Anda di halaman 1dari 54

MAKALAH

GADAR MATERNAL DAN NEONATAL


“Kegawatan pada Perdarahan Kehamilan Muda”

Kelompok 3:
Arif Mudrik Bustan
Ellyta Aldaria
Iftihatin Khoiriyah
Karina Dwi Hardini
Juwita Hafzari
Sahrul Ramadhan
Wulan Awaliyatul Hamidah

Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim


D III Keperawatan Tingkat 2
Tahun 2020
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat,


hidayah, serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
Kegawatdaruratan Maternal Neonatal, mengenai “Kegawatdaruratan pada
Perdarahan Kehamilan Muda “ ini dapat selesai dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas perkuliahan


Kegawatdaruratan Maternal Neonatal pada semester IV. Semoga makalah ini
bermanfaat  dan dapat menambah wawasan maupun pengetahuan serta dijadikan
dasar dalam menuntut ilmu bagi para pembaca.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah selanjutnya.

Samarinda, 10 Januari 2020

Penulis

1
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ...................................................................... 1

DAFTAR ISI .................................................................................... 2

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ............................................................ 5
C. Tujuan Makalah ............................................................... 6
D. Manfaat Makalah ............................................................. 6

BAB II : PEMBAHASAN
A. Abortus ................................................................................ 6
B. KET ........................................................................... 22
C. Mola Hidatidosa .............................................................. 40
D. Manajemen Syok ............................................................. 43

BAB III : PENUTUP


A. Kesimpulan ..................................................................... 51
B. Saran .............................................................................. 53

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 54

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan ialah terjadinya
perdarahan. Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada
kehamilan muda sering dikaitkan dengan kejadian abortus, misscarriage,
early pregnancy loss. Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervagina
semasa kehamilan dimana umur kehamilan telah melebihi 2 minggu atau berat
janin lebih dari 1000 gram (Manuaba, 2010)
Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram .(Prawirohardjo, 2014).
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus
banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi.
Sementara itu, dari kejadian yang diketahui 15-20% merupakan abortus
spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar  5% dari pasangan yang mencoba
hamil akan mengalami keguguran  2 kali yang berurutan, dan sekitar 1% dari
pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran berurutan. Rata-rata terjadi 114
kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus
spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian
abortus sebenarnya bisa mendekati 50%.(Prawirohardjo, 2014).
Abortus disebabkan oleh beberapa faktor  baik dari ibu maupun dari janin,
oleh sebab itu kita sebagai tenaga kesehatan harus memberikan wawasan dan
HE pada ibu hamil untuk  selalu memeriksakan kehamilannya dan waspada
terhadap komplikasi yang terjadi.
Kehamilan secara normal akan berada di kavum uteri. Kehamilan ektopik
ialah kehamilan di tempat yang luar biasa. Kehamilan ektopik terjadi setiap
saat ketika penanaman blastosit berlangsung dimanapun, kecuali di

3
endometrium yang melapisi rongga uterus. Tempat yang mungkin untuk
kehamilan ektopik adalah serviks, tuba fallopi, ovariumdan abdomen.
Menurut American Collage of Obstetricians and Gynecologists (2008),
2% dari seluruh kehamilan trimester pertama di Amerika serikat adalah
kehamilan ektopik, dan jumlah ini menyebabkan sekitar 6% dari semua
kematian terkait-kehamilan. Resiko kematian akibat kehamilan di luar uterus
lebih besar dari pada kehamilan yang memberi hasil lahir hidup atau yang
dihentikan secara sengaja. Selain itu, kemungkinan untuk kembali hamil
dengan baik akan berkurang setelah kehamilan ektopik. Namun, dengan
diagnosis yang lebih dini, baik kelangsungan hidup ibu maupun konservasi
kapasitas reproduksi dapat ditingkatkan (Cunningham, et al, 2013).
Menurut World Health Organization (2007), Kehamilan ektopik adalah
penyebab hampir 5% kematian ibu hamil di Negara maju. Namun, kematian
akibat kehamilan ektopik di amerika serikat kini semakin jarang terjadi setelah
tahun 1970-an. Angka kematian kasus dari kehamilan ektopik turun tajam dari
tahun 1980 hingga 1992. Penurunan ini kemungkinan besar disebabkan oleh
membaiknya diagnosis dan penatalaksanaa. Namun, menurut Grimes (2006),
dari tahun 1991 sampai 1999, perkiraan angka kematian untuk kehamilan
ektopik adalah 32 per 100.000 pelahiran dibandingkan dengan angka kematian
ibu hamil sebesar 7 per 100.000 kelahiran hidup (Cunningham, et al, 2013).
Kehamilan ektopik hampir 95% kehamilan berimplantasi di berbagai
segmen tuba uterine. Yang terbanyak terletak diampula. Sisa 5% tertanam di
ovarium, rongga peritoneum, atau di dalam serviks. (Wibowo, 2007)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Abortus?
2. Apa saja macam-macam Abortus?
3. Bagaimana cara penanganan Abortus?
4. Bagaimana suhan kebidanan pada abortus ?
5. Bagaimana penanganan di bidan komuntas dan rumah sakit?
6. Apa Definisi Kehamilan Ektopik?

4
7. Apa saja Faktor Resiko Kehamilan Ektopik?
8. Dimana saja Lokasi Kehamilan Ektopik?
9. Bagaimana Perjalanan klinik kehamilan ektopik?
10. Apa saja Diagnosis Banding kehamilan ektopik?
11. Apa saja Diagnosis Kehamilan Ektopik?
12. Bagaimana Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik?

1.3 Tujuan Makalah


1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui secara menyeluruh teori-teori tentang pedarahan
kehamilan muda
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui apa itu Abortus
2) Untuk mengetahui macam-macam Abortus
3) Untuk mengetahui bagaimana penanganan abortus
4) Untuk mengetahui asuhan kebidanan pada abortus
5) Untuk mengetahui bagaimana penanganan di bidan komuntas dan
rumah sakit
6) Untuk mengetahui Definisi Kehamilan Ektopik
7) Untuk mengetahui Faktor Resiko Kehamilan Ektopik
8) Untuk mengetahui Lokasi Kehamilan Ektopik
9) Untuk mengetahui Perjalanan klinik kehamilan ektopik
10) Untuk mengetahui Diagnosis Banding
11) Untuk mengetahui Diagnosis Kehamilan Ektopik
12) Untuk mengetahui Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik

1.4 Manfaat Makalah


Makalah ini sebagai media informasi untuk mahasiswa kesehatan
terutama mahasiswa kebidanan untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan sehingga lebih memahami kasus-kasus kehamilan ektopik dan
cara menanganinya secara tepat.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Abortus
2.1.1.) Abortus Imminens

A. Pengertian
a. Abortus imminens adalah perdarahan vagina atau bercak sebelum
umur kehamilan 20 minggu (Masjoer, 2001).
b. Abortus imminens adalah terjadinya bercak yang menunjukkan
ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan (Saifuddin, 2002).
c. Abortus imminens adalah abortus yang mengancam, perdarahannya
bisa berlanjut beberapa hari atau dapat berulang (Kusmiyati, 2009).
d. Abortus imminens adalah abortus tingkat permulaan dan ancaman
terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri
masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan
( Sarwono, 2008:467).
e. Abortus imminens adalah perdarahan bercak yang menunjukkan
ancaman terhadap kelangsungan sauatu kehamilan. Dalam kondisi
seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
(Syaifudin. Bari Abdul, 2001:147)

6
B. Etiologi
Menurut Cunningham (2005) hal-hal yang dapat
menyebabkan abortus, dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu :
a.       Faktor fetal
Temuan morfologis yang paling sering terjadi
dalam abortus dini spontan adalah kelainan perkembangan zigot,
embrio fase awal janin, atau kadang
kadang plasenta.Perkembangan janin yang abnormal, khususnya
dalam trimester pertama kehamilan, dapat diklasifikasikan
menjadi perkembanganjanin  dengan kromosom yang jumlahnya
abnormal (aneuploidi) atau perkembangan janin dengan
komponen kromosom yang normal (euploidi).
Laporan menyatakan bahwa abortus aneuploidi  terjadi pada
atau sebelum kehamilan 8 minggu, sedangkan abortus
euploidi mencapai puncaknya sekitar 13 minggu. Insiden abortus
euploidi akan meningkat secara dramatis setelah usia maternal 35
tahun. Namun sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut belum
diketahui secara pasti. Penyebab abortus euploidi umumnya tidak
diketahui,tetapi mungkin bisa disebabkan oleh; kelainan genetik,
berbagai faktor ibu, mungkin beberapa faktor ayah.
b.      Faktor Maternal
1)    Infeksi
Beberapa infeksi kronis pernah terlibat atau sangat dicurigai
sebagai penyebab abortus,diantaranya Listeria
monocytogenes dan Toxoplasma.
2)    Penyakit kronik
Pada awal kehamilan, penyakit kronik yang menyebabkan
penyusutan tubuh, misalnya tuberculosis atau karsinomatosis
jarang menyebabkan abortus. Hipertensi jarang
menyebabkan abortus di bawah 20 minggu, tetapi dapat
menyebabkan kematian janin dan kelahiran preterm.

