Anda di halaman 1dari 11

PEMIKIRAN IGNAZ GOLDZIHER DALAM KAJIAN HADIS

Oleh: Siti Durrotun Nafisah

I. PENDAHULUAN
Hadis merupakan sumber hukum agama Islam tertinggi setelah al-
Qur’an, dengan artian bahwa hadis adalah suatu hal pokok dalam mengatur
hokum keagamaan ketika dalam al-Qur’an tidak ditemuakan dan diterangkan
dalam hadis Nabi Muhammad SAW.
Oleh sebab itulah banyak pengkaji hadis baik dari Islam sendiri
maupun non Islam, sebagaimana seorang orientalis yang begitu jenius
mengkaji al-Qur’an maupun hadis, kebanyakan mereka menganggap bahwa
hadis merupakan suatu hal yang sacral bagi umat muslim. Sebagian tujuan
penelitian mereka mengenai hadis adalah untuk menggoyahkan keimanan
para muslim dan tidak lain juga agar orang muslim tersebut goyah akan hal-
hal yang berbau dengan keagamaan Islam, dengan menyebarkan beberapa isu
mereka dapat membumbuhi umat muslim.
Adapun seorang orientalis yang fundamental sekaligus pengkaji hadis
pertama adalah Ignaz Goldziher yang mana menuangkan ide orientalisnya ke
dalam buku berjudul “Muhammedanische Studien”. Terus berjalanya waktu
buku tersebut juga dikaji oleh para orientalis untuk mengikuti langkanya,
yaitu mengkaji tentang Islam, al-Qur’an dan juga hadis.
Oleh sebab itu dalam makalah ini penulis berkeinginan membahas
mengenai isu isu Ignaz Goldzhiher mengenai hadis.

II. PEMBAHASAN
A. Biografi Ignaz Goldziher
1. Data diri dan penjelasan intelektual
Ignaz Goldziher berasal dari Hungaria dari keturunan Yahudi
terpandang, lahir pada tabffal 22 Juni 1850 di kota Székesfehérvar. Dari
keluarganya tersebut ia terbiasa dicekoi tentang keilmuan yang dapat
membentuk pribadi yang semangat dalam mengkaji berbagai teks agama baik
Yahudi sendiri dan juga Islam. Ia juga merupakan tokoh besar orientalis pada
abad 19, beliau biasa disebut sebagai bapak orientalis yang dapat
mempengaruhi pemikiran orientalis setelahnya. Selain itu dalam usia lima
tahun, ia mampu membaca teks Bibel “asli” dalam bahasa Ibrani. 1
Nenek moyangnya adalah tukang emas di Hamburg pada abad ke16,
ayahnya tinggal di Kopeseny, kemudian pindah ke Szekesfehervar. 2 ia belajar
di Budapest, Berlin dan Leipziq. Ignaz merupakan anak yang selalu ingin
tahu, keinginannya untuk memperdalam keilmuannya sangat kuat. Banyak
guru-guru yang memuji kepiawayannya dalam mendefinisikan suatu
permasalahan.
Sejak kecil, ia sudah mendapatkan pendidikan yang bermutu tinggi.
Terbukti pada saat berumur lima tahun ia telah mampu membaca Perjanjian
Lama yang berbahasa Ibrani. Kemudian dilanjutkan dengan mempelajari
Talmud pada saat berusia delapan tahun. Dalam usianya yang ke dua belas, ia
menjadi siswa sekolah yang telah memulai membuat karya tulisnya yang
pertama tentang nenek moyang Yahudi serta pengelompokannya. Saat berusia
enam belas tahun, Universitas Budapest menjadi pilihannya setelah ia lulus
dari sekolah, untuk mempelajari sastra Yunani dan Romawi kuno, bahasa-
bahasa Asia, temasuk bahasa Turki dan Persia. Kecerdasan yang ia miliki
telah mengantarkannya menjadi kandidat doktoral pada usianya yang ke-19 di
universitas Leipzig dan Berlin dengan beasiswa penuh dari Departement
Pendidikan Hongaria pada tahun 1870. Semasa di Budapest, Berlin dan
Leipziq beliau belajar tentang kajian Islam dan pengetahuannya tentang Islam,
itulah yang membuatnya merasa perlu untuk menimba ilmu langsung di dunia
Islam.
Pengalaman paling berharga selama perjalanan intelektualnya adalah
ketika Goldziher mendapat beasiswa dari pemerintah Hungaria untuk belajar
di Universitas al-Azhar, Kairo. Kemudian 10 tahun kemudian, Goldziher tetap
meneruskan karirnya menjadi guru besar bahasa Semit di Universitas

