Anda di halaman 1dari 15

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Kasus Besar

Fakultas Kedokteran November 2019


Universitas Haluoleo

MALARIA FALCIPARUM

Oleh:

Wa Ode Hediyati Maharani, S.Ked


K1A1 15 121

Pembimbing:
dr. Dwiana Pertiwi, M. Sc, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Wa Ode Hediyati Maharani, S.Ked.

NIM : K1A1 15 121

Program Studi : Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Laporan Kasus : Malaria Falciparum

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepanitraan klinik pada Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, November 2019

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Dwiana Pertiwi, M. Sc, Sp.PD

2
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulisan Laporan Kasus yang berjudul “Malaria Falciparum” dapat dirampungkan dengan

baik. Shalawat dan salam juga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Penulisan laporan ini disusun untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo. Melalui kesempatan ini secara

khusus penulis persembahkan ucapan terima kasih dr. Dwiana Pertiwi, M. Sc, Sp.PD sebagai

pembimbing referat dan laporan kasus saya. Dengan segala kerendahan hati penulis sadar

bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan.Penulis

mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dan

penyempurnaan tugas ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak

yang membutuhkan.

Kendari, November 2019

Wa Ode Hediyati Maharani, S.Ked

3
BAB I
IDENTIFIKASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 25 tahun
Tempat / Tanggal Lahir : Wanci, 21 Mei 1994
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kel. Wanci, Wakatobi
Agama : Islam
Pekerjaan : ABK
Status Pernikahan : Belum Menikah
Tanggal Masuk : 29 Oktober 2019
RM : 48 37 07
DPJP : dr. Tety Yuniarti Sudiro, Sp.PD
Dokter Muda : Wa Ode Hediyati Maharani, S.Ked

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Demam
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD RSU Bahteramas dengan keluhan demam dirasakan 5
hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan tiba-tiba, terutama saat malam
siang hari. Saat demam pasien merasakan pegal keseluruhan tubuhnya dan terutama
rasa pegal ini dirasakan pada sendi-sendi besar seperti sendi panggul, sendi gelang
bahu dan tulang belakang. Selain demam pasien juga mengeluhkan pusing. Pusing ini
dirasakan seperti kepala diikat dan kepala terasa kaku. Demam disertai dengan
keluhan menggigil. Pasien juga sering berkeringat banyak terutama saat suhu tubuh
pasien mulai turun. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut kanan atas yang hilang
timbul disertai muntah dengan frekuensi muntah satu kali, muntah berupa makanan
dan air, muntah bercampur darah (-). Pasien juga mengeluhkan BAB cair dengan
frekuensi 3x/hari, lendir (-) darah (-). Urin normal tidak berwarna seperti air teh,
jumlahnya banyak dengan frekuensi seperti biasa. Selama 5 hari ini pasien diantar
keluarganya ke RSUD Wakatobi dan diberi paracetamol tablet 500 mg namun demam
tidak mengalami perubahan. Pasien bekerja sebagai ABK pada kapal penumpang
4
yang wilayah berangkatnya dari Makassar-Banggai-Papua. Pasien pulang ke Wanci
karena libur kerja, lalu mengalami demam.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada.
4. Riwayat pengobatan:
Pasien mengonsumsi Paracetamol tablet 500 mg saat di RSUD Wakatobi.
5. Riwayat kebiasaan:
Pasien tidak memperhatikan kebersihan makanan saat di kapal.
6. Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Sakit sedang, compos mentis, Status gizi (BB = 51kg , TB = 155 cm) IMT =
21,2 kg/m2 (normal)
Tanda Vital
TD Nadi Pernafasan Suhu
0
130/90 mmHg 112x/Menit 25 x/Menit 38,9 C/Axillar
(Reguler)

