Anda di halaman 1dari 30

1

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi Fisiologi

1. Anatomi Otak

Gambar 2.1 Anatomi Otak (Maryana, 2016)

Sistem saraf adalah sistem pengendalian aktivitas tubuh (sistem koosrdinasi),

seperti misalnya kontraksi otot. Sistem ini bereaksi ketika tubuh manusia bereaksi

terhadap rangsangan dari luar tubuh. Rangsangan tersebut disebut stimulus,

sedangkan reaksi dari stimulus tersebut dinamakan respons. Sistem saraf mengatur

kegiatan tubuh yang cepat, seperti kontraksi otot atau peristiwa visceral yang

berubah dengan cepat. Menerima ribuan informasi dari berbagai organ sensoris

dan kemudian mengintegrasikannya untuk menentukan reaksi yang harus

dilakukan tubuh (Maryana, 2016).

2. Fisiologi Otak

Menurut Marya (2016), otak terdiri dari beberapa bagian, yaitu:


2

a. Otak Besar (Serebrum)

Serebrum terbagi menjadi beberapa lobus atau daerah berdasarkan posisinya

ditulang cranium yang memiliki fungsi nya masing-masing, yaitu:

1) Lobus frontalis, yang memiliki pengatur gerakan motoric dan pneumotorik

2) Lobus parietalis, yaitu lobus yang berfungsi mengatur perubahan kulit dan

otot

3) Lobus oksipitalis, yaitu lobus yang berhubungan dengan pusat penglihatan

4) Lobus temporalis, yang berhubungan dengan pendengaran, penciuman, dan

pengecapan.

b. Diensefalon

Diensefalon menghubungkan otak besar kebatang otak. Diensefalon terdiri dari

wilayah utama sebagai berikut:

1) Talamus adalah stasiun relay untuk impuls saraf sensorik bertolak dari

sumsum tulang belakang untuk otak besar. Beberapa impuls saraf

diurutkan dan dikelompokkan di sini sebelum dikirim ke otak besar.

Beberapa sensasi seperti nyeri, tekanan, dan suhu dievaluasi di sini juga

2) Epithalamus mengandung kelenjar pineal. kelenjar pineal secretes

melatonin, hormon yang membantu mengatur biologi jam (siklus tidur-

bangun)

3) Hipotalamus mengatur berbagai kegiatan tubuh yang penting. Hipotalamus

mengontrol sistem saraf otonom dan mengatur emosi, perilaku, lapar, haus,

suhu tubuh, dan jam biologis. Hal ini juga menghasilkan dua hormon

(ADH dan oksitosin) dan melepaskan berbagai hormon yang mengontrol

hormon produksi di kelenjar hipofisis anterior.

c. Otak tengah (mesenfalon)


3

Bagian dorsal dari otak tengah terdiri dari dua kolikulus superior yang

berhubungan dengan sistem penglihatan, dan dua kolikulus inferior yang

berhubungan dengan pendengaran. Fungsi mesensefalon antara lain:

1) Merangsang daerah quadrigeminus yang menyebabkan dilatasi pupil dan

gerakan konjugasi mata kearah yang berlawanan dengan tempat

perangsangan

2) Menimbulkan gejala yang menyebabkan paralisis gerakan mata ke atas

3) Mengontrol pendengaran

d. Otak kecil (serebrum)

Terletak di bagian belakang kepala dekat leher: Otak kecil berfungsi untuk

mengkoordinasi gerakan otot secara sadar, posisi tubuh, dan keseimbangan,

jika otak kecil ini rusak, maka gerakan otot manusia berpotensi tidak dapat

bekerja optimal.

e. Batang otak (trunkus serebri)

Batang otak terletak didepan otak kecil dan dibawah otak besar, serta menjadi

penghubung diantara keduanya. Batang otak berfungsi untuk mengatur reflex

fisiologis, seperti denyut jantung, suhu tubuh, tekanan darah. Kecepatan

bernapas, dan lain sebagainya.

B. Konsep Medis Skizofrenia

1. Definisi

Skizofrenia berasal dari dua kata “skizo” yang berarti retak atau pecah (split), dan

”frenia” yang berarti jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita gangguan

jiwa skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan atau keretakan

kepribadian (splitting of personality) (Hawari, 2001).


4

Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses

pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan

psikomotor disertai distorsi kenyataaan terutama karena waham dan halusinasi,

assosiasi terbagi-bagi sehingga muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat,

psikomotor menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizar

( Maramis, 1998 ).

Skizofrenia merupakan gangguan psikiatris serius dicirikan melalui kelemahan

komunikasi akibat kehilangan kontak dengan realita dan kemunduran tingkat

fungsi dalam bekerja, hubungan sosial atau pemeliharaan diri dari sebelumnya.

