Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Perkembangan merupakan proses perubahan secara progress baik secara
fisik maupun non fisik menuju kesempurnaan. Perkembangan secara fisik
merupakan perkembangan yang terjadi pada aspek-aspek biologis seorang
individu. Sedangkan perkembangan non fisik didalamnya terdapat perkembangan
emosi, perkembangan kognitif, dan perkembangan pada aspek sosial peserta
didik. Peserta didik sebagai makhluk sosial membutuhkan peran lingkungannya
atau bantuan dari orang lain untuk dapat tumbuh kembang menjadi manusia yang
utuh. Dalam perkembangannya, pendapat dan sikap peserta didik dapat berubah
karena interaksi dan saling berpengaruh antar sesama peserta didik maupun
dengan  proses sosialisasi dan menambah pengetahuan pada bayi dan balita.
Dalam psikologi perkembangan, banyak dibahas mengenai bagaimana tahap
perkembangan sosial anak, diantara tokoh yang memberi kontribusi dalam hal ini
adalah teori perkembangan psikososial Erik H. Erikson. Erikson mengatakan
bahwa istilah “psikososial” dalam kaitannya dengan perkembangan manusia
berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai mati dibentuk
oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang
menjadi matang secara fisik dan psikologis. Berdasarkan uraian di atas, penulis
tertarik untuk membuat makalah dengan memilih judul Perkembangan Tingkah
Laku Sosial.
Perkembangan kognitif (intelektual) sebenarnya merupakan perkembangan
pikiran. Pikiran anak Anda adalah bagian dari otaknya yang bertanggung jawab
terhadap bahasa, pembentukan mental, pemahaman, penyelesaian masalah,
pandangan, penilaian, pemahaman sebab akibat, serta ingatan.
Piaget, dalam Bringuier, (1980:110), mengatakan bahwa Pengetahuan itu
bukanlah salinan dari obyek dan juga bukan berbentuk kesadaran apriori yang
sudah ditetapkan di dalam diri subyek, ia bentukan perseptual, oleh pertukaran
antara organisme dan lingkungan dari sudut tinjauan biologi dan antara fikiran
dan obyeknya menurut tinjauan kognitif.
Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata-skema tentang
bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya-dalam tahapan-tahapan
perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan
informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang
berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan
kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini
berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan
yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pengertian dan Teori tentang perkembangan kognitif anak?
2.      Bagaimana masa perkembangan kognitif anak?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dan teori perkembangan kognitif anak
2.      Untuk memahami masa perkembangan kognitif anak 
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian dan Teori Perkembangan Kognitif Pada Anak


Karakteristik perkembangan kognitif pada masa pertengahan anak-anak
adalah pemikiran operasional konkret. Dimana, pada tahap ini dapat melakukan
operasi-operasi dengan mengubah tindakan secara mental, memperlihatkan
keterampilan-keterampilan konservasi; penalaran secara logis menggantikan
penalaran intuitif, tetapi hanya di dalam keadaan-keadaan konkret; tidak abstrak
(misalnya, tidak dapat membayangkan langkah-langkah persamaan aljbar);
keterampilan-keterampilan klasifikasi-dapat menggolongkan benda-benda ke
dalam perangkat-perangkat dan sub-subperangkat dan bernalat tentang
keterkaitannya. Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak, perkembangan
kognitif anak-anak sudah semakin matang sehingga memungkinkan orangtua
untuk bermusyawarah dengan mereka tentang penolakan penyimpangan dan
pengendalian perilaku mereka.
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum
kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa
(analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan
yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional
(akal).
Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk
mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh
sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan
pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan
merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari
aspek tenaga pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi
bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual,
seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar,
pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.
Akan tetapi apa arti kognitif yang sebenarnya? Lalu apa perkembangan
kognitif itu?
Jean Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa
anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam
pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia
individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi).
Kecenderungan organisasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan
setiap organisme untuk mengintegasi proses-proses sendiri menjadi system –
sistem yang koheren. Adaptasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan
setiap organisme untuk memyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sosial.
Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi
dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru
ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah
terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
1.      Teori Piaget Tentang Perkembangan Kognitif
Piaget yakin bahwa seorang anak melalui serangkaian tahap pemikiran dari
masa bayi hingga masa dewasa. Kemampuan bayi dari tahap-tahap tersebut
berasal dari tekanan biologis untuk menyesuaikan diri (adapt) dengan lingkungan
dan adanya pengorganisasian struktur berpikir.
Menurut Piaget, perkembangan pemikiran dibagi ke dalam empat tahap
yang secara kualitatif sangat berbeda: sensoris-motorik, praoperasional dan
operasional konkret, dan operasional formal.[1]