7
3)    Kelainan endokrin
Autoantibodi tiroid dilaporkan menyebabkan peningkatan
insiden abortus walaupun tidak terjadihipertiroidisme  yang
nyata. Abortus spontan  dan malformasi kongenital mayor
meningkat pada wanita dengan diabetes mellitus. Risiko ini
berkaitan dengan derajat kontrol metabolik pada trimester
pertama.
Defisiensi progesteron, karena kurangnya sekresi hormon
progesteron tersebut dari korpus luteum atau
placenta, mempunyai kaitan dengan insiden abortus.Karena
progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi
hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada
hasil konsepsi dan berperan dalam peristiwa kematian janin.
4)    Nutrisi
Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa defisiensi salah
satu zat gizi merupakan penyebababortus.Mual dan muntah
yang timbul agak sering pada awal kehamilan, dan semua
penyakit yang dipicunya, jarang diikuti oleh abortus spontan.
5)    Pemakaian obat dan faktor lingkungan
Berbagai zat dilaporkan berperan, tetapi belum dapat
dipastikan sebagai penyebab meningkatnya
insidensi abortus seperti : tembakau, alkohol, kafein, sinar
radiasi, dll.
6)    Faktor imunologis
Ada dua mekanisme utama pada abnormalitas
imunologis yang berhubungan dengan abortus,
yaitu :mekanisme autoimun (imunitas terhadap tubuh sendiri)
dan mekanisme aloimun (imunitas terhadap orang lain).
7)    Gamet yang menua
Baik umur sperma atau ovum dapat mempengaruhi
angka insiden abortus  spontan.Gamet yang bertambah tua

8
dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi, dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus.
8)    Trauma fisik
Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya
kehamilan sering dilupakan.Yang di ingat hanya kejadian
tertentu yang tampaknya mengakibatkan abortus.
c.       Faktor Paternal
Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor
paternal dalam proses timbulnya abortusspontan. Translokasi
kromosom dalam sperma dapat menimbulkan zigot  yang
mendapat bahankromosom terlalu sedikit atau terlalu banyak,
sehingga terjadi abortus.

C.  Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua
basalis diikuti nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan
hasil konsepsi  terlepas dan dianggap benda asing
dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan
benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, vili korialis belum
menembus desidua secara dalam, jadi hasilkonsepsi dapat dikeluarkan
seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah
lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan
menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14
minggu janin dikeluarkan lebih dahulu
daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk
seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tak jelas
bentuknya (blighted ovum), janin lahir mati,janin masih hidup, mola
kruenta, fetus kompresus (Masjoer, 2001).

9
D.  Tanda dan Gejala
a.   Perdarahan vagina: merah terang (segar), atau coklat gelap
dan dapat terjadi terus menerus untuk beberapa hari sampai 2
minggu (Varney, 2002).
b.   Nyeri kram ringan yang mirip dengan menstruasi atau nyeri
pinggang bawah (Kusmiyati, 2009).
c.     Pemeriksaan ultrasuara yang menunjukkan cincin gestasi terbentuk
baik dengan gema dari embrio yang menunjukkan bahwa
kehamilan paling mungkin dianggap sehat (Cunningham, 2005).
d.     Pemeriksaan tes kehamilan positif (Saifuddin, 2002).
e.    Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum lemah, wajah
pucat, berkeringat banyak, tekanan darah menurun (Saifuddin,
2002).
f.     Pada Pemeriksaan dalam ditemukan flukus ada (sedikit), ostium
uteri tertutup (Kusmiyati, 2009).
E. Diagnosa
Menurut Kusmiyati (2009), diagnosa abortus imminens dapat
ditegakkan berdasarkan:
a. Anamnesis
1) Kram perut bawah
2) Perdarahan sedikit dari jalan lahir
b. Pemeriksaan
1) Flukus ada (sedikit)
2) Ostium uteri tertutup
3) Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
4) Uterus lunak
c. Pemeriksaan penunjang
1) Buah kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan janin
2) Meragukan
3) Buah kehamilan tidak baik, janin mati

10
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abortus imminens menurut Varney (2001) adalah
sebagai berikut:
a.       Trimester pertama dengan sedikit perdarahan, tanpa disertai kram:
1) Tirah baring untuk meningkatkan aliran darah ke rahim dan
mengurangi rangsangan mekanis, terutama bagi yang
pernah abortus sampai perdarahan benar-benar berhenti.
2) Istirahatkan panggul (tidak berhubungan seksual, tidak melakukan
irigasi atau memasukkan sesuatu ke dalam vagina).
3)      Tidak melakukan aktifitas seksual sampai lebih kurang 2 minggu.
4)      Segera beritahu bidan bila terdapat:
a)      Perdarahan meningkat
b)      Kram dan nyeri pinggang meningkat
c)      Semburan cairan dari vagina
d)     Demam atau gejala mirip flu
b.      Pemeriksaan pada hari berikutnya di rumah sakit
1)      Evaluasi tanda-tanda vital
2)  Pemeriksaan selanjutnya dengan spekulum:merupakanskrining
vaginitis dan servisitis; observasi pembukaan serviks,  tonjolan
kantong ketuban, bekuan darah atau bagian-bagian janin.
3) Pemeriksaan bimanual: ukuran uterus, dilatasi, nyeri
tekan, effacement,  serta kondisi ketuban.
c. Jika pemeriksaan negatif, dapat dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan kelangsungan
hidup janin, tanggal kelahiran, dan jika mungkin untuk menenangkan
wanita.
d.      Jika pemeriksaan fisik dan ultrasonografi negatif, tenangkan ibu, kaji
ulang gejala bahaya dan pertahankan nilai normal.
e.       Konsultasikan ke dokter jika terjadi perdarahan hebat, kram
meningkat, atau hasil pemeriksaan fisik dan ultrasonografi
menunjukkan hasil abnormal. Terapi yang di berikan menurut Masjoer

11
(2001) adalah sedativa ringan seperti Phenobarbital 3x30 mg dan
menurut Manuaba (2007) diberikan terapi hormonal yaitu progesteron,
misalnya Premaston hingga perdarahan berhenti.

  G. Komplikasi
Menurut Cunningham (2005), komplikasi abortus imminens adalah sebagai
berikut :
a.       Perdarahan (hemorrhage)
b.   Perforasi:  sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh
tenaga yang tidak ahli seperti bidan dan dukun
c.    Infeksi dan tetanus
d.   Syok, pada abortus  dapat disebabkan oleh: perdarahan yang banyak dan
infeksi atau sepsis.

2.1.2 Abortus Insipien

A. Pengertian.
Abortus insipien yaitu peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat,
tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. (wiknjosastro, 2002 :305 )
B. Etiologi 
1. Kelainan ovum
Menurut Hertig dan kawan-kawan, pertumbuhan abnormal dari
fetus sering menyebabkan abortus spontan, menurut penyelidikan
mereka dari 1000 abortus spontan maka 48,9% disebabkan karena ovum

12
yang patologis. 3,2% disebabkan oleh kelainan letak embrio dan 9,6%
disebabkan oleh plasenta yang abnormal. 6% diantaranya terdapat
degenerasi hidatid vili.Abortus spontan yang dikarenakan kelainan ovum
berkurang kemunngkinannya jika kehamilan lebih dari 1 bulan, artinya
makin muda kehamilan saat terjadinya abortus, makin besar
kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum.
2. Kelainan genetalia ibu
Misalnya pada ibu yang menderita :
• Anomaly kongital (hipoplasia uteri)
• Kelainan letak dari uterus, seperti retrofleksi uteri fiksata
3. Gangguan sirkulasi plasenta
Di jumpai pada ibu yang menderita penyakit seperti hipertensi, nefritis
4. Penyakit-penyakit ibu, misalnya: penyakit infeksi yang dapat
menyebabkan demam tinggi seperti tipoid, pneumonia
5. Antagonis rhesus yaitu pada antogonis rhesus darah ibu yang melalui
plasenta merusak darah fetus sehingga terjadi anemia pada fetus yang
berakibat meninggalnya fetus
6.Rangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi, misal:
terkejut, ketakutan, obat-obatan dan lain-lain.
7. Penyakit bapak : umur lanjut, penyakit kronis seperti TBC, anemi dan
lain-lain.
C. Patologi
Pada permulaan terjadi pendarahan dalam desidua basalis diikuti oleh
nekrosis jaringan sekitarnya, kemudian sebagian hasil konsepsi terlepas karena
dianggap benda asing, maka uterus berkontraksi untuk mengeluarkannya. Pada
kehamilan dibawah 8 minggu hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya karena vili
korealis belum menembus desidua basalis terlalu dalam, sedangkan pada
kehamilan 8-14 minggu telah masuk agak dalam sehingga sebagian keluar dan
sebagian tertinggal karena itu akan banyak terjadi pendarahan.
D. Tanda dan Gejala
• Perdarahan lebih banyak