Status Generalis
Kulit Berwarna kuning langsat, pucat (-)
Kepala Normocephal
Rambut Berwarna hitam
Mata Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-), Exopthalmus
(-/-), edema palpebra -/-, Gerakan bola mata dalam batas
normal, kornea refleks (+) pupil refleks (+)
Hidung Epitaksis (-) rinorhea (-)
Telinga Otorrhea (-) nyeri tekan mastoid (-)
Mulut Bibir pucat (+) bibir kering (-) perdarahan gusi (-)
Leher Kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah bening (-) dan
pembesaran tiroid (-)
Thoraks Inspeksi
Pergerakan hemithorax simetris kiri dan kanan. Retraksi sela
iga (-), iga gambang (+)
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-), vokal fremitus dalam batas normal
Perkusi
Sonor kiri = kanan
Auskultasi
Bunyi nafas bronkial, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung Inspeksi
Ictus kordis tidak tampak
Palpasi

5
Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi
Batas jantung kanan pada linea parasternal dextra, batas
jantung kiri ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi
BJ I dan II regular, murmur (-)
Abdomen Inspeksi
cembung, ikut gerak napas
Auskultasi
peristaltik usus (+) kesan meningkat
Palpasi
Nyeri tekan region hipokondrium dextra(+), pembesaran
hepar dan lien (+)
Perkusi
Tympani (+)
Ekstremitas Inspeksi
- Ekstremitas atas tampak tremor (-), peteki -/-, edema -/-,
deformitas -/-
Palpasi
-ekstremitas atas tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat
krepitasi dan teraba hangat
-ekstremitas bawah nyeri tekan (-/-), tidak terdapat krepitasi
dan teraba dingin

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (29-10-2019)
Darah Rutin (29-10-2019)
Parameter Nilai Rujukan Satuan
WBC 3,2 4.00-10.00 103/uL
LYM% 11,4 20.0-40.0 %
MON% 5,0 1.0-15.0 %
EOS 2,6 0,5-5.0 %
BASO 0,3 0,0-1,0 %
RBC 1,75 3.50-5.50 106/uL
HGB 5,2 11.0-15.0 g/dL
HCT 15 36.0-48.0 %
MCV 83,4 80.0-99.0 fL
MCH 28,1 26.0-32.0 Pg
MCHC 33,8 32.0-36.0 g/dL
PLT 90 100-300 103/uL

E. RESUME

6
 Tn. A dengan keluhan demam dirasakan 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
dirasakan tiba-tiba, terutama saat malam siang hari. Saat demam pasien merasakan
pegal keseluruhan tubuhnya dan terutama rasa pegal ini dirasakan pada sendi-sendi
besar seperti sendi panggul, sendi gelang bahu dan tulang belakang.
 Selain demam pasien juga mengeluhkan pusing. Pusing ini dirasakan seperti kepala
diikat dan kepala terasa kaku. Demam disertai dengan keluhan menggigil.
 Pasien juga sering berkeringat banyak terutama saat suhu tubuh pasien mulai turun.
 Pasien juga mengeluhkan nyeri perut kanan atas yang hilang timbul disertai muntah
dengan frekuensi muntah satu kali, muntah berupa makanan dan air, muntah
bercampur darah (-).
 Pasien juga mengeluhkan BAB cair dengan frekuensi 3x/hari, lendir (-) darah (-).
Urin normal tidak berwarna seperti air teh, jumlahnya banyak dengan frekuensi
seperti biasa.
 Saat menjelang malam pasien mengalami keringat yang banyak dan membasahi
hampir seluruh tubuhnya.
 Selama 5 hari ini pasien diantar keluarganya ke RSUD Wakatobi dan diberi
paracetamol tablet 500 mg namun demam tidak mengalami perubahan.
 Pasien bekerja sebagai ABK pada kapal penumpang yang wilayah berangkatnya
dari Makassar-Banggai-Papua.

