Anda di halaman 1dari 11

Anggota Kelompok:

Tentrem Mukti Rahardi 1111 24622


Hidanafie Wiryaningsih 1111 24634
Devina Saputri 1111 24648
Miftah Farid 1111 24650
Anita Carolina 1111 24654

RMK 4 - PAJAK TANGGUHAN

Pajak Tangguhan
Pajak tangguhan adalah pajak yang kewajibannya ditunda sampai waktu yang ditentukan atau
diperbolehkan.
Ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak sekadar intstrumen pentransfer
sumber daya (fungsi budgeter), akan tetapi seringkali pula digunakan untuk tujuan
memepengaruhi perilaku wajib pajak untuk investasi, kesejahteraan dll (fungsi mengatur) yang
kadang-kadang merupakan alasan untuk membenarkan penyimpangan dari standar akuntansi
keuangan.
Pajak penghasilan yang dihitung berbasis pada penghasilan yang sesungguhnya dibayar kepada
pemerintah, disebut sebagai “PPh terutang-income tax payable atau income tax
liability,”sedangkan pajak penghasilan yang dihitung berbasis penghasilan sebelum pajak,
disebut sebagai “beban pajak penghasilan-income tax expense/ profision for income taxes”.

 Beban Pajak Tangguhan dan Pendapatan Pajak Tangguhan


Beban PPh terdiri atas beban pajak kini dan beban pajak tangguhan atau pendapatan pajak
tangguhan.
Pajak kini ( current tax ) merupakan jumlah PPh terutang atas Penghasilan Kena Pajak pada
suatu periode. Pajak Penghasilan diperlakukan sebagai biaya bagi perusahaan.
Beban pajak tangguhan akan menimbulkan kewajiban pajak tangguhan sedangkan pendapatan
pajak tangguhan mengakibatkan aset pajak tangguhan.
 Aset Pajak Tangguhan
Aset pajak tangguhan timbul apabila beda waktu yang menyebabkan terjadinya koreksi
positif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih kecil daripada beban pajak menurut
peraturan perpajakan.
Aset pajak tangguhan adalah jumlah PPh terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat
adanya perbedaan temporer yang boleh di kurangkan dan sisa kompensasi kerugian.

 Kewajiban Pajak Tangguhan


Kewajiban pajak tangguhan timbul karena adanya perbedaan waktu yang menyebabkan
terjadinya koreksi negative sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih besar daripada
beban pajak menurut peraturan perpajakan.
Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah PPh terutang untuk periode mendatang sebagai
akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.

Baik Kewajiban Pajak Tangguhan maupun Aset Pajak Tangguhan dapat terjadi dalam hal- hal
sebagai berikut :
1. Apabila Penghasilan sebelum Pajak lebih besar dari Penghasilan Kena Pajak, maka
Beban Pajak pun akan lebih besar dari Pajak Terutang, sehingga akan menghasilkan
Kewajiban Pajak Tangguhan.
2. Sebaliknya apabila Penghasilan Sebelum Pajak lebih kecil dari Penghasilan Kena Pajak,
maka Beban Pajaknya akan juga lebih kecil dari Pajak Terutang, sehingga akan
menghasilkan Aktiva Pajak Tangguhan.
3.

Perbedaan Temporer Perbedaan Temporer x Tarif Hasilnya :

PSP > PKP BP > PT Kewajiban Pajak Tangguhan

PSP < PKP BP < PT Aset Pajak Tangguhan


Keterangan :
PSP : Penghasilan Sebelum Pajak BP : Beban Pajak
PKP : Penghasilan Kena Pajak PT : Pajak Terutang
Prinsip – Prinsip Alokasi Pajak
Pada dasarnya Alokasi Pajak Penghasilan bagi perusahaan sebagai wajib pajak bias mencakup 2
hal, yaitu:
1. Interperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku yang satu dengan periode-
periode tahun buku berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak penghasilan antar periode tahun
buku ini diperlukan karena adanya perbedaan terhadap jumlah laba kena pajak dan laba
akuntansi.
2. Intraperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan dalam suatu periode akuntansi karena adanya
perbedaan tarif pajak yang dikenakan terhadap tiap- tiap komponen laba atau pendapatan
( Misalnya, tarif pajak untuk laba sebelum pos luar biasa berbeda dengan tarif pajak untuk
laba atau rugi luar biasa ).