Jenis-jenis skizofrenia ditinjau dari segi klinis meliputi; skizofrenia tidak teratur,

catatonic, paranoid, residual, dan undifferentiated/tidak berlainan (Shives, 1990).

Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang memengaruhi persepsi klien, cara

berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya (Melinda Herman, 2008).

2. Etiologi

Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya

perkembangan sosial. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya pada

diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap

orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini

dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih

menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari

terabaikan (Kusumawati, Hartono, 2010)


5

Menurut Simanjuntak (2008)faktor penyebab dari skizofrenia ini adalah

a. Faktor genetis

Dari hasil penelitian ditemukan beberapa kasus yang disebabkan oleh faktor

keturunan (genetis).

Dari studi terhadap keluarga para penderita dijumpai angka/presentasi yang

lebih tinggi disbanding populasi umum. Demikian juga, pada studi anak

kembar dijumpai kemungkinan yang cukup besar jika saudara kandung

penderita adalah skizofrenik. Dari faktor genetis skizofrenia diwariskan secara

multifactorial, yang artinya penyakit ini tidak hanya dipengaruhi/disebabkan

oleh faktor genetis tetapi juga lingkungan.

b. Faktor non-genetis

1) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi atau menimbulkan penyakit ini

adalah kebudayaan, ekonomi, pendidikan, faktor sosial, penggunaan obat-

obatan, stress karena pemerkosaan, penganiayaan yang berat, perceraiam

dan sebagainya.

2) Faktor Biologi
6

Yang dimaksud dengan faktor biologis adalah faktor faali sebagai

penyebab penyakit. Faktor faali bisa berupa kerusakan jaringan otak atau

struktur otak yang abnormal. Kerusakan ini biasanya dibawa sejak lahir

3) Faktor Psikososial

Menurut teori psikoanalisis, kerusakan yang menentukan penyakit mental

adalah gangguan dalam organisasi “ego”, yang kemudian mempengaruhi

cara interpretasi terhadap realitas dan kemampuan pengendalian dorongan

seks. Gangguan yang terjadi sebagai akibat distorsi dalam hubungan timbal

balik antara bayi dan ibunya, dimana si anak tidak dapat berkembang

melampaui fase oral dari perkembangan jiwanya. Beberapa analisis

beranggapan bahwa gangguan pada fungsi ego seseorang dapat

menyebabkan perasaan bermusuhan. Distorsi hubungan ibu-bayi ini

kemudian terbentuknya suatu kepribadian yang peka terhadap stres. Teori

psikoanalisis beranggapan bahwa berbagai gejala skizofrenia mempunyai

arti simbolik untuk si penderita secara individu, misalnya fantasi tentang

kiamatnya dunia menunjukkan bahwa alam internal penderita telah hancur.

3. Manifestasi Klinis

Menurut (Ann Isaac, 2005) tanda dan gejala dari skizofrenia adalah sebagai

berikut:

a. Waham: keyakinan keliru yang sangat kuat, yang tidak dapat dikurangi dengan

menggunakan logika.

b. Asosiasi longgar kurangnya hubungan yang logis antara pikiran dan gagasan

yang dapat tercermin pada berbagai gejala.


7

c. Halusinasi: persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indra; dalam

skizofrenia, halusinasi pendengaran merupakan halusinasi yang paling banyak

terjadi.

d. Ilusi: salah menginterpretasikan stimulus lingkungan

e. Depersonalisasi/derealisasi: individu merasa bahwa dirinya sudah berubah

secara mendasar

f. Afek datar: tidak adanya respons emosional; afek juga dapat digambarkan

sebagai tumpul (respons datar) atau tidak tepat (kebalikan) dengan apa yang

diharapkan dari situasi)

g. Ambivalensi: adanya konflik atau pertentangan emosi yang menyebabkan

sulitnya individu menentukan pilihan atau keputusan

h. Avolisi: kurangnya motivasi untuk melanjutkan aktivitas yang orientasi pada

tujuan

i. Alogia: berkurangnya pola bicara atau miskin kata-kata

j. Ekopraksia: meniru tindakan orang lain tanpa sadar

k. Anhedonia: kurang senang melakukan aktivitas dan hal-hal lain yang secara

normal menyenangkan

l. Pemikiran konkrit: kesulitan berpikir abstrak sehingga ia menginterpretasikan

komunikasi orang lain secara harfiah. Pemikiran konkrit dapat diuji dengan

meminta orang tersebut menginterpretasikan peribahasa umum.