1 Hadis dan Orientalis

2 Rohmansyah, “Hadits dan Sunnah dalam Perspektif Ignaz Goldziher”, dalam Jurnal Ulul Albab,
Vol. 16, No.2, (2016), Hal 237.
Budapest hingga akhir hayatnya, dan Ignaz Goldziher meninggal dunia pada
tanggal 13 November, pada usia 66 tahun.3
2. Karya-karya
Sepulangnya dari al-Azhar ia diangkat menjadi guru besar di
Universitas Budapest. Karya-karya tulisannya yang membahas masalah
keislaman banyak dipublikasikan dalam bahasa Jerman, Inggris dan Prancis.
Bahkan sebagian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Dan yang paling
berpengaruh dari karyakarya tulisannya adalah buku yag berjudul:
Muhammadanische Studien, di mana ia menjadi sumber rujukan utama dalam
penelitian Hadits di Barat. Di samping karyanya yang lain seperti: Le Dogme
et Les Lois de L’Islam (The Principle of Law is Islam), Introduction to Islamic
Theology and Law, Etudes Sur La Tradition Islamique. Ignaz Goldziher telah
menghasilkan banyak karya dalam 29 berbagai bidang, yang meliputi :
Aqidah, fikih, Tafsir, Hadits dan Sastra. Hasil karya kreatifnya dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Muhammadanische Studien diterbitkan tahun 1890 (Studi
Pengikut Muhammad tentang sejarah Islam, khususnya tentang hadits,
2 jilid, 1889-1890)
b. Die Zahiriten Ihr Lhrsystem und Geschicte, (membahas
perkembangan sejarah aliran zahiri)
c. Lesungen den Islam, (membahas tentang pengantar untuk
memahami teologi dan hukum Islam)4
d. Vorlesungen uber den Islam (Introduction to Islamic Theology
and Law)
e. Methodology Among The Hebrews And Its Historical
Development
f. On the History of Grammar Among The Arabs
g. Zahiris: Their Doctrine and Their History, a Contribution
diterbitkan pada tahun 1884
h. Short History of Classical Arabic Literature.5

3 Siti Ana Mariyam, Studi Pemikiran Ignaz Goldziher Tentang Perkembangan Tafsir bi al-Ma’tsur.
(Skripsi di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2016), Hal 33.

4 M. Syukrillah, “Hadis Dan Sunnah Menurut Ignaz Goldziher”, (Skripsi UIN Sunan Ampel, 2015),5.
Selain itu masih banyak karya Ignaz Goldziher yang diterjemahkan
dari bahasa Jerman ke bahasa Inggris maupun ke bahasa Arab dan ke bahasa
lainnya. Kebanyakan buku-buku hasil karyanya yang berbahasa Jerman,
ketika diterjemahkan sudah diedit dan dibubuhi komentar-komentar oleh
penerjemahnya. Untuk karyanya yang merupakan magnum-opus antara lain
berjudul:
1. Vorlesungen uber den Islam (1906), diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris pada decade 80 an menjadi Introduction to Islamic
Theology and Law, dan selanjutnya dalam bahasa Indonesia
diterbitkan oleh Indonesia-Netherlands Cooperation in Islamic
Studies (INIS) pada tahun 1991.
2. Studies in the history of the Language Sciences (1994).
3. Muslim Studies (1967-1977).
4. Die Rrichtungen der Islamischen Koranaus legung (1983).
(Mazhab-Mazhab Tafsir dalam Islam,Leiden, 1920.)
5. Muhadharat fi al-Islam (Heidelberg, 1910).6

