Sahwa Putri
Konferensi Inter Indonesia merupakan suatu konferensi yang dilakukan antara
Negara Indonesia dan BFO (Negara bentukan Belanda) atau Negara boneka
Belanda yang dikala itu Indonesia menjadi RIS (Republik Indonesia Serikat).
Awalnya, pembentukan negara BFO ini bertujuan untuk dapat menguasai kembali
Indonesia sehabis merdeka. Negara cuilan yang terbentuk dikala itu berjumlah 16
negara yang dibagi menjadi tiga kawasan kekuasaan. Daerah kekuasaan pertama
yaitu mencakup negara cuilan Pasundan, Indonesia, Jawa Timur, Negara Indonesia
Timur, Madura, Sumatera Selatan, Sumatera Timur.
Daerah kekuasaan kedua yaitu mencangkup Riau, Jawa Tengah, Dayak Besar,
Bangka, Belitung, Kaltim, Kalbar, Kalteng, Banjarmasin. Daerah kekuasaan ketiga
yang terdiri dari wilayah Indonesia yang tidak masuk kedalam negara bagian.
Konferensi Inter-Indonesia ini merupakan konferensi antara pemerintah Republik
Indonesia dan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) atau Badan
Permusyawaratan Federal, yaitu suatu badan yang merupakan suatu kumpulan
negara-negara bagian bentukan Belanda.
Konferensi ini diselenggarakan pada tanggal 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta dan
tanggal 31 Juli-2 Agustus 1949 di Jakarta. Peserta konferensi Inter-Indonesia
merupakan wakil-wakil pemerintah RI dan wakil-wakil negara pada bagian yang
dipimpin Van Mook.
Latar Belakang Konferensi Inter Indonesia
Latar belakang dilakukannya suatu Konferensi Inter Indonesia ini bermula ketika
hasil Perjanjian Roem Royen yang menyatakan bahwa Indonesia ikut serta dalam
KMB (Konferensi Meja Bundar).
Oleh alasannya itu, RI harus mempersiapkan diri dengan mengadakan suatu
konferensi antar Indonesia yang dilakukan antara pihak Indonesia dan Negara
Boneka Bentukan Belanda.
Sebab lainnya ialah suatu perubahan perilaku negara-negara cuilan BFO sehabis
adanya serangan kedua Belanda yang kita kenal juga dengan nama Agresi Militer
Belanda 2.
Karena simpati, negara-negara BFO ini lalu membebaskan beberapa pemimpin-
pemimpin Indonesia. BFO juga turut andil dalam pelaksanaan Konferensi Inter
Indonesia yang berlangsung di kota Yogyakarta.
Tujuan Konferensi Inter Indonesia
Tujuan diadakannya konferensi inter Indonesia ini ialah untuk membentuk suatu
negara Federal atau negara yang sanggup disebut dengan negara serikat, yang
didalamnya terdiri dari pemerintah pusat, provinsi dan daerah.
Dilaksanakannya konferensi inter Indonesia merupakan salah satu syarat yang
harus dapat dilakukan Republik Indonesia Serikat (RIS) supaya dapat menerima
ratifikasi kedaulatan dari pemerintah Belanda.
Konferensi ini dilakukan dua kali, yang pertama pada tanggal 19 hingga 22 Juli 1949
dan yang kedua berlangsung pada tanggal 30 Juni 1949 dengan tujuan memilih
atribut Negara dan panitia dalam KMB (Konferensi Meja Bundar) di Den Haag,
Belanda.
Dengan cepat, golongan muda yang mengetahui kabar tersebut dari siaran
Radio BBC milik Inggris mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera
memanfaatkan situasi dengan menyatakan proklamasi
Ketiga tokoh bersepakat bahwa Jepang tidak dapat diharapkan lagi dan
kemerdekaan harus segera dirancang secepatnya. Anggota PPKI yang
menginap di hotel Des Indes segera dikawal oleh Sukarni dan kawan-kawan
menuju rumah Maeda.
Peran para pewarta sangat penting dalam peristiwa ini, antara lain Frans dan
Alex Mendoer dari IPPHOS yang mengabadikan momen pembacaan
proklamasi, BM Diah dan Jusuf Ronodipuro yang membantu penyebaran
berita proklamasi lewat berbagai cara, seperti radio, surat kabar, telegram,
serta melalui lisan.
