Anda di halaman 1dari 15

Tugas KMB 3_Rae Netta Juniarti_2720170002_Gangguan Kulit.

VARICELLA

A. Definisi
Cacar air, chickenpox atau istilah medisnya varisela, adalah suatu
infeksi yang disebabkan oleh virus varicella-zoster(VVZ). Virus ini sering
menyerang anak-anak, terutama dibawah 12 tahun. Setelah seseorang
terkena cacar air, maka virus menjadi tidak aktif (dorman) dan
bersembunyi pada sistem saraf. Virus akan menjadi aktif di kemudian hari
dan akan menimbulkan penyakit herpes zoster.
(jurnal_http://kejoraindonesia.com/apakah-itu-cacar-air/).
VZV adalah virus DNA yang termasuk dalam famili virus herpes.
Seperti virus herpes lainnya, VZV memiliki kapasitas untuk bertahan
dalam tubuh setelah infeksi (pertama) primer sebagai infeksi laten. VZV
tetap dalam ganglia saraf sensorik. Infeksi primer menyebabkan terjadinya
varicella (cacar air), sementara herpes zoster (shingles) adalah akibat dari
infeksi berulang. Virus ini diyakini memiliki waktu kelangsungan hidup
singkat di lingkungan. Infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan
kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
(jurnal_www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/varicella.pdf).
Varicella adalah suatu penyakit infeksi akut primer oleh virus
Varicella Zoster yang menyerang kulit, mukosa dan selaput lendir, klinis
terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf ditandai oleh adanya
vesikel-vesikel, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. Sinonimnya
adalah cacar air, chicken pox (Djuanda, Adhi., dkk, 2011).
Varisela adalah suatu penyakit infeksi akut primer menular,
disebabkan oleh Varicella Zooster Virus (VZV), yang menyerang kulit dan
mukosa, dan ditandai dengan adanya vesikel-vesikel (Straus SE dan
Oxman MN, 2004).
B. Etiologi
Varisela merupakan penyakit infeksi akut, disebabkan oleh
varicella zoster virus (VZV). VZV adalah virus DNA yang tergolong
dalam group herpesvirus, subfamily Alphaherpesvirinae. VZV mempunyai
DNA sekuens sendiri dan amplop glikoprotein. VZV sulit diisolasikan
pada kultur sel dan tumbuh paling baik tetapi lambat pada human diploid
fibroblast cells (Mehta, 2006; Fox & Sande, 2001, CDC, 2005).
Varisela disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Virus ini
termasuk dalam kelompok Herpes Virus. Virus ini berkapsul dengan
diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus disebut capsid yang berbentuk
ikosahedral, terdiri dari protein dan DNA berantai ganda. Berbentuk suatu
garis dengan berat molekul 100 juta dan disusun dari 162 isomer. Lapisan
ini bersifat infeksius. VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan
dalam darah penderita. Virus ini dapat diinokulasikan dengan
menggunakan biakan dari fibroblas paru embrio manusia kemudian dilihat
dibawah mikroskop elektron. Di dalam sel yang terinfeksi akan tampak
adanya sel raksasa berinti banyak (multinucleated giant cell) dan adanya
badan inklusi eosinofilik jernih (intranuclear eosinophilic inclusion
bodies) (Kurniawan, Martin., dkk, 2009).
Varisela disebabkan oleh Herpes virus varicella atau disebut juga
virus varicella-zoster (virus V-Z). Virus tersebut dapat pula menyebabkan
