Pajak - Aktiva Tangguhan
Pajak - Aktiva Tangguhan
PENDAHULUAN
Pajak Tangguhan |1
Adapun tujuan ditetapkan PSAK No. 46 yaitu mengatur perlakuan untuk
akuntansi pajak penghasilan dalam mempertanggungjawabkan konsekuensi
pajak pada periode berjalan dan periode mendatang yang berkaitan dengan
perbedaan temporer agar dilakukan pengakuan terhadap “future tax effects”
yang timbul sebagai akibat adanya transaksi dan peristiwa lain yang telah
diakui dalam laporan keuangan dan pengakuan kewajiban pajak tangguhan
serta aktiva pajak tangguhan, penyajian pajak penghasilan pada laporan
keuangan dan pengungkapan informasi yang relevan.
Pajak Tangguhan |2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pajak Tangguhan
Pajak tangguhan adalah pajak yang kewajibannya ditunda sampai waktu yang
ditentukan atau diperbolehkan.Pada dasarnya antara akuntansi pajak dan akuntansi
keuangan memiliki kesamaan tujuan, yaitu untuk menetapkan hasil operasi bisnis
dengan pengukuran dan rekognisi pengahasilan dan biaya. Namun ada beberapa
hal yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan tidak sekadar intstrumen penstranfer sumber daya ( fungsi
budgeter), akan tetapi seringkali pula digunakan untuk tujuan memepengaruhi
perilaku wajib pajak untuk inveastasi, kesejahteraan dll (fungsi mengatur) yang
kadang-kadang merupakan alas an untuk membenarkan penyimpangan dari
standar akuntansi keuangan.
Pajak tangguhan pada prinsipnya merupakan dampak PPh di masa yang akan
datang yang disebabkan oleh perbedaan temporer (waktu) antara perlakuan
akuntansi dan perpajakan serta kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan
di masa datang (tax loss carry forward) yang perlu disajikan dalam laporan
keuangan dalam suatu periode tertentu.
Dampak PPh di masa yang akan datang yang perlu diakui, dihitung, disajikan
dan diungkapkan dalam laporan keuangan, baik neraca maupun laba rugi. Suatu
perusahaan bisa saja membayar pajak lebih kecil saat ini, tapi sebenarnya
memiliki potensi hutang pajak yang lebih besar di masa datang.Atau sebaliknya,
bisa saja perusahaan membayar pajak lebih besar saat ini, tetapi sebenarnya
memiliki potensi hutang pajak yang lebih kecil di masa datang.Bila dampak pajak
di masa datang tersebut tidak tersaji dalam neraca dan laba rugi, maka laporan
keuangan bisa saja menyesatkan pembacanya.
Beban Pajak Tangguhan dan Pendapatan Pajak Tangguhan
Beban PPh terdiri atas beban pajak kini dan beban pajak tangguhan atau
pendapatan pajak tangguhan. Pajak kini ( current tax ) merupakan jumlah PPh
terutang atas Penghasilan Kena Pajak pada suatu periode. Pajak Penghasilan
Pajak Tangguhan |3
diperlakukan sebagai biaya bagi perusahaan. Beban pajak tangguhan akan
menimbulkan kewajiban pajak tangguhan sedangkan pendapatan pajak tangguhan
mengakibatkan aset pajak tangguhan.
Aset Pajak Tangguhan
Aset pajak tangguhan timbul apabila beda waktu yang menyebabkan
terjadinya koreksi positif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih kecil
daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan.
Aset pajak tangguhan adalah jumlah PPh terpulihkan pada periode mendatang
sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh di kurangkan dan sisa
kompensasi kerugian.
Kewajiban Pajak Tangguhan
Kewajiban pajak tangguhan timbul karena adanya perbedaan waktu yang
menyebabkan terjadinya koreksi negative sehingga beban pajak menurut
akuntansi lebih besar daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan.
Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah PPh terutang untuk periode mendatang
sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.
Pajak Tangguhan |4
Jika tarif PPh 10% misalnya, maka PPh = Rp 30,000,000 x 10% = Rp
3,000,000
Pajak Tangguhan |5
Jika tarif PPh 10% misalnya, maka PPh = Rp 25,000,000 x 10% = Rp
2,500,000
Pajak Tangguhan |6
2.3 Pencatatan dan Penyajiannya Pajak Tangguhan
Pengakuan aset dan kewajiban Pajak Tangguhan dilakukan terhadap rugi
fiscal yang masih dapat dikompensasikan dan beda waktu antara laporan
keuangan komersial dengan laporan keuangan fiscal yang dikenakan pajak,
dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku. Karena tarif Pajak Penghasilan berubah
– ubah dari waktu ke waktu, maka diperlukan suatu metode alokasi agar diperoleh
kepastian dan perlakuan yang konsisten terhadap pajak penghasailan tersebut
beserta penyajiannya dalam Laporan Keuangan. Dalam aplikasinya, tarif pajak
maksimum PPh 30% digunakan karena alasan kepraktisan.