13
• Perut mules (sakit) lebih hebat dikarenakan kontraksi rahim kuat
• Pada pemeriksaan dijumpai perdarahan lebih banyak, kanalis servikalis terbuka
dan jaringan/ hasil konsepsi dapat diraba.
Gambaran klinik :
Apabila setelah abortus pendarahan makin banyak dan disertai rasa mules
yang semakin sering semakin kuat dan semakin dirasakan sakit disertai dilatasi
servik. Hasil konsepsi seluruhnya masih berada di dalam kavum uteri.Dengan
semakin kuatnya kontraksi uterus serviks terbuka dan semakin banyak pendarahan
dan pada suatu ketika hasil konsepsi terdorong keluar dari kavum uteri.
G. Tindakan yang dilakukan pada Abortus Insipiens
• Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa
pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin
• Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya di sertai dengan
perdarahan, dan pengosongan uterus memakai kuret vakum, disusul dengan
kerokan memakai kuret tajam, dan suntikan ergometrin 0,2 mg IM.
• Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam
dextrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes permenit dan naikkan sesuai kontraksi
uterus sampai terjadi abortus komplit.
• Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
H. Komplikasi
• Anemi oleh karena perdarahan
• Perforasi karena tindakan kuret
• Infeksi
• Syok pendaran atau syok endoseptik
Resusitasi cairan hendaknya dilakukan terlebih dahulu dengan NACL atau RL
disusul dengan transfusi darah.

14
2.1.3 Abortus Inkomplit

A. Pengertian
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu atau berat badan janin kurang dari 500 gram
dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus (Cunningham, et al., 2014)
B. Etiologi
Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya abortus inkomplit adalah
sebagai berikut:
1. Faktor fetal
Abortus pada usia kehamilan awal pada umumnya disebabkan oleh
abnormalitas zigot, atau plasenta. Abnormalitas kromosom ditemukan
sekitar 60-75% kasus abortus spontan. Dan angka abortus yang disebabkan
kelainan kromosom akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya
usia kehamilan. Abnormalitas kromosom diturunkan dari gen kedua orang
tuanya (Gaufber, 2015).
2. Faktor maternal
a. Kelainan anatomi uterus
Adanya kelainan anatomi uterus seperti Leiomyoma yang besar
dan multipel atau adanya sinekia uterus (Ashermann Syndrome) dapat
meningkatkan risiko abortus (Cunningham, et al., 2014). Malformasi
kongenital yang disebabkan oleh abnormalitas fusi Ductus Müllerii
dan lesi yang didapat memiliki pengaruh yang sifatnya masih
kontroversial. Pembedahan pada beberapa kasus dapat menunjukkan

15
hasil yang positif. Inkompetensia servik bertanggung jawab untuk
abortus yang terjadi pada trimester II. Tindakan cervical cerclage pada
beberapa kasus memperlihatkan hasil yang positif (Gaufber, 2015).
b. Infeksi
Beberapa jenis infeksi dan hubungannya dengan abortus telah
diteliti secara luas, misal: Lysteria monocytogenes, Mycoplasma
hominis, Ureaplasma urealyticum, Toxoplasma gondii, dan Virus
(Herpes simplex, Cytomegalovirus, Rubella) memiliki hubungan yang
bervariasi dengan semua jenis abortus spontan (Smith, 2015). Data
penelitian yang menghubungkan infeksi dengan abortus menunjukkan
hasil yang beragam, 11 sehingga American College of Obstetricians and
Gynecologyst menyatakan bahwa infeksi bukan penyebab utama abortus
trimester awal (Cunningham, et al., 2014).
c. Penyakit metabolik
Abortus sering dihubungkan dengan adanya penyakit
metabolik pada ibu seperti tuberkulosis, Diabetes Mellitus,
Hipotiroidisme, dan anemia. Pada penelitian Craig tahun 2002
dilaporkan bahwa angka abortus meningkat secara signifikan pada Ibu
hamil dengan Diabetes tidak terkontrol (Cunningham, et al., 2014).
Pada penelitian Mills tahun 1998 melaporkan bahwa pengaturan kadar
gula darah pada pasien DM dalam waktu 21 hari setelah konsepsi akan
menurunkan angka kejadian abortus setara dengan wanita non DM
(Tulandi & Al-Fozan, 2016). Sedangkan pada Ibu dengan
Hipotiroidisme, defisiensi iodin dipercaya sebagai penyebab utama
terjadinya abortus (Cunningham, et al., 2014). Anemia dapat
mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu dan janin karena
dengan kurangnya kadar hemoglobin maka berkurang pula kadar
oksigen dalam darah. Hal ini dapat memberikan efek tidak langsung
pada ibu dan janin antara lain kematian janin, meningkatnya
kerentanan ibu pada infeksi dan meningkatkan risiko terjadinya
prematuritas pada bayi (Cunningham, et al., 2014).

16
d. Faktor Imunologi
Sekitar 15 % Ibu dengan abortus disebabkan oleh faktor
imunologi. Dua Teori utama gangguan imunologi adalah autoimunitas –
kekebalan 12 yang melawan sel sendiri, dan alloimunitas – kekebalan
melawan sel orang lain (Tulandi & Al-Fozan, 2016).
e. Trauma fisik
Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan sering kali
dilupakan. Yang diingat hanya kejadian tertentu yang dapat
menyebabkan 13 abortus. Namun, sebagian besar abortus spontan terjadi
beberapa waktu setelah kematian mudigah atau janin (Smith, 2015).
3. Faktor paternal
Tidak banyak yang diketahui tentang faktor paternal (ayah) dalam
terjadinya abortus spontan. yang jelas, translokasi kromosom pada sperma
dapat menyebabkan abortus. Adenovirus atau virus herpes simpleks
ditemukan pada hampir 40% sampel (Smith, 2015).
C. Tanda dan Gejala
1. Perdarahan bisa sedikit dan bisa banyak, biasanya terdapat bekuan darah
2. Rasa mulas atau nyeri perut di darerah atas simfisis, sering di sertai nyeri
pinggang akibat kontraksi uterus, kadang nyeri digambarkan menyerupai
nyeri saat persalinan.
3. Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau
kadang-kadang sudah menonjol dari eksternum atau sebagian jaringan
keluar.
4. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan, dan ini
dapat menyebabkan syok
5. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal, atau
cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.(Puscheck, 2015).

17
D. Penanganan Abortus Inkompletus
1.) Penanganan Umum
1. Lakukan penilaian secara tepat mengenai keadaan umum dan TTV
2. Periksa apakah ada tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak,
pingsan, tekanan darah rendah, nadi cepat)
3. Apabila terjadi syok, lakukan langkah awal penanganan syok.
4. Pasang infus
2.) Penanganan Abortus Inkompletus
1. Rujuk ke dr.SPOG untuk penatalaksanaan lanjutan
2. Bila terdapat tanda-tanda syok, maka atasi dulu dengan pemberian cairan
dan transfuse darah.
3. Keluarkan hasil konsepsi secepat mungkin dengan metode digital atau
kuterase
4. Setelah itu berikan obat-obatan uterotonika seperti metilergometrin maleat
3x1 tablet per hari selama hari dan atibiotik. Harus selalu dilakukan
observasi perdarahan setelah dilakukan kuretase.
5. Jika pasien demam, antibiorik broad spectrum diberikan sebelum dilakukan
kuretase untuk mengurangi insidensi postabortal endimetritirs dan PID.
Sedangkan pada pasien yang tidak menunjukkan gejala infeksi juga
diberikan tetapi profilasi antibiotic.
3.) Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan ginekologi abortus inkompletus antara lain sebagai berikut :
1. Inspeksi vulva
Lihat perdarahan pervaginam, ada atau tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium atau tidak bau busuk dari vulva.
2. Inspekulo
Perdarahan dari kavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup,
ada atau tidak jaringan yang keluar dari ostium, ada atau tidak cairan
atau jaringan berbau busuk dari ostium

18
3. Colok vagina
Porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uteri lebih kecil dari usia kehamilan, tidak
nyeri saat porsio digoyang
4.) Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sujiyatini (2009), pemeriksaan penunjang abortus inkomplit yaitu
USG. USG pada kasus ini yaitu untuk mendeteksi adanya sisa
kehamilan.Hasil pemeriksaan USG yaitu didapatkan endometrium yang tipis.
E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari abortus inkompletus antara lain :
1. Perdarahan
Diatasi dengan pengosongan uterus dan sisa-sisa hasil konsepsi, dan jika
perlu dilakukan transfuse darah. Apabila perdarahan tidak diberi
pertolongan dengan cepat, maka bisa terjadi kematian.
2. Perforasi
Perforasi uterus dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi.Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi
dan tergantung dari luas dan bentuk perforas, penjahitan luka operasi atau
perlu histerektomi.
3. Infeksi
Infeksi di dalam uterus dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya
ditemukan abortus inkomplit yang berkaitan dengan abortus yang tidak
aman.
4. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi akibat perdarahan (syok hemoragic) dank
arena infeksi berat (syok endoseptik)