F. DIAGNOSIS SEMENTARA
Malaria falciparum

I. DIAGNOSIS BANDING
 Malaria vivax
 Demam tifoid
G. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
- Tirah baring
Farmakologi
- IVFD Ringer Laktat 20 tpm
- Paracetamol infuse 1 gram
- FDC: Dihidroartemisinin 40 mg + Piperakuin 320 mg (DHP)
- Inj. Pantoprazole 40 mg

7
- Inj. Ondancetron 8 mg

H. FOLLOW UP
Hasil follow up pasien dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Hari/ Anamnesis dan Pemfis Pasien Instruksi DPJP
Tanggal
Selasa S : demam, lemas dan sakit kepala, P :
29/10/2019 mual
- IVFD Ringer Laktat 20
O : TD 130/90 mmHg
tpm
N 112 x/menit
- Paracetamol infuse 1
P 25 x/menit
gram
S 38,9oC
- FDC:
Pemfis:
Dihidroartemisinin 40
I : Keadaan lemah, konjungtiva anemis
mg + Piperakuin 320 mg
(+/+)
(DHP)
P : Pembesaran hepar (+) 2 cm
dibawah arcus costae, Nyeri tekan
abdomen regio hipokondrium dextra
Lab:
PLT : 90.000 mg/dL
HGB: 5,2 gr/dL
A : malaria falciparum
Rabu S : demam, lemas dan sakit kepala, P :
30/10/2019 mual
- IVFD Ringer Laktat 20
O : TD 130/800 mmHg
tpm
N 79 x/menit
- Paracetamol infuse 1
P 22 x/menit
gram
S 38,7oC
- FDC:
Pemfis:
Dihidroartemisinin 40
I : Keadaan lemah
mg + Piperakuin 320 mg
P : nyeri tekan epigastrium (+)
(DHP)
A : malaria falciparum
- Inj. Pantoprazole 40 mg
- Inj. Ondancetron 8 mg
Kamis S : demam, lemas dan sakit kepala, P :
31/10/2019 mual - IVFD Ringer Laktat 20
O : TD 110/70 mmHg tpm
N 87 x/menit - Paracetamol infuse 1
P 19 x/menit gram
S 38,9oC - FDC:
Pemfis: Dihidroartemisinin 40
I : Keadaan lemah mg + Piperakuin 320 mg
P : nyeri tekan epigastrium (+) (DHP)
A : malaria falciparum - Inj. Pantoprazole 40 mg
- Inj. Ondancetron 8 mg
Jumat S : demam (-), mual (+) P:
01/11/2019 O : TD 120/90 mmHg - IVFD Ringer Laktat 20
N 80 x/menit tpm
P 22 x/menit - FDC:

8
S 37,7oC Dihidroartemisinin 40
Pemfis: mg + Piperakuin 320 mg
I : Keadaan lemah (DHP)
P : nyeri tekan epigastrium (+) - Inj. Ondancetron 8 mg
A : malaria falciparum
Sabtu S : demam (-), mual (-) P:
02/11/2019 O : TD 130/80 mmHg - Boleh pulang
N 76 x/menit
P 21 x/menit
S 36,7oC
Pemfis:
I : Keadaan baik
P : nyeri tekan epigastrium (-)
A : malaria falciparum