Menurut Direja, gejala primer dari skizofrenia adalah sebagai berikut:

a. Gangguan proses pikir (bentuk, langkah, dan isi pikiran). Yang paling

menonjol adalah gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi

b. Gangguan afek emosi

c. Terjadi kedangkalan afek emosi


8

d. Paramimi dan paratimi (incongruity of affect/inadekuat)

e. Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan

f. Emosi berlebihan

g. Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik

h. Gangguan kemauan:

1) Terjadi kelemahan kemauan

2) Perilaku negativism atas permintaan

3) Otomatisme: merasa pikiran/perbuatannya dipengaruhi oleh orang lain

i. Gejala psikomotor

1) Stupir atau hyperkinesia, logorea dan neologisme

2) Stereotipi

3) Katelepsi: mempertahankan posisi tubuh dalam waktu yang lama

4) Echolalia dan echopraxia

5) Autism

Menurut Keliat (2012) ada beberapa tanda dan gejala dari skizofrenia diantaranya:

a. Gejala positif
1) Waham: keyakinan yang salah, tidak sesuai dengan kenyataan,
dipertahankan dan disampaikan berulang-ulang (waham curiga, waham
kebesaran)
2) Halusinasi: gangguan penerimaan pancaindra tanpa ada stimulus eksternal
(halusinasi pendengaran, penglihatan, pengecapan, penciuman, dan
perabaan)
3) Perubahan arus pikir:
a) Arus pikir terputus: dalam pembicaraan tiba-tiba tidak dapat
melanjutkan isi pembicaraan
b) Inkoheren: berbicara tidak selaras dengan lawan bicara (bicara kacau)
c) Neologisme: menggunakan kata-kata yang hanya dimengerti oleh diri
sendiri, tetapi tidak dimengerti oleh orang lain.
9

d) Perubahan perilaku
 Hiperaktif: perilaku motorik yang berlebihan
 Agitasi: perilaku yang menunjukkan kegelisahan
 Iritabilitas: mudah tersinggung
b. Gejala Negatif
1) Sikap masa bodoh (apatis)
2) Pembicaraan terhenti tiba-tiba (blocking)
3) Menarik diri dari pergaulan sosial (isolasi sosial)
4) Menurunnya kinerja atau aktivitas sosial sehari hari

4. Klasifikasi

a. Skizofrenia Paranoid

1) Ciri-ciri utamanya adalah waham yang sistematis atau halusinasi

pendengaran

2) Individu ini dapat penuh curiga, argumentasi, kasar, dan agresif

3) Perilaku kurang regresif, kerusakan sosial lebih sedikit dan prognosisnya

lebih baik dibanding jenis-jenis yang lain

b. Skizofrenia Hebefrenik (Disorganized schizophrenia)

1) Ciri-ciri utamanya adalah percakapan dan perilaku yang kacau serta afek

yang datar atau tidak tepat, gangguan asosiasi juga banyak terjadi

2) Individu tersebut juga mempunyai sikap yang aneh, menunjukkan perilaku

menarik diri secara sosial yang ekstrim, mengabaikan hygiene dan

penampilan diri

3) Awitan biasanya terjadi sebelum usia 25 tahun dan dapat bersifat kronis

4) Perilaku regresif, dengan interaksi sosial dan kontak dengan realitas yang

buruk

c. Skizofrenia Katatonik
10

1) Ciri-ciri utamanya ditandai dengan gangguan psikomotor, yang melibatkan

imobilitas atau justru aktivitas yang berlebihan

2) Stupor katonik. Individu dapat menunjukkan ketidakaktifan, negativisme,

dan kelenturan tubuh yang berlebihan (postur abnormal)

3) Catatonic excitement melibatkan agitasi yang ekstrem dan dapat disertai

dengan ekolalia dan ekopraksia

d. Skizofrenia yang tidak digolongkan

1) Ciri-ciri utamanya adalah tidak adanya gejala akut saat ini, melainkan

terjadi di masa lalu

2) Klasifikasi ini digunakan bila kriteria untuk jenis lain tidak terpenuhi

e. Skizofrenia residu

1) Ciri-ciri utamanya adalah tidak adanya gejala akut saat ini, melainkan

terjadi di masa lalu

2) Dapat terjadi gejala-gejala negatif, seperti isolasi sosial yang nyata,

menarik diri dan gangguan fungsi peran (Ann Isaacs, 2005).

