Untitled
Untitled
PENDAHULUAN
Pada infeksi virus dengue gejala utamanya adalah demam yang disertai nyeri pada
kepala, daerah orbita, nyeri otot, nyeri sendi, mual muntah, ruam, tanda warning sign,
tourniquet positif dan leukopenia.5 Penyakit ini apat bersifat asimtomatik dan simtomatik.
Pembagian dengue simtomatik di bagi menjadi demam yang tidak spesifik, dengue fever
dan dengue hemoragic fever dengan syok dan tanpa syok. Pada infeksi virus dengue ini
dapat terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh dan sehingga dapat membuat
keaadaan menjadi kritis oleh karena terjadi syok atau DSS ( Dengue Shock Syndrome).
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
1
ditandai oleh tanda renjatan atau syok dapat berakibat fatal. Kegawatdaruratan dari virus
dengue ini dinyatakan sebagai salah satu masalah kesehatan global. 4
1.2 Tujuan
1. Mengetahui tentang definisi dari penyakit dengue fever, dengue hemoragic fever dan
dengue shock syndrome.
2. Mengetahui etiologi infeksi virus dengue.
3. Mengetahui patofisiologi terjadinya infeksi virus dengue hingga terjadinya shock.
4. Mengatahui pemeriksaan yang dilakukan pada infeksi virus dengue.
5. Mengetahui tatalaksana infeksi virus dengue terutama pada kasus dengue shock
syndrome.
1.3 Manfaat
Dapat menambah wawasan mengenai infeksi virus dengue, agar lebih waspada dini
terhadap penyakit tersebut dan mengatahui tanda dan gejala serta tanda bahaya dari
penyakit tersebut.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Spektrum klinis infeksi virus dengue bervariasi tergantung dari faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus.
Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam,
mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated
febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah
Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).
2.2 Etiologi
Infeksi virus dengue sebabkan oleh nyamuk aedes aegypti, dan aedes albopictus yang
terdapat RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul
lipid.1 Virus ini termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae, genus
Flavivirus. mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. 2 Keempat serotipe
ditemukan di Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak. Seseorang yang tinggal di daerah
endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe
virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan
virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa
keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan
serotipe yang dominan dan diasumsikan menunjukkan manifestasi klinik yang berat.6,7
Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti dan
A.albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Nyamuk Aedes tersebut dapat
mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia.
Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat
gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya
(transovanan transmission). Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh
3
nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period)
sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi
bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas
sampai 5 hari setelah demam timbul.6,7
Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi
daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus sehingga dapat
bsifat asimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas (undifferentiated fever), demam
dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom syok dengue (SSD).2,3,4
4
Gambar 2.2 Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue
a. Demam Dengue
Gejala klasik ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle
back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi,
mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada
awal penyakit (1-2 hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam
merah halus pada hari ke-6 atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain
itu, dapat juga ditemukan petekie. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam
dengue yang disertai dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan
saluran cerna, hematuri, dan menoragi. 2,3,4
Bentuk klasik ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan
muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual,
dan muntah sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium
dan dibawah tulang iga. Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet
(Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena.
5
Kebanyakan kasus, petekie halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah,
dan palatumole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan
perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan
pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm
di bawah arcus costae kanan. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada
saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi
yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan
perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami
syok. 2,3,4
Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai
hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok
yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan
nadi < 20 mmHg, hipotensi, pengisian kapiler terlambat dan produksi urin yang berkurang.
Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Bila
terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan
berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna. infeksi
(pneumonia, sepsis, flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik
infeksi virus yang tidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati. Pada masa penyembuhan
yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau
aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup
dan kembalinya nafsu makan.2,3,4
Patogenesis virus dengue masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori
yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous
infection) dan hipotesis immune enhancement. 2,3,4
6
membentuk kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari
membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak
dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag
(respon antibodi anamnestik).2,3,4
Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-
antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma
merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga
menyebabkan hipovolemia hingga syok. 2,3,4
Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti
dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya
cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Virus dengue dapat mengalami
perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh
manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
7
genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. 2,4
8
mekanisme kompensasi stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi
trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya
koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan
peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor
pembekuan.2,3
9
2.4 Diagnosis
1. Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Pada infeksi virus dengue gejala utamanya adalah demam dirasakan dapat hingga 7 hari,
demam berpola remiten panas dapat turun namun tidak dapat turun ke suhu normal dan
kembali naik atau disebut pola tapak kuda. Masa kritis pada infeksi virus dengue ini adalah
pada hari 3 hingga hari ke 5. Selain demam keluhan dapat diikuti antara lain 2 atau lebih dari
gejala berikut yaitu nyeri pada kepala, daerah orbita, nyeri otot, nyeri sendi, mual muntah,
ruam, pemeriksaan tourniquet (+) ditemukan patekie lebih dari sama dengan 10, tanda
warning sign antara lain penurunan kesadaran, nyeri perut yang parah, mual, muntah yang
persisten, sesak oleh karena akumulasi cairan di paru. Dan disertai tanda yang ditemukan
pada pemeriksaan fisik seperti pendarahan pada mukosa seperti gusi berdarah, mimisan,
pembesaran hepar, ronkhi pada paru, asites dan di tambah oleh pemeriksaan penunjang
dengan peningkatan hematocrit >20% dan disertai penurunan platelet < 100.000.8
1. Darah Lengkap :
2. Uji Serologi :
- Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination Inhibition Test = HI test)9,10
Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling sering dipakai dan
digunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis. Terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam uji HI ini :
a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak dapat
menunjukan tipe virus yang menginfeksi
b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48 tahun), maka uji ini baik
digunakan pada studi seroepidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat dari titer serum akut
atau konvalesen dianggap sebagai presumtive positif, atau diduga keras positif infeksi
dengue yang baru terjadi (Recent dengue infection )
- Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test )9,10
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin ,
prosedurnya juga memerluikan tenaga periksa yang sudah berpengalaman. Berbeda
dengan antibodi HI, antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan sampai beberapa tahun
saja ( 2 – 3 tahun ).
11
- Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test )9,10
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization
Test ( PRNT ) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi
neutralisasi dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi komplemen
tetapi lebih cepat dari antibodi fiksasi dan bertahan lama (48 tahun). Uji neutralisasi juga
rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang banyak sekali dipakai.
Sesuai namanya test ini akan mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam uji mac elisa adalah :
Pada perjalanan penyakit hari 4 – 5 virus dengue, akan timbul IgM yang diikuti oleh
IgG.
Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat ditentukan diagnosis
yang tepat.
Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.
Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.
IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 – 3 bulan setelah adanya infeksi. Untuk
memeperjelas hasil uji IgM dapat juga dilakukan uji terhadap IgG. Untuk itu uji IgM
tidak boleh dipakai sebagai satu – satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI, dengan kelebihan uji
mac elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama
dengan uji HI.
- IgG Elisa
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding dengan uji HI , hanya
sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang kita uji untuk infeksi dengue IgM / IgG
dengue blot, dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG elisa, yang telah beredar di pasaran. Pada
dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase konvalesen
terhadap titer antibodi fase akut (naik empat kali kelipatan atau lebih).11
12
- Reverse Transcriptase Polymerase Chai Reaction (RTPCR) :
3. Pemeriksaan Radiologi
Kelainan yang bisa didapatkan antara lain 2:
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Kardiomegali atau efusi perikard
4. Hepatomegali
5. Cairan dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea
2.5 Penatalaksanaan
1. Grup A
Yang termasuk Grup A adalah pasien yang tanpa disertai warning signs dan mampu
mempertahankan asupan oral cairan yang adekuat dan memproduksi urine minimal sekali
13
dalam 6 jam. Sebelum diputuskan rawat jalan, pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan.