2.      Tahap Perkembangan Sensoris- Motorik


Tahap sensoris motorik Piaget berlangsung dari kelahiran hingga kira-kira
usia 2 tahun. Selama masa ini perkembangan mental dipengaruhi oleh kemajuan
yang besar pada kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan
mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik –
oleh karena itu, namanya sensorik-motorik. [2]
Tahapan-tahapan Piaget, perkembangan subtahap sensoris motorik adalah:
(1) reflek sederhana, (2) kebiasaan-kebiasaan sederhana dan reaksi sirkuler
primer, (3) reaksi sirkuler sekunder, (4) koordinasi reaksi sirkuler; (5) reaksi
sirkuler tersier, pencarian dan keingin tahuan; (6) internalisasi skema.Reflek
sederhana (simple reflexe) ialah subtahap sensoris motorik pertama Piaget, yang
terjadi pada bulan pertama setelah kelahiran. Pada subtahap ini, alat dasar Reaksi
sirkuler sekunder (secondary sircular reaction) ialai subtahap sensorik-motorik
ketiga Piaget, yang berkembang antara usia 4 dan 8 bulan. Pada subtahap ini, bayi
semakin berorientasi atau berfokus pada benda di dunia, yang bergerak dengan
keasyikan dengan diri sendiri dalam interaksi sensoris-motorik.
Koordinasi reaksi sirkuler sekunder (coordination of secondery sirculer
reaction) ialah subtahap sensorik-motorik keempat Piaget, yang berkembang
antara usia 8 dan 12 bulan. Pada subtahap ini, beberapa perubahan yang signifikan
berlangsung yang meliputi koordinasi skema dan kesengajaan.
Reaksi sirkuler tersier, kesenangan atas suatu yang baru, dan keingintahuan
(tertiary circular reaction, novelty and curiosity) ialah subtahap sensoris-motorik
kelima Piaget yang berkembang antara usia 12 dan 18 bulan. Pada subtahap ini
bayi semakin tergugah minatnya oleh berbagai hal yang ada pada benda-benda itu
dan oleh banyak hal yang dapat mereka lakukan pada benda-benda itu.
Internalisasi skema yaitu (internalization of sehemes) ialah subtahap
sensoris-motorik keenam dan terakhir Piaget, yang berkembang antara usia 18 dan
24 bulan. Pada subtahap ini fungsi mental bayi berubah dari suatu taraf sensoris
motorik murni menjadi suatu taraf simbolis, dan bayi mulai mengembangkan
kemampuan untuk mengembangkan kemampuan untuk menggunakan simbol-
simbol primitif.koordinasi sensasi dan aksi ialah melalui perilaku reflektif, seperti
mencari dan mengisap, yang dimiliki bayi sejak kelahiran.[3]
Kebiasaan-kebiasaan pertama dan reaksi sirkuler primer (first habit dan
primary circual reaktion) ialah subtahap sensorik-motorik kedua Piaget 1-4 bulan.
Pada subtahap ini, pada subtahap ini bayi belajar mengkoordinasikan sensasi tipe
skema atau struktur-yaitu, kebiasaan dan reaksi-reaksi sirkuler primer.
Reaksi sirkuler primer (primary circular reaction) ialah suatu skema yang
didasarkan pada usaha bayi untuk memproduksi suatu peristiwa yang menarik
atau menyenangkan yang pada mulanya terjadi secara kebetulan.
Ketetapan Benda
Ketetapan benda (object permanence) ialah istilah Piaget bagi pencapaian
paling penting pada seorang bayi: pemahaman bahwa benda-benda dan peristiwa-
peristiwa masih tetap ada dan berlansung walaupun benda-benda dan peristiwa-
peristiwa itu tidak dapat dilihat, didengar atau disentuh secara langsung.