19
2.2.4 Abortus Kompletus

A. Definisi
Abortus komplit adalah perdarahan pada kehamilan muda dimana
sebagian dari hasil konsepsi telah ke luar dari kavum uteri
melalui kanalis servikalis (Saifuddin AB, 2009)

Abortus komplit adalah proses dimana keseluruhan hasil konsepsi
telah keluar melalui jalan lahir (Achadiat, 2009

B. Tanda dan Gejala


Menurut Anik Maryunani (2005), tanda dan gejalanyaa adalah :

1) Perdarahan banyak 

2) Mulas sedikit atau tidak ada (kontraksi uterus)

3) Osteum uteri telah menutup

4) Uterus sudah mengecil

5) Ada keluar jaringan, sehingga tidak ada sisa dalam uterus

6) Diagnosis komplit ditegakkan bila jaringan yang keluar juga diperiksa
kelengkapannya

C. Penanganan
 Apabila kondisi pasien baik, cukup diberi tablet ergometrin 3x1
tablet/hari untuk 3-5 hari.

20
 Apabila pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet SF 600
mg/hari selama 2 minggu disertai dengan anjuran mengkonsumsi
makanan bergizi.
 Apabila pasien mengalami anemia berat, berikan transfuse darah.
 Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tidak perlu diberi
antibiotic, atau apabila khawatir akan infeksi dapat diberi antibiotic
profilaksis.
 Observasi untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penganganan
 Kirimkan hasil konsepsi untuk pemeriksaan patologi (adanya hasil
konsepsi, membuktikan bahwa kejadian ini bukan mola, kehamilan
ektopik, dsb)
 Setelah dipastikan hasil konsepsi telah keluar seluruhnya,
kemudian berikan obat-obatan uterotonik seperti metilergometrin
maleat 3x1 tablet per hari selama hari dan antibiotic jika perlu
D. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan rahim sudah bersih atau belum, bisa dilakukan
dengan pemeriksaan USG.USG menggambarkan uterus yang bersih.
E. Pemeriksaan Ginekologi
 Osteum uteri eksternum tertutup dengan perdarahan minimal dan
tidak ditemukan adanya jarinyan yang keluar
 Uterus mengecil

21
2.2 Kehamilan Ektopik
A. Definisi Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik yaitu kehamilan dimana tempat implantasi blastosit
di area manapun selain endometrium.Lokasi implantasi biasanya terletak
pada bagian paling distal tuba falopi [ CITATION Ger09 \l 1033 ].
Kehamilan ektopik adalah implantasi ovum yang telah dibuahi diluar
kavum uteri.Kehamilan ektopik dapat muncul dengan nyeri abdomen dengan
atau tanpa perdarahan pervaginam.Pada kelompok pasien tertentu beresiko
tinggi, mereka dengan patologi atau pembedahan tuba sebelumnya, dan
mereka dengan alat kontrasepsi dalam rahim. Kemungkinan kehamilan
ektopik harus dipikirkan pada pasien yang beresiko tinggi, meskipun tanpa
gejala [ CITATION Har12 \l 1033 ]
Kelainan tempat kehamilan adalah kehamilan yang berada diluar
kavum uteri. Kehamilan disebut ektopik bila berada ditempat yang luar biasa,
seperti didalam tuba, ovarium atau rongga perut atau juga ditempat yang luar
biasa walaupun masih dalam rahim misalnya serviks, pars interstisialis tuba
atau tanduk rudimenter rahim. Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi
didalam tuba, angka kejadian kehamilan tuba ialah 1 diantara 150 persalinan
(Amerika) [ CITATION Dja13 \l 1033 ].

Gambar 1 : Kehamilan ektopik


(source : https://www.dictio.id/t/apakah-yang-dimaksud-kehamilan-ektopik/5890 )
B. Faktor Resiko Kehamilan Ektopik
Beberapa Faktor resiko terjadinya kehamilan ektopik yaitu:
1. Bedah tuba
2. Sterilisasi

22
3. Kehamilan ektopik sebelumnya
4. Terpajan dietilstilbestron
5. Penggunaan AKDR
6. Kelainan tuba
7. Infertilitas dan penanganan terkait
8. Infeksi saluran genital sebelumnya
9. Pasangan seksual lebih dari satu
10. Merokok
11. Bilas vagina
12. Pertama kali berhubungan seks saat usia dini
13. Usia ibu sudah lanjut
14. Endometriosis [ CITATION Lau12 \l 1033 ].

C. Lokasi Kehamilan Ektopik


1.) Kehamilan Tuba
a.) Patogenesis
Menurut tempat nidasi, kehamilan tuba dapat dibagi menjadi:
1. Kehamilan ampula (dalam ampula tuba)
2. Kehamilan istmus (dalam istmus tuba)
3. Kehamilan interstisial (dalam pars interstisialis tuba)
Terkadang nidasi terjadi di fimbria. Dari bentuk-bentuk diatas,
secara sekunder dapat terjadi kehamilan tuba-abdominal, tuba ovarial
atau kehamilan dalam ligamentum latum.Dan kehamilan paling sering
terjadi didalam ampula tuba.
Implamantasi telur dapat bersifat kolumnar, artinya terjadi
dipuncak lipatan selaput tuba, dan telur terletak didalam lipatan
selaput lendir. Bila kehamilan pecah, pecahan masuk kedalam lumen
tuba (abortus tuber).
Telur dapat pula menembus epitel dan terimplantasi
interkolumnar, artinya terjadi didalam lipatan selaput lendir, dan telur
masuk kedalam lapisan otot tuba karena tuba tidak mempunyai

23
desidua. Bila kehamilan pecah, hasil konsepsi akan memasuki rongga
peritoneum (ruptur tuba).
Walau kehamilan terjadi diluar rahim, rahim turut membesar
karena otot-ototnya mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormone
yang menghasilkan trofoblas. Endometriumnya turut berubah menjadi
desidua vera. Menurut Aria-Stella, perubahan histology endometrium
ini cukup khas untuk membantu diagnosis.
Setelah janin mati, desidua mengalami degenerasi dan
dikeluarkan sepotong, tetapi terkadang terlahir seluruhnya sehingga
merupakan cetakan kavum uteri (decidual cast). Pelepasan desidua
disertai dengan perdarahan; kejadian ini menerangkan gejala
perdarahan pervaginam pada kehamilan ektopik terganggu [ CITATION
Dja13 \l 1033 ].
b.) Perkembangan Kehamilan tuba
Kehamilan tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya
berakhir pada minggu ke-6 hingga ke-12, yang paling sering antara
minggu ke 6-8. Kehamilan tuba dapat berakhir dengan 2 cara, yakni
abortus tuba atau ruptur tuba.
a. Abortus Tuba
Oleh karena senantian membesar, telur menembus
endosalping (selaput lendir tuba), masuk kedalam lumen tuba, lalu
keluar kea rah infundibulum. Peristiwa ini terutama terjadi bila
telur berimplantasi di ampula tuba. Implantasi telur di ampula tuba
biasanya bersifat kolumnar karena lipatan-lipatan selaput lendir di
tempat ini tinggi dan banyak. Lagi pula, rongga tuba di ampula
tuba juga agak besar hingga telur mudah tumbuh kearah rongga
tuba dan lebih mudah menembus desidua kapsularis yang tipis dari
lapisan otot tuba.
Abortus tuba kira-kira terjadi diantara minggu ke-6 hingga
ke-12. Keluarnya abortus keluar dari ujung tuba menimbulkan
perdarahan yang mengisi kavum douglasi, yang disebut hematokel

24
retrouterin.Ada kalanya ujung tuba tertutup oleh perlekatan
sehingga darah terkumpul di dalam tuba dan menggembungkan
tuba.Keadaan ini disebut hematosalping.
b. Ruptur Tuba
Implantasi telur didalam istmus tuba menyebabkan telur
mampu menembus lapisan otot tuba kearah kavum peritoneum.
Lipatan-lipatan selaput lendir di istmus tuba tidak seberapa banyak,
sehingga besar kemungkinan telur berimplantasi secara
interkolumnar. Dengan demikian, trofoblas cepat sampai kelapisan
otot tuba.Kemungkinan pertumbuhan kearah rongga tuba pun kecil
karena rongga tuba sempit, sehingga telur menembus dinding tuba
kearah rongga perut atau peritoneum.
Pada ruptur tuba, seluruh bagian telur yang sudah mati
dapat keluar dari tuba melalui robekan dan masuk kedalam kavum
peritoneum. Bila pengeluaran janin melalui robekan tidak diikuti
oleh plasenta yang tetap melekat pada dasarnya, kehamilan dapat
berlangsung terus dan berkembang sebagai kehamilan abdominal.
Oleh karena awalnya merupakan kehamilan tuba dan batu
kemudian menjadi kehamilan abdominal, kehamilan ini disebut
kehamilan abdominal sekunder. Plasenta dalam kehamilan ini
dapat meluas kedinding belakang uterus, ligamentum latum,
omentum dan usus.
Bila insersi telur terjadi di dinding bawah tuba, ruptur akan
mengarah ke dalam ligamentum latum. Pascaruptur, telur dapat
mati dan menciptakan hematom didalam ligamentum latum, atau
malah terus hidup, sehingga kehamilan berlangsung terus didalam
ligamentum latum.
Kehamilan tuba abdominal ialah kehamilan yang asalnya
berada diujung tuba dan kemudian tumbuh kedalam kavum
peritoneum.Kehamilan tuba-ovarial ialah kehamilan yang awalnya