J. PROGNOSIS
Ad Vitam: bonam
Ad Functionam: Dubia ad bonam
Ad Sanactionam: Dubia ad bonam

K. ANALISIS KASUS
KASUS TEORI
Pasien datang ke IGD RSU Bahteramas Malaria merupakan penyakit infeksi akut
dengan keluhan demam dirasakan 5 hingga kronik yang disebabkan oleh spesies
hari sebelum masuk rumah sakit. Plasmodium, ditandai dengan panas tinggi
Demam dirasakan tiba-tiba, terutama bersifat intermiten, anemia, dan
saat malam siang hari. Saat demam hepatosplenomegali. Untuk memastikan
pasien merasakan pegal keseluruhan diagnosis diperlukan pemeriksaan darah tepi
tubuhnya dan terutama rasa pegal ini (apusan tebal atau tipis) untuk konfirmasi
dirasakan pada sendi-sendi besar seperti adanya parasit Plasmodium.
sendi panggul, sendi gelang bahu dan
tulang belakang. Selain demam pasien Malaria yang disebabkan oleh P. falsiparum
juga mengeluhkan pusing. Pusing ini mempunyai pola demam, menggigil,
dirasakan seperti kepala diikat dan berkeringat yang dapat terjadi lebih sekali
kepala terasa kaku. Demam disertai dalam satu hari. Dapat juga terjadi nyeri
dengan keluhan menggigil. Pasien juga kepala yang sangat menonjol, juga dijumpai
sering berkeringat banyak terutama saat nyeri dada, antralgia atau diare. Tidak ada
suhu tubuh pasien mulai turun. Pasien kaku kuduk atau fotofobi. Gejala
juga mengeluhkan nyeri perut kanan gastrointestinal (mual dan muntah) sering
atas yang hilang timbul disertai muntah terjadi pada infeksi P. falsiparum ini.
dengan frekuensi muntah satu kali,
muntah berupa makanan dan air,
muntah bercampur darah (-). Pasien
juga mengeluhkan BAB cair dengan
frekuensi 3x/hari, lendir (-) darah (-).
Urin normal tidak berwarna seperti air
teh, jumlahnya banyak dengan
frekuensi seperti biasa. Selama 5 hari

9
ini pasien diantar keluarganya ke
RSUD Wakatobi dan diberi
paracetamol tablet 500 mg namun
demam tidak mengalami perubahan.
Pasien bekerja sebagai ABK pada kapal
penumpang yang wilayah berangkatnya
dari Makassar-Banggai-Papua. Pasien
pulang ke Wanci karena libur kerja,
lalu mengalami demam.

Konjungtiva anemis (+/+), Nyeri tekan Infeksi P. falsiparum dapat menyebabkan


region hipokondrium dextra (+), hematokrit <15%, Hb kurang dari 50 g/l dan
pembesaran hepar dan lien (+) bahkan dapat terjadi ikterik akibat
HCT 15% pemecahan eritrosit yang berlebihan. Akibat
HGB 5,2 gr/dL pemecahan eritrosit ini maka limpa sebagai
organ retikulosit dan destruksi akan
meningkat kerjanya sehingga menjadi
hipertrofi.
Obat yang diberikan: Pengobatan dengan DHP harus disertai
29/10/2019: dengan kepastian ditemukannya parasit
- IVFD Ringer Laktat 20 tpm malaria secara mikroskopik atau sekurang-
- Paracetamol infuse 1 gram kurangnya dengan pemeriksaan RDT
- FDC: Dihidroartemisinin 40 mg + (Rapid Diagnostic Test). Saat ini yang
Piperakuin 320 mg (DHP) digunakan program nasional adalah derivate
- Inj. Pantoprazole 40 mg artemisinin dengan golongan aminokuinolin,
- Inj. Ondancetron 8 mg yaitu kombinasi dehiroartemisinin dan
piperakuin (DHP) dan artesunat-
amodiakuin.
Pencegahan malaria dilakukan untuk
menekan angka kesakitan dan kematian
dilakukan melalui program pemberantasan
malaria dengan penegakkan diagnosis dini
dan terapi yang cepat dan tepat. Upaya
pencegahan yang dapat dilakukan meliputi
pemakaian kelambu dan pengendalian
vektor (nyamuk).