Pasien dengan hematokrit yang stabil dapat dipulangkan. Terapi di rumah untuk pasien Grup
A meliputi edukasi mengenai istirahat atau tirah baring dan asupan cairan oral yang cukup,
serta pemberian parasetamol. Pasien beserta keluarganya harus diberikan KIE tentang
warning signs secara jelas dan diberikan instruksi agar secepatnya kembali ke rumah sakit
jika timbul warning signs selama perawatan di rumah.8
2. Grup B
Yang termasuk Grup B meliputi pasien dengan warning signs dan pasien dengan
kondisi penyerta khusus (co-existing conditions). Pasien dengan kondisi penyerta khusus
seperti kehamilan, bayi, usia tua, diabetes mellitus, gagal ginjal atau dengan indikasi sosial
seperti tempat tinggal yang jauh dari RS atau tinggal sendiri harus dirawat di rumah sakit.
Jika pasien tidak mampu mentoleransi asupan cairan secara oral dalam jumlah yang cukup,
terapi cairan intravena dapat dimulai dengan memberikan larutan NaCl 0,9% atau Ringer’s
Lactate dengan kecepatan tetes maintenance. Monitoring meliputi pola suhu, balans cairan
(cairan masuk dan cairan keluar), produksi urine, dan warning signs.8
Tatalaksana pasien infeksi dengue dengan warning signs adalah sebagai berikut:
1. Mulai dengan pemberian larutan isotonic (NS atau RL) 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam,
kemudian kurangi kecepatan tetes menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kemudian
kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam sesuai respons klinis.
2. Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematokrit. Jika hematokrit stabil atau hanya
meningkat sedikit, lanjutkan terapi cairan dengan kecepatan 2-3 ml/kg/jam selama 2-4
jam.
3. Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat nilai HCT, tingkatkan
kecepatan tetes menjdai 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam
4. Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan evaluasi kecepatan tetes infuse.
Kurangi kecepatan tetes secara gradual ketika mendekati akhir fase kritis yang
diindikasikan oleh adanya produksi urine dan asupan cairan yang adekuat dan nilai
hematokrit di bawah nilai baseline.
14
5. Monitor tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai pasien melewati fase
kritis), produksi urine, hematokrit (sebelum dan sesudah terapi pengganti cairan,
kemudian setiap 6-12 jam), gula darah, dan fungsi organ lainnya (profil ginjal, hati, dan
fungsi koagulasi sesuai indikasi).
c. Grup C
Yang termasuk Grup C adalah pasien dengan kebocoran plasma (plasma leakage)
berat yang menimbulkan syok dan/atau akumulasi cairan abnormal dengan distres nafas,
15
perdarahan berat, atau gangguan fungsi organ berat. Terapi terbagi menjadi terapi syok
terkompensasi (compensated shock) dan terapi syok hipotensif (hypotensive shock).8
1. Mulai resusitasi dengan larutan kristaloid isotonik 5-10 ml/kg/jam selama 1 jam. Nilai
kembali kondisi pasien, jika terdapat perbaikan, turunkan kecepatan tetes secara gradual
menjadi 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam,
kemudian 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam dan selanjutnya sesuai status hemodinamik
pasien. Terapi cairan intravena dipertahankan selama 24-48 jam.
2. Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit setelah bolus cairan pertama. Jika nilai
hematorit meningkat atau masih tinggi (>50%), ulangi bolus cairan kedua atau larutan
kristaloid 10-20 ml/kg/jam selama 1 jam. Jika membaik dengan bolus kedua, kurangi
kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam dan lanjutkan pengurangan
kecepatan tetes secara gradual seperti dijelaskan pada poin sebelumnya.
3. Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan adanya perdarahan dan
memerlukan transfusi darah (PRC atau whole blood).
16
Gambar 2.8 Algoritme Kelompok C dengan tanda warning sign disertai syok terkompensasi
1. Mulai dengan larutan kristaloid isotonik intravena 20 ml/kg/jam sebagai bolus diberikan
dalam 15 menit.
