BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. ETIOLOGI
Faktor resiko pada osteoarthritis, meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Peningkatan usia, OA biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita
OA yang berusia di bawah 40 tahun. Di Indonesia, prevalensi OA mencapai 5%
pada usia < 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia > 61 tahun
2. Obesitas, membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang
berkerja lebih berat, diduga memberi andil terjadinya AO. Serta obesitas
menimbulkan stres mekanis abnormal, sehingga meningkatkan frekuensi penyakit.
3. Jenis kelamin wanita. Perkembangan OA sendi-sendi interfalang distal tangan
(nodus Heberden) lebih dominan pada perempuan. Nodus Heberdens 10 kali lebih
sering ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki (Price dan Wilson,
2012). Kadar estrogen yang tinggi juga dilaporkan berkaitan dengan peningkatan
resiko. Hubungan antara estrogen dan pembentukan tulang dan prevalensi OA pada
perempuan menunjukan bahwa hormon memainkan peranan aktif dalam
perkembangan dan progresivitas penyakit ini (Price dan Wilson, 2012). Wanita
yang telah lanjut usia atau di atas 45 tahun telah mengalami menopause sehingga
terjadi penurunan estrogen. Estrogen berpengaruh pada osteoblas dan sel endotel.
Apabila terjadi penurunan estrogen maka TGF-β yang dihasilkan osteoblas dan
nitric oxide (NO) yang dihasilkan sel endotel akan menurun juga sehingga
menyebabkan diferensiasi dan maturasi osteoklas meningkat. Estrogen juga
berpengaruh pada bone marrow stroma cell dan sel mononuklear yang dapat
menghasilkan HIL-1, TNF-α, IL-6 dan M-CSF sehingga dapat terjadi OA karena
mediator inflamasi ini. Tidak hanya itu, estrogen juga berpengaruh pada absorbsi
kalsium dan reabsorbsi kalsium di ginjal sehingga terjadi hipokalasemia. Kedaan
hipokalasemia ini menyebabkan mekanisme umpan balik sehingga meningkatkan
hormon paratiroid. Peningkatan hormon paratiroid ini juga dapat meningkatkan
resobsi tulang sehingga dapat mengakibatkan OA.
4. Trauma, riwayat deformitas sendi yang diakibatkan oleh trauma dapat
menimbulkan stres mekanis abnormal sehingga menigkatkan frekuensi penyakit.
5. Faktor genetik juga berperan dalam kerentanan terhadap OA, terutama pada kasus
yang mengenai tangan dan panggul. Gen atau gen-gen spesifik yang bertanggung
jawab untuk ini belum terindentifikasi meskipun pada sebagian kasus diperkirakan
terdapat keterkaitan dengan kromosom 2 dan 11. Beberapa kasus orang lahir
dengan kelainan sendi tulang akan lebih besar kemungkinan mengalami OA.
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi OA primer dan OA
sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik adalah OA yang kausanya tidak
diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya
perubahan degeneratif yang terjadi pada sendi yang sudah mengalami deformitas, atau
degenerasi sendi yang terjadi dalam konteks metabolik tertentu. Selain dari jenis
osteoarthritis yang lazim, ada beberapa varian lain. OA peradangan erosif terutama
menyerang sendi pada jari-jari dan berhubungan dengan episode peradangan akut yang
menimbulkan deformitas dan alkilosis. Hiperostosis alkilosis menimbulkan penulangan
vertebra (Price dan Wilson, 2013).
D. PATOFISIOLOGI
Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan dan kolagen
pada rawan sendi) gagal dalam memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis
matriks ekstraseluler, sehingga terjadi perubahan diameter dan orientasi serat kolagen
yang mengubah biomekanik dari tulang rawan, yang menjadikan tulang rawan sendi
kehilangan sifat kompresibilitasnya yang unik (Price dan Wilson, 2012). Selain
kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA, terutama setelah terjadi
sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman. Sinoviosit yang
mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix Metalloproteinases (MMPs) dan
berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam rongga sendi dan merusak matriks
rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada akhirnya tulang subkondral juga akan
ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik.