B. Pemikiran Ignaz di Bidang Hadis


1. Pengertian sunnah dan hadis
Menurut Goldziher, sunnah bersala dari istilah peganis (mutalah
wathani), yang kemudian diadopsi oleh Islam. Menurutnya, istilah sunnah
sudah ada sejak zaman Jahiliyyah yang merujuk pada adat istiadat nenek
moyang mereka. Istilah ini digunakan untuk metode jalan kehidupan yang
benar baik dalam lingkup pribadi maupun social. Kemudia berkembang
masuk dalam lingkup masyarakat muslim tampa merujuk secara spesifik
sebagai sunnah Rasulallah SAW. 7
Ignaz memberikan beberapa pengertian mengenai hadis dan sunnah,
diantara pengertian hadis menurutnya yaitu:

5 Sri Satriani, Kritik Muhammad Musthafa Azami Terhadap Pemikiran Ignaz Goldziher Tentang Kritik
Matan Hadis, ( Skripsi di UIN Sultan Syarif Kasim, Riau: 2010), Hal 29.

6 Siti Ana Mariyam, Studi Pemikiran Ignaz Goldziher Tentang Perkembangan Tafsir bi al-Ma’tsur.
(Skripsi di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2016), Hal 38.

7 M. Syukrillah, “Hadis Dan Sunnah Menurut Ignaz Goldziher”, (Skripsi UIN Sunan Ampel,
2015),10.
a) Hadis bermakna suatu disiplin ilmu teoritis.8
b) Hadis (tradisi) adalah Bentuk yang memberikan pernyataan
tata cara.9
c) Goldziher menguraikan makna hadis secara terminologis yang
ia sebut sebagai sebuah kisah, dan komunikasi, yang tidak hanya
berlaku di antara orang-orang yang menyebut kehidupan agama sebagai
hadis, tetapi yang dimaksud adalah informasi historis, baik itu yang
bersifat sekular atau keagamaan, masa waktu yang telah lalu atau pun
pada masa tertentu.10
d) hadis merupakan produk kreasi kaum muslimin belakangan,
karena kodifikasi hadis baru terjadi setelah beberapa abad dari masa
hidup Nabi.11
e) Hadis sama dengan bid’ah karena hadis berakar kata dari
muhdats hadast yang memiliki makna sesuatu yang baru.12

Sedangkan penertian sunnah menurutnya yaitu:

a) Sunah adalah tradisi dan kebiasaan yang ada di masyarakat


baik setelah Islam datang ataupun sebelumnya, diikuti secara terus
menerus dan dianggap sebagai peninggalan berharga yang mesti
diikuti. Sunah pada mulanya dipahami sebagai perangkat tata nilai
kehidupan masyarakat universal. Kemudian dipahami sebagai
kebiasaan-kebiasaan tertentu baik teoritis maupun praktis dalam

8 M. Najib Tsauri dan Agung Abdillah, Makna Hadis dan Sunnah Menurut Goldzer, dalam jurnal
Kajian Orientalis Terhadap al-Qur`an dan Hadis, Ed. M. Anwar Syarifuddin, 113

9 Ignaz Goldziher, An Introduction to Islamic Theology and Law (Jakarta: INIS, 1991) hlm. 35.

10 Ignaz Goldziher, Muslim Studies (London: George Alen dan Unwin Ltd, 1971)hlm. 18.

11 M. Najib Tsauri dan Agung Abdillah, Makna Hadis dan Sunnah Menurut Goldzer, dalam jurnal
Kajian Orientalis Terhadap al-Qur`an dan Hadis, Ed. M. Anwar Syarifuddin, 118.

12 Ignaz Goldziher, Muslim Studies, 34.


ibadah dan hukum kaum mukminin pertama yang telah dipraktikkan di
bawah kesaksian Nabi.13
b) Sunnah adalah kompendium aturan-aturan praktis.14
c) Sunnah adalah istilah animis, jahiliyyah, yang kemudian
dipakai oleh orang-orang Islam.15
Dalam pandangan Goldziher, ia mempertahankan perbedaan antara
sunnah dan hadis. Ia menyatakan bahwa hadits bermakna suatu disiplin ilmu
teoritis dan sunnah adalah compendium atau aturan-aturan praksis.16
Selanjutnya dia menegaskan bahwa kedudukan sunnah yang
berpengaruh dalam dunia Islam, tidaklah dipahami karena ia diperkuat oleh
keabsahan atau otentisitas hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW, tetapi
lebih kepada sifat yang dimiliki sunnah yaitu selain sebagai catatan atau fakta
historis dari tradisi bangsa-bangsa Arab dan kenormatifannya bagi generasi-
generasi sesudahnya. Sebelumnya Goldziher menyatakan bahwa sunnah pada
awalnya telah dipakai oleh orang-orang Arab Jahiliyah yang memuliakan
sunnah nenek moyang mereka. Bagi Goldziher, konsep Islam tentang sunnah
adalah sebuah revisi atas adat istiadat yang terjadi saat itu, walaupun tidak
menguatkan dalam arti keseluruhan.17
3. Permulaan penulisan hadis
Ignaz Goldziher berpendapat bahwa hadis ditulis atau dikodifikasi
pertama kali setelah wafatnya Nabi Muhammad. Hadits merupakan hasil
perkembangan Islam dalam bidang agama, politik, dan social dalam kurun
waktu dua abad, yaitu abad pertama dan kedua. Dan hadits itu bukanlah
merupakan dokumen Islam pada masa-masa awal pertumbuhannya,