Pencatatan
Jurnal untuk mencatat timbulnya asset pajak tangguhan adalah
Pajak Tangguhan |7
6) Aset pajak tangguhan disajikan terpisah dengan akun tagihan restitusi PPh
dan kewajiban tangguhan juga disajikan terpisah dengan utang PPh 29.
7) PPh final:
(1) Apabila nilai tercatat aset atau kewajiban yang berhubungan dengan
PPh final berbeda dari Dasar Pengenaan Pajaknya, maka perbedaan
tersebut tidak boleh diakui sebagai aset atau kewajiban pajak
tangguhan.
(2) Atas penghasilan yang telah dikenakan PPh final, beban pajak diakui
proporsional dengan jumlah pendapatan menurut akuntansi yang
diakui pada periode berjalan.
(3) Selisih antara jumlah PPh final yang terutang dengan jumlah yang
dibebankan sebagai pajak kini pada perhitungan laba rugi diakui
sebagai Pajak Dibayar di Muka dan Utang Pajak.
(4) Akun PPh final dibayar di muka harus disajikan terpisah dari PPh
final yang masih harus dibayar.
Perlakuan akuntansi untuk hal khusus:
1) Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dalam Surat
Ketetapan Pajak harus dibebankan sebagai pendapatan atau beban lain-lain
pada Laporan Laba Rugi periode berjalan.
2) Apabila diajukan keberatan dan atau banding, pembebanannya
ditangguhkan.
3) Apabila terdapat kesalahan mendasar, perlakuan akuntansinya mengacu
pada PSAK 25 tentang Laba atau Rugi Bersih untuk periode berjalan,
kesalahan mendasar, dan perubahan kebijakan akuntansi.
Pajak Tangguhan |8
—harus dihapus. Misalnya: Pada contoh kasus PT. JAK yang pertama di
atas, liabiliast pajak tangguhan Rp 500,000 diakui di 2012, dengan jurnal:
Pajak Tangguhan |9
temui. Jangan salah, pembaca laporan keuangan yang jeli (pemegang
saham/kreditur) bisa menangkap keanehan ini.Ini bisa menggerus
kepercayaan pemegang saham dan kreditur terhadap laporan keuangan
yang disajikan.Pengakuan aset atau liabilitas yang menggunakan estimasi,
rata-rata, memang berpotensi mengakibatkan ketidakhandalan laporan
keuangan.Terlebih-lebih ketika estimasi dibuat secara gegabah tanpa
melalui pertimbangan yang matang.
3.1 Kesimpulan
1) Pajak tangguhan adalah potensi kenaikan atau penurunan PPh di masa
yang akan datang, yang diakui di periode pelaporan—akibat adanya
perbedaan (selisih) PPh antara laporan komersial (versi standar akuntansi)
dengan fiskal (versi UU Pajak).
2) Jika potensi itu berupa kenaikan PPh, maka diakui sebagai “liabilitas pajak
tangguhan” (deferred tax liability)—dengan kata lain: diperkirakan akan
timbul kenaikan utang PPh di masa yang akan datang, sebesar liabilitas
pajak tangguhan yang diakui—akibat PPh pada laporan fiskal lebih kecil
dari laporan komersial
3) Jika potensi itu berupa penurunan PPh, maka diakui sebagai “aset pajak
tangguhan” (deferred tax asset)—dengan kata lain: diperkirakan akan
terjadi pengurangan kewajiban PPh di masa yang akan datang, sebesar aset
pajak tangguhan yang diakui—akibat PPh pada laporan fiskal lebih besar
dari laporan komersial.
4) Karena masih menggunakan penilaian sendiri (self-assessment), maka
pengakuan pajak tangguhan bisa dikatakan bersifat spekulatif, yang bisa
saja tidak sesuai dengan ketetapan dari DJP (setelah dilakukan
pemeriksaan).
5) Pengakuan Pajak tangguhan yang tidak melalui perimbangan yang matang
bisa menimbulkan berbagai risiko bagi akuntan yang menyusun laporan
keuangan, diantaranya: repot (karena harus posting 2 kali), menggantung
karena tidak kunjung terselesaikan (saat kenaikan/penurunan PPh tidak
terealisasi), dan bisa menimbulkan ketidakpercayaan dari pengguna
laporan keuangan.
Admin. (2016, 12 10). Jurnal Akuntansi. Dipetik 01 15, 2019, dari Jurnal
Akuntansi Keuangan: http://jurnalakuntansikeuangan.com
Admin. (2015, 10 12). Maranatha Repository System. Dipetik 01 15, 2019, dari
Universitas Kristen Maranatha: http://repository.maranatha.edu