2. Jika terdapat perbaikan, berikan cairan kristaloid atau koloid 10 ml/kg/jam selama 1 jam,
kemudian turunkan kecepatan tetes secara gradual.
3. Jika tidak terdapat perbaikan atau pasien masih tidak stabil, evaluasi nilai hematokrit
sebelum bolus cairan. Jika hematokrit rendah (<40%), hal ini menandakan adanya
perdarahan, siapkan cross-match dan transfusi. Jika hematokrit tinggi dibandingkan nilai
17
basal, ganti cairan dengan cairan koloid 10-20 ml/kg/jam sebagai bolus kedua selama 30
menit sampai 1 jam, nilai ulang setelah bolus kedua.
4. Jika terdapat perbaikan, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam,
kemudian kembali ke cairan kristaloid dan kurangi kecepatan tetes seperti poin
penjelasan sebelumnya.
5. Jika pasien masih tidak stabil, evaluasi ulang nilai hematokrit setelah bolus cairan kedua.
Jika nilai hematokrit menurun, hal ini menandakan adanya perdarahan. Jika hematokrit
tetap tinggi atau bahkan meningkat (>50%), lanjutkan infus koloid 10-20 ml/kg/jam
sebagai bolus ketiga selama 1 jam, kemudian kurangi menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2
jam, kemudian ganti dengan cairan kristaloid dan kurangi kecepatan tetes.
6. Jika terdapat perdarahan, berikan 5-10 ml/kg/jam transfusi PRC segar atau 10-20
ml/kg/jam whole blood segar.
18
Gambar 2.8 Algoritme Kelompok C dengan tanda warning sign disertai syok tidak
terkompensasi
19
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama : Anak RZ
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Sungai Raya Dalam, Pontianak
Umur : 11 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Melayu
Anak ke : 2 dari 2 bersaudara
Tanggal Rawat : 9 September 2011
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis dengan Ibu pasien dan
pasien sendiri pada tanggal 11 September 2011.
Keluhan Utama
Demam
20
jaga IGD pasien disarankan untuk dirawat inap akan tetapi keluarga pasien menolak
dan memilih untuk dirawat jalan dengan alasan jarak tempat tinggal dan rumah sakit
yang relatif dekat. Oleh dokter jaga di IGD diberi obat penurun panas dan antibiotik
dan diberikan saran agar segera kembali ke rumah sakit apabila keadaan pasien
semakin memburuk.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien dibawa kembali ke IGD RSDS
dikarenakan di rumah pasien muntah-muntah sebanyak 3x, jumlah ± 3 sendok makan
s/d ¼ gelas per kali, berisi apa yang dimakan, muntah tidak menyemprot.
Pasien juga mengeluh nyeri perut sejak 12 jam sebelum masuk RS terutama di ulu
hati dan perut bagian kanan atas, kaki dan tangan teraba dingin sejak 3 jam sebelum
masuk RS. Riwayat perdarahan dari hidung, gusi, saluran cerna, dan tempat lain
disangkal. Buang air kecil jumlah dan warna biasa, terakhir 2 jam sebelum masuk RS
sekitar ½ botol aqua ukuran sedang. Selama empat hari pasien belum buang air besar.
Pasien tidak memiliki riwayat ke luar kota sebelumnya.
Satu hari setelah masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan nyeri perut yang
dirasakan semakin bertambah terutama di bagian perut kanan atas. Demam sudah turun
dan kedua kaki dan tangan masih terasa dingin. BAK menjadi semakin sedikit dan
jarang.
Pada keluarga maupun tetangga sekitar rumah tidak ada yang mengalami penyakit
yang serupa seperti pada pasien. Namun, di lingkungan sekolah, terdapat beberapa
teman pasien yang menderita DBD dan sempat dirawat di rumah sakit.
21
Riwayat Kehamilan Ibu
Pasien dikandung cukup bulan dan ibunya sering memeriksakan diri ke bidan
selama masa kehamilan. Ibunya tidak pernah mengalami kelainan selama masa
kehamilan.