13 Ahmad Isnaeni, “Pemikiran Goldziher dan Azami Tentang Penulisan Hadis”, dalam Jurnal Studi
Agama dan Pemikiran Islam, vol.6, 02,(2012), 365-366.

14 M. Najib Tsauri dan Agung Abdillah, Makna Hadis dan Sunnah Menurut Goldzer, dalam jurnal
Kajian Orientalis Terhadap al-Qur`an dan Hadis, Ed. M. Anwar Syarifuddin, 113.

15 Ibid,112.

16 Romansyah, “Hadits Dan Sunnah Dalam Perspektif Ignaz Goldziher” Ulul Albab, Vol 16, No.2,
(2015), 242.

17 Romansyah, “Hadits Dan Sunnah Dalam Perspektif Ignaz Goldziher” , 243.


melainkann merupakan salah satu efek kekuasaan Islam pada saat
kejayaannya. 18
4. Pemalsuan hadis
Ignaz mengatakan bahwa hadis yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad Ṣalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam dan para sahabat yang terhimpun
dalam kumpulan hadis-hadis klasik, bukan merupakan laporan yang autentik,
akan tetapi sebuah refleksi doktrinal dari perkembangan politik sejak dua abad
pertama sepeninggal Nabi MuhammadṢalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam. Ia
mengatakan bahwa redaksi/matan hadis yang diriwayatkan oleh perawi-
perawi hadis dinilai tidak akurat.19
Alasan dan data yang disampaikan Ignaz Goldziher tentang pembuatan
Hadis palsu.
 Pertama, pemalsuan Hadis oleh kelompok ulama. Hadis palsu dibuat
dalam bentuk kritik para ulama yang ditujukan kepada penguasa Bani
Umayyah yang dikemas dalam format Hadis Nabi sehingga memiliki nilai
legitimasi ditengah masyarakat.
 Kedua, adanya paksaan penguasa terhadap para ulama untuk membuat
Hadis. Telah terjadi pemaksaan pemerintah Bani Umayyah kepada para ulama
untuk membuat hadis untuk kepentingan penguasa.
 Ketiga, pemalsuan Hadis karena persaingan antar lawan politik. Salah
seorang penguasa Bani Umayyah yaitu Umayyah ibn Abi Sufyan memerintah
gubernurnya, al-Mughirah, untuk tidak mendengar Hadis-hadis yang dibuat
oleh pengikut Ali. Dengan pendekatan free speculation, Goldziher menuduh
kekhalifahan Bani Umayyah sebagai penanggung jawab dan pelaku
pemalsuan Hadis secara resmi.
Goldziher juga menyatakan bahwa para ulama Islam melakukan
inovasi pembuatan Hadis-hadis palsu dalam rangka merealisasikan tujuan-
tujuan mereka membela agama dan memerangi sikap tirani, kezaliman dan

18 Ahmad Isnaini, “Pemikiran Goldziher dan Azami Tentang Penulisan Hadis”, dalam Jurnal Agama
dan Pemikiran Islam, Vol 6, 02, (2012), 365-366.