25
berada di ovarium atau tuba, tetapi kemudian kantongnya terbentuk
dari jaringan tuba maupun ovarium [ CITATION Dja13 \l 1033 ].
c.) Gambaran Klinis
Wanita dengan kehamilan tuba memperlihatkan beragam gejala
klinis yang sebagian besar bergantung pada ada tidaknya ruptur.
Manifestasi pasien yang lebih awal dan teknologi diagnostic yang
lebih baik memungkinkan sebagian besar kasus terdeteksi sebelum
ruptur. Biasanya wanita yang bersangkutan tidak mencurigai
kehamilan tuba dan beranggapan bahwa kehamilannya normal, atau
beranggapan ia mengalami keguguran. Gejala dan tanda kehamilan
ektopik sering samar atau bahkan tidak ada.
Tanpa diagnosis dini, perjalanan alami kasus “ klasik” ditandai
oleh keterlambatan haid (dengan lama bervariasi) diikuti oleh spotting
atau perdarahan ringan per vagina. Jika terjadi ruptur, pasien biasanya
mengalami nyeri hebat di abdomen bawah dan panggul yang sering
diungkapkan sebagai nyeri yang tajam, menusuk, atau merobek.Terjadi
gangguan vasomotor, berkisar dari vertigo hingga sinkop.Dijumpai
nyeri tekan pada palpasi abdomen, dan pemeriksaan dalam bimanual,
terutama penggoyangan serviks, menyebabkan nyeri hebat. Forniks
posterior vagina mungkin menonjol karena darah terkumpul di cul-de-
sac tektouterus, atau mungkin teraba suatu massa nyeri tekan disalah
satu sisi uterus. Gejala iritasi diafragma, yang ditandai oleh nyeri di
leher atau bahu, terutama ketika inspirasi, mungkin timbul pada sekitar
separuh wanita dengan perdarahan intraperitoneum yang cukup besar.
(Cunningham, et al, 2013).
d.) Tanda dan Gejala
Kehamilan ektopik yang masih utuh menimbulkan gejala dan
tanda serupa dengan kehamilan muda intrauterine. Kehamilan ektopik
biasanya baru menimbulkan beragam gejala dan tanda yang jelas dank
has bila sudah terganggu.

26
Kehamilan ektopik terganggu memunculkan kisah yang khas:
seorang wanita yang sudah terlambat haid sekonyong-konyong
menderita nyeri perut, terkadang jelas lebih kesebelah kiri atau sebelah
kanan perut. Selanjutnya, penderita pusing, sesekali pingsan, dan
sering mengalami sedikit perdarahan pervaginam.Pemeriksaan fisik
menunjukkan bahwa wanita tersebut pucat dan menampilkan gejala
syok; perut teraba tegang; nyeri hebat tercetuskan oleh pemeriksaan
dalam, terutama bila serviks digerakkan, atau oleh perabaan kavum
douglasi (forniks posterior); tumor yang lunak dan kenyal juga dapat
teraba.
Jadi, gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu yang patut
diketahui antara lain:
1) Nyeri tekan
Gejala ini paling sering dijumpai dan terdapat pada hampir
semua penderita.Nyeri perut dapat bersifat unilateral atau bilateral
dibagian bawah perut, dan terkadang terasa sampai kebagian atas
perut. Bila kavum abdomen terisi darah lebih dari 500 ml, perut
akan menegang dan terasa nyeri bila ditekan, usus terdistensi, dan
terkadang timbul nyeri menjalar ke bahu dan leher akibat rangsang
darah terhadap diafragma. Nyeri tekan dapat tercetuskan oleh
abdomen atau pemeriksaan dalam (nyeri goyang ketika porsio
digerakkan)
2) Amenorea
Walau amenorea sering dikemukakan dalam anamnesis,
kehamilan ektopik tidak boleh dianggap mustahil terjadi bila gejala
ini tidak ditemukan, lebih-lebih pada wanita Indonesia, yang
kurang memperhatikan haid. Perdarahan patologis akibat
kehamilan ektopik tidak jarang dianggap haid biasa
3) Perdarahan pervaginam
Kematian telur menyebabkan desidua mengalami
degenerasi dan nekrosis.Desidua kemudian dikeluarkan dalam

27
bentuk perdarahan.Umumnya volume perdarahan sedikit; bila
perdarahan pervaginam banyak, kecurigaan mengarah ke abortus
biasa.
4) Syok hipovolemik
Tanda-tanda syok lebih nyata bila pasien duduk. Selain itu,
oliguria dapat pula menyertai
5) Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik uterus turut membesar akibat
pengaruh hormone-hormon kehamilan, tetapi umumnya sedikit
lebih kecil dibandingkan dengan uterus pada kehamilan
intrauterine yang berusia sama
6) Tumor didalam rongga panggul
Dapat teraba tumor lunak kenyal yang merupakan
kumpulan darah dituba dan sekitarnya
7) Perubahan darah
Kadar hemoglobin kemungkinan menurun pada kehamilan
ektopik terganggu akibat perdara han yang banyak kedalam rongga
perut. Namun, kita harus insaf bahwa penurunan Hb disebabkan
oleh pengenceran darah oleh air dari jaringan untuk
mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2
hari sehingga kadar Hb pada pemeriksaan pertama-tama mungkin
saja belum seberapa menurun. Kesimpulan adanya perdarahan
harus didasarkan atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan
berturut-turut. Perdarahan juga meningkat angka leukosit, terutama
perdarahan hebat; angka leukosit tetap normal atau hanya naik
sedikit bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit.[ CITATION
Dja13 \l 1033 ].
2.) Kehamilan abdomen
Menurut kepustakaan, kehamilan abdominal jarang terjadi, hanya
sekitar 1 di antara 1.500 kehamilan. Terdapat dua macam kehamilan
abdominal, yakni:

28
a. Kehamilan abdominal primer yaitu telur dari awal berimplantasi
didalam rongga perut.
b. Kehamilan abdominal sekunder yaitu diawali oleh kehamilan tuba dan
setelah rupture baru menjadi kehamilan abdominal.
Kebanyakan kehamilan abdominal adalah kehamilan abdominal
sekunder. Plasenta biasanya terdapat di daerah tuba, permukaan belakang
rahim,dan ligamentum latum.
Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur
cukup bulan, hal ini jarang terjadi; lazimnya, janin mati sebelum cukup
bulan (bulan ke 5 atau ke 6) karena ambilan makanan kurang sempurna.
Janin dapat tumbuh sampai cukup bulan.Prognosis janin kurang
baik karena banyak yang mati stelah dilahirkan.Selain itu, resiko kelainan
congenital lebih tinggi daripada kehamilan intra uterin.
Kematian janin intra abdominal akan mengalami nasib sebagai berikut:

a. Pernanahan yaitu kantong kehamilan mengalami abses yang dapat


pecah melalui dinding perut, kedalam usus atau kandung kemih.
Bersama nanah, keluar bagian-bagian janin seperti tulang, potongan
kulit, rambut dan lain-lain.
b. Pengapuran (kalsifikasi) yaitu anak mengapur, mengeras karena
endapan-endapan garam kapur, lalu berubah menjadi anak batu
(lithopedion).
c. Perlemakan yaitu janin berubah menjadi zat kuning seperti minyak
kental (adipocere).
Bila kehamilan berlanjut sampai cukup bulan, timbul his, artinya
pasien merasa nyeri dengan teratur seperti pada persalinan biasa.Akan
tetapi, bila kita memeriksa dengan teliti, tumor yang mengandung anak
tidak pernah mengeras (tidak ada kontraksi Braxton hicks).
Pada pemeriksaan dalam, pembukaan ternyata tidak membesar,
paling-paling sebesar 1-2 jari, dan serviks tidak merata. Bila jari-jari

29
kedalam kavum uteri, akan teraba uterus yang kosong. Bila penderita
tidak lekas ditolong dengan laparotomi, anak akhirnya mati.
Tanda dan gejala kehamilan abdominal biasanya baru terdiagnosis
bila kehamilan sudah agak lanjut. Gejala dan tanda kehamilan abdominal
adalah sebagai berikut:
a. Segala tanda-tanda kehamilan dapat dijumpai, tetapi pada kehamilan
abdominal, pasien biasanya lebih menderita karena rangsang
peritoneum, misalnya mual, muntah, gembung perut, obstipasi atau
diare dan nyeri perut.
b. Pada kehamilan abdominal sekunder; pasien mungkin pernah
mengalami nyeri perut hebat disertai pusing atau pingsan waktu
terjadi ruptur tuba.
c. Tumor yang mengandung anak tidak pernah mengeras (tidak ada
kontraksi Braxton hicks).
d. Pergerakan anak dirasa nyeri oleh ibu.
e. Bunyi jantung anak lebih jelas terdengar.
f. Bagian-bagian tubuh anak lebih mudah teraba karena hanya terpisah
oleh dinding perut.
g. Selain tumor yang mengandung anak, terkadang dapat teraba tumor
lain, yakni rahim yang membesar.
h. Pada rontgen abdomen atau USG, biasanya tampak kerangka anak
yang terletak tinggi dan berada dalam letak paksa.
i. Pada foto lateral, tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra ibu.
j. terdapatshuffle vascular disisi medial spina iliaka. Shuffle ini diduga
berasal dari arteri ovarika.
k. Bila sudah ada his, dapat terjadi pembukaan sebesar +jari dan tidak
membesar; bila jari dimasukkan ke dalam kavum uteri, uterus ternyata
kosong. [ CITATION Dja13 \l 1033 ].
3.) Kehamilan ovarium
Kehamilan ovarial jarang terjadi dan biasanya berakhir dengan
rupture pada hamil muda.