B.     Masa Perkembangan Kognitif Pada Anak


Bayi dapat belajar mengenal benda-benda dan tersenyum kepada benda-
benda itu, merangkak, dan memanipulasi benda-benda, tetapi bayi belum
memiliki konsep dan gagasan atas benda-benda itu. Piaget yakin bahwa ketika
bayi memasuki masa akhir perkembangan sensoris-motorik, pada kira-kira usia
1,5 hingga 2 tahun barulah bayi benar-benar belajar bagaimana mengenali
lingkungannya secara simbolis dan konseptual.[4]
Teori perkembangan sensoris-motorik Piaget saat ini telah disanggah dari
dua sumber. Pertama bidang perkembangan persepsi bayi menunjukkan bahwa
suatu dunia persepsi yang stabil dan nyata telah dibangun jauh lebih awal pada
masa bayi dibandingkan dengan yang dibayangkan oleh Piaget.
1.      Perkembangan Persepsi
Secara singkat, perkembangan persepsi yang diyakini oleh para peneliti
ialah bahwa bayi-bayi melihat benda berdiri sendiri, satu, kokoh dan terpisah dari
lingkungan sekitarnya, ada kemungkinan hal ini terjadi pada saat lahir atau segera
sesudahnya, tetapi secara pasti hal ini terjadi pada usia 3 hingga 4 bulan. Bayi-
bayi kecil masih harus belajar banyak tetapi dunia sekitarnya tampak stabil dan
teratur bagi mereka dan oleh karena itu, dunia sekitar mereka dapat mereka
“rumuskan“.
2.      Perkembangan Konsepsi
Penelitian baru-baru ini tentang perkembangan persepsi dan konsepsi bayi
menunjukkan bahwa bayi mempunyai kemampuan persepsi yang lebih canggih
dan dapat memulai berpikir jauh lebih awal dibandingkan dengan apa yang
dibayangkan oleh Piaget.
Dalam keadaan normal, pada periode ini pikiran anak berkembang secara
berangsur – angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya pikir anak masih bersifat
imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir anak sudah
berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya
menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada stadium belajar.
Menurut teori Piaget, pemikiran anak – anak  usia sekolah dasar disebut
pemikiran Operasional Konkrit (Concret Operational Thought), artinya aktivitas
mental yang difokuskan pada objek – objek  peristiwa nyata atau konkrit. Dalam
upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan
informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai mempunyai
kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan
sesungguhnya. Dalam masa ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang
disebut dengan operasi – operasi, yaitu : [5]
1.      Negasi (Negation), yaitu pada masa konkrit operasional, anak memahami
hubungan –          hubungan antara benda atau keadaan yag satu dengan benda
atau keadaan yang lain.
2.      Hubungan Timbal Balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui hubungan
sebab-akibat       dalam suatu keadaan.
3.      Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda-benda
yang ada.
Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk mengetahui
suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut ditunjukkan. Jadi, pada
tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang memungkinkanya dapat
berfikir untuk melakukan suatu tindakan, tanpa ia sendiri bertindak secara nyata.
a.       Perkembangan Memori
Selama periode ini, memori jangka pendek anak telah berkembang dengan
baik. Akan tetapi, memori jangka panjang tidak terjadi banyak peningkatan
dengan disertai adanya keterbatasan – keterbatasan. Untuk mengurangi
keterbatasan tersebut, anak berusaha menggunakan strategi memori (memory
strategy), yaitu merupakan perilaku disengaja yang digunakan untuk
meningkatkan memori. Matlin (1994) menyebutkan 4 macam strategi memori
yang penting, yaitu :
Rehearsal (Pengulangan) : Suatu strategi meningkatkan memori dengan cara
mengulang berkali-kali informasi yang telah disampaikan. Organization
(Organisasi) : Pengelompokan dan pengkategorian sesuatu yang digunakan untuk
meningkatkan memori. Seperti, anak SD sering mengingat nama-nama teman
sekelasnya menurut susunan dimana mereka duduk dalam satu kelas.
Imagery (Perbandingan) : Membandingkan sesuatu dengan tipe dari
karakteristik pembayangan dari seseorang.
Retrieval (Pemunculan Kembali) : Proses mengeluarkan atau mengangkat
informasi dari tempat penyimpanan. Ketika suatu isyarat yang mungkin dapat
membantu memunculkan kembali sebuah memori, mereka akan menggunakannya
secara spontan.[6]
Selain strategi-strategi memori diatas, terdapat hal lain yang mempengaruhi
memori anak, seperti tingkat usia, sifat anak (termasuk sikap, kesehatan dan
motivasi), serta pengetahuan yang diperoleh anak sebelumnya.
b.      Perkembangan Pemikiran Kritis
Perkembangan Pemikiran Kritis yaitu pemahaman atau refleksi terhadap
permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka, tidak
mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber
serta mampu befikir secara reflektif dan evaluatif.
c.       Perkembangan Kreativitas
Dalam tahap ini, anak-anak mempunyai kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang baru. Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan,
terutama lingkungan sekolah.
d.      Perkembangan Bahasa
Selama masa anak-anak awal, perkembangan bahasa terus berlanjut.
Perbendaharaan kosa kata dan cara menggunakan kalimat bertambah kompleks.
Perkembangan ini terlihat dalam cara berfikir tentang kata-kata, struktur kalimat
dan secara bertahap anak akan mulai menggunakan kalimat yang lebih singkat dan
padat, serta dapat menerapkan berbagai aturan tata bahasa secara tepat.
Ada beberapa tahapan perkembangan kognitif pada anak, diantaranya adalah:
1.      Stadium sensori-motorik (0-18 atau 24 bulan)
Piaget berpendapat bahwa dalam perkembangan kognitif selama stadium
sensori motorik ini, inteligensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik
sebagai reaksi simulasi sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan
konkrit dan bukan tindakan imaginer atau hanya dibayangan saja. Piaget
menamakan proses ini sebagai proses desentrasi, artinya anak dapat memandang
dirinya sendiri dan lingkungan sebagai dua entitas yang berbeda. Sebelum usia 18
bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang
tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun
sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 – 24 bulan barulah kemampuan
object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis.[7]
2.      Stadium pra-operasional (18 bulan—7 tahun)
Stadium pra-operasional dimulai dengan penguasaan bahasa yang
sistematis, permainan simbolis, imitasi (tidak langsung) serta bayangan dalam
