuk mencapai tujuan akhir yang ultimasinya adalah
penurunan biaya total kepemilikan. Sangat langka sebuah organisasi yang bisa excellent di keseluruhan aktivitasnya,
misalnya karena keterbatasan sumberdaya dan keahlian di bidang tertentu di luar spesialisasinya. Kompetensi Inti
perusahaan Migas adalah melakukan pencarian dan eksploitasi minyak yang senantiasa harus dijaga dan
ditingkatkan: “Kekuatan”, “Kompetensi”, Kemampuan”, dan “Sumberdaya” untuk mencapai keunggulan bersaing. Jika
ini merupakan strategi korporasi untuk berkiblat kepada keahlian yang paling memberikan nilai, maka fungsi-fungsi
pendukung dimungkinkan untuk dialihkelolakan kepada pihak-pihak ketiga yang memang memiliki spesialisasi dan
kemampuan di bidang tsb.
Dengan proses perancangan, pemilihan perusahaan mitra secara hati-hati, dan implementasi kerjasama yang mutual
serta terukur diharapkan tujuan pengalihkelolaan fungsi-fungsi rantai pasok dan termasuk kepemilikan inventory
dapat tercapai. Zero Stock Inventory bukan lagi dicapai secara semu, tetapi dengan manfaat nyata yang sebenarnya,
yaitu turunnya Biaya Total.
Pengelolaan inventory (persediaan) di operasi minyak dan gas dapat dicapai dengan baik melalui kombinasi [1]
Perencanaan dan Optimisasi Inventory, [2] menghindari akumulasi surplus, dan [3] melikuidasi surplus yang sudah
ada.
Faktor-faktor ini memerlukan disiplin yang tinggi pada pengendalian keuangan dan komunikasi yang baik dengan
bagian operasi dan pemasok. Supply Chain (Rantai Pasok) harus dikelola dari awal ke akhir dengan komunikasi
yang baik yang dibangun dan dijaga diantara pihak-pihak yang berkepentingan.
1 Perencanaan
Perencanaan yang baik menjadi landasan yang kuat untuk melakukan pengendalian Inventory untuk memastikan
Kinerja Inventory yang optimal.
1.1 Pengelolaan katalog yang komprehensif
diperlukan untuk mencatat sejarah pergerakan semua barang.
Tidak mungkin mengidentifikiasi peluang-peluang penyetokan yang potensial tanpa pengelolaan data yang
komprehensif untuk pemakaian barang. Validitas pengeluaran yang terperinci juga diperlukan untuk
melakukan pengendalian keuangan terhadap perputaran inventory dan Pengembalian atas Modal yang
Ditanamkan (Return on Capital Employed).
Pengelolaan katalog yang terperinci akan mengoptimalkan ketersediaan barang untuk bagian operasi.
Berikut adalah beberapa hal pokok yang harus dilakukan dalam pengelolaan katalog:
- Mencakup seluruh item barang dari A sampai dengan Z
- Bersifat komplit dan konsisten dalam penulisan deskripsinya serta dapat diperbandingkan antara satu
item barang dengan yang lainnya
- Kemampuan dalam mencari sesuatu barang harus dimudahkan bagi pemakai. Misalnya
mengonfigurasi sistem pencarian berdasarkan GUI (graphical user interface) atau berbasis web yang
diintegrasikan dengan sistem aplikasi utama. Dengan menyediakan parameter-parameter pokok,
pencarian dapat dilakukan secara mudah dan hasil pencarian ditampilkan secara cepat.
- Informasi produk yang disusun secara terstruktur dan akurat.
Noun Valve
Modifer Ball
Gb.1
Struktur Deskripsi
Material
Characteristic 1 Size
Characteristic 3 Connection
Kebijakan dan prosedur yang dibuat harus dipastikan dapat membawa kita pada tingkat inventory di tangan
yang akurat seperti tercatat dalam sistem komputer. Sistem katalog yang ketat akan meminimalkan jumlah
item barang yang diorder berulang dengan nomor barang yang berbeda. Ini adalah kesalahan yang umum
dan memerlukan pengendalian yang ketat atas struktur deskripsi barang untuk menjamin setiap item
dikatalogkan hanya sekali. Jika sebuah barang mempunyai beberapa nomor barang maka akan
memudahkan terjadinya perkiraan pola pemakaian yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Hal ini disebabkan
Kebutuhan pemakaian barang yang direncanakan untuk pengguna akhir akan memungkinkan bagian
pembelian untuk meminimalkan stok di tangan dengan lebih memindahkan tanggung jawab ke OEM
(Pabrikan Peralatan Original) atau pemasok. Hal ini memungkinkan pengurangan yang berarti pada
inventory di tangan dan juga fasilitas-fasilitas pendukung untuk mengemban inventory tersebut. Daftar stok
dari item-item inventory harus mendapat persetujuan dan ditaati oleh semua pihak terkait. Jika suku cadang
perawatan dan reparasi harus ditangani secara khusus maka harus ada penjelasan yang masuk akal.
