Makalah Relasi Agama Dan Negara
Makalah Relasi Agama Dan Negara
SYARIAT ISLAM
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Legislasi Hukum Indonesia
Jurusan Syariah Prodi Hukum Keluarga Islam (HKI 6) Institut Agama Negeri
ASTINA YUSUF
RISAL WIJAYA
SUGIARTI
BONE
2020
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Saran ....................................................................................................
Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya
berupa rahmat, hidayah, dan inayah-Nya serta kesehatan kepada penulis sehingga
selama ini menemani penulis terutamanya orang tua dan keluarga, begitupun
penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman tercinta atas motivasinya dalam
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik, saran dan
masukan yang konstruktif sangat penulis harapakan dari berbagai kalangan demi
perbaikan kedepan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yaitu kehendak umum yang bersifat mendasar. Sebagai faktor instrumental dalam
(law enforcement). Oleh karena itu, doktrin dasar negara, seperti diungkapkan
ttentang hubungan negara dan agama. Nuansa diantara ketiga paradigma ini
M. Din Syamsuddin. Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani, ( cet II ; Jakarta: PT
1
B. Rumusan Masalah
negara?
C. Tujuan
BAB II
2
M. Din Syamsuddin. Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani, h. 58
PEMBAHASAN
A. Paradigma Integratif
konsep bersatuanya agama dan negara. Agama (islam) dan negara, dalam hal ini
tidak dapat dipisahlan ( integtated ). Wilayah negara juga meliputi politik atau
negara. Karenanya menurut paradigma ini, negara merupakan lembaga politik dan
ilahi” ( drivine sovereignty), karena memang kedaulatan itu berasal dan berada di
“tangan” Tuhan.
syi’ah memandang bahwa negara (istilah yang relevan dengan hal ini adalah
dari Tuhan dan diturunkan lewat garis keturunan Nabi Muhammad, legitimasi
politik harus berdasarkan legitimasi keagamaan dan hal inni hanya dimiliki oleh
keturunan Nabi.3
tuhan) dan ‘ismah (kesucian dari dosa), yang hanya dimiliki oleh para keturunan
Nabi, sebagai yang berhak dan absa untuk menjadi “kepala negara” (imam).
3
M. Din Syamsuddin. Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani, h. 58
Sebagai lembaga politik yang didasarkan atas legitimasi keagamaan dan
negara berdasarkan pada wahyu tuhan (syariah). Sifat teokratis dalam pandangan
Republik Islam Iran dengan negara teokratis. Sistem kenegaraan Iran memang
totalitas islam, yakni bahwa islam meliputi seluruh aaspek kehidupan. Menurut
pemisahan antara agama dan politik atau antara agama dan negara. “Syari’ah
kemasyarakatan, tidak ada yang lebih dan tidak ada yang kurang.
4
M. Din Syamsuddin. Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani, h. 59
Negara islam berdasarkan syari’ah itu, dalam pandangan al-Maududi,
harus didasarkan pada empat prinsip dasar, yaitu: bahwa ia mengakui kedaulatan
negara islam bersifat teokratis, terutama menyangkut konstitusi negara yang harus
berdasarkan syari’ah. Tetapi al-Maududi sendiri menolak istilah tersebut dan lebih
demokratis, yaitu adanyya peluang bagi rakyat untuk memilih pemimpin negara.