INFORMASI DAN PERISTIWA PERUMUSAN TEKS PROKLAMASI
Sesampainya di Jakarta pada pukul 22.00 wib, rombongan golongan tua dan
golongan muda pergi menuju rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1,
setelah Soekarno dan Hatta singgah di rumah masing-masing terlebih dahulu. Di
rumah Maeda lah naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia disusun. Sebelumnya
Ir. Soekarno dan Moh. Hatta telah menemui Shomubuco, Mayor Jendral Nishimura
untuk menjajaki sikapnya mengenai Proklamasi Kemerdekaan. Yang menemani
mereka adalah Laksamana Maeda bersama Shigetada Nishijima dan Tomegoro
serta Miyoshi sebagai penerjemah. Pada pertemuan tersebut tidak dicapai kata
sepakat antara Soekarno-Hatta di satu pihak dan Nishimura di lain pihak. Di satu
pihak Soekarno-Hatta bertekad untuk melangsungkan rapat panitia Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yang pada pagi hari tanggal 16 Agustus
1945 itu tidak jadi diadakan karena mereka dibawa oleh para pemuda ke
Rengasdengklok. Mereka menekankan kepada Nishimura bahwa Jendral Besar
Terauchi telah menyerahkan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
kepada PPKI. Di lain pihak, Nishimura menegaskan garis kebijakan Panglima
Tentara ke-16 di Jawa, yakni dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu berlaku
ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi mengubah status quo.
Sejak tengah hari sebelumnya tentara Jepang semata-mata sudah merupakan alat
sekutu dan diharuskan tunduk kepada perintah sekutu.
Berdasarkan garis kebijakan itu Nishimura melarang Soekarno-Hatta untuk
mengadakan rapat PPki dalam rangka pelaksanaan Proklamasi kemerdekaan.
Akhirnya, sampailah Soekarno-Hatta pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya
lagi untuk membicaraan soal kemerdekaan Indonesia dengan pihak Jepang. Hanya
mereka mengharapkan dari pihak Jepang supaya tidak menghalang-halangi
pelaksanaan Proklamasi oleh rakyat Indonesia sendiri.
Setelah hampir dua jam lamanya mereka mengadakan pertemuan dengan
Nishimura tanpa dicapai kesepakatan pendapat di antara mereka, Soekarno dan
Hatta dengan didampingi Miyoshi kembali ke rumah Maeda . Di rumah Maeda kedua
pemimpin itu bertemu dengan Soebardjo. Demikian pula Maeda yang pulang ke
rumahnya lebih dahulu secara diam-diam dari rumah Nishimura. Rumah laksamana
Jepang itu dianggap tempat yang aman dari tindakan Pemerintah Militer Angkatan
Darat. Kedudukan Maeda sebagai Kepala Kantor Penghubung Angkatan Laut di
daerah kekuasaan Angkatan Darat memungkinkannya berhubungan dengan Mr.
Achmad Soebardjo dan sejumlah pemuda Indonesia yang bekerja pada kantornya.
Berdasarkan hubungan baik itu rumah Maeda dijadikan tempat pertemuan antara
berbagai golongan pergerakan nasional baik golongan tua maupun golongan muda.
Di ruamg makan rumah itu dirumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Maeda sebagai tuan rumah mengundurkan diri ke kamar tidurnya di lantai kedua
tatkala peristiwa bersejarah itu berlangsung. Miyoshi sebagai orang kepercayaan
Nishimura bersama tiga tokoh pemuda yakni Sukari, Mbah Diro, dan B. M. Diah
menyaksikan Ir. Soekarno, Moh. Hatta dan Mr. Achmad Soebardjo membahas
perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Tokoh-tokoh lainnya baik
dari golongan muda dan tua, menunggu di serambi muka. Perumusan berlangsung
dengan lancar dan diantara rumusan Proklamasi didapati kalimat yang diambil dari
Piagam Djakarta 22 Juni 1945, yaitu bab Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
yang disusun oleh panitia yang diketuai oleh Soekarno.
Perumusan didahului dengan pertanyaan Soekarno kepada Soebardjo sebagai
berikut: "masih ingatkah saudara teks dari bab Rancangan Undang-Undang Dasar
kita?, tanya Soekarno. "Ya, saya ingat, tetapi tidak lengkap seluruhnya", jawab
Soebardjo. "tidak mengapa, kita hanya memerlukan kalimat-kalimat yang
menyangkut proklamasi dan bukannya seluruh teksnya", jawab soekarno.