herpes zoster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang
berbeda. Diperkirakan bahwa setelah ada kontak dengan virus V-Z akan
terjadi varisela; kemudian setelah penderita varisela tersebut sembuh,
mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi
klinis) dan kemudian virus V-Z diaktivasi oleh trauma sehingga
menyebabkan herpes zoster. Virus V-Z dapat ditemukan dalam cairan
vesikel dan dalam darah penderita verisela dapat dilihat dengan mikroskop
electron dan dapat diisolasi dengan menggunakan biakan yang terdiri dari
fibroblas paru embrio manusia (Behrman, Richar E., 1992).
C. Sekilas Perjalanan Penyakit, Termasuk Masa Inkubasi
Gambaran klinik varisela dibagi menjadi 2 stadium (Behrman, Richar E.,
1992) :
1. Stadium prodromal : 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat
gejala panas, perasaan lemah (malaise), anoreksia. Kadang-kadang
terdapa kelainan scarlatinaform atau morbiliform.
2. Stadium erupsi: Dimulai dengan terjadinya papula merah, kecil yang
berubah menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai
dasar eritematous.
Permukaan vesikel tidak memperlihatkan cekungan di tengah
(unumbilicated). Isi versikel berubah menjadi keruh dalam waktu 24
jam. Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh.
Dalam 3-4 hari erupsi tersebar mula-mula di dada lalu ke muka, bahu
dan anggota gerak. Erupsi ini disertai perasaan gatal. Pada suatu saat
terdapat macam-macam stadium erupsi, ini merupakan tanda khas
penyakit verisela. Vesikel tidak hanya terdapat di kulit, melainkan juga
di selaput lendir mulut. Bila terdapat infeksi sekunder, maka akan
terjadi limfadenopatia umum. Karena kemungkinan mendapat varisela
selama masa kanak-kanak sangat besar, maka varisela jarang
ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1.000 kehamilan). Diperkirakan
17% dari anak yang dilahirkan wanita yang mendapat verisela ketika
hamil akan menderita kelainan bawaan berupa bekas luka di kulit
(cutaneous scars), berat badan lahir rendah, hipoplasia tungkai,
kelumpuhan dan atrofi tungkai, kenang, retardasi mental, koriorenitis,
atrofi kortikal, katarak atau kelainan pada mata lainnya. Angka
kematian tinggi, bila seorang wanita hamil mendapat varisela dalam 21
hari sebelum ia melahirkan, maka 25% dari neonatus yang dilahirkan
akan memperlihatkan gejala varisela kongenital pada waktu dilahirkan
sampai berumur 5 hai. Biasanya varisela yang timbul berlangsung
ringan dan tidak mengakibatkan kematian. Sedangkan bila seorang
wanita hamil mendapat varisela dalam waktu 4-5 hari sebelum
melahirkan, maka neonatusnya akan memperlihatkan gejala varisela
kongenital pada umur 5-10 hari. Di sini perjalanan penyakit varisela
sering berat dan menyebabkan kematian sebesar 25-30%. Mungkin ini
ada hubungannya dengan kurun waktu fetus berkontak dengan varisela
dan dialirkannya antibody itu melalui plasenta kepada fetus. Seorang
neonatus jarang mendapat varisela di bangsal perinatologi dari seorang
perawat atau petugas bangsal lainnya, tapi bila ini terjadi maka
perjalanan penyakit amat ringan dan terlihat gejala-gejala seperti pada
anak yang besar.