Karena Undang – Undang Perpajakan di Indonesia tidak mengenal diskriminasi tarif yang
diberlakukan terhadap tiap – tiap komponen laba atau pendapatan, maka masalah Intraperiod
Allocation praktis tidak pernah dijumpai, sehingga pembahasan lebih dititikberatkan pada
masalah Interperiod Allocation.

Metode Alokasi Pajak Interperiode


Metode alokasi pajak digunakan untuk mempertanggungjawabkan pengaruh – pengaruh pajak
dan bagaimana pengaruh- pengaruh tersebut harus di sajikan dalam laporan keuangan. Ada tiga
metode untuk mengalokasikan pajak yaitu :
1. Deferral Method ( Metode Pajak Tangguhan )
2. Liability Method ( Metode Kewajiban )
3. Net – of – Tax Method ( Metode Pajak Neto )

1. Deferral Method ( Metode Pajak Tangguhan )


Dalam metode ini menggunakan pendekatan laba rugi yang memandang perbedaan
perlakuan antara akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang laporan laba rugi, yaitu kapan
suatu transaksi diakui dalam laporan laba rugi baik dari segi komersial maupun fiscal.
Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan waktu dan perbedaan permanen.
Hasil perhitungan dari pendekatan ini adalah pergerakan yang akan diakui sebagai Pajak
Tangguhan pada laporan laba rugi. Metode ini lebih menekankan Matching Principle pada
periode terjadinya perbedaan tersebut.
Keunggulan dan Kelemahan dari metode ini adalah :
1. Metode pajak tangguhan lebih menekankan pada pengukuran berapa besar pengematan
pajak kini akibat perbedaan temporer tersebut yang dialokasikan pada periode
mendatang. Sedangkan di lain pihak, metode kewajiban tekanannya pada berapa besar
pengeluaran kas yang akan dilakukan di masa mendatang untuk keperluan pajak
penghasilan terutang.
2. Metode pajak tangguhan lebih obyektif bila dibandingkan dengan metode kewajiban,
karena tidak menggunakan estimasi atau asumsi berkenaan dengan waktu pemulihan
penhasilan kena pajak kini maupun pada periode pemulihan atau tarif pajak.
3. Baik metode pajak tangguhan maupun metode kewajiban mengungkapkan secara terpisah
berkenaan dengan pajak tangguhan di neraca dan laba-rugi perusahaan dan tidak
tergabung dalam nilai individu asset atau kewajiban, penghasilan atau biaya, seperti
halnya pada metode pajak netto.
4. Kelemahan yang serius pada metode pajak tangguhan adalah tidak terdapatnya konsep
mendasar atau teori yang rasional yang mempermasalahkan kredit paja tangguhan.
Kredit tersebut tidak memiliki atribut yang lazimnya sebagai utang menurut akuntansi,
dan malahan. Seolah-olah merupakan klaim pemilik atas asset perusahaan. Para
direksi lebih memfokuskan pada masalah laporan laba-rugi dan obyektivitas
pengukuran beban pajak dalam metode pajak tangguhan, dibandingkan dengan
perhatiannya terhadap neraca perushaan dan konstitensi teori kredit pajak tangguhan
dengan ekuitas lainnya.

2. Liability Method ( Metode Kewajiban )


Metode ini menggunakan pendekatan neraca (balance sheet approach) yang menekankan
pada kegunaan laporan keuangan dalam mengevaluasi posisi keuangan dan memprediksi
aliran kas pada masa yang akan datang. Pendekatan neraca memandang perbedaan perlakuan
akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang neraca, yaitu perbedaan antara saldo buku
menurut komersial dan dasar pengenaan pajaknya.
Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan temporer dan non temporer.
Beban pajak tangguhan di laporkan di laba rugi bagian taksiran PPh sebagai komponen
pajak tangguhan, sedangkan penghasilan pajak tangguhan harus dilaporkan di laba rugi
sebagai komponen negative dari beban pajak tangguhan.