Dengan diperolehnya informasi seawal mungkin dari perencanaan perawatan, dapat ditentukan
minimum/maksimum suku cadang secara akurat untuk menjamin kontinuitas produksi. Demikian pula,
pemerkiraan (forecasting) yang akurat dapat dilakukan terhadap kebutuhan item-item perawatan di masa
datang.
Adalah penting untuk mendapatkan informasi mengenai kebutuhan dan keinginan dari karyawan operasinal
di lapangan dengan tepat waktu dan akurat untuk mengelola pemasok-pemasok dan logistiknya.
Mendapatkan informasi ini penting untuk perencanaan prakiraan barang oleh bagian pengendalian inventory
dan pengadaan. Perolehan informasi ini harus dilakukan melalui proses yang dibuat dengan umpan balik ke
pengguna barang pada semua tingkat pengambilan keputusan kunci. Proses ini harus diawasi dan
dilaksanakan secara ketat untuk menjamin konsistensi dan keandalannya.
Bagian pengadaan dan pengendalian inventory dapat melibatkan diri secara aktif dengan mengikuti
pertemuan-pertemuan operasional secara berkala. Juga dengan mendapatkan program-program terkait
baik untuk jangka maupun jangka panjang, ebagai contoh: program pengeboran akan sangat berarti untuk
mengantisipasi besarnya kebutuhan dan item-item mana yang diperlukan (dan di mana).
Masukan dari pengguna akhir juga dapat ditangkap sejak pintu pertama mereka mengajukan Material Code
Request untuk barang yang baru akan dibeli pertama kali. Informasi seperti rencana penggunaan,
frekuensinya, pabrikan yang direkomendasikan, produk substitusi/alternatif, dsb merupakan input untuk
memenuhi kebutuhan secara tepat barang, sumber, waktu dan tepat guna.
Suku cadang akan dihapus atau dipakai tetapi tidak digantikan stoknya jika diputuskan sebagai tidak kritikal
Nilai Rp untuk pemasok menanggung barang kritikal akan diukur
Konsolidasi dan realisasi barang-barang kritikal sejenis akan diukur untuk keperluan saling berbagi secara intra dan
antar perusahaan
Key Performance Indicators (Indikator-indikator Kinerja Kunci) harus dibuat untuk mengukur kinerja dan
kemajuan yang tengah berjalan terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Apabila kita tak dapat mengukur
kinerja operasi, maka akan sangat sulit untuk mengidentifikasi dan mengoreksi proses-proses yang tidak
berjalan secara benar. Juga akan sangat sulit untuk menggarisbawahi keberhasilan dan menentukan apa
yang dinilai sukses agar bisa mengulanginya.
Gb.3 KPI
Inventory (atau Program Pengelolaan Pemasok Strategis) harus didasarkan pada dua (2) Kriteria dasar,
2.1.1. Haruskah barang distok
Ini biasanya ditentukan melalui analisis barang kritikal atau analisis tingkat pemakaian dasar (berapa
kali barang dipakai pada periode waktu saat ini)
2.1.2. Berapa banyak harus distok
Lagi, ini adalah pertanyaan sederhana mengenai pengukuran volume keseluruhan suatu barang
yang diperlukan pada jangka waktu tertentu dan apakah memenuhi perputaran barang yang baik
secara keuangan.
Informasi tentang pengguna di tingkat hilir dan pemasok di tingkat hulu harus diperoleh untuk digunakan
agar kita dapat bereaksi secara cepat dan tepat menanggapi dan memenuhi permintaan. Dengan para
pemasok, kita harus menjaga komunikasi secara terus menerus sehingga memperoleh informasi secara
real time tentang produk, situasi pasok di pasar maupun dari pabrikan (misalnya: rencana penyetopan
produksi suku cadang tertentu) agar kita dapat membuat keputusan bisnis yang tepat.