10
BAB II
PEMBAHASAN

A. MALARIA FALCIPARUM
1. Definisi
Plasmodim falsiparum adalah salah satu organisme penyebab malaria.
Plasmodium ini merupakan jenis yang paling berbahaya dibanding dengan
plasmodium yang lain yang menginfeksi manusia seperti P. vivax, P. malariae dan P.
ovale. Saat ini P. falciparum merupakan salah satu spesies penyebab malaria yang
paling banyak diteliti. Hal tersebut karena spesies ini banyak menyebabkan angka
kematian dan kesakitan pada manusia, selain itu juga karena dapat ditumbuhkan dalam
jangka waktu yang lama secara in vitro.1, 2
2. Epidemiologi
Penyakit ini pernah diberantas di banyak negara, namun kemudian muncul
kembali. Saat ini malaria berjangkit di 103 negara dan separuh penduduk dunia hidup
di tempat beresiko mengalami malaria. Dari 300 juta penduduk yang terjangkit
malaria, 3 juta diantaranya meninggal dunia yang berarti beberapa ratus dalam tiap
jamnya.1
Selain kemunculannya kembali, masalah lainnya adalah resisitensi parasit
terhadap obat anti malaria dan resistensi nyamuk terhadap pestisida. Malaria juga
mengancam daerah-daerah yang sebelumnya bukan daerah endemic malaria,
mengancam kesehatan traveler serta member beban kepada masyarakat.1
Pada tahun 2006 terjadi Kejadian Luar Biasa malaria di beberapa daerah.
Upaya penanggulangan baik dengan pengobatan secara massal, survey demam,
penyemprotan rumah, penyelidikan vector penyakit dan tindakan lain telah dilakukan
dengan baik. Beberapa factor yang turut membuat terjadinya KLB ini disebabkan oleh
adanya perubahan lingkungan tempat perindukan potensial semakin meluas atau
semakin bertambah. Salah satu yang menyebabkan KLB (Kejadian Luar Biasa) ini
adalah malaria Falsiparum.2
3. Patogenesis
Patogenesis malaria sangat kompleks dan seperti pathogenesis penyakit infeksi
pada umumnya melibatkan factor parasit, factor penjamu, factor social dan
lingkungan. Ketiga factor tersebut saling terkait satu sama lain dan menentukan