3. Net – of – Tax Method ( Metode Pajak Neto )


Pada metode ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi dari pajak atas
perbedaan temporer tidak dilaporkan secara terpisah, sebaliknya diperlakukan sebagai
penyesuian atas niali aktiva atau kewajiban tertentu dan penghasilan atau beban yang terkait.
Dalam metode ini, beban pajak yang disajikan dalam laporan laba rugi sama dengan jumlah
pajak penghasilan yang terutang menurut SPT Tahunan.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan ( PSAK 46 ) di antara ketiga metode tersebut, hanya
Deferral Method ( Metode Pajak Tangguhan ) yang diperkenankan digunakan.
Terpilihnya metode pajak tangguhan untuk digunakan dalam penyusunan laporan keuangan,
karena secara umum dapat dikatakan bahwa metode ini memasukkan alokasi perbedaan temporer
yang komprehensif dan bukan alokasi perbedaan temporer yang parsial
Selain itu keunggulan dan kelemahan dari metode ini adalah : metode pajak tangguhan lebih
menekankan pada pengukuran berapa besar penghematan pajak kini akibat perbedaan temporer
tersebut yang dialokasikan pada periode mendatang.Sedangkan di lain pihak, metode kewajiaban
tekanannya pada berapa besar pengeluaran kas yang akan dilakukan di masa mendatang untuk
keperluan pajak penghasilan terutang.

Perbedaan Permanen Dan Perbedaan Waktu


Perbedaan Permanen
Pada dasarnya, perbedaan permanen tersebut muncul, disebabkan oleh kebijaksanaan ekonomi
atau disebabkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang menghendaki penghapusan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang memberatkan salah satu sub sector dari sub
sector perekonomian.
Perbedaan permanen tersebut dapat terbentuk :
1. Penghasilan tertentu, baik sebagian maupun seluruhnya dikecualikan dari pengenaan pajak
penghasilan
2. Kelompok wajib pajak tertentu, baik sebagian maupun seluruhnya dibebaskan dari
pembayaran pajak.
3. Pengurangan khusus yang diberikan kepada wajib pajak atau pengurangan secara selektif
yang diberlakukan terhadap wajib pajak tertentu.
Dengan demikian akan terjadi perbedaan sebagai berikut :
1. Bagi akuntansi keuangan merupakan penghasilan, tetapi bagi akuntansin pajak
pengahsilan tersebut bukan merupakan penghasilan (tidak objek pajak) atau merupakan
penghasilan yang diotangguhkan pengenaan pajaknya.
2. Bagia akuntansi keuangan sudah merupakan pengeluaran, tetapi bagi akuntansin pajak
pengeluaran tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.
3. Bagia akuntansi keuangan tidak atau belum merupakan biaya, tetapi bagia akuntansi
pajak pengeluaran tersebut dapat dikurangkan sebagai biaya.