2.2 Pengendalian transaksi (petty cash, penggunaan manual ticket, pembelian melalui Service Order)
adalah sangat penting untuk menghindari penumpukan stok yang tidak resmi, pemasok yang tidak dikelola,
pengorderan yang tidak perlu, dan beberapa gudang inventory. Setiap pengadaan harus dilakukan melalui
saluran yang dikelola dimana dokumentasi yang tepat, pengendalian kualitas dan proses diterapkan.
Peluang kebocoran yang menyebabkan surplus dapat muncul dari transaksi-transaksi “tidak resmi” tersebut.
Karena prosesnya dilakukan di luar sistem mata rantai yang terintegrasi, barang-barang yang diorder sulit
dideteksi dengan perangkat yang standar dan built-in. Misalnya: pengecekan terlebih dahulu terhadap stok
yang ada, Quality Control penerimaan barang kemungkinan besar terlewati karena dokumen-dokumen yang
menyertai tidak terekam secara normal dalam sistem.
2.3 Standardisasi
adalah sangat penting untuk menghindari penumpukan inventory yang tidak perlu. Apakah keputusan dibuat
oleh bagian operasi atau engineering untuk produk tertentu, ini harus dikerjakan dengan berkomunikasi
dengan bagian operasi lain dalam perusahaan. Ini akan mencegah:
2.3.1 Ketidak-sesuaian komponen
2.3.1 Stok yang mirip tetapi tidak saling cocok
2.3.2 Keahlian dan pelatihan yang banyak untuk peralatan yang sama.
2.3.3 Menurunkan leverage volume pengeluaran
2.3.4 Peningkatan rak dan ruang gudang
2.3.5 Risiko kecelakaan atau kegagalan peralatan yang utama karena pemakaian komponen yang mirip
tapi tidak saling cocok.
2.4 Kebijakan pengembalian barang, khususnya untuk barang proyek.
Kebijakan pengembalian barang yang dinegosiasikan untuk barang yang dibeli untuk proyek akan
mencegah beban biaya dari menyetok material sisa untuk pemakaian berikutnya. Perjanjian-perjanjian
pengembalian yang fleksibel dengan pemasok-pemasok kunci harus dibicarakan di awal hubungan kerja
sama. Sistem yang dapat mengingatkan tentang mendekatnya batas waktu pengembalian akan membantu
program ini.
Meskipun jika kebijakan pengembalian barang akan memerlukan ongkos pengembalian, pengepakan ulang,
biaya pengangkutan, atau biaya lain yang diperlukan untuk mengondisikan barang tsb agar layak jual,
umumnya ini masih layak dipertimbangkan dalam jangka panjang daripada biaya menyimpan barang atau
total biaya penghilangan barang yang harus ditanggung. Mungkin penting pula untuk bekerja dengan pihak
kontraktor EPC (Perekayasaan, Pengadaan dan Konstruksi) eksternal untuk menjamin peluang ini
direncakanan didepan, dan dimengerti oleh semua pihak untuk manfaat bersih bagi Kontraktor Kontrak
Kerja sama (KKKS).
Kesalahan-kesalahan dalam pengiriman barang oleh pemasok, pembatalan order karena terlambatnya
pengiriman serta pengembalian barang dari pelanggan harus dikembalikan kepada pemasok.
Sistem pengelolaan gudang yang baik meberikan sumbangan terhadap tingkat pelayanan pelanggan serta
kinerja logistik secara keseluruhan. Juga akan mendorong konsolidasi inventory dan meminimalkan
kebutuhan-kebutuhan untuk lokasi penyetokan di beberapa tempat. Ini akan mendorong efisiensi ke dalam
proses operasi pergudangan melalui penyederhanaan penanganan dan proses, dan perencanaan logistik.