B. Paradigma Simbiotik
simbiotik, yaitu berhubungan timbal balik dan saling memerlukan. Dalam hal ini
islam terkemuka pada masa klasik. Pada baris pertama dalam karyanya yang
5
M. Din Syamsuddin. Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani, h. 60
memelihara agama dan6 mengatur dunia. Pemeliharaan negara dan pengaturan
sentral sebagai sumber legitimasi terhadap realitas politik. Dalam ungkapan lain,
seperti di isyaratkan oleh agama, dan menjadikan agama sebagai alat justifikasi
simbiosis agama dan negara adalah al-Ghazali (W. 1111). Kendati al-Ghazali
tidak secara khusus dikenal sebagai pemikir politik, namun beberapa karyanya
6
M. Din Syamsuddin. Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani, h. 60
7
M. Din Syamsuddin. Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani, h. 61
Dalam Nasihat al-Mulk, al-Ghazali, antara lain, mengisyaratkan hubungan
pararel antara agama dan negara, seperti yang dicontohkan dalam paralelisme nabi
dan raja. Menurut al-Ghazali, jika tuhan telah mengirim nabi-nabi dan memberi
mereka wahyu, maka Dia juga telah mengirim raja-raja dan memberi mereka
“kekuatan ilahi” (farr-i izadi). Keduanya memiliki tujuan yang sama yakni
munkin dapat berarti antara nagama dan negara, namun paralelisme yang
dilakukannya menunjukkan status tinggi dari raja atau negara dalam hubungannya
dengan nabi atau agama. paralelisme ini dapat ditafsirkan sebagai simbiosis yang
bersifat setara.8 Kesimpulan ini dikuatkan oleh al-Ghazali dalam Kimiya-yi al-
as’adat bahwa agama dan negara adalah saudara kembar (tawaman) yang lahir
Konsep farr-i izadi yang menjadi dasar simbiosis agama dan negara dalam
Konsep ini mengandung arti bahwa kualitas-kualitas tertentu yang harus dimiliki
oleh seorang pemimpin atau kepala negara seperti, pengatahuan, keadilan, dan
negara. Jika demikian adanya, maka al-Ghazali, seperti halnya al-Mawardi, juga
mengajukan pemisahan antara agama dan negara. Dalam kontes islam, paradigma
sekularistik9 menolak pendasaran negara kepada islam atau paling tidak menolak
dakwah, menjaga umat, serta membela tempat dan tanah airnya. Mereka juga
mengingkari hak para pemikir Islam untuk membentuk partai politik yang akan
Salah seorang pemrakarsa paradigma ini adalah Ali Abd al-Raziq, seorang
cebdekiawan muslin dari mesirr. Pada tahun 1925, Ali Abd al-Raziq menerbitkan
Menurut pendapat Ali Abd al-Raziq, tidak ada dalil yang menyuruh islam
murni agama, tidak ada hubungan dengan kekuasaan karena kekuasaan adalah
9
M. Din Syamsuddin. Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani, h. 62
10
Dr. Yusuf Al-Qaradhawi Meluruskan Dikotomi Agama & Politik, h. 141
11
Dr. Yusuf Al-Qaradhawi Meluruskan Dikotomi Agama & Politik, h. 145
Isu sentral dalam risalah Ali Abd al-Raziq, seperti dikutip olehh Diya al-
Din al-Ra’is, adalah bahwa islam tidak mempunyai kaitan apapun dengan sistem
bukanlah sebuaah sistem politik keagamaan atau keislaman, tetapi sebuah sistem
mana mereka harus diperintahkan, tapi islam telah memberi kita kebebasan
intelektual, sosial dan ekonomi yang kita miliki, dan dengan mempertimbangkan
mempunyai dasar baik dalam al-Qur’an maupun al-Hadist. Kedua sumber islam
ini tidak menyebut12 istilah khalifa dalam pengertiann kekhalifaan yang pernah
ada dalam sejarah. Lebih dari pada itu, tidak ada petunjuk yang jelas dalam al-
Qur’an dal al-Hadist yang menentukan suatu bentuk sistem politik untuk didirikan
oleh umat islam. Ali Abd al-Raziq menolak keras pendapat bahwa Nabi
agama dan politik, tepatnya antara misi kenabian dan aktivitas politik. 13 Dia
12
M. Din Syamsuddin. Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani, h. 63
13
M. Din Syamsuddin. Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani, h. 64
memberikan alasan cukup panjang dari perspektif teologis dan historis untuk
dan tidak merefleksikan fungsinya sebagai utusan Tuhan. Bagi Ali Abd al-Raziq,
“Adalah masuk akal bagi seluruh dunia untuk mempunyai satu agama, dan
bahwa seluruh dunia dipimpin oleh satu pemerintahan adalah melampaui watak
merupakan tujuan duniawi yang Tuhan telah menyerahkannya kepada akal kita.
tidak dua arti penting. Pertama, bahwa istilah jama’ah yang mempunyai arti
politik untuk mencapai tujuannya. Dapat disimpulkan dari pandangan Ali Abd al-
Raziq, bahwa masyarakat islam bukanlah masyarakat politik. Tetapi selalu ada
peluang bagi masyarakat ini untuk mewujudkan bentuk pemerintahan islam yang
pandangannya, memandang penting kekuasaan politik. Tapi hal ini tidak berarti
bahwa pembentukann negara atau pemerintahan itu merupakan salah satu ajaran
dasar islam.
Dalam ungkapan lain, kekuasaan politik diperlukan oleh umat islam, tetapi
bukan karena tuntutan agama, melainkan tuntutan situasi sosial dan politik itu
sendiri.14
14
M. Din Syamsuddin. Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani, h. 65
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
negara. Wilayah negara juga meliputi politik atau negara. Karenanya menurut
Tuhan.
simbiotik, yaitu berhubungan timbal balik dan saling memerlukan. Dalam hal ini
B. Saran
Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu perlu teman-teman
mengajukan saran atau kritik demi kesempurnaan dalam makalah ini. Semoga