5. Kriteria Diagnostic DSM III Untuk Gangguan-gangguan Skizofrenia

Menurut Ana (2016) kriteria diagnostik DSM III adalah sebagai berikut:

a. Sedikitnya ada satu dari point penyakit berikut:

1) Hayalan-hayalan aneh, seperti; hayalan seperti dikendalikan, berpikir untuk

bercerita kepada banyak orang, terselip pemikiran untuk menarik diri,

hayalan-hayalan yang bersifat somatic, kemegahan, relijius, dan nihiilistik

atau hayalan-hayalan lain tanpa hal yang menyiksa atau mengandung unsur

kecemburuan.
11

2) Hayalan-hayalan yang bersifat menyiksa atau mengandung kecemburuan,

jika disertai halusinasi-halusinasi beragam jenis

3) Halusinasi-halusinasi yang berhubungan dengan pendengaran, baik satu

suara dalam memperhatikan komentar dari komentator terhadap perilaku

individu atau pemikiran-pemikiran, atau dua atau lebih suara yang

bertentangan satu dengan lainnya.

4) Halusinasi-halusinasi yang berhubungan dengan pendengaran terhadap

beberapa peristiwa dengan konten lebih dari satu atau lebih kata yang tidak

berkaitan jelas dengan depresi atau kegembiraan

5) Inkorehensi dan hilangnya tanda berkaitan dengan tanda pemikiran tak

logis atau ditandai dengan lemahnya isi pembicaraan, jika berkaitan dengan

sedikitnya salah satu hal berikut:

a) Penumpulan, datar atau pengaruh yang sesuai

b) Hayalan atau halusinasi-halusinasi

c) Catatonic atau perilaku tak teratur lain terlihat nyata

b. Kemunduran

Bentuk kemunduran level fungsi seperti; dalam bekerja, hubungan sosial dan

pemeliharaan diri dari sebelumnya.

c. Durasi:

Tanda-tanda lanjutan dari penyakit ini selama sedikitnya enam bulan berturut-

turut, dengan beberapa tanda yang muncul saat ini. Periode enam bulan ini

harus meliputi satu fase aktif yang mana gejala-gejala dari kriteria A (diuraikan

di atas) di tunjukkan, dengan atau tanpa fase pro-dromal atau residual.

d. Gejala depresi atau mania

Gejala depresi penuh atau mania (episode depresi penuh atau mania)

berkembang setelah gejala psikiatris dalam kriteria A (diuraikan).


12

e. Serangan fase pro-dormal atau fase aktif terhadap penyakit tersebut

f. Tidak berkaitan dengan gangguan mental organik atau keterlambatan

6. Penatalaksanaan

a. Pertimbangan umum

1) Kontinuitas perawatan merupakan hal yang penting. Klien dapat menerima

pengobatan diberbagai tempat, termasuk rumah sakit jiwa akut, rumah sakit

jiwa jangka panjang, dan program berbasis komunitas

2) Tingkat perawatan bergantung pada keparahan gejala dan ketersediaan

dukungan dari keluarga dan sosial. Pengobatan ini biasanya diberikan

dilingkungan dengan sifat restrektif yangpaling minimal

3) Pendekatan manajemen karena merupakan hal yang penting karena

perawatan klien pada umumnya berjangka panjang, membutuhkan kerja

sama dengan berbagai penyedia layanan untuk memastikan pelayanan

tersebut diberikan secara terkoordinasi.

b. Hospitalisasi psikiatrik jangka pendek digunakan untuk menatalaksanaan

gejala-gejala akut dan memberikan lingkungan yang aman dan terstruktur serta

berbagai pengobatan, termasuk:

1) Pengobatan farmakologi dengan medical antipsikotik

2) Manajemen lingkungan

3) Terapi pendukung, yang pada umumnya berorientasi pada realitas, dengan

pendekatan perilaku kognitif

4) Psikologi edukasi bagi klien dan keluarganya

5) Rencana pemulangan dari rumah sakit untuk memastikan kontinuitas

asuhan
13

c. Hospitalisasi psikiatrik jangka panjang

1) Hospitalisasi jangka panjang diberikan pada klien dengan gejala persistem

yang dapat membahayakan dirinya sendiri atau orang lain

2) Tujuannya adalah menstabilkan dan memindahkan klien secepat mungkin

ke lingkungan yang kurang restriktif

d. Pengobatan berbasis komunitas memberikan layanan komprehensif berikut ini

kepada klien dan keluarganya:

1) Perumahan bantuan meliputi rumah transisi: pengaturan hidup yang

kooperatif; crisis community residence; pengasuhan anak angkat; dan

board and care home

2) Program day treatment memberikan seorang manajer kasus dan sejumlah

ahli terapi untuk klien dan keluarganya

3) Terapi pendukung melibatkan seorang manajer kasus dan sejumlah ahli

terapi untuk klien dan keluarganya

4) Program psikoedukasi bagi klien, keluarganya dan kelompok-kelompok

masyarakat

5) Outreach service diadakan untuk menemukan kasus dan memberikan

program pengobatan preventif bagi individu dan keluarga yang mengalami

peningkatan resiko.

e. Rehabilitasi Psikososial

1) Rehabilitasi psikososial menekankan perkembangan keterampilan dan

dukungan yang diperlukan untuk hidup, belajar dan bekerja dengan baik di

komunitas

2) Pendekatan ini dapat menjadi bagian dari program pengobatan di berbagai

tempat pemberian layanan. Penggunaan gedung pertemuan tempat klien

dapat berkumpul untuk bekerja bersama dan bersosialisasi sambil


14

mempelajari keterampilan yang diperlukan, dapat menjadi bagian dari

layanan masyarakat dibeberapa tempat.