Masa inkubasi pada Varicella yaitu :

Virus varisela-zoster masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa


saluran nafas atau orofaring. Multiplikasi virus ditempat tersebut diikuti
oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe
(viremia primer). Virus dimusnahkan oleh sel sistem retikuloendotelial,
yang merupakan tempat utama replikasi virus selama masa inkubasi.
Selama masa inkubasi virus dihambat sebagian oleh mekanisme
pertahanan tubuh yang terinfeksi, replikasi virus dapat mengalahkan
pertahanan tubuh yang belum berkembang, sehingga 2 minggu setelah
infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang lebih banyak. Viremia
tersebut menyebabkan demam dan malese anorexia serta menyebarkan
virus ke seluruh tubuh, terutama ke kulit dan mukosa. Lesi kulit yang
terjadi berupa makula, sebagian besar berkembang menjadi papula,
vesicula, pustula, dan krusta sesudah beberapa hari. Vesicula biasanya
terletak pada epidermis (Boediardja., Siti Aisah., dkk, 2003).

Respons imun pasien yang kemudian berkembang akan menghentikan


viremia dan menghambat berlanjutnya lesi pada kulit dan organ lain.
Terjadinya komplikasi varisela (pneumonia dan lain-lain) mencerminkan
gagalnya respons imun tersebut menghentikan replikasi serta penyebaran
virus dan berlanjutnya infeksi. Keadaan ini terutama terjadi pada pasien
imunokompromais. Dalam 2-5 hari setelah gejala klinis varisela terlihat,
antibody (IgG, IgM, IgA) spesifik terhadap VVZ dapat dideteksi dan
mencapai titer tertinggi pada minggu kedua atau ketiga. Setelah itu titer
IgG menurun perlahan, sedangkan IgM dan IgA menurun lebih cepat dan
tidak terdeteksi satu tahun setelah infeksi. Imunitas selular terhadap VVZ
juga berkembang selama infeksi dan menetap selama bertahun-tahun. Pada
pasien imunokompeten imunitas humoral terhadap VVZ berfungsi
protektif terhadap varisela, sehingga pajanan ulang tidak menyebabkan
infeksi (kekebalan seumur hidup). Imunitas selular lebih penting daripada
imunitas humoral untuk penyembuhan varisela. Pada pasien
imunokompromais, oleh karena imunitas humoral dan selularnya
terganggu, pajanan ulang dapat menyebabkan rekurensi dan varisela
menjadi lebih berat dan berlangsung lebih lama (Boediardja., Siti Aisah.,
dkk, 2003).

D. Manifestasi Klinik, Ditunjang Dengan Gambar Penampakan Gangguan


Kulit Tersebut.
Masa inkubasi antara 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan
kisaran 10 sampai 21 hari. Masa inkubasi dapat lebih lama pada pasien
dengan defisiensi imun dan pada pasien yang telah menerima pengobatan
pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi terhadap
varicella.
1. Gejala prodromal
Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada
anak yang lebih besar dan dewasa, ruam yang seringkali didahului oleh
demam selama 2-3 hari, kedinginan, malaise, anoreksia, nyeri
punggung, dan pada beberapa pasien dapat disertai nyeri tenggorokan
dan batuk kering.
2. Ruam pada varicella
Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari
muka dan skalp, dan kemudian menyebar secara cepat ke badan dan
sedikit ke ekstremitas. Lesi baru muncul berturut-turut, dengan
distribusi terutama di bagian sentral. Ruam cenderung padat kecil-kecil
di punggung dan antara tulang belikat daripada skapula dan bokong dan
lebih banyak terdapat pada medial daripada tungkai sebelah lateral.
Tidak jarang terdapat lesi di telapak tangan dan telapak kaki, dan
vesikula sering muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar
di daerah peradangan, seperti daerah yang terkena sengatan matahari.

Gambar Infeksi VZV : Varicella.


Gambar Infeksi VZV : Varicella dengan imunisasi.

Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih


kurang 12 jam, dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang
berkembang menjadi papul, vesikel, pustul, dan krusta. Vesikel dari
varicella berdiameter 2-3 mm, dan berbentuk elips, dengan aksis
panjangnya sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel biasanya superfisial
dan berdinding tipis, dan dikelilingi daerah eritematosa sehingga
tampak terlihat seperti “embun di atas daun mawar”. Cairan vesikel
cepat menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga mengubah
vesikel menjadi pustul. Lesi kemudian mengering, mula-mula di bagian
tengah sehingga menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi
krusta. Krusta akan lepas dalam 1-3 minggu, meninggalkan bekas bekas
cekung kemerahan yang akan berangsur menghilang. Apabila terjadi
superinfeksi dari bakteri maka dapat terbentuk jaringan parut. Lesi yang
telah menyembuh dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi yang
dapat menetap selama beberapa minggu/bulan.
Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring,
trakea, saluran cerna, kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa
ini cepat pecah sehingga seringkali terlihat sebagai ulkus dangkal
berdiameter 2-3 mm.

Gambar 3 Lesi dengan spektrum luas.

Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul


secara simultan (terus-menerus ), di setiap area kulit, dimana lesi
tersebut terus berkembang. Suatuprospective study menunjukkan rata-
rata jumlah lesi pada anak yang sehat berkisar antara 250-500. Pada
kasus sekunder karena paparan di rumah gejala klinisnya lebih berat
daripada kasus primer karena paparan di sekolah, hal ini mungkin
disebabkan karena paparan di rumah lebih intens dan lebih lama
sehingga inokulasi virus lebih banyak.

Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan


tingginya demam sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas
39oC, tetapi pada keadaan yang berat dengan jumlah lesi banyak dapat
mencapai 40,5oC. Demam yang berkepanjangan atau yang kambuh
kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial atau
komplikasi lainnya. Gejala yang paling mengganggu adalah gatal yang
biasanya timbul selama stadium vesikuler.
E. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Penatalaksanaan Medis
a) Antivirus
Beberapa analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir,
valacyclovir, dan brivudin, dan analog pyrophosphate foskarnet
terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV. Acyclovir adalah
suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh timidin
kinase VZV sehingga terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-
enzim selular kemudian mengubah acyclovir monofosfat menjadi
trifosfat yang mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat
DNA polimerase virus. VZV kira-kira sepuluh kali lipat kurang
sensitif terhadap acyclovir dibandingkan HSV.
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir
yang mempunyai bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir
sehingga kadar dalam darah lebih tinggi dan frekuensi pemberian
obat berkurang.
b) Topikal
Pada anak normal varicella biasanya ringan dan dapat sembuh
sendiri. Untuk mengatasi gatal dapat diberikan kompres dingin, atau
lotion kalamin, antihistamin oral. Cream dan lotion yang
mengandung kortikosteroid dan salep yang bersifat oklusif sebaiknya
tidak digunakan. Kadang diperlukan antipiretik, tetapi pemberian
olongan salisilat sebaiknya dihindari karena sering dihubungkan
dengan terjadinya sindroma Reye. Mandi rendam dengan air hangat
dapat mencegah infeksi sekunder bakterial.
c) Anti virus pada anak
Pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir ( dalam 24
jam setelah timbul ruam ) pada anak imunokompeten berusia 2-12
tahun dengan dosis 4x20 mg/kgBB/hari selama 5 hari menurunkan
jumlah lesi, penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan
menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila
dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila pengobatan dimulai
lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam cenderung tidak efektif
lagi. Hal ini disebabkan karena varicella merupakan infeksi yang
relatif ringan pada anak-anak dan manfaat klinis dari terapi tidak
terlalu bagus, sehingga tidak memerlukan pengobatan acyclovir
secara rutin. Namun pada keadaan dimana harga obat tidak menjadi
masalah, dan kalau pengobatan bisa dimulai pada waktu yang
menguntungkan menguntungkan pasien ( dalam 24 jam setelah
timbul ruam ), dan ada kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan
sehingga orang tua pasien dapat kembali bekerja, maka obat
antivirus dapat diberikan.
d) Pada remaja dan dewasa
Pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir dengan
dosis 5x800 mg selama 5 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian
terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam,
demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo.
Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol
pada orang dewasa muda yang sehat dengan varicella menunjukkan
bahwa pengobatan dini (dalam waktu 24 jam setelah timbulnya
ruam) dengan acyclovir oral ( 5x800 mg selama 7 hari ) secara
signifikan mengurangi terbentuknya lesi yang baru, mengurangi