30
Menegakkan diagnosis kehamilan ovarial harus memenuhi criteria
spiegelberg, yakni:
a. Tuba disisi kehamilan masih tampak utuh
b. Kantung kehamilan daerah ovarium
c. Ovarium dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii
proprium
d. Pemeriksaan histopatologi menemukan jaringan ovarium didalam
dinding kantung kehamilan.[ CITATION Dja13 \l 1033 ].
4.) Kehamilan serviks
Kehamilan servikal jarang sekali terjadi. Nidasi terjadi dalam
selaput lendir serviks. Pertumbuhan telur menyebabkan serviks
menggembung. Kehamilan serviks biasanya berakhir pada kehamilan
muda, karena menimbulkan perdarahan hebat yang memaksa tindakan
operasi.
Plasenta sukar dilepaskan, dan pelepasan plasenta menimbulkan
perdarahan hebat hingga serviks perlu ditampon; bila tindakan ini tidak
menolong, dilakukan histerektomi.[ CITATION Dja13 \l 1033 ].
5.) Kehamilan di jaringan parut Caesar
Implantasi kehamilan yang sebenarnya normal kedalam jaringan
parut uterus bekas seksio sesarea telah dilaporkan lebih dari 30 tahun
yang lalu oleh Larsen dan Solomon (1978) .Kehamilan ini memiliki
ukuran beragam dan dalam banyak hal mirip dengan plasenta inkreta
dengan kecendrungan mengalami perdarahan hebat.
6.) Tempat lain kehamilan ektopik
a. Kehamilan limpa
b. Kehamilan hati
c. Kehamilan retroperitoneum
d. Kehamilan omentum
e. Kehamilan diafragma (Cunningham, et al, 2013).

31
D. Perjalanan klinik Kehamilan Ektopik
Bila tidak didiagnosis dan diangkat, akhirnya akan rupture. Tanda dan
gejalanya adalah sebagai berikut:
i. Sebelum ruptur
1) Amenorea, lalu dilanjutkan dengan perdarahan bercak yang intermiten.
Mungkin hampir tidak terlihat sehingga perdarahan bercak tampak
seperti masa menstruasi normal.
2) Nyeri panggul, abdomen, kadang nyeri leher/bahu.
3) Massa lunak teraba pada adneksa. Massa mungkin berbatas tegas bila
terdistensi darah.
4) Uterus membesar karena hormone plasenta, mungkin berukuran
normal sesuai gestasi. Mungkin juga pindah kesalah satu sisinya.
5) Mual, muntah lebih jarang terjadi dari biasanya. Diare menjadi lebih
sering dari biasa.
6) Uji kehamilan positif, tetapi mungkin negatif sampai 50% dari
keseluruhan waktu karena fungsi plasenta yang masih kurang optimal.
7) Nyeri abdomen akut mungkin ditemukan dimana saja di abdomen.

ii. Setelah ruptur


1) Nyeri abdomen bagian bawah yang tiba-tiba, hebat, dan tajam.
2) Hipotensi dan tanda-tanda syok, bergantung pada jumlah perdarahan
internal; perdarahan dapat hilang dalam jumlah besar dengan cepat.
3) Nyeri abdomen dan nyeri tekan saat serviks bergerak.
4) Darah berkumpul tanpa dapat keluar (cul-de-sac).
5) Nyeri pada leher dan bahu, khususnya saat inspirasi karena iritasi
diafragma akibat darah yang ada di rongga peritoneum. [ CITATION
Ger09 \l 1033 ]
E. Diagnosis Banding
a. Abotus spontan
1) Perdarahan lebih banyak
2) Sedikit nyeri

32
3) Tidak ada massa adneksa yang teraba
4) Insidens syok lebih rendah
5) Produk konsepsi mungkin dikeluarkan dan ditemukan pada
pemeriksaan speculum atau didalam toilet
b. PRP
1) Riwayat infeksi sebelumnya
2) Jarang terjadi amenore
3) Nyeri bilateral, bukan unilateral
4) Demam biasanya lebih 38°C
c. Kista ovarium
1) Menstruasi normal
2) Nyeri yang tidak biasa
3) Massa yang lunak dan dapat digerakkan
4) Uterus terasa tidak seperti hamil
d. Apendisitis
1) Mual, muntah, dan demam hampir selalu ada
2) Tidak ada tanda dan gejala kehamilan
3) Pemeriksan panggul normal
4) Nyeri pada epigastrium bukan di leher dan bahu
5) Terdapat tanda McBurney [ CITATION Ger09 \l 1033 ].

F. Diagnosis
Menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu tentunya dengan
melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, yaitu
sebagai berikut:
1) Anamnesa tentang trias kehamilan ektopik terganggu:
a. Terdapat amenorhea (Terlambat datang bulan).
b. Terdapat rasa nyeri mendadak disertai rasa nyeri didaerah bahu dan
seluruh abdomen.
1. Nyeri perut terutama nyeri unilateral (satu sisi).

33
2. Gejala ini spesifik untuk kehamilan tuba, tetapi nyeri menyebar ke
tengah atau seluruh perut bawah.
3. Darah dalam rongga perut merangsang diafragma sehingga
menyebabkan nyeri bahu/sekitar 25-30% penderita mengalami
keluhan nyeri bahu ini.
c. Terdapat perdarahan melalui vagina atau spotting/bercak.
1. Perdarahan pervaginam berasal dari pelepasan desidua dan dari
abortus tuba.
2. Umumnya perdarahan tidak banyak dan bewarna coklat tua.
3. Gejala perdarahan dan/atau perdarahan.
4. Bercak ini timbul pada 75% kasus yang timbul satu atau dua
minggu setelah keterlambatan haid. Darah dalam rongga perut
merangsang diafragma sehingga menyebabkan nyeri bahu/sekitar
25-30%
2) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dan tanda vital dapat baik sampai buruk seperti:
a. Keadaan umum
1. Ibu tampak anemis dan sakit, lemah dan pucat.
2. Keasadaran bervariasi dari baik sampai koma-tidak sadar.
3. Terdapat tanda-tanda syok: hipotensi (tekanan darah menurun),
Takhikardia (nadi meningkat), pucat, ekstremitas dingin.
4. Pada pemeriksaan abdomen: Ditemukan tanda-tanda rangsangan
peritoneal (nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, defense
musculaire), ini disebabkan karena darah yang masuk kedalam
rongga abdomen akan merangsang peritoneum, Tanda cairan bebas
dalam abdomen.

b. Pemeriksaan khusus melalui vagina (pemeriksaan ginekologi)


1. Nyeri goyang pada pemeriksaan serviks
2. Serviks terlalu lunak dan nyeri tekan.

34
3. Korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang sulit
diketahui karena nyeri abdomen yang hebat.
4. Kavum douglas menonjol oleh karena terisi darah dan nyeri.

3) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Kadar hemoglobin meningkat dan eritrosit menurun atau leukosit
meningkat.
2. Tes kehamilan (urine dan HCG)
b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
c. Pemeriksaan kuldosentesis
Untuk mengetahui adanya cairan atau darah dalam kavun douglass.
d. Pemeriksaan yang ditegakkan secara bedah (surgical Diagnosis). (Anik,
2016).

G. Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik


1) Kehamilan ektopik terganggu merupakan masalah klinis yang
memerlukan penanganan spesialistis.
a. Dalam hal ini, rujukan merupakan langkah yang sangat
penting.
b. Dengan gambaran klinis kehamilan ektopik terganggu.
Kiranya bidan dapat menegakkan diagnosis kemungkinannya
sehingga sikap yang paling baik diambil adalah segera merujuk
penderita (ibu) ke fasilitas yang lengkap seperti puskesmas,
dokter atau langsung ke rumah sakit.
2) Sebagai gambaran penanganan spesialistis tersebut yang akan
dilakukan adalah penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung
pada beberapa hal, antara lain lokasi dan tampilan klinis.
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik
Adapun prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik adalah sebagai
berikut:

35
1. Segera rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap / rumah sakit.
2. Optimalisasi keadaan umum ibu dengan pemberian cairan dan
tranfusi darah, pemberian oksigen atau bila dicurigai infeksi
diberikan juga antibiotik.
3. Pada keadaan syok segera diberikan infus cairan seperti dextrose
5%, glukosa 5%, garam fisiologis dan oksigen sambil menunggu
darah. (kondisi penderita harus diperbaik, kontrol tekanan darah,
nadi dan pernafasan).
4. Penatalaksanaan yang ideal adalah menghentikan sumber
perdarahan segera dengan penatalaksanaan bedah operasi/
laparatomi setelah diagnosis dipastikan. (Anik, 2016).
Penatalaksanaan beberapa macam kehamilan ektopik
1.) Penatalaksanaan Kehamilan tuba
1. Penatalaksanaan bedah
Laparaskopi adalah terapi bedah yang dianjurkan untuk
kehamilan ektopik, kecuali jika wanita yang bersangkutan secara
hemodinamis tidak stabil.Hanya sedikit studi prespektif yang
pernah dilakukan untuk membandingkan bedah laparatomi dengan
laparoskopik. Hajenius dkk (2007) melakukan tinjauan terhadap
basis data cochrane dan temuan mereka diringkaskan sebagai
berikut:
a. Tidak terdapat perbedaan signifikan dalam patensi tuba secara
keseluruhan setelah salpingostomi yang dilakukan pada
laparoskopi second-look.
b. Setiap metode diikuti oleh kehamilan uterus berikutnya dengan
jumlah yang sama.
c. Kehamilan ektopik berikutnya lebih jarang terjadi pada wanita
yang diterapi secara laparoskopis, meskipun hal ini secara
statistic tidak bermakna.

36
d. Laparaskopi memerlukan waktu operasi yang lebih singkat,
lebih sedikit menyebabkan perdarahan, memerlukan lebih
sedikit analgetik, dan mempersingkat rawat inap.
e. Bedah laparaskopik sedikit terapi kurang berhasil secara
signifikan dalam mengatasi kehamilan tuba.
f. Biaya laparoskopi jauh lebih rendah, meskipun sebagian
berpendapat bahwa biaya berupa dengan kasus-kasus yang
akhirnya dilaparotomi.
Bedah tuba dianggap konservatif jika tuba
diselamatkan.Contonhya adalah salpingostomi, salpingotomi
dan ekspresi kehamilan ektopik melalui fimbria.
2. Penatalaksanaan medis dengan methotrexate
Antagonis asam folat ini sangat efektif terhadap trofoblas yang
cepat berproliferasi dan telah digunakan selama lebih dari 40 tahun
untuk mengobati penyakit trofoblastik gestasional.Obat ini juga
digunakan untuk mengakhiri kehamilan dini. Pada terapi medis ini,
beberapa factor yang memprediksi keberhasilan antara lain adalah:
a. Kadar HCG serum awal.
b. Ukuran kehamilan ektopik
c. Aktivitas jantung janin
3. Penatalaksanaan ekspektansi
Pada penatalaksanaan ekspektansi, angka kepatenan tuba dan
kehamilan intrauterus selanjutnya setara dengan penatalaksanaan
medis atau bedah. Konsekuensi rupture tuba yang dapat
membahayakan, disertai oleh keamanan terapi medis dan bedah,
mengharuskan bahwa terapi ekspektansi hanya dilakukan pada wanita
tertentu yang sudah mendapat konseling. (Cunningham et al, 2013)
2.) Penatalaksanaan Kehamilan abdomen
Bila diagnosis sudah ditemukan, kehamilan abdominal harus
dioperasi secepat mungkin mengingat bahaya perdarahan dan
ileus.Tujuan operasi hanya melahirkan anak, sedangkan plasenta biasanya

37
ditinggalkan.Pelepasan plasenta dari dasarnya pada kehamilan abdominal
menimbulkan perdarahan hebat karena plasenta melekat pada dinding
yang tidak mampu berkontraksi.
Plasenta yang ditinggalkan lambat- laun akan diresorbsi. Mengingat
kemungkinan perdarahan yang hebat, persediaan darah harus cukup.
[ CITATION Dja13 \l 1033 ].
3.) Penatalaksanaan Kehamilan ovarium
Penanganan klasik untuk kehamilan ovarium adalah
pembedahan.Perdarahan dini dari lesi yang berukuran kecil dapat diatasi
dengan reseksi baji ovarium atau sistektomi.Pada lesi yang lebih besar,
sering dilakukan ovariektomi, dan laparoskopi telah digunakan untuk
reseksi atau ablasi laser (Herndon dkk, 2008).Yang terakhir, methotrexate
dilaporkan berhasil mengobati kehamilan ovarium yang belum rupture.
(Cunningham et al, 2013).
4.) Penatalaksanaan Kehamilan serviks
Dahulu, sering harus dilakukan histerektomi karena perdarahan
hebat yang menyertai upaya pengankatan kehamilan serviks.Dengan
histerektomi, resiko cedera saluran kemih meningkat karena serviks yang
membesar dan berbentuk tong. Untuk menghindari morbiditas
pembedahan dan sterilisasi, diterapkan pendekatan lain:
1) Cerclage (pemasangan ikatan silk yang kuat mengelilingi serviks)
2) Kuretase dan tampon
3) Emboli arteri
4) Penatalaksanaan medis. (Cunningham et al, 2013).
5.) Penatalaksanaan Kehamilan di jaringan parut Caesar
Penatalaksanaan bergantung pada usia gestasi dan mencakup terapi
methotrexate, kuretase, reseksi histeroskopik, reseksi dengan laparotomi
atau laparoskopi untuk mempertahankan uterus. (Cunningham et
al,2013).
6.) Penatalaksanaan Tempat lain kehamilan ektopik
Dianjurkan melakukan laparotomi.(Cunningham et al,2013).

38
39
2.3 Mola Hidatidosa

A. Pengertian
Kehamilan mola hidatidosa adalah suatu kondisi tidak normal dari
plasenta akibat kesalahan pertemuan ovum dan sperma sewaktu
fertilisasi (Sarwono Prawirohardjo, 2003).

Mola hidatidosa adalah penyakit neoplasma yang jinak berasal dari


kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai
dengan degenerasi kristik villi dan perubahan hidropik sehingga tampak
membengkak, edomatous, dan vaksikuler (Benigna).

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan cirri-ciri


stroma villus korialis langka vaskularisasi, dan endematus
( WahyuPurwaningsih & Siti Fatmawati, 2010).

B. Etiologi

Menurut Purwaningsih, 2010 penyebab terjadinya mola hidatidosa


adalah pembengkakan pada vili (degenerasi pada hidrofik) dan poliferasi
trofoblas. Faktor yang dapat menyebabkan mola hidatidosa antara lain:
a. Faktor ovum: ovum patologik sehingga mati dan terlambat
dikeluarkan
b. Imunoselektif dari trofoblas
c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
d. Paritas tinggi

40
e. Kekurangan protein
f. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.

C. Tanda dan Gejala

Menurut Mochtar, 2005 terdapat beberapa tanda dan gejala pada mola
dilihat dari keluhan dan beberapa pemeriksaan khusus obstetri yang
dilakukan pada penderita:

a. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari


kehamilan biasa.
b. Kadang kala ada tanda toksemia gravidarum.
c. Terdapat pendarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna
tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak. 13
d. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan
seharusnya.
e. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu
ada), yang merupakan diagnosa pasti.
f. Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan,
yang disebut muka mola (mola face).
g. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin.
h. Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar, dan
fundus uteri turun; lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
i. Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.
j. Terdengar bising dan bunyi khas.
k. Perdarahan tidak teratur.

D. Tes Diagnostik

Menurut Fauziyah, 2012 tes diagnostic pada mola hidatidosa dapat


dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

a. Pemeriksaan kadar beta hCG: pada mola terdapat peningkatan kadar beta
hCG darah atau urin.

41
b. Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hatihati
ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan,
sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan,
kemungkinan mola (cara Acosta Sison).

c. Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada


kehamilan 3-4 bulan).

d. Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern)
dan tidak terlihat janin.

e. Foto thoraks : pada mola ada gambaran emboli udara.

f. Pemeriksaan trimester 3 dan trimester 4 bila ada gejala tirotoksikosis.