Perbedaan Waktu atau Sementara


Beda waktu maksudnya secara keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan
sebenarnya sama, tetapi berbeda alokasi setiap tahunnya. Beda waktu dapat berasal dari
perbedaan akrual dan realisasi, penyusutan, amortisasi, dan kompensasi keruagian fiscal antara
akuntansi dan perpajakan. Laba yang dihasilkan oleh perusahaan merupakan obyek pajak
penghasilan. Beda waktu akan menimbulkan asset atau kewajiban pajak tangguhan. Perbedaan
tersebut dapat dibagi dalam 4 kelompok :
1. Penghasilan yang didasarkan pada akuntansi pajak sudah merupakan penghasilan yang
sudah dapat dikenakan pajak, tapi berdasarkan akuntansi keuangan, merupakan
penghasilan yang masih akan diterima.
2. Penghasilan yeng berdasarkan akuntansi pajak sudah merupakan penghasilan yang sudah
dikenakan pajak, tetapi berdasarkan akuntansi keuangan, merupakan penghasilan yang
diterima dimuka.
3. Beban atau pengeluaran yang berdasarkan akuntansi pajak sudah dapat dikurangkan
sebagai biaya, tetapi berdasarkan akuntansi keuangan merupakan beban atau pengeluaran
yang dibayar dimuka.
4. Beban atau pengeluaran yang berdasarkan akuntansi pajak sudah dapat dikurangkan
sebagai biaya, tetapi berdasarkan akuntansi keuangan merupakan beban atau pengeluaran
yang masih akan dibayar.

Pencatatan dan Penyajiannya


Pengakuan aset dan kewajiban Pajak Tangguhan dilakukan terhadap rugi fiscal yang masih dapat
dikompensasikan dan beda waktu antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan
fiscal yang dikenakan pajak, dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku. Karena tarif Pajak
Penghasilan berubah – ubah dari waktu ke waktu, maka diperlukan suatu metode alokasi agar
diperoleh kepastian dan perlakuan yang konsisten terhadap pajak penghasailan tersebut beserta
penyajiannya dalam Laporan Keuangan. Dalam aplikasinya, tarif pajak maksimum PPh 30%
digunakan karena alasan kepraktisan.
Pencatatan
Jurnal untuk mencatat timbulnya asset pajak tangguhan adalah

Keterangan Debit Kredit

Aset pajak tangguhan xxxx


Pendapatan pajak tangguhan Xxx

Jurnal untuk mencatat timbulnya kewajiban pajak tangguhan adalah

Keterangan Debit Kredit

Beban pajak tangguhan xxxx


Kewajiban pajak tangguhan Xxx
Penyajian pajak tangguhan
1. Aset pajak dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari aset dan kewajiban lainnya
dalam neraca.
2. Aset dan kewajiban pajak tangguhan harus dibedakan dari aset pajak kini (tax
receivable/prepaid tax) dan kewajiban pajak kini (tax payable).
3. Aset atau kewajiban pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aset atau kewajiban
lancar.
4. Aset pajak kini harus dikompensasikan (offset) dengan kewajiban pajak kini dan iumlah
netonya disajikan dalam neraca.
5. Beban (penghasilan) pajak yang berhubungan dengan laba atau rugi dari aktivitas normal
harus disajikan tersendiri pada laporan laba rugi.
6. Aset pajak tangguhan disajikan terpisah dengan akun tagihan restitusi PPh dan kewajiban
tangguhan juga disajikan terpisah dengan utang PPh 29.
7. PPh final:
a. Apabila nilai tercatat aset atau kewajiban yang berhubungan dengan PPh final berbeda
dari Dasar Pengenaan Pajaknya, maka perbedaan tersebut tidak boleh diakui sebagai
aset atau kewajiban pajak tangguhan.
b. Atas penghasilan yang telah dikenakan PPh final, beban pajak diakui proporsional
dengan jumlah pendapatan menurut akuntansi yang diakui pada periode berjalan.
c. Selisih antara jumlah PPh final yang terutang dengan jumlah yang dibebankan sebagai
pajak kini pada perhitungan laba rugi diakui sebagai Pajak Dibayar di Muka dan Utang
Pajak.
d. Akun PPh final dibayar di muka harus disajikan terpisah dari PPh final yang masih
harus dibayar.

Perlakuan akuntansi untuk hal khusus:


a. Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak
harus dibebankan sebagai pendapatan atau beban lain-lain pada Laporan Laba Rugi periode
berjalan.
b. Apabila diajukan keberatan dan atau banding, pembebanannya ditangguhkan.
c. Apabila terdapat kesalahan mendasar, perlakuan akuntansinya mengacu pada PSAK 25
tentang Laba atau Rugi Bersih untuk periode berjalan, kesalahan mendasar, dan perubahan
kebijakan akuntansi.