mental. Semua proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk
melakukan tingkah laku simbolis. Anak sudah memiliki penguasaan sempurna
tentang object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan
tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda
tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi.
Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan
pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya
belaka. Pada periode ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini
memungkinkan anak untuk mengembangkan diferred-imitation, insight learning
dan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta
mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
Berpikir pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum mampu
(secara perseptual, emosional-motivational, dan konsepsual) untuk mengambil
perspektif orang lain.
Cara berpikir pra-operasional sangat memusat (centralized). Bila anak
dikonfrontasi dengan situasi yang multi-dimensional, maka ia akan memusatkan
perhatiannya hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi-dimensi
yang lain dan akhirnya juga mengabaikan hubungannya antara dimensi-dimensi
ini.[8]
1.      Berpikir pra-operasional adalah tidak dapat dibalik (irreversable). Anak belum
mampu untuk meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan tindakan tersebut
dalam arah yang sebaliknya.
2.      Berpikir pra-operasional adalah terarah statis. Bila situasi A beralih ke situasi B,
maka anak hanya memperhatikan situasi A, kemudian B. Ia tidak memperhatikan
transformasi perpindahannya A ke B.
3.      Berpikir pra-operasional adalah transductive (pemikiran yang meloncat-loncat).
Tidak dapat melakukan pekerjaan secara berurutan . Dari total perintah hanya
satu/ beberapa yang dapat dilakukan.
4.      Berpikir pra-operasional adalah imaginatif, yaitu menempatkan suatu objek
tidak berdasarkan realitas tetapi hanya yang ada dalam pikirannya saja.
3.      Stadium operasional konkrit (7—11 tahun)
Cara berpikir anak yang operasional konkrit kurang egosentris. Ditandai
oleh desentrasi yang besar, artinya anak sekarang misalnya sudah mampu untuk
memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan juga untuk menghubungkan
dimensi-dimensi ini satu sama lain. Anak sekarang juga memperhatikan aspek
dinamisnya dalam perubahan situasi. Akhirnya ia juga sudah mampu untuk
mengerti operasi logis dari reversibilitas. Pada dasarnya perkembangan kognitif
anak ditinjau dari karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan kognitif orang
dewasa. Namun masih ada keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan
pemikirannya. Pada periode ini anak baru mampu berfikir sistematis mengenai
benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.
Ada juga kekurangan dalam cara berpikir operasional konkrit. Yaitu anak
mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang
konkrit. Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu masalah (misalnya
masalah klasifikasi) secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia
belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik.
4.      Stadium operasional formal (mulai 11 tahun)
Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan
mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam
kemampuan kognitif yaitu :
Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu
khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar
yang relevan dengan lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan
prinsip-prinsip abstrak.[9]
Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk
mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam.
Sifat deduktif-hipotetis:
Dalam menghadapi masalah, anak akan menganalisis masalahnya dengan
penyelesaian berbagai hipotesis yang mungkin ada. Atas dasar analisisnya ini, ia
lalu membuat suatu strategi penyelesaian. Maka dari itulah berpikir operasional
formal juga disebut berpikir proporsional.
Berpikir operasional formal juga berpikir kombinatoris.
Berpikir operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai
tingkah laku problem solving yang betul-betul ilmiah, serta memungkinkan untuk
mengadakan pengujian hipotesis dengan variabel-variabel tergantung.
Dengan menggunakan hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup
General Information and Verbal Analogies, Jones dan Conrad  menunjukkan
bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai masa
remaja, setelah itu kepesatannya berangsur menurun.
Puncak perkembangan pada umumnya tercapai di penghujung masa remaja
akhir. Perubahan-perubahan amat tipis sampai usia 50 tahun, dan setelah itu
terjadi plateau (mapan) sampai dengan usia 60 tahun selanjutnya berangsur
menurun.
Tahap Usia/Tahun Gambaran
Sensorimotor 0–2 Bayi bergerak dari tindakan refleks
instinktif pada saat lahir sampai permulaan
pemikiran simbolis. Bayi membangun
suatu pemahaman tentang dunia melalui
pengkoordinasian pengalaman-pengalaman
sensor dengan tindakan fisik
Preoperational 2–7 Anak mulai mempresentasikan dunia
dengan kata-kata dan gambar-gambar ini
menunjukan adanya peningkatan pemikiran
simbolis dan melampaui hubungan
informasi sensor dan tindak fisik.
Concrete 7 – 11 Pada saat ini anak dapat berfikir secara
operational logis mengenai peristiwa-peristiwa yang
konkrit dan mengklasifikasikan benda-
benda kedalam bentuk-bentuk yang
berbeda.
Formal operational 11 – 15 Anak remaja berfikir dengan cara yang
lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih
idealistik.
BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Perkembangan merupakan proses perubahan secara progress baik secara
fisik maupun non fisik menuju kesempurnaan. Perkembangan secara fisik
merupakan perkembangan yang terjadi pada aspek-aspek biologis seorang
individu. Sedangkan perkembangan non fisik didalamnya terdapat perkembangan
emosi, perkembangan kognitif, dan perkembangan pada aspek sosial peserta
didik.
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum
kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa
(analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan
yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional
(akal).
Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk
mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh
sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan
pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan
merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.