19 Ignaz Goldziher, Muslim Studies (London: George Alen dan Unwin Ltd, 1971), 187-188.
menarik orang-orang yang terseret gerakan yang menjauh dari aturan-aturan
agama.20

5. Tuduhan terhadap Az-Zuhri sebagai pemalsu hadis


Al-Zuhri, menurut Goldziher telah memalsukan hadis untuk
kepentingan Abd al-Malik bin Marwan yang beroposisi dengan Ibnu al-
Zubayr.21 Adapun Hadis yang dituduh telah dipalsukan oleh al-Zuhri adalah
hadis:
‫ول تشد الرححال إل ثالثاة مساجد مسجد الرحام ومسجد القأصى ومسجدي‬
Tidak dikencangkan tali kendaraan-kendaraan-maksudnya jangan
kalian pergi- kecuali tiga masjid, yaitu Masjid al-Ḥarām, masjidku dan
masjid al-Aqṣā.
Goldziher menuduh hadis di atas adalah palsu, buatan Ibnu Syihab al-
Zuhri atas perintah Abd al-Malik bin Marwan untuk memindah ibadah haji ke
masjid al-Aqṣā, karena Abd al-Malik bin Marwan takut kalau Ibnu al-Zubair
akan menyuruh mereka untuk melakukan baiat kepadanya apabila orang-
orang Syam datang ke Makkah . Dasar pemikirannya ini berdasarkan kritik
matan hadis dalam aspek politik.Untuk argumen tuduhannya ini, ia menukil
keterangan al-Ya’qubi dalam kitabnya al-Tarikh.22
Pendapat Goldziher tentang tuduhan pemalsuan hadis oleh al-Zuhri itu
rancau, karena dalam keterangan al-Ya’qubi dalam kitabnya al-Tarikh,
pembangunan Qubbah al-Shakhra’ baru selesai pada tahun 72 H, dan tahun
75 H Abd al-Malik bin Marwan sendiri pergi beribadah haji ke Makkah.
Selain itu jika dilihat dari segi politik pendapat Goldziher juga sangat lemah
karena pada tahun 72 H itu dan sesudahnya, Makkah berada di bawah
kekuasaan Bani Umayyah. Jadi tidak ada alasan bagi Abd al-Malik bin
Marwan untuk membuat aturan baru sebagai pengganti ibadah haji.

20 Idri, Hadis dan Orientalis, (Depok: Kecana, 2017), 153

21 Ali Mustafa Ya’qub, Kritik Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), 11.

22 Muhammad Mustafa Azami, Hadis Nabawi Dan Sejarah Kodifikasianya, terj. Ali Mustafa Yaqub,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2012) 609.
Selain hal di atas kerancauan juga terdapat dalam pendapat Goldziher
yang mengatakan Abd al-Malik bin Marwan menyuruh Ibnu Syihab al-Zuhri
meriwayatkan hadis dari RasulullahṢalla Allāh ‘Alayhi wa Sallam untuk
memindah ibadah haji keQudus (Jerusalem). Karena dari data sejarah yang
ada al-Zuhri lahir antara tahun 50 H sampai 58 H, dan ia juga tidak pernah
bertemu dengan Abd al-Malik bin Marwan sebelum tahun 81 H. Sedangkan
pembangunan Qubbah al-Shakhra’ selesai pada tahun 72 H. Jadi tidak
mungkin Abd al-Malik bin Marwan menyuruh al-Zuhri untuk meriwayatkan
hadis di depan umum pada tahun 72 H, sedangkan mereka pertama kali
bertemu pada tahun 81 H.
6. Bantahan Terhadap Ignaz
cukup banyak sebuah gujatan atau kritikan mengenai pemikiran Ignaz
Goldziher tentang hadis dan bukunya baik dari kalangan orientalis sendiri
atau dari muslim. Diantaranya yaitu:
Sezgin, orientalis Jerman, dalam volume pertama bukunya Geschichte
des Arabischen Schrifttums memaparkan kelemahan argumentasi Goldziher
dan berkesimpulan bahwa karya Goldziher adalah miskin dibandingkan
dengan keluasan keilmuan hadis muslim dalam ushul al-hadits. Dan ia
berkomter bahwa Goldziher minim dalam memahami buku-buku hadis.
Secara detail Sezgin menjelaskan;
a) Pencatatan hadis. Hadis ditulis dalam bentuk lembaran atau buku kecil
di masa sahabat dan tabi’in dan inilah yang disebut shahifah.
b) Pengumpulan hadis. Penyusunan rapi dilakukan seperempat terakhir
dari abad pertama Hijriyah sampai seperempat pertama abad kedua
Hijriyah.
c) Pengklasifikasian hadis. Hadis diklasifikasi menurut kandunganya, hal
ini dimulai sejak 125 H sampai akhir abad kedua. Terdapat perubahan
format penyusunan, namun pada umumnya berbentuk sistematika nama
sahabat.
H. Motki juga mengomentari tentang pendapat Ignaz Goldziher, dalam
paper penelitiannya yang berjudul The Musannaf of Abd al-Razzaq
alSan’ani as a Source of Authentic Ahadits of the First Century A.H yang
dipresentasikanya pada The Colloquium on Hadith Historiography yang
diadakan di Oxford pada September 1988, H. Motzki mengkritik
pendekatan sarjana Barat yang lebih terfokus pada muatan isi teks (
content of the text ) saat menilai otentitas suatu hadis, termasuk yang
dilakukan oleh Goldziher dan Schacht, ia menulis yang artinya :
“Tesis Ignaz Goldziher bahwa tradisi ( sunnah ) yang dianggap
berasal dari Nabi dan para sahabat yang terkandung dalam koleksi
kitab hadis klasik bukanlah laporan otentik dari mereka melainkan
mencerminkan perkembangan doktrinal dan politik dua abad
pertama setelah kematian Muhammad. Hal ini berdasarkan terutama
pada analisis isi ( matan ) hadis dan bukan berdasarkan sanad para
perawi.”23