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan, cukup bulan, langsung menangis, tidak terdapat badan biru
maupun kuning saat lahir. Berat badan lahir sekitar 3400 gram dengan panjang badan
Ibu tidak ingat.
Riwayat Makanan
Pasien mendapat ASI ekslusif sampai usia 6 bulan. Saat ini pasien makan tiga kali
sehari. Pasien makan nasi dengan berbagai lauk setiap harinya, namun pasien tidak
suka makan sayur-sayuran. Pasien terkadang minum susu instan tetapi tidak rutin.
Riwayat Imunisasi
Imunisasi wajib pasien lengkap
22
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status antropometri
Berat badan : 42 Kg
Tinggi Badan : 145 cm
BB persenti 57- 70
PB Persentil 75
BB/U : 42/36 X 100% = 116,7 (gizi baik)
TB/U : 148/143 x 100% = 103,5% (gizi baik/ normal)
BB/TB : 42/40 X 100% = 105% (normal)
Kesan : gizi baik
IMT
42/(1,48)2 = 19,17 (menurut kurva NCHS berdasarkan IMT/umur didapatkan
hasil diantara persentil 75 dan 85 = gizi normal)
23
Telinga : Normotia, serumen -/-, sekret -/-
Hidung : Deviasi septum -/-, mucosa hiperemis -/-, secret -/-
Mulut : Lidah kotor (-), tonsil dan faring tidak hiperemis, mukosa
bibir, kering, sianosis perioral (-)
Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar thyroid tak teraba
membesar.
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : dalam batas normal, tidak terdapat pembesaran jantung
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-) gallop (-)
Pulmo
Abdomen
Dada
24
Palpasi : lemas, hepar teraba 3 cm bawah arcus costae dan 5 cm
bawah processuss xiphoideus, tepi tajam, permukaan rata,
konsistensi kenyal, nyeri tekan (+), nyeri tekan
epigastrium (+),lien tidak teraba,
Perkusi : Timpani, regio kuadran kanan atas pekak, shifting
dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 10 September 2011
10/09/2011 05:41 (IGD)
Leukosit 11.300 / µL
Eritrosit 5.200 / µL
Trombosit 143.000 / µL
Hb 14,1 g/dL
Ht 41,7 %
10/09/2011 18:32
Leukosit 8.500 / µL
25
Eritrosit 6.400 K/ µL
Trombosit 60.000 / µL
Hb 16,6 g/dL
Ht 49,8 %
Kesan: terjadi penurunan trombosit (trombositopenia), peningkatan Hb dan Ht
26
nafas 24x/menit,Suhu tubuh 36,9 °C, hepatomegali, nyeri tekan epigastrium (+), pulsasi
arteri perifer teraba lemah dan hasil uji rumple leed (+). Status gizi baik. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan Hb, Ht dan terdapat trombositopenia.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : Demam Berdarah Dengue derajat III(Dengue Shock
Syndrome)
Diagnosis banding : Malaria
Rencana diagnostik
Pemeriksaan darah perifer lengkap setiap 6-8 jam.
Monitor tanda vital setiap 15-30 menit
Pemeriksaan Malaria Kuantitatif (Hapus darah tebal dan tipis)
G. Tatalaksana
Medikamentosa
O2 2L/menit, nasal
IVFD RL 20 cc/kgBB/30 mnt
840 cc/30 mnt
560 tetes/menit (makro)
kemudian bila syok teratasi dilanjutkan IVFD RL 10 cc/KgBB/jam 420
cc/jam atau 140 tetes/menit makro, bila tidak teratasi maka lanjutkan IVFD RL
840 cc/jam atau 280 tetes/menit makro. Jika kondisi tetap stabil dan membaik
maka cairan diturunkan menjadi 210 cc/jam atau 70 tetes/menit makro. Jika
dalam 24 jam kondisi membaik dan stabil maka cairan diturunkan lagi menjadi
126 cc/jam atau 42 tetes/menit makro.