Perkembangan osteoarthritis terbagi atas tiga fase, yaitu sebagai berikut.
1. Fase 1
Terjadi penguraian proteolitik pada matrik kartilago. Metabolisme kondrosit
menjadi terpangaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti metalloproteinases
yang kemudian hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi
penghambat protease yang akan mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini
memberikan manifestasi pada penipisan kartilago.
2. Fase 2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai adanya
pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovia.
3. Fase 3
Proses penguaraian dari produk kartilago yang menginduksi respon inflamasi pada
sinovia. Produksi makrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL 1), tumor necrosis
factor-alpha (TNFα), dan metalloproteinases menjadi meningkat.
Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung
memberikan dampak destruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-inflamasi
lainnya seperti nitric oxide (NO) juga terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi
perubahan arsitektur sendi, dan memberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang
akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi dan stres inflamasi memberikan
pengaruh pada permukaan artikular menjadikan kondisi gangguan yang progresif.
Gambar. 3. Gambaran Osteoartritis (Price dan Wilson, 2013).
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Nyeri kronis berhubungan dengan proses inflamasi
2. Risiko cidera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan rentang gerak
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
N Diagnosa NOC NIC
O
1. Nyeri Kriteria hasil : (1400) Manajemen Nyeri
Kronis 1. Lakukan pengkajian nyeri
Setelah dilakukan tindakan
(001330) secara komprehensif termasuk
keperawatan 3x24 jam diharapkan
Domain 12 : lokasi, karakteristik, durasi,
pasien mampu untuk:
Kenyamanan frekuensi, kualitas dan faktor
1. Menunjukkan kontrol nyeri
Kelas 1 : presipitasi
dengan indikator :
Kenyamanan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
a. Mengenali factor penyebab dari
Fisik ketidaknyamanan
sekala 2 jarang menjadi sekala 4
3. Gunakan teknik komunikasi
sering melakukan
terapeutik untuk mengetahui
b. Mengenali onset lamanya sakit
pengalaman nyeri pasien
dari sekala 2 jarang menjadi
4. Kaji kultur yang mempengaruhi
sekala 4 sering melakukan
respon nyeri
c. Menggunakan metode
5. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
pencegahan dari sekala 2 jarang
menentukan intervensi
menjadi sekala 4 sering
6. Ajarkan tentang teknik non
melakukan
farmakologi
d. Menggunakan metode
7. Berikan analgetik untuk
nonanalgetik untuk mengurangi
mengurangi nyeri
nyeri dari sekala 2 jarang menjadi
8. Evaluasi keefektifan kontrol
sekala 4 sering melakukan
nyeri
e. Menggunakan analgetik sesuai
9. Kolaborasikan dengan dokter
kebutuhan dari sekala 2 jarang
jika ada keluhan dan tindakan
menjadi sekala 4 sering
nyeri tidak berhasil
melakukan
2. Risiko Kriteria hasil: 1. Identifikasi faktor yang
Cidera Setelah dilakukan tindakan mempengaruhi kebutuhan
(00035) keperawatan 3x24 jam diharapkan keamanan, misalnya perubahan
Domain : 11 Pasien mampu untuk: status mental, keletihan, usian
(Keamanan/ 1. Menunjukkan Risiko kematangan, pengobatan dan
Perlindungan Cedera menurun dengan defisi motorik atau sensorik
) indikator : (misalnya, berjalan dan
Kelas : 2 a. Keamanan personal dari sekala 2 keseimbangan).
(Cedera jarang menjadi sekala 4 sering 2. Identifikasi faktor lingkungan
Fisik) menunjukkan yang memungkinkan resiko
b. Pengendalian resiko dari sekala 2 terjatuh (misalnya, lantai licin,
jarang menjadi sekala 4 sering karpet yang sobek, anak tangga
menunjukkan tanpa pagar pengaman, jendela,
c. Lingkungan rumah yang aman dan kolam renang).
dari sekala 2 jarang menjadi 3. Bantu ambulasi pasien, jika
sekala 4 sering menunjukkan perlu.