Penyajian dalam laporan keuangan


Laba sebelum PPh xxx
PPh:
• PajakKini xxx
• Pajak Tangguhan xxx (xxx)
Laba Setelah PPh xxx

Contoh Soal
Contoh 1:
Laba sebelum pajak tahun 2006 = Rp 900.000.000. Koreksi fiscal atas laba tersebut adalah:
a. Pendapatan bunga deposito Rp 60.000.000.
b. Beban jamuan tanpa daftar nominatif Rp 40.000.00
c. Penyusutan fiskal lebih kecil Rp 15.000.000 daripada penyusutan komersial.
Angsuran PPh 25 Rp 20.000.000 per bulan.
Pertanyaan:
a. Tentukan Penghasilan Kena Pajak.
b. Tentukan PPh Kurang/Lebih Bayar.
c. Tentukan aset atau kewajiban pajak tangguhan.
d. Buatlah jurnal dan penyajiannya.

Jawab:
a. Laba sebelum pajak Rp 900.000.000
Koreksi beda tetap:
-/- Pendapatan bunga deposito (Rp 60.000.000)
+/+ Beban jamuan Rp 40.000.000 (Rp 20.000.000)
Total beda tetap Rp 880.000.000
Koreksi beda waktu :
Total beda tetap Rp 880.000.000
+/+ Penyusutan (Rp 15.000.000)
Total beda waktu Rp 895.000.000

b. Pajak terutang 10% x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000


15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000
30% x Rp 795.000.000 = Rp 238.500.000
Rp 251.000.000
Kredit PPh 25 (Rp 240.000.000)
PPh Kurang Bayar (PPh 29) Rp 11.000.000

c. Aset Pajak Tangguhan: 30% x Rp 15.000.000 = Rp 4.500.000


d. Jurnal:

Keterangan Debit Kredit

PPh Badan – Pajak Kini 251.000.000


Asset Pajak Tangguhan 4.500.000
Pendapatan Pajak Tangguhan 4.500.000
PPh 25 dibayar di muka 240.000.000
Hutang PPh 29 11.000.000

Penyajian :
Laba sebelum pajak Rp 900.000.000
Pajak Kini Rp 251.000.000
Pajak Tangguhan (Rp 4.500.000)
(Rp 246.500.000)
Laba Bersih Rp 653.500.000

Contoh 2:
Laba sebelum pajak tahun 2006 = Rp 700.000.000. Koreksi fiskal atas laba tersebut adalah:
a. Pendapatan sewa bangunan Rp 50.000.000.
b. Beban bunga pajak Rp 10.000.000.
c. Beban pemberian sembako Rp 40.000.000.
d. Penyusutan komersial Rp 10.000.000 lebih tinggi dan penyusutan fiskal.
e. Pendapatan jasa giro Rp 20.000.000.
f. Beban PPh Rp 5.000.000.
g. Amortisasi fiskal Rp 15.000.000 lebih tinggi dan amortisasi komersial.

Kredit Pajak:
a. PPh 22: Rp 10.000.000
b. PPh 23: Rp 100.000.000
c. PPh 24: Rp 25.000.000
d. PPh 25: Rp 15.000.000

Pertanyaan:
a. Tentukan Penghasilan Kena Pajak.
b. Tentukan pajak Kurang/Lebih Bayar.
c. Tentukan aset atau kewajiban pajak tangguhan.
d. Buatlah jurnal dan penyajiannya.
Jawab:
a. Laba sebelum pajak Rp 700.000.000
Koreksi beda tetap:
-/- Pendapatan sewa bangunan (Rp 50.000.000)
-/- Pendapatan jasa giro (Rp 20.000.000)
+/+ Beban bunga pajak Rp 10.000.000
+/+ Beban pemberian sembako Rp 40.000.000
+/+ Beban PPh Rp 5.000.000 (Rp 15.000.000)
Total beda tetap Rp 685.000.000

Anda mungkin juga menyukai