(Sujiyatini, 2009)

g. Pemeriksaan dapat dilakukan untuk penetapan diagnosa apabila terjadi


perlepasan/ pengeluaran jaringan mola. (Myles, 2009)

h. Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat gelembung molanya.
Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya
sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya disertai
perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun.
(Prawirohardjo, 2007)

42
2.4 Manajemen Syok
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa
hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah.Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabil pertolongan tidak diberikan pada
waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
pada posisi hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadi
perforasi, laparatomi harus segerah di lakukan untuk menentukan luasnya
perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukaan alat-alat lain.
c. Infeksi
Infeksi dalam uterus dan sekitarnya dapat terjadi disetiap abortus,
tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkomplit dan lebih sering pada
abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan
antisepsis.
d. Syok
Syok pada abortus biasa terjadi karena perdarahan dan karena
infeksi berat.
e. Kematian
Abortus berkontribusi terhadap kematian ibu sekitar 15%.Data
tersebut sering kali tersembunyi di balik data kematian ibu akibat
perdarahan. Data lapangan menunjukkan bahwa sekitar 60% -70%
kematian ibu disebabkan oleh perdarahan , dan sekitar 60% kematian
akibat perdarahan tersebut, atau sekitar 35-40% dari seluruh kematian ibu,
disebabkan oleh perdarahan postpartum.Sekitar 15-20% kematian
disebabkan oleh perdarahan (Irianti, 2014:77-78).

43
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis syok adalah
1. Syok HipovolemikManifestasi klinik dari syok adalah hipotensi, pucat,
berkeringat dingin,sianosis, kencing berkurang, oligouria, ganggua
kesadaran, sesak nafas.
2. Syok Septik/ Syok Bakteremik
a. Fase Hiperdinamik/ Syok panas (warm shock):
Gejala dini:
1) Hiperventilasi
2) Tekanan vena sentral meninggi
3) Indeks jantung naik
4) Alkalosis
5) Oligouria
6) Hipotensi
7) Daerah akral hangat
8) Tekanan perifer rendah
9) Laktikasidosis
b. Fase Hipodinamik:
1) Tekanan vena sentral menurun
2) Hipotensi
3) Curah jantung berkurang
4) Vasokonstriksi perifer
5) Daerah akral dingin
6) Asam laktat meninggi
7) Keluaran urin berkurang
3. Syok Neurogenik
Tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bradikardi,
sesudah pasien menjaditidak sadar, barulah nadi bertambah cepat.
Pengumpulan darah di dalam arteriol,kapiler, dan vena, maka kulit terasa
agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.

44
4. Syok Kardiogenik
a. Pasien tidak sadar atau hilangnya kesadaran secara tiba- tiba.
b. Sianosis akibat dari aliran perifer berhenti
c. Dingin (Skeet Muriel.,1995, 70)

LANGKAH- LANGKAH PERTAMA MENANGANI SYOK


Langkah pertolongan pertama dalam menangani syok menurut Alexander
R H, Proctor H J. Shock., (1993 ; 75 – 94)
1. Posisi Tubuh
a. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum
posisipenderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan
aliran darah keorgan-organ vital.
b. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita
jangandigerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk
menghindariterjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan
pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan
napas.
c. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau
penderitatidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh
(berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut
dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah.
Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran
nafas tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
d. Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar
atau kepalaagak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih
rendah dari bagian tubuh lainnya.
e. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita
dibaringkandengan posisi telentang datar.
f. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita
telentangdengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke

45
jantung lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila
penderita menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi
kesakitan segera turunkan kakinya kembali.
2. Pertahankan Respirasi
a. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau
muntah.
b. Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan
nafas (Gudel/oropharingeal airway).
c. Berikan oksigen 6 liter/menit
d. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan
pompasungkup (Ambu bag) atau ETT.
3. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena.Bisa lebih dari satu infus.Pantau
nadi, tekanandarah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).

PENATALAKSANAAN SYOK BERDASARKAN JENISNYA


1. Penatalaksanaan Syok Anafilaktik
Penatalaksanaan syok anafilaktik menurut Haupt MT and Carlson RW
(1989,hal 993-1002) adalah Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah
kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka
tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
a. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat
lebihtinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam
usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
b. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
1) Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap
bebas,tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak
sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang
menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik
mandibula ke depan, dan buka mulut.

46
2) Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak
adatanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke
hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat
mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial.
Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain
ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan
oksigen.Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera
ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi,
atau trakeotomi.
3) Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis,atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.

Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan


hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi
jantung paru.

a. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita


dewasa atau0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular.
Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik.
Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin
2–4 ug/menit.
b. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang
memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB
intravena dosis awal yang diteruskan 0.4 0.9 mg/kgBB/menit dalam
cairan infus.
c. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau
deksametason 5 10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk
mengatasi efeklanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
d. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur
intravena untukkoreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang
ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik.
Pemberian cairan akanmeningkatkan tekanan darah dan curah jantung

47
serta mengatasi asidosis laktat.Pemilihan jenis cairan antara larutan
kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas
keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan
permeabilitas atau kebocoran kapiler.Pada dasarnya, bila memberikan
larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan
kekurangan volume plasma.Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20– 40% dari volume plasma.
Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan
jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma.
Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau
dextran juga bisa melepaskan histamin.
e. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok
anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam
perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di
tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan
fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh
dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan
kaki lebih tinggi dari jantung.
f. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan,
tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam.
Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari
2–3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk
observasi.
2. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik
a. Mempertahankan Suhu Tubuh
Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada
penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas.
Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat
berbahaya.
b. Pemberian Cairan

48
1) Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-
mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke
dalam paru.
2) Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau
dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
3) Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada
indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita
menjadi mual atau muntah.
4) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan
pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan
volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma
atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler.
5) Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang
dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis
cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan,
plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan
hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti
dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan
cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan
yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan
jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah
diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi
dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
6) Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian
cairan yang berlebihan.
7) Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian
cairan berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan
oksigenasi darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
8) Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat,
mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ

49
majemuk (Multiple Organ Disfunction).Diperlukan pemantauan alat
canggih berupa pemasangan CVP, “Swan Ganz” kateter, dan
pemeriksaan analisa gas darah.
3. Penatalaksanaan Syok Neurogenik
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan
penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar
darah yang berkumpul ditempat tersebut. Penatalaksanaannya menurut Wilson
R F, ed.. (1981; c:1-42) adalah
a. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
b. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi
yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal
yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator
mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan
menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
c. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan
yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output
untuk menilai respon terhadap terapi.
d. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan
seperti ruptur lien) :
1) Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10
mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi
takikardi.
2) Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan
tekanan darah. Epinefrin. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat

50
dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini
harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok
hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi
perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenic
3) Dobutamin: Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan
darah melalui vasodilatasi perifer.

51
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Diagnosis pada pasien ini adalah kehamilan ektopik terganggu.


Perawatan yang dilakukan sejak pasien datang adalah segeras mencari tahu
kepastian diagnosis kehamilan ektopik terganggu dengan mengambil data
lengkap dari anmnesis, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan ginekologis,
pemeriksaan penujang seperti pemeriksaan darah, tes kehamilan dan USG.
Setelah didapatkan diagnosis kerja kehamilan ektopik terganggu, segera
dilakukan intervensi pembedahan laparotomi (salpingektomi sinistra). Dengan
kondisi pasien yang stabil setelah di operasi, luka operasi terawat dengan baik,
os memimta pulang paksa pada perawatan hari ke sembilan dan diminta
kontrol luka operasi 3 hari di poliklinik.

Hal yang dapat dilakuakan sekarang adalah memberi edukasi pada


pasien ini untuk lebih jeli dalam menghadapi tanda-tanda kemungkinan hamil
lagi, seperti langsung ke dokter untuk memastikan apakah dirinya benar-benar
hamil dan mendapat perawatan yang lebih ketat. Dijelaskan juga faktor –
faktor resiko seperti infeksi pelvikm penyakit menukar seksual, usia dan
larangan merokok untuk mencegah bertambah besarnya resiko terjadinya
kehamilan ektopik terganggu, karena pada pasien yang perna mengalami
penyakit ini, jelas sebelumnya sudah ada faktor resiko untuk memungkinkan
terjadinya kehamilan ektopik terganggu lagi.

3.2 Saran

Diharapkan makalah ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi


mahasiswa kesehatan untuk menambah pengetahuan terkait dengan kasus
kehamilan ektopik sebagai salah salah kegawatdaruratan Obstetri yang jika
tidak ditangani secara tepat akan menyebabkan kematian pada ibu maupun
janin.

52
DAFTAR PUSTAKA

Anik, M. (2016). Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan. Jakarta: CV.


Trans Info Media.

Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, & Spong. (2013). Obstetri Williams.
Jakarta: EGC.

Djamhoer, M., Firman, F. W., & Jusuf, S. E. (2013). Obstetri Patologi Ilmu
Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.

Geri, M., & Carole, H. (2009). Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktik. Jakarta:
EGC.

Harry, K. G., & Tjokorda, G. A. (2012). Ultrasonografi Buku Ajar Obstetri


Ginekologi. Jakarta: EGC.

Lauren A, D., Jessica E, D., & Meredith B, T. (2012). Rujukan Cepat Kebidanan.
Jakarta: EGC.

53

Anda mungkin juga menyukai