Pengelolaan gudang harus dirancang untuk memaksimumkan efisiensi Rantai Pasok serta mencapai misi
yang optimum sebagai Pusat Distribusi, sehingga mencapai kinerja yang baik secara ukuran finansial,
produktifitas, kualitas dan waktu siklus rata-rata. Praktek dan sistem Penerimaan Barang (Receiving) yang
efisien, Penyimpanan (Storage) yang optimal, Pengambilan (Picking), Pengiriman (Shipping) dengan biaya
yang minimal harus dikembangkan. Tata Letak (Layout) gudang juga harus diupayakan agar
meminimumkan Travel Time, memungkinkan arus barang yang lancar, dan melokasi kegiatan-kegiatan
pergudangan. Penggunaan teknologi bar coding bisa menjadi pertimbangan untuk meningkatkan efisiensi
dan akurasi sistem pergudangan. Namun demikian, penerapan bar coding cukup mahal dari segi
investasinya sehingga perlu dipikirkan dan dievaluasi secara matang.
Sehubungan dengan program likuidasi, sistem pengelolaan gudang yang baik harus menerapkan Quality
Control, meningkatkan visibilitas barang-barang yang disimpan, mengidentifikasi inventory yang tidak aktif,
pengelolaan bin location yang tepat, customer response time, akurasi ‘picking’, memiliki mekanisme untuk
mengenali barang-barang yang mendekati daluwarsa dan tak bergerak.
p
ay
No t
Dv
b
n
M r
Seg
Au l
Ju
c
Ap
Fe
Ja
Ju
O
M
Gb.4 Grafik Inventory Tidak Aktif Gb.5 Akurasi Kualitas MaterialDari Stock Pick
Cycle counting secara sistematis akan membangun akurasi inventory yang lebih baik dan menghilangkan
kebutuhan akan penghitungan fisik yang terlalu besar. Ini pada akhirnya akan menghilangkan kebutuhan
untuk membuat gudang tutup sementara ketika penghitungan fisik inventory menyeluruh dilakukan. Nilai
Tetapi…
…meskipun program-program pengendalian inventory internal KKKS seperti dikemukakan di atas dapat menurunkan
nilai inventory dan meningkatkan kinerja inventory, program-program itu semata tidak akan dapat mencapai zero
stock.
Operasi migas modern masih membutuhkan akses atas inventory siap pakai untuk menunjang operasinya sehari-
hari. Sumber-sumber barang yang jauh dan/atau lead time yang panjang, menyebabkan adanya stok yang siap sedia
merupakan hal yang mutlak diperlukan.
Agar Rantai Pasok dapat mencapai zero stock, ada dua pilihan secara konseptual:
Dalam beberapa industri dimungkinkan untuk menerapkan pengadaan yang reaktif (demand-driven), dimana dapat
menghilangkan kebutuhan untuk menyediakan inventory. Namun demikian, pilihan ini umumnya tidak dapat
diterapkan untuk rantai pasok Perusahaan Migas. Perencanaan Operasi yang lebih baik dan pemerkiraan kebutuhan
barang dapat membantu mengurangi kebutuhan inventory, tetapi tidak menghilangkan seluruhnya: sifat dari industri
Migas adalah seringkali barang dibutuhkan sesegera mungkin untuk mencegah downtime dan/atau kerugian
produksi.
Juga, dengan tingginya tuntutan pabrikan industri Migas yang berkualitas di Indonesia, tidak jarang bahwa kebutuhan
barang-barang dalam perusahaan Migas di Indonesia harus dipenuhi oleh produk-produk luar negeri. Kombinasi
waktu yang dibutuhkan untuk pengiriman internasional dan clearance kepabeanan seringkali tidak dapat diterima
untuk barang-barang yang sering dipakai dan barang-barang kritikal.
Sehingga penghilangan inventory secara menyeluruh dari Rantai Pasok bukan merupakan pilihan yang tepat.
Jika kita setuju bahwa inventory itu masih dibutuhkan di dalam Rantai Pasok, dan kita menginginkan KKKS mencapai
zero inventory, maka perlu adanya pihak(-pihak) ketiga yang harus menanggung kepemilikan inventory tersebut.
Ada banyak kemungkinan manfaat yang menyertai pengalihan kepemilikan inventory kepada pihak ketiga, antara
lain:
Inventory konsinyasi
o KKKS memiliki inventory yang siap di lokasi KKKS itu sendiri, tetapi itu masih menjadi harta
yang tercatat di buku si Pemasok.
o Karena KKKS tidak menaruh persedian di bukunya, KKKS tidak menanggung risiko inventory
berlebih atau persedian mati dan dijamin untuk dapat mengembalikan inventory tersebut.
o KKKS tidak menyimpan inventory di fasilitas mereka, akan tetapi Supplier yang menanggung
dan menyimpan inventory itu di fasilitasnya dan memberikan jaminan untuk mengirimkannya
berdasarkan permintaan dalam jangka waktu yang disepakati, misalnya 24 jam. Dalam
skenario ini, KKKS mencegah baik komitmen harta (investasi) dalam bentuk inventory secara
finansial maupun biaya-biaya pergudangan.
o Inventory virtual berarti berkurangnya inventory pada fasilitas KKKS, dimana dapat diartikan
sebagai ruang penyimpanan serta biaya-biaya sewa gudang yang berkurang.