luasnya lesi yang terbentuk, dan menurunkan gejala dan demam.
Dengan demikian, pengobatan rutin dari varicella pada orang dewasa
tampaknya masuk akal. Meskipun tidak diuji, ada kemungkinan
bahwa famciclovir, yang diberikan dengan dosis 500 mg per oral
setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan dosis 1000 mg per oral setiap
8 jam mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir pada remaja
normal dan dewasa, Banyak dokter tidak meresepkan acyclovir
untuk varicella selama kehamilan karena risiko bagi janin yang
dalam pengobatan belum diketahui. Sementara dokter lain
merekomendasikan pemberian acyclovir secara oral untuk infeksi
pada tri semester ketiga ketika organogenesis telah sempurna, ketika
mungkin ada peningkatan terjadinya resiko pneumonia varicella, dan
ketika infeksi dapat menyebar ke bayi yang baru lahir. Pemberian
acyclovir intravena sering dipertimbangkan untuk wanita hamil
dengan varicella yang disertai dengan penyakit sistemik.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Umum
1. Istirahat dan pemberian asupan cairan yang cukup.
2. Isolasi untuk mencegah penularan.
3. Diet bergizi tinggi (Tinggi kalori dan Protein).
4. Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat.
5. Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit,
misalnya pemberian antiseptik pada air mandi.
6. Upayakan agar vesikel tidak pecah.
7. Jangan menggaruk vesikel.
8. Kuku jangan dibiarkan panjang.
9. Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepal-tepalkan
handuk pada kulit, jangan digosok.
b. Pencegahan
1. Hindari kontak dengan penderita.
2. Tingkatkan daya tahan tubuh.
3. Imunoglobulin Varicella
a. Dapat mencegah (atau setidaknya meringankan terjadinya
cacar air). Bila diberikan dalam waktu maksimal 96 jam
sesudah terpapar.
b. Dianjurkan pula bagi bayi baru lahir yang ibunya
menderita cacar air beberapa saat sebelum atau sesudah
melahirkan.
F. Komplikasi
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi
lebih sering terjadi pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia,
glomerulonephritis, karditis, hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis,
arteritis, dan kelainan darah (beberapa macam purpura) (Djuanda, Adhi.,
dkk, 2011).
Pada anak sehat, varicella merupakan penyakit ringan dan jarang
disertai komplikasi. Angka mortalitas pada anak usia 1-14 tahun
diperkirakan 2/100.000 kasus, namun pada neonatus dapat mencapai
hingga 30%. Komplikasi tersering umumnya disebabkan oleh infeksi
sekunder bakterial pada lesi kulit, yang biasanya disebabkan oleh
Stafilokokus aureus atau Streptokokus beta hemolitikus grup A, sehingga
terjadi impetigo, furunkel, selulitis, atau erisipelas, tetapi jarang terjadi
gangren. Infeksi fokal tersebut sering menyebabkan jaringan parut, tetapi
jarang terjadi sepsis yang disertai infeksi metastase ke organ yang lainnya.
Vesikel dapat menjadi bula bila terinfeksi stafilokokus yang menghasilkan
toksin eksfoliatif (Siregar, RS, 2004).
Pneumonia varicella hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak,
biasanya disebabkan oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna.
Pneumonia varicella jarang didapatkan pada anak dengan system
imunologis normal, sedangkan pada anak dengan defisiensi imunologis
atau pada orang dewasa tidak jarang ditemukan (Hasan, Rusepno dan
Husein Alatas, 2007).
Pneumonia, otitis media, dan meningitis supurativa jarang terjadi dan
responsif terhadap antibiotik yang tepat. Bagaimanapun juga, superinfeksi
bakteri umum dijumpai dan berpotensi mengancam kehidupan pada pasien
dengan leukopenia (Hasan, Rusepno dan Husein Alatas, 2007).
Varicella pada kehamilan mengancam ibu dan janinnya. Infeksi yang
menyebar luas dan varicella pneumonia dapat mengakibatkan kematian
pada ibu, tetapi baik kejadian maupun keparahan pneumonia varicella
tampaknya meningkat secara signifikan pada kehamilan. Janin dapat
meninggal karena kelahiran prematur atau kematian ibu karena varicella
pneumonia berat, tetapi varicella selama kehamilan, tidak, jika tidak secara