III.KESIMPULAN
Ignaz Goldziher merupan seoarng orientalis pertama yang mengkaji
tentang hadis, ia membedakan antara hadis dan sunnah. Hadis menurutnya
adalah suatu disiplin ilmu teoritis dan sunnah adalah compendium atau aturan-
aturan praksis, namun selanjutnya dia menegaskan bahwa kedudukan sunnah
yang berpengaruh dalam dunia Islam, tidaklah dipahami karena ia diperkuat
oleh keabsahan atau otentisitas hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW,
tetapi lebih kepada sifat yang dimiliki sunnah yaitu selain sebagai catatan atau
fakta historis dari tradisi bangsa-bangsa Arab dan kenormatifannya bagi
generasi-generasi sesudahnya. Ia juga melontarkan sebuah isu bahwa hadis
banyak mengandung kepalsuan yang ditulis setelah wafatnya Rasulallah, ia
juga menuduh az-Zuhri sersangkut pautan dalam pemalsuan hadis untuk
urusan pribadi.

Daftar Pustaka

Azami, Muhammad Mustafa, Hadis Nabawi Dan Sejarah Kodifikasianya, terj. Ali Mustafa Yaqub,
Jakarta: Pustaka Firdaus, 2012.

Goldziher, Ignaz. An Introduction to Islamic Theology and Law Jakarta: INIS, 1991.

23 M. Syukrillah, Hadis dan Sunnah Menurut Ignaz, 9.


Goldziher, Ignaz. Muslim Studies London: George Alen dan Unwin Ltd, 1971.

Idri, Hadis dan Orientalis, Depok: Kencana, 2017.

Isnaini, Ahmad “Pemikiran Goldziher dan Azami Tentang Penulisan Hadis”, dalam Jurnal Agama dan
Pemikiran Islam, Vol 6, 02, 2012.

M. Syukrillah, “Hadis Dan Sunnah Menurut Ignaz Goldziher”, Skripsi UIN Sunan Ampel, 2015.

Mariyam, Sri Satriani, Kritik Muhammad Musthafa Azami Terhadap Pemikiran Ignaz Goldziher
Tentang Kritik Matan Hadis, Skripsi di UIN Sultan Syarif Kasim, Riau: 2010.

Rohmansyah, “Hadits dan Sunnah dalam Perspektif Ignaz Goldziher”, dalam Jurnal Ulul Albab, Vol.
16, No.2, 2016.

Siti Ana. Studi Pemikiran Ignaz Goldziher Tentang Perkembangan Tafsir bi al-Ma’tsur. Skripsi di UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2016.

Tsauri, M. Najib dan Agung Abdillah, Makna Hadis dan Sunnah Menurut Goldzer, dalam jurnal
Kajian Orientalis Terhadap al-Qur`an dan Hadis, Ed. M. Anwar Syarifuddin.

Ya’qub, Ali Mustafa. Kritik Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011.

Anda mungkin juga menyukai