Pada saat itu, Soekarno memegang pena dan menulis Teks Proklamasi yang
kalimatnya terdiri dari dua ayat. Ayat pertama yang ditulis "Kami bangsa Indonesia
dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia" adalah kalimat yang diingat oleh
Mr. achmad Soebardjo dari Piagam Djakarta yang antara lain berbunyi "Atas berkat
rahmat Allah yang Maha Kuasa, dan dengan didorong oleh keinginan uhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya".
Kemudian Hatta menyempurnakan Teks proklamasi dengan ayat kedua "Hal-hal
yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara
seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya". Soekarno lah yang
menuliskan konsep Proklamasi pada secarik kertas, sedangkan Drs. Moh. Hatta dan
Mr. Achmad Soebardjo menyumbangkan pikiran secara lisan. Sebagai hasil
pembicaraan merekamemperoleh rumusan yang ditulis oleh Ir. Soekarno sebagai
berikut:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-2 jang
mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l, diselenggarakan dengan tjara saksama
dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnnja.
Djakarta, 17-08-1945
Kalimat pertama merupakan saran dari Mr. Achmad Soebardjo yang diambil dari
rumusan dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai, sedangkan kalimat terakhir
merupakan sumbangan pikiran Drs. Moh. Hatta. Beliau menganggap kalimat
pertama hanyalah merupakan peryataan dari kemauan bangsa untuk menentukan
nasibnya sendiri. Menurut pendapatnya dari kemauan bangsa ditambahkan
pernyataan mengenai pengalihan kekuasaan (transfer of sovereignty). Maka
dihasilkanlah rumusan kalimat kalimat terakhir dari naskah Proklamasi tersebut.
Setelah Soekarno, Hatta dan Soebardjo selesai merumuskan naskah Proklamasi,
kemudian mereka menuju serambi muka untuk menemui hadirin yang telah
berkumpul. Waktu saat itu menunjukkan pukul 03.00 wib Ir. Soekarno membuka
pertemuan dengan membacakan rumusan naskah Proklamasi yang masih
merupakan konsep. Kepada mereka yang hadir, Ir. Soekarno menyarankan agar
bersama-sama menandatangani naskah Proklamasi selaku wakil-wakil bangsa
Indonesia. Saran itu diperkuat oleh Drs. Moh. Hatta dengan mengambil contoh
kepada naskah "Declaration of Independence" Amerika Serikat. Saran itu ditentang
oleh pihak pemuda. Mereka tidak setuju kalau tokoh-tokoh golongan tua yang
disebutnya sebagai "budak-budak Jepang" turut menandatangani naskah
Proklamasi. Tokoh-tokoh golongan tua yang bukan orang pergerakan nasional
mereka anggap sebagai oportunis yang memperoleh kedudukan menjadi pejabat
Kepala Pemerintahan Militer Jepang. Akan tetapi, kemudian salah seorang tokoh
pemuda, yakni Sukarni, mengusulkan agar yang menandatangani naskah
Proklamasi cukup dua orang saja, yakni Soekarno-Hatta atas nama bangsa
Indonesia. Bukankah mereka berdua yang pada masa itu dimana-mana dikenal
sebagai pemimpin utama bangsa Indonesia? Dengan disetujuinya usul Sukarni itu
oleh hadirin, Ir. Soekarno meminta kepada Sajuti Melik untuk mengetik bersih
naskah itu berdasarkan naskah tulisan tangan Soekarno, disertai dengan
perubahan-perubahan yang telah disetujui.
Sajuti Melik mengetik naskah bersih rumusan Proklamasi . Ada tida perubahan yang
terdapat pada naskah bersih itu, yakni kata-kata "tempoh" diganti menjadi "Tempo",
sedangkan wakil-wakil bangsa Indonesia pada bagian akhir diganti dengan "Atas
Nama Bangsa Indonesia". Demikian pula perubahan terjadi pada cara menulis
tanggal, yaitu "Djakarta, 17-8-05" menjadi "Djakarta, Hari 17 Boelan 8 Tahoen '05".
Dengan perubahan tersebut naskah yang sudah diketik kemudian ditandatangani
oleh Soekarno dan Hatta.
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l. diselenggarakan dengan tjara
saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnya.
(tandatangan Soekarno)
(tandatangan Hatta)