subtansial meningkatkan kematian janin. Namun demikian, pada varicella
yang tidak disertai komplikasi, viremia pada ibu dapat menyebabkan
infeksi intrauterin (kongenital), dan dapat menyebabkan abnormalitas
kongenital. Varicella perinatal (varicella yang terjadi dalam waktu 10 hari
dari kelahiran) lebih serius daripada varicella yang terjadi pada bayi yang
terinfeksi beberapa minggu kemudian (Siregar, RS, 2004).
Morbiditas dan mortalitas pada varicella secara nyata meningkat pada
pasien dengan defisiensi imun. Pada pasien ini replikasi virus yang terus-
menerus dan menyebar luas mengakibatkan terjadinya viremia yang
berkepanjangan, dimana mengakibatkan ruam yang semakin luas, jangka
waktu yang lebih lama dalam pembentukan vesikel baru, dan penyebaran
visceral klinis yang signifikan. Pada pasien dengan defisiensi imun dan
diterapi dengan kortikosteroid mungkin dapat berkembang menjadi
pneumonia, hepatitis, encephalitis, dan komplikasi berupa perdarahan,
dimana derajat keparahan dimulai dari purpura yang ringan hingga parah
dan seringkali mengakibatkan purpura yang fulminan dan varicella
malignansi (Siregar, RS, 2004).
Komplikasi pada susunan saraf seperti ensefalitis, ataksia, nistagmus,
tremor, myelitis transversa akut, kelumpuhan saraf muka, neuromielitis
optika atau penyakit Devic dengan kebutaan sementara, sindroma
hipotalamus yang disertai dengan obesitas dan panas badan yang berulang-
ulang. Penderita varicella dengan komplikasi ensefalitis setelah sembuh
dapat meninggalkan gejala sisa seperti kejang, retardasi mental dan
kelainan tingkah laku (Hasan, Rusepno dan Husein Alatas, 2007).
Komplikasi susunan saraf pusat pada varicella terjadi kurang dari 1
diantara 1000 kasus. Varicella berhungan dengan sindroma Reye
(ensepalopati akut disertai degenerasi lemak di liver) yang khas terjadi 2
hingga 7 hari setelah timbulnya ruam. Dulu, dari 15-40% pada semua
kasus sindroma Reye berhubungan dengan varicella, khususnya pada
penderita yang diterapi dengan aspirin saat demam, dengan mortalitas
setinggi 40%. Ataksia serebri akut lebih umum terjadi daripada kelainan
neurologi yang lainnya. Encephalitis lebih jarang lagi terjadi yaitu pada 1
diantara 33.000 kasus, tetapi merupakan penyebab kematian tertinggi atau
menyebabkan kelainan neurologi yang menetap. Patogenesa terjadinya
ataksia serebelar dan ensephalitis tetap jelas, dimana pada banyak kasus
ditemukan adanya VZV antigen, VZV antibodi, dan VZV DNA pada
cairan cerebrospinal pada pasien, yang diduga menyebabkan infeksi secara
langsung pada sistem saraf pusat (Martin, Kurniawan., dkk, 2009).
Anak dengan sistem imunologis yang normal jarang mendapat
komplikasi tersebut di atas, sedangtkan anak dengan defisiensi imunologis,
anak yang menderita leukemia, anak yang sedang mendapat pengobatan
anti metabolit atau steroid (penderita sindrom nefrotik, demam reumatik)
dan orang dewasa sering mendapat komplikasi tersebut, kadang-kadang
varicella pada penderita tersebut dapat menyebabkan kematian (Hasan,
Rusepno dan Husein Alatas, 2007).
Daftar Pustaka

1. Jurnal_www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/varicella.pdf.

2. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Adhi, Edisi Enam
Cetakan Kedua, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2010,
hal 115.

3. Behrman, Richar E.. Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta: EGC, 1992.

4. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Varisela (cacar air,”chicken pox”). Buku


Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 2. Jakarta: Infomedika, 2007.

5. Martin, Kurniawan., dkk. Varicela Zoster Pada Anak. Yogyakarta. 2009.


(file:///C:/Documents%20and%20Settings/Windows%20XP/My
%20Documents/Downloads/83-89-1-PB.pdf, Diakses 22 Desember 2015).

6. Wilkinson, Judith dan Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis


Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC, 2011.

7. Jurnal_http://kejoraindonesia.com/apakah-itu-cacar-air/.

Anda mungkin juga menyukai