B.     Saran
Demikianlah pembahasan makalah kami ini, semoga dapat bermanfaat,
kritik dan saran sangat pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

 Thomas Amstrong. Kecerdasan Multiple di dalam Kelas. (Jakarta: ASCD


Indkes, 2009)
 John W. Santrock. Masa Perkembangan Anak. Jakarta: Salmbea
Humanika, 2011)
 Martinis Yamin & Jamilah Sabri Sanan. Pandua PAUD. (Ciputat, Gaung
Persada Press, 2013)
 Penney Upton. Psikologi Perkembangan. (Jakarta, Erlangga, 2012)
 Siti Aisyah. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia
Dini. (Jakarfta, Universitas Terbuka)

[1] John W. Santrock. Masa Perkembangan Anak.  Jakarta: Salmbea


Humanika, 2011)  h. 43
[2] Sugiyanto, dkk. Perkembangan dan Belajar Motorik. (Departemen
pendidikan dan kebudayaan direktorat jenderal pendidikan dasar dan menengah)
h. 44
[3] Martinis Yamin & Jamilah Sabri Sanan. Pandua PAUD. (Ciputat,
Gaung Persada Press, 2013) h. 114
[4] Penney Upton. Psikologi Perkembangan. (Jakarta, Erlangga, 2012) h.
150
[5] Penney Upton. Psikologi Perkembangan.  … h. 151
[6] Siti Aisyah. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak
Usia Dini. (Jakarfta, Universitas Terbuka) h. 5. 30
[7] Gunadarsa, Singgih D.. Psikologi Perkambangan Anak dan Remaja.
(Jakarta: Gunung Mulia, 2008) h. 55
[8] Gunadarsa, Singgih D.. Psikologi Perkambangan Anak dan Remaja. …. h. 56
[9] Gunadarsa, Singgih D.. Psikologi Perkambangan Anak dan Remaja. …. h. 57

Anda mungkin juga menyukai