C. Konsep Keperawatan Skizofrenia

1. Pengkajian

a. Riwayat. Tinjau kembali riwayat klien untu adanya stressor pencetus dan data

yang signifikan

1) Kerentanan genetik-biologi (riwayat keluarga)

2) Peristiwa hidup yang menimbulkan stress

3) Hasil pemeriksaan status mental

4) Riwayat psikiatrik dan kepatuhan terhadap pengobatan dimasa lalu

5) Riwayat pengobatan

6) Penggunaan obat dan alkohol

7) Riwayat pendidikan dan pekerjaan

b. Kaji klien untuk adanya gejala-gejala karakteristik

c. Kaji sistem pendukung keluarga dan komunitas, termasuk:

1) Pengaturan hidup saat ini dan tingkat pengawasan

2) Keterlibatan dan dukungan keluarga

3) Manajer kasus atau ahli terapi

4) Partisipasi dalam program pengobatan komunitas

d. Kaji pengetahuan dasar klien dan keluarga. Kaji apakah klien dan keluarganya

mempunyai pengetahuan yang cukup tentang:

1) Gangguan skizofrenia

2) Rekomendasi medikasi dan pengobatan

3) Tanda-tanda kekambuhan

4) Tindakan untuk mengurangi stress


15

e. Kaji klien untuk adanya efek samping medikasi antipsikotik

1) Efek sistem ekstrapiramidal. Gunakan alat-alat tertentu, seperti skala AIMS

atau skala neurologic simpson, untuk melakukan pengkajian.

2) Efek antikolinergik

3) Efek kardiovaskular

4) Lain-lain

2. Diagnosa Keperawatan

a. Analisis gejala positif dan negative

b. Analisis kekuatan dan kelemahan klien, termasuk:

1) Kemampuan mengurus diri

2) Sosialisasi

3) Komunikasi

4) Menguji realitas

5) Keterampilan pekerjaan

6) Sistem pendukung

c. Analisis faktor-faktor yang meningkatkan risiko ekspresi perilaku yang tidak

disadari, termasuk:

1) Agitasi

2) Marah

3) Curiga

4) Adanya halusinasi yang mengancam

d. Membentuk dan memprioritaskan diagnosa keperawatan bagi klien dan

keluarganya.

1) Harga diri rendah kronis

2) Koping keluarga tidak efektif; memburuk


16

3) Gangguan penatalaksanaan pemeliharaan rumah

4) Koping individu tidak efektif

5) Kurang pengetahuan (sebutkan)

6) Penatalaksanaan tidak efektif program terapeutik; keluarga

7) Penatalaksanaan tidak efektif program terapeutik; individu

8) Ketidakpatuhan

9) Perubahan kinerja peran

10) Kurang perawatan diri (sebutkan)

11) Perubahan sensorik/persepsi: penglihatan, pendengaran, kinestetik,

pengecapan, peraba, penciuman (sebutkan)

12) Perubahan proses berpikir

13) Risiko kekerasan terhadap diri sendiri/orang lain.

3. Perencanaan dan Identifikasi Hasil

a. Tetapkan tujuan yang realistis bersama klien. Pada awalnya, seorang mungkin

harus menetapkan tujuan yang terbatas, bergantung pada tingkat kerusakan

klien yang dikaji.

b. Tetapkan kriteria hasil yang diinginkan bagi klien dengan gangguan

skizofrenia. Klien tersebut akan:

1) Menunjukkan penurunan tingkat ansietas

2) Berinteraksi satu lawan satu dengan perawat atau anggota tim pengobatan

3) Mempertahankan hygiene personal dan aktifitas hidup sehari-hari

4) Mengurangi atau menghentikan perilaku yang dianggap aneh atau tidak

tepat

5) Membedakan antara pikiran dan perasaan yang berasal dari dalam diri dan

yang berasal dari lingkungan eksternal


17

6) Meningkatkan interaksi sosial yang pantas

7) Mengidentifikasi pernyataan diri yang positif

8) Bekerja sama dalam menyusun rencana pengobatan dan ingin

melanjutkannya dengan rekomendasi asuhan komunitas

9) Menyampaikan secara verbal pengetahuannya tentang penyakit, rencana

pengobatan, medikasi, tanda-tanda kekambuhan, dan teknik-teknik

manajemen stress.

c. Tetapkan kriteria hasil yang diinginkan bagi keluarga yang memiliki anggota

keluarga penderita skizofrenia. Keluarga tersebut akan:

1) Mengekspresikan perasaan tentang kekawatiran individu

2) Mengungkapkan secara verbal pengetahuan tentang penyakit rencana

pengobatan, medikasi, tanda-tanda kekambuhan, penanganan krisis dan

penatalaksanaan.