Beberapa pengalihkelolaan kepemilikan inventory dapat ditempuh dalam berbagai cara seperti: perjanjian konsinyasi
(Vendor Managed Inventory), Supplier Stocking Program (inventory virtual), perjanjian pengiriman ala just-in-time,
dan bentuk-bentuk perjanjian pemasok lainnya. Namun demikian terdapat bahaya nyata dengan pilihan ini: apabila
pengalihkelolaan inventory tidak ditangani secara baik, apapun bentuk kerjasama yang dipilih, biaya-biaya yang
berkaitan dengan penyediaan inventory bisa jadi dikembalikan ke arah hulu Rantai Pasok (ini merupakan
permasalahan umum dengan inventory secara konsinyasi) yaitu ketidakefisienan itu digeser ketimbang dikurangi.
Jika hal itu dibiarkan terjadi, tujuan penghilangan inventory barangkali tercapai, tetapi biaya penanggungan inventory
akan tetap disangga oleh KKKS dalam bentuk biaya-biaya material yang membengkak. Ini terjadi karena biaya-biaya
penanggungan inventory yang sama kini dialami oleh Pemasok dan pada akhirnya KKKS yang harus menutup biaya
itu dalam wujud harga material. Dalam kasus demikian, Total Biaya Kepemilikan tetaplah sama dan program ini bisa
dikatakan telah gagal.
Untuk menghindari hasil negatif tersebut, pengalihkelolaan kepemilikan inventory menghendaki penerapan
perjanjian-perjanjian Pasok kooperatif yang didedikasikan untuk meningkatkan efisiensi dan menurunkan Biaya Total.
Jika dikelola dengan baik, pengalihkelolaan dapat memberikan manfaat bagi KKKS dari kemampuan para Pemasok
untuk melakukan leverage atas inventory dari multi Pengguna, menyumbangkan penurunan yang nyata dalam Biaya
Total.
Lebih penting lagi, ini juga memungkinkan kedua mitra untuk membangun sebuah komitmen jangka panjang.
Komitmen yang memberikan manfaat atas terjadinya sinergi dan untuk berinvestasi yang memperbaiki efisiensi.
Sebagai contoh,
o Para mitra dapat menggunakan sumberdaya kepada inisiatif-inisiatif penurunan biaya, Strategi
Komoditi, standardisasi, alih teknologi, penghilangan duplikasi, dsb.
Tetapi keberhasilan implementasi, meskipun dengan hubungan yang paling sederhana, menghendaki pengelolaan
dan kerjasama melebihi tingkat yang umumnya dilakukan pada pengadaan dengan cara tradisional. Utamanya, untuk
dapat berhasil hubungan tersebut haruslah tidak bertentangan – kedua mitra harus menjalin perbaikan efisiensi
secara murni atau biaya-biaya hanya akan direlokasikan di dalam Rantai Pasok dan manfaat-manfaat itu menjadi
hilang.
ALIANSI STRATEGIS
Jenis kerjasama perjanjian Pemasok yang paling potensial adalah Aliansi Strategis.
Hubungan ini didasarkan pada kepercayaan yang bersifat kelembagaan dan merupakan suatu komitmen bersama
terhadap perbaikan berkelanjutan dan penurunan Biaya Total Kepemilikan.
Alasan mengapa suatu Aliansi Strategis dapat begitu efektif adalah ini dirancang dengan insentif finansial yang kuat
untuk kedua belah mitra. Aliansi Strategis menekankan pada penurunan Biaya Total, dan karenanya memungkinkan
KKKS untuk menghilangkan inventory tanpa tambahan biaya atau risiko kehabisan stok, sementara kedua belah
mitra Aliansi Strategis mendapatkan manfaat dengan berbagi penghematan-penghematan Biaya Total.