Paracetamol 3 x 500 mg PO bila suhu > 38oC
Ranitidine 2 x 50 mg IV
Inj Cefotaxime 3 x 500 mg iv.
Pasang Douer Catheter
Non medikamentosa
Bedrest (tirah baring)
Minum air yang banyak
27
Mengedukasi keluarga pasien untuk melakukan kegiatan pencegahan DBD
dengan 3M, yaitu menutup, menguras, mengubur barang-barang yang dapat
menampung air. Menganjurkan agar pasien memakai repellan untuk mencegah
gigitan nyamuk
Menjaga asupan nutrisi yang seimbang, baik kualitas, maupun kuantitasnya.
H. PROGNOSIS
Quo Ad vitam : Ad bonam
Quo Ad functionam : Ad bonam
Quo Ad sanactionam : Ad bonam
CATATAN KEMAJUAN
Senin, 12/09/11
S Perut terasa sakit, demam (+), nafsu makan kurang, Belum BAB (-),
kaki dan tangan masih terasa dingin
Balance + 540 cc
28
Pemeriksaaan laboratorium pukul 10:09
Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg
Inj Cefotaxime 3x500 mg iv
Drip Cernovit 3 x 15 cc
Monitor tanda vital tiap 15-30 menit
Rencana pemeriksaan serial tiap 6-8 jam
Selasa, 13/09/11
S Perut sakit berkurang, demam (-), kaki dan tangan tidak terasa dingin,
kencing banyak
29
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
BACD dan 3 jari BPx, konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi tajam,
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik, CRT <2 detik, Petekie (-).
RL 27 tpm (maintenance)
Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg
Inj Cefotaxime 3x500 mg iv
Rencana pemeriksaan Foto Thoraks AP dan Right Lateral
Decubitus (RLD)
Rabu, 14/09/11
S Sakit perut (-) , demam (-), nafsu makan (+), BAB (+), kaki dan tangan
terasa hangat, muntah (-), BAK lancar dan banyak.
30
Mata: Pupil isokor, bulat, Ø : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL : +/+,
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik, CRT < 2 detik, Petekie (-).
Kamis, 15/09/11
S Sakit perut (-), demam (-), nafsu makan (+) baik, BAB (+), kaki dan
tangan terasa hangat, BAK banyak.
31
NT (+), NT epigastrium (-)
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik, CRT <2 detik, Petekie (-).
A Dengue Shock Syndrome (DBD grade III) teratasi dan dalam perbaikan
P Boleh pulang
Jumat, 16/09/11
Pasien pulang
32
BAB IV
KESIMPULAN
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Guzman MG, Kouri G. Dengue diagnosis, advances and challenges. Int J Infect Dis
2007;8:69-80
2. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics Problem. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-72
3. Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
4. WHO, Regional Office for South East Asia (2011). Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever: Revised and
expanded edition. SEARO Technical Publication Series No. 60. India
5. CDC. Dengue Case Management.
6. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006
7. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 2005
8. World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis, treatment,
prevention and control. New Edition 2009.
9. Buchy P, Yoksan S, Peeling RW, Hunsperger E. Laboratory Tests for The Diagnosis
of Dengue Virus Infection. J Clin Microbiol 2006;40:376-81.
10. Guzman MG, Kouri G. Dengue diagnosis, advances and challenges. Int J Infect Dis
2007;8:69-80.
11. Shu PY. Comparison of a capture immunoglobulin M (IgM) and IgG ELISA and
nonstructural protein NS1 serotype-specific IgG ELISA for differentiation of primary
and secondary dengue virus infections. Clin Diagn Lab Immunol 2006;10:622-30.
12. Chien LJ. Development of a real time reverse transcriptase PCR assays to detect and
serotype dengue viruses. J Clin Microbiol 2008;44:1295-04.
34
13. Lanciotti RS. Rapid detection and typing of dengue viruses from clinical samples by
using reverse transcriptase-polymerase chain reaction. J Clin Microbiol 2008;30:545-
51.
35