4. Implementasi

Klien yang menarik diri dan terisolasi:

a. Gunakan diri secara terapeutik

b. Lakukan interaksi yang terencana, singkat, sering dan tidak menuntut

c. Rencanakan aktivitas sederhana satu lawan satu

d. Pertahankan konsistensi dan kejujuran dalam interaksi

e. Secara bertahap anjurkan klien untuk berinteraksi dengan teman-temannya

dalam situasi yang tidak mengancam

f. Berikan pelatihan keterampilan sosial

g. Lakukan berbagai tindakan untuk meningkatkan harga diri

5. Evaluasi
18

a. Klien mengidentifikasi perasaan internalnya terhadap ansietas dan

menggunakan tindakan koping yang sudah dipelajarinya untuk mengurangi

ansietas

b. Klien dapat menjaga hygiene dirinya

c. Klien mengikuti jadwal rutin untuk aktivitas hidup sehari-hari

d. Klien menunjukkan perilaku yang tepat dalam situasi sosial

e. Klien berkomunikasi tanpa menunjukkan pemikiran disasosiasi

f. Klien membedakan antara pikiran dan perasaan yang distimulasi dari dalam

dirinya dan yang distimulasi dari luar

g. Klien menunjukkan berkurangnya perasaan curiga, negatif dan marah

h. Klien mengidentifikasi aspek-aspek positif pada dirinya

i. Anggota keluarga menggunakan strategi koping yang efektif untuk mengatasi

situasi yang menimbulkan ansietas

j. Klien berpartisipasi dalam rencana pengobatan dan mau menindaklanjuti

program pengobatan dikomunitas

k. Klien dan keluarga menggunakan pengetahuan tentang gangguan program

pengobatan, medikasi,gejala-gejala dan penatalaksanaan krisis secara

berkelanjutan (Ann Isaacs, 2005)


19

D. Konsep Keperawatan Isolasi Sosial

1. Definisi

Isolasi sosial adalah kesendirian yang dialami oleh individu dan dianggap timbul

karena orang lain serta sebagai suatu keadaan negatif atau mengancam (NANDA,

2017).

Isolasi sosial adalah suatu pengalaman menyendiri dari seseorang dan perasaan

segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan yang

mengancam (NANDA, 2008).

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan

atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Isolasi sosial merupakan keadaan ketika individu atau kelompok memiliki

kebutuhan atau hasrat untuk memiliki keterlibatan kontak dengan orang, tetapi

tidak mampu membuat kontak tersebut (Carpenito-Moyet, 2009)

2. Etiologi

a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi penyebab isolasi sosial meliputi faktor perkembangan,

faktor biologis, dan faktor sosiokultural.

1) Faktor Perkembangan

Tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam

menjalin hubungan dengan orang lain adalah keluarga. Kurangnya

stimulasi maupun kasih saying dari ibu/pengasuh pada bayi akan

memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa

percaya diri. Ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah


20

laku curiga pada orang lain maupun lingkungan dikemudian hari. Jika

terdapat hambatan dalam m6mengembangkan rasa percaya pada masa ini,

maka anak akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang

lain pada masa berikutnya. Pada masa kanak-kanak pembatasan aktivitas

atau kontrol yang berlebihan dapat membuat anak frustasi. Pada masa

praremaja dan remaja, hubungan antara individu dengan kelompok atau

teman lebih berarti dari pada hubungannya dengan orang tua. Remaja akan

merasa tertekan atau menimbulkan sikap bergantung ketika remaja tidak

dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut. Pada masa

dewasa muda, individu meningkatkan kemandiriannya serta

mempertahankan hubungan interindependen antara teman sebaya maupun

orang tua. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan

menikah dan mempunyai perkejaan. Pada masa dewasa tengah, individu

mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap

dirinya mulai menurun. Ketika individu bisa mempertahankan hubungan

yang interindependen antara orang tua dengan anak, kebahagiaan akan

diperoleh dengan tetap. Pada masa dewasa akhir, individu akan mengalami

berbagai kehilangan, baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua,

pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran.