4. Sediakan alat bantu berjalan
(seperti tongkat dan walker).
5. Bila diperlukan gunakan
restrain fisik untuk membatasi
resiko jatuh.
6. Ajarkan pasien untuk berhati-
hati dengan alat terapi panas.
7. Berikan materi edukasi yang
berhubungan dengan strategi
dan tindakan untuk mencegah
cedera.
3. Hambatan Kriteria hasil: (0221) Terapi: Ambulasi
Mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring vital sign
Fisik keperawatan 3x24 jam diharapkan sebelum/sesudah latihan dan
(00085) Pasien mampu untuk: lihat respon pasien saat latihan
Domain : 4 1. Menunjukkan 2. Kaji kemampuan pasien dalam
(Aktivitas/ Ambulasi dengan indikator : mobilisasi
Istirahat) a. Berjalan dengan langkah efektif 3. Dampingi dan Bantu pasien saat
dari skala 2 jarang dilakukan mobilisasi dan bantu penuhi
Kelas 2 :
menjadi skala 4 sering dilakukan kebutuhan ADLs pasien.
Aktivitas
b. Berjalan dengan langkah lambat 4. Berikan alat Bantu jika klien
/latihan
dari skala 2 jarang dilakukan memerlukan
menjadi skala 4 sering dilakukan 5. Latih pasien dalam pemenuhan
c. Berjalan dengan langkah sedang kebutuhan ADLs secara mandiri
dari skala 2 jarang dilakukan sesuai kemampuan
menjadi skala 4 sering dilakukan 6. Ajarkan pasien atau tenaga
d. Berjalan dengan cepat dari skala 2 kesehatan lain tentang teknik
jarang dilakukan menjadi skala 4 ambulasi
sering dilakukan 7. Ajarkan pasien bagaimana
e. Berjalan dengan langkah naik dari merubah posisi dan berikan
skala 2 jarang dilakukan menjadi bantuan jika diperlukan
skala 4 sering dilakukan (0224) Terapi Latihan: Mobilitas
f. Berjalan dengan langkah turun Sendi
dari skala 2 jarang dilakukan 1. Tentukan keterbatasan dalam
menjadi skala 4 sering dilakukan melakukan gerakan
g. Berjalan dengan jarak jauh dari 2. Kolaborasi dengan ahli terapi
skala 2 jarang dilakukan menjadi fisik dalam melakukan program
skala 4 sering dilakukan latihan
3. Tentukan tingkat motivasi
pasien untuk mempertahankan
atau megambalikan mobilitas
sendi dan otot
4. Dukung pasien dan keluarga
untuk memandang keterbatasan
dengan realitas
5. Pantau lokasi dan
ketidaknyamanan selama
latihan
6. Berikan analgesic sebelum
memulai latihan fisik
7. Pantau pasien terhadap trauma
selama latihan
8. Dukung latihan ROM aktif
datau pasif jika perlu
D. IMPLEMENTASI
Melaksanakan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah di rencanakan dan
di lakukan sesuai dengan kebutuhan klien/pasien tergantung pada kondisinya. Sasaran
utama pasien meliputi peredaan nyeri, mengontrol ansietas, pemahaman dan
penerimaan penanganan, pemenuhan aktivitas perawatan diri, termasuk pemberian obat,
pencegahan isolasi sosial, dan upaya komplikasi.
E. EVALUASI
Melakukan pengkajian kembali untuk mengetahui apakah semua tindakan yang
telah dilakukan dapat memberikan perbaikan status kesehatan terhadap klien sesuai
dengan kriteria hasil yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Pearce, Evelin C. 2011. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC.
Sudoyo, A.,dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing, Jakarta.