Pemilihan bentuk kemitraan Aliansi Strategis merupakan langkah stratejik yang berakibat jangka panjang. Oleh
karenanya, persiapan yang matang disertai komitmen dari masing-masing korporasi mutlak diperlukan apalagi jika
mencakup pengalihkelolaan beberapa fungsi secara sekaligus. Aliansi memiliki potensi kegagalan apabila terjadi
situasi yang tidak win-win untuk kedua belah pihak. Aliansi harus diciptakan untuk manfaat saling menguntungkan
(mutual) bagi seluruh pihak disertai kepercayaan kelembagaan (institutional trust) dan keterbukaan untuk mencapai
tujuan bersama. Menurut studi, tingkat ketidak-bahagiaan pihak-pihak yang beraliansi cukup tinggi tanpa adanya
hubungan yang konstruktif dalam pelaksanaannya. Risiko biaya beralih (switching cost) yang diemban seringkali
cukup tinggi untuk mencari alternatif lain atau “kembali ke kehidupan normal” jika terjadi kegagalan. Aliansi Strategis
karenanya tidak untuk setiap perusahaan atau hubungan, tetapi untuk mereka yang memiliki komitmen dan
sumberdaya yang kuat untuk mendukungnya. Kesuksesan dari kerjasama ini, sebaliknya, bisa sangat dramatik untuk
membawa kedua mitra kepada posisi bersaing yang lebih baik, profitabilitas yang lebih tinggi dengan turunnya biaya
total yang signifikan.
Konsep Aliansi Strategis esensinya adalah suatu model bisnis yang memungkinkan dua Mitra Aliansi mencapai suatu
tujuan yang tidak dapat dicapai sendiri. Dalam hal KKKS dan Pemasok, tujuannya adalah penurunan Biaya
Kepemilikan Total. Yang membuat ini menjadi potensial adalah bahwa penurunan TCO adalah cara Aliansi itu
dibiayai. Pertimbangan skenario berikut:
Efeknya adalah penghematan tersebut dinikmati oleh Mitra-mitra Aliansi dalam cara yang saling menguntungkan dan
memungkinkan Aliansi untuk melanjutkan upaya-upaya lain mendapatkan penghematan yang lebih besar.
Apabila pengeluaran KKKS termasuk dalam lingkup Aliansi, tampaknya akan cukup terdapat penghematan potensial
untuk mendanai inisiati-inisiatif penghematan biaya yang lebih banyak. Jasa-jasa tersebut dapat meliputi
pengalihkelolaan dari fungsi-fungsi non-inti dari KKKS seperti:
Kepemilikan inventory
Pengelolaan inventory & perencanaan (kebutuhan) material
Strategic sourcing & pengadaan
Logistik & formalities
Warehousing dan warehouse operations
Quality Control
Manajemen Transportasi
Menekan Obsolescence
Meniadakan Inspeksi Pihak ketiga
TRUST
Keunggulan Kompetitif
Keuntungan yang Meningkat
Biaya-biaya Operasi yang Lebih Rendah
Transfer Pengetahuan
Meskipun inisiatif metode-metode baru dalam pengelolaan telah muncul sejak lama dan dikembangkan secara resmi
pada Forum Komunikasi Logistik tahun 1999 di Yogyakarta, saat ini hanya terdapat sedikit kerjasama Aliansi
Strategis. Bentuk kerja sama Aliansi meliputi kerja sama pasok barnga jangka panjang hingga hubungan yang
menyeluruh, seamless, dan synchronized. Walau demikian, bukan tidak mungkin bahwa kerjasama semacam ini
tidak dapat mencapai keberhasilan di sini. Dengan berbagai kendala yang dihadapi, di bawah ini sekedar contoh apa
yang dapat dicapai dari suatu Aliansi Strategis dalam industri Migas di Indonesia.
Kisah Sukses
Telah ditunjukkan dalam praktek bahwa suatu Aliansi Strategis dapat diterapkan secara sukses oleh sebuah KKKS di
Indonesia.
o Inventory
o Nilai inventory menurun hingga >70% untuk barang-barang dalam lingkup Aliansi, dan
masih terus menurun dengan cepat
o Sama sekali tidak ada pembelian inventory dalam 2 tahun
o Belanja barang
o Belanja barang melalui purchase order berkurang hingga > 30% dalam 2 tahun, bahkan
setelah memasukkan biaya-biaya mitra Aliansi
o Penurunan nyata pada biaya-biaya transaksi dan administrasi dan siklus waktu yang cepat
o Ratusan PO dan billing per bulannya diproses secara elektronik (paperless) karena kedua
sistem Teknologi Informasi yang saling bicara
Pelajaran-Pelajaran
Berikut adalah beberapa faktor penting yang menunjang terbentuk dan berhasilnya Aliansi Strategis khususnya
dalam industri Migas di Indonesia:
KESIMPULAN
Agar sebuah KKKS dapat mencapai zero stock, kepemilikan inventory harus dialihkelolakan kepada pihak ketiga.