11
manisfestasi klinis malaria yang bervasiasimulai dari yang terberat seperti malaria
serebral sampai infeksi yang paling ringan, yaitu infeksi asimtomatik.2, 3
Pada faktor parasit berbagai factor menentukan dalam terjadinya infeksi ini
meliputi resistensi terhadap obat anti malaria, kemampuan parasit dalam menghindari
diri dari respon system imun tubuh host melalui variasi antigenic. Factor yang paling
penting dari parasit adalah pembentukkan sitoadherens dan pembentukan roset serta
berbagai toksin dalam malaria. Sitoadherens adalah ikatan antara eritrosit yang
terinfeksi dengan endotel vascular terutama kapiler postvenula, menyebabkan
terjadinya sekuestrasi parasit pada kapiler-kapiler organ. Hal ini menyebabkan eritrosit
yang terinfeksi melekat pada kapiler-kapiler organ tubuh, menimbulkan gangguan
aliran darah local dan jika berat akan menimbulkan iskemia dan hipoksia dengan hasik
akhir adalah kegagalan organ. Sedangkan roseting adalah ikatan antara eritrosit yang
terinfeksi dengan beberapa eritrosit yang tidak terinfeksi membentuk suatu gumpalan
yang disebut roset. Roseting terjadi karena eritrosit yang terinfeksi melepaskan protein
tertentu yang menimbulkan perlekatan dengan eritrosit yang tidak terinfeksi. Hal ini
akan mengakibatlkan rusaknya eritrosit lain yang normal sehingga asupan oksigen
menjadi terganggu, terjadi hipoksia organ dan terjadi gagal organ.1, 2
Toksin parasit sebagian berasal dari parasit sendiri sebagian berasal dari
eritrosit terinfeksi yang pecah sewaktu proses skizogoni yang mengeluarkan toksin
seperti glycosylphosphatidylinositols (GPI), hemozosin atau yang berasal dari antigen
parasit seperti MSP-1, MSP-2, RAP-1. Toksin tersebut akan merangsang pengeluaran
NO dengan memicu enzim inducible nitric oxide synthase (iNOS). Pengeluaran NO
dalam jumlah berebihan akan mengganggu berbagai fungsi sel tubuh. Kadar NO yang
terlalu tinggi juga akan meningkatkan sitoadherens dan sekuasterasi parasit.3, 4, 6
Faktor pejamu yang berperan meningkatkan infeksi malaria adalah seperti
umur, genetic, nutrisi, imunitas dan terutama peran dari mediator yang dihasilkan oleh
makrofag, limfosit, leokosit, sel endotel, trombosit akibat rangsangan dari toksin
ataupun antigen parasit. Di daerah endemis stabil, malaria berat terutama malaria
serebral umumnya diderita oleh anak-anak umur 1-4 tahun, setelah itu hanya
ditemukan anemia pada usia pubertas sedangkan pada dewasa umumnya adalah
asimtomatik. Hal ini mungkin disebabkan respon imun terhadap malaria pada anak
terbentuk lebih lambat. Di daerah endemis tidak stabil malaria berat dapat ditemukan
hampir pada semua umur. Selain itu ada beberapa penelitian bahwa orang dewasa non-
imun lebih peka terhadap malaria berat dibanding dengan anak-anak non-imun, tetapi
12
orang dewasa non-imun mampu membentuk imunitas klinik dan parasitologis lebih
cepat dibanding anak-anak non-imun.2, 4
Faktor nutrisi mungkin berperan menentukan kepekaan dalam malaria berat.
Pada beberapa penelitian malaria berat sangat jarang ditemukan pada anak-anak.
Defisiensi besi, riboflavin, PABA mungkin mempunyai efek protektif terhadap malaria
berat karena kekurangan zat gizi tersebut akan menghambat pula pertumbuhan parasit.1
4. Gejala Klinis
Gejala klinis malaria meliputi keluhan dan tanda klinis yang merupakan
petunjuk penting dalam diagnosis malaria. Gejala klinis tersebut dipengaruhi oleh
strain plasmodium, imunitas tubuh dan jumlah parasit yang menginfeksi. Gejala
tersebut juga dipengaruhi oleh endemisitas tempat infeksi (berhubungan dengan
imunitas) dan pengaruh pemberian pengobatan profilaksis atau pengobatan yang tidak
adekuat. Gejala P. falciparum umumnya lebih berat dan lebih akut dibandingkan
dengan jenis lain, sedangkan gejala oleh P. malariae dan P. ovale ditemukan yang
paling ringan.4
Gejala-gejala prodormal malaria hampir sama dengan penyakit infeksi lain,
yaitu adanya lesu, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri tulang dan otot,
anorexia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di
punggung. Keluhan ini dapat sering terjadi pada infeksi P. vivax dan P. ovale.
Sedangkan pada P. falciparum dan P. malariae gejala ini dapat tidak jelas bahkan dapat
muncul mendadak. Setelah itu dapat terjadi gejala khas Trias Malaria yang secara
berurutan, yaitu menggigil, demam, berkeringat. Trias malaria ini dapat berlangsung 6-
10 jam dan lebih sering terjadi pada infeksi P. vivax. Pada P. falciparum menggigil
dapat berlangsung lebih berat ataupun tidak ada. Periode bebas panas pada P.
falciparum berlangsung 12 jam, pada P. vivax dan P. Ovale berlangsung 36 jam, pada
P. Malariae berlangsung 60 jam.1, 2
Beberapa gejala klinis khas dari keempat jenis parasit yang menyebabkan
malaria antara lain:

Plasmodium Manisfestasi klinis


Falciparum Gejala gastrointestinal (mual muntah), hemolisis, anemia,
ikterus, hemoglobinuria, syok, algid malaria, gejala
serebral (sakit kepala, kejang), edema paru, hipoglikemi,
gagal ginjal akut, kelainan retina, kematian
Vivax Anemia kronik, splenomegali, rupture limpa
Ovale Sama dengan vivax