2) Faktor Biologis

Faktor genetik dapat menunjang terhadap terhadap respon sosial

maladaptif. Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan

jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia, misalnya ditemukan pada keluarga

dengan riwayat anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Selain itu,

kelainan pada struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel,


21

penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga

dapat menyebabkan skizofrenia.

3) Faktor Sosial Budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor

pendukung terjadinya gangguan berhubungan atau isolasi sosial. Gangguan

ini juga bisa disebabkan oleh adanya norma-norma yang salah yang dianut

oleh satu keluarga, seperti anggota tidak produktif yang diasingkan dari

lingkungan sosial. Selain itu, norma yang tidak mendukung pendekatan

terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak

produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik juga turut

menjadi faktor predisposisi isolasi sosial.

b. Faktor Presipitasi

Terdapat beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan gangguan isolasi

sosial. Faktor-faktor tersebut, antara lain berasal dari stressor-stresor berikut

ini:

1) Stresor Sosiokultural

Stresor sosial budaya, misalnya menurunnya stabilitas keluarga, berpisah

dari orang yang berarti dalam kehidupannya.

2) Stresor Psikologik

Intensitas ansietas yang ekstrim akibat berpisah dengan orang lain dan

disertai dengan terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah


22

akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe

psikotik.

3) Stresor Intelektual

a) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk berbagi

pikiran dan perasaan yang mengganggu pengembangan hubungan

dengan orang lain.

b) Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan kesulitan

dalam menghadapi hidup. Mereka juga akan cenderung sulit untuk

berkomunikasi dengan orang lain.

c) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang

lain akan memicu persepsi yang menyimpang dan berakibat pada

gangguan berhubungan dengan orang lain.

4) Stresor Fisik

Stresor fisik yang memicu isolasi sosial: menarik diri dapat meliputi

penyakit kronik dan keguguran (Sutejo, 2017).

3. Faktor Terkait (Related Factor)

Menurut Sutejo (2014) isolasi sosial dapat merupakan hasil dari beragam situasi

dan masalah kesehatan yang berhubungan dengan hilangnya kemampuan untuk

membangun hubungan atau kegagalan untuk memperbarui hubungan-hubungan

tersebut. Berikut ini merupakan beberapa sumber yang berkaitan dengan faktor

tersebut:

a. Patofisiologi

Isolasi sosial berhubungan dengan ketakutan akan penolakan, bersifat sekunder

diatas:
23

1) Obesitas

2) Kanker (operasi kepala atau leher yang bersifat merusak tampilan, dll)

3) Cacat fisik, seperti cacat akibat amputasi, radang sendi, dll

4) Cacat emosional seperti depresi, paranoia, depresi, fobia, ansietas ekstrem

5) Penyakit komunikabel, seperti AIDS, hepatitis

6) Sakit jiwa, seperti skizofrenia, gangguan afektif bipolar, gangguan

identitas.

b. Situasional

1) Meninggalnya orang yang penting atau bermakna bagi klien

2) Perceraian

3) Tampilan wajah yang rusak (disfigurineg appearance)

4) Ketakutan akan penolakan, bersifat sekunder atas obesitas, kemiskinan

ekstrem, hospitalisasi atau penyakit terminal, pengangguran

5) Berpindah ke budaya lain (bahasa yang kurang familiar)

6) Sejarah hubungan yang tidak memuaskan, seperti tingkah laku sosial yang

tidak dapat diterima, pemikiran delusional, penyalahgunaan obat-obatan,

tingkah laku yang belum dewasa, dan penyalahgunaan alkohol.

c. Maturasional

1) Pada anak, terdapat isolasi protektif atau adanya penyakit komunikabel

(AIDS, hepatitis, dll)

2) Pada orang dewasa, hal ini berhubungan dengan hilangnya kontak sosial

yang normal.

4. Manifestasi Klinis

a. Data Objektif :
24

1) Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman, kelompok)

2) Perilaku bermusuhan

3) Menarik diri

4) Tidak komunikatif

5) Menunjukkan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural dominan

6) Mencari kesendirian atau merasa diakui didalam sub kultur

7) Aktivitas berulang atau aktivitas yang kurang berarti

8) Kontak mata tidak ada

9) Aktivitas tidak sesuai dengan usia perkembangan

10) Keterbatasan mental/fisik

11) Sedih, afek tumpul

b. Data Subjektif

1) Mengekspresikan perasaan kesendirian

2) Mengekspresikan perasaan penolakan

3) Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan

4) Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat

5) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain

6) Ekspresi nilai sesuai dengan subkultur tetapi tidak sesuai dengan kultur

dominan

7) Ekspresi peminatan tidak sesuai dengan perkembangan

8) Mengekspresikan perasaan berbeda dari yang lain

9) Tidak merasa aman dimasyarakat (Sutejo, 2011).