Meskipun suatu kombinasi dari beberapa perjanjian pemasok secara teoritis dapat mencapai zero stock, terdapat
risiko nyata dimana biaya penanggungan inventory dapat begitu saja digulirkan ke Rantai Pasok tanpa pengurangan
secara nyata dalam Total Biaya Kepemilikan.
Cara yang terbukti paling potensial bagi suatu KKKS untuk mencapai zero stock adalah dengan mengalihkelolakan
kepemilikan inventory melalui Aliansi Strategis yang didedikasikan dan didanai dari penurunan Biaya Total.
Proses: 1. Langkah-langkah yang didefinisikan dan diikuti untuk memahami dan menyelesaikan suatu
permasalahan. 2. Mengubah masukan menjadi keluaran.
Stock: Stok: Total barang yang ada di tangan; akumulasi pasokan untuk memenuhi kebutuhan di masa
datang
Inventory: 1. Persediaan: Daftar, catatan, laporan, perincian barang-barang yang dimiliki. 2. Jumlah bahan
baku, setengah jadi, dan barang jadi yang disimpan untuk dijual atau digunakan pada suatu saat tertentu; 3.
Stok.
Inventory Turns: Perputaran Persediaan: angka yang menunjukkan berapa kali perusahaan menjual atau
mendayagunakan investasi rata-rata atas persediaan dalam setahun.
Consignment Inventory: Persediaan Konsinyasi: 1. Persediaan yang dimiliki oleh pemasok sampai terjual
ke pelanggan. 2. Barang-barang yang dibayar ketika digunakan oleh pelanggan atau terjual oleh pengecer,
bukan pada saat dikirimnya.
ROCE (Return on Capital Employed): Pengembalian Atas Modal Ditanam: perbandingan yang menunjukkan
efisiensi dan profitabilitas dari investasi modal suatu perusahaan, dihitung sebagai: EBIT dibagi (Harta Total
– Hutang Lancar). EBIT (Earnings Before Interest and Tax) = Pendapatan Sebelum Bunga dan Pajak.
TCO (Total Cost of Ownership): Biaya Total Kepemilikan: jumlah dari harga yang dibayarkan untuk suatu
produk ditambah seluruh biaya nyata dan tersembunyi yang berkaitan dengan rancangan, akuisisi,
penyimpanan, penanganan, transportasi, instalasi, operasi, perawatan, perbaikan, pemindahan, dan
penghapusan.
Supply Chain (Rantai Pasok): Masing-masing dan setiap organisasi, orang, dan proses yang terlibat dalam
pembuatan, distribusi, dan penggunaan dari suatu produk di sepanjang masa guna dari produk tersebut.
Ada beberapa hal yang ditangani dalam jaringan Rantai Pasok, yaitu arus produk (barang dan jasa), arus
informasi dan arus keuangan.
Strategic Alliance (Aliansi Strategis): suatu upaya gabungan oleh dua atau lebih perusahaan yang
terhubung bersama dalam rantai pasok untuk menurunkan biaya total akuisisi, pemilikan, dan penghapusan
barang-barang dan jasa-jasa untuk kemanfaatan semua pihak.
Lead-time: waktu antara tahap awal suatu proyek (pengadaan) dan munculnya hasil-hasil.
Inventory Carrying Cost: Biaya Penanggungan Persediaan: biaya kesempatan (yang hilang) atas harta-
harta yang tidak produktif yang timbul dengan kepemilikan (persediaan), termasuk di dalamnya biaya-biaya
sewa, asuransi, pajak, karyawan, dll.
Surplus: Suatu jumlah atau kuantitas melebihi dari yang dibutuhkan.
Likuidasi: 1. Konversi harta-harta menjadi kas. 2. Penjualan harta-harta dan pembayaran hutang-hutang
dalam pengantisipasian untuk keluar dari usaha.