13
Malariae Splenomegali menetap, limpa jarang rupture, sindrom
nefrotik
5. Diagnosis dan Penatalaksanaan
Diagnosis malaria yang cepat dan tepat merupakan hal yang sangat diperlukan
dalam penatalaksanaan kasus malaria. Hal tersebut terutama berhubungan dengan
infeksi P. falciparum yang dapat menyebabkan malaria berat ataupun malaria dengan
komplikasi. Bagi seorang dokter umum anamnesis adanya riwayat bepergian ke daerah
endemis malaria selama lebih kurang 2 minggu sebelum timbul gejala klinis dapat
sangat membantu dalam diagnosis. Gejala klinis yang khas antara lain demam tinggi
yang dapat disertai gangguan kesadaran, ikterik, gangguan berkemih, muntah-muntah
hebat, pembesaran limpa dan trias Malaria dapat terjadi pada seseorang yang baru
pertama terinfeksi malaria. Bagi orang yang bertempat tinggal di daerah endemis
biasanya penderita sudah mempunyai kekebalan walaupun tidak spesifik sehingga
gejalanya hanya berupa demam, sakit kepala, lemah, kadang menggigil dan
sebagainya.2
Meskipun anamnesis dan pemeriksaan fisis sangat mendorong kearah malaria,
diagnosis pasti tetap harus ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Bila pada
hapusan darah dan laboratorium terdapat plasmodium dan antibody terhadap malaria
maka diagnosis pasti malaria dapat ditegakkan. Bila pada hapusan darah dan
laboratorium negative, maka pemeriksaan perlu dilakukan berulang-ulang. Kadang-
kadang diperlukan pemeriksaan yang sangat sensitive dan spesifik untuk deteksi
Plasmodium seperti melalui Moleculer Assay, ELISA dan PCR. Pemeriksaan PCR
sangat berguna pada kasus-kasus dengan derajat parasitemia yang rendah.2, 6, 8
Pengobatan terhadap malaria saat ini sudah tidak bisa lagi dengan obat dosis
tunggal. WHO menganjurkan pengobatan kombinasi dalam pengobatan malaria saat
ini. Sekarang ini pengobatan malaria adalah menggunakan kombinasi artemeter +
lumefrantrin (coartem@) dengan sediaan 120 mg lumefrantrin dan 20 mg artemeter
dengan dosis2x4 tablet/hari selama 3 hari. Obat lain adalah kombinasi antara atovakon
dan proguanil (malarone@) dengan sediaan atovakon 1000 mg/hari dan proguanil 400
mg/hari untuk orang dewasa selama 3 hari. Untuk pencegahan dapat digunakan dosis
atovakon 250 mg dan proguanil 100 mg tiap hari.1, 6, 7

DAFTAR PUSTAKA

14
1. Nasroudin., Hadi, W., Erwin, A.T., dkk. 2009. Penyakit infeksi di Indonesia. Editor:
Nasroudin, Hadi W, Erwin AT, dkk. Fakultas Kedokteran Airlangga. Surabaya.
2. Harijanto, P.N., Nugroho, A., Gunawan, C.A. 2009. Malaria Dari Molekuler ke Klinis.
Edisi ke-2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
3. Zulkarnaen, I. 1999. Malaria Berat. Dalam: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-1. Fakultas
Kedokteran Indonesia. Jakarta.
4. Rani, A.A., Soegondo, S., Wijaya, I.P. 2006. Panduan Pelayanan Medik PAPDI. Editor’s.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
5. WHO and United Nations International Children’s Emergency Fund. 2005. World Malaria
Report.
6. Syafrudin, D., Asih, P.B., Casey, G.J., dkk. 2005. Moleculer Epidemiology of
Plasmodium Falsiparum Resistance to Antimalaria Drugs in Indonesia. 72: 174-82.
7. Cook, G.C. 1988. Prevention and Treatment of Malaria. The Lancet 2: 32-38.
8. Hofman, S.L. 1994. Diagnosis, Treatment and Prevontion of Malaria. Medical Clinic of
North America 76(6) : 1327-60.

15

Anda mungkin juga menyukai