Menurut Keliat (2019), tanda dan gejala dari isolasi sosial adalah :

a. Mayor
25

1) Subjektif

a) Ingin sendiri

b) Merasa tidak nyaman ditempat umum

c) Merasa berbeda dengan orang lain

2) Objektif

a) Menarik diri

b) Menolak melakukan interaksi

c) Afek datar

d) Afek sedih

e) Afek tumpul

f) Tidak ada kontak mata

g) Tidak bergairah atau lesu

b. Minor

1) Subjektif

a) Menolak berinteraksi dengan orang lain

b) Merasa sendirian

c) Merasa tidak diterima

d) Tidak mempunyai sahabat

2) Objektif

a) Menunjukkan permusuhan

b) Tindakan berulang

c) Tindakan tidak berarti

5. Rentang Respons Sosial

Menurut Sutejo (2017)


26

Respons Respons

Adaptif Maladaptif

Menyendiri Kesepian Manipulasi

Otonomi Menarik diri Impulsif

Kebersamaan Ketergantungan Narsisisme

Saling Ketergantungan

(Sumber: Stuart, 2013)

Keterangan:

a. Respon Adaptif

Respon adaptif adalah respon individu menyelesaikan suatu hal dengan cara

yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Respons ini meliputi:

1) Menyendiri (Solitude)

Respons yang dilakukan individu dalam merenungkan hal yang telah

terjadi atau dilakukan dengan tujuan mengevaluasi diri untuk kemudian

menentukan rencana-rencana.

2) Otonomi

Kemampuan individu dalam menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam

hubungan sosial. Individu mampu menetapkan diri untuk interindependen

dan pengaturan diri.

3) Kebersamaan (Mutualisme)
27

Kemampuan atau kondisi individu dalam hubungan interpersonal dimana

indvidu mampu untuk saling memberi dan menerima dalam hubungan

sosial.

4) Saling ketergantungan (Interdependen)

Suatu hubungan saling bergantung antara satu individu dengan individu

lain dalam hubungan sosial.

b. Respon Maldaptif

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah

dengan cara yang bertentangan dengan norma agama dan masyarakat. Respons

maldaptif tersebut antara lain:

1) Manipulasi

Gangguan sosial yang menyebabkan individu memperlakukan sebagai

objek, dimana hubungan terpusat pada pengendalian masalah orang lain

dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. Sikap mengontrol

digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi yang dapat

digunakan sebagai alat berkuasa atas orang lain.

2) Impulsif

Respons sosial yang ditandai dengan individu sebagai subjek yang tidak

dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak

mampu untuk belajar dari pengalaman, dan tidak dapat melakukan

penilaian secara objektif.

3) Narsisme

Respons sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku egosentris,

harga diri rapuh, berusaha mendapatkan penghargaan, dan mudah marah

jika tidak mendapat dukungan dari orang lain.


28

6. Batasan Karakteristik

NANDA (2018) menjelaskan bahwa batasan karakteristik yang terdapat pada

lingkup isolasi sosial. Batasan karakteristik pada tiap lingkup tersebut meliputi:

a. Tidak ada sistem pendukungan

b. Kesendirian yang disebabkan oleh orang lain

c. Ketidaksesuaian budaya

d. Ingin sendirian

e. Kondisi difabel

f. Perasaan beda dari orang lain

g. Afek datar

h. Riwayat ditolak

i. Bermusuhan

j. Penyakit

k. Menunjukkan permusuhan

l. Ketidakmampuan memenuhi harapan orang lain

m. Merasa tidak aman di tempat umum

n. Tindakan tidak berarti

o. Anggota subkultur tertentu

p. Tidak ada kontak mata

q. Preokupasi dengan pikiran sendiri

r. Tidak mempunyai tujuan

s. Tindakan berulang

t. Afek sedih

u. Nilai tidak sesuai dengan norma budaya

v. Menarik diri
29

7. Pohon Masalah

Gambar pohon masalah menurut Sutejo (2017)

Risiko perubahan sensori persepsi : halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri: harga diri rendah


kronis
30

E. Konsep Tindakan Keperawatan

Penerapan Strategi Pelaksaan Menjelaskan Keuntungan dan Kerugian Tidak

Berinteraksi dengan Orang Lain dengan Masalah Isolasi Sosial Pada Tn. X dan Tn. Y

dengan Skizofrenia di Wilayah Kerja Puskesmas Kumun Tahun 2020.

1. Definisi Strategi Pelaksanaan (SP)

Anda mungkin juga menyukai