Laporan Pendahuluan Gizi Buruk
Laporan Pendahuluan Gizi Buruk
A. DEFINISI
Zat gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk
melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan
memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Makanan
setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan. Bahan makanan
diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut selanjutnya diserap
melalui dinding usus dan masuk kedalam cairan tubuh.
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda
penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan
pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada
suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan.
Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang
sering disebut reference. Baku antropometri yang sering digunakan di
Indonesia adalah World Health Organization – National Centre for Health
Statistic (WHO-NCHS). Berdasarkan baku WHO - NCHS status gizi
dibagi menjadi empat :
1. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas.
2. Gizi baik untuk well nourished.
3. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat,
PCM (Protein Calori Malnutrition)/ disebut juga Protien Energi
Malnutrisi ( PEM ) atau (MEP) Malnutrisi Energi dan Protein.
4. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-
kwasiorkor dan kwasiorkor.
a. Marasmus yaitu keadaan kurang kalori.
b. Kwarshiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi
nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan
anak prasekolah (balita).
c. Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara
marasmus dan kwashiorkor.
Klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perban dingan berat
badan terhadap umur anak sebagai berikut:
1. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP
ringan).
2. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP
berat).
3. Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat).
4. Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor
(MEP berat).
B. PATOFISIOLOGI/PATHWAY
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan
yang sangat berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh
jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan
metabolik dan perubahan sel yang menyebabkan edema dan perlemakan
hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan
berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk
sintesis dan metabolisme. Selama diet mengandung cukup karbohidrat,
maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam
serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke
jaringan otot. Makin berkurangnya asam amino dalam serum ini akan
menyebabkan kurangnya produksi albumin hepar, yang berakibat
timbulnya edema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan
pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati ke
depot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemak di hati.
C. ETIOLOGI
1. Agen
a. Makanan tidak seimbang
b. Penyakit infeksi yang mungkin di derita anak.
c. Tidak cukup tersedia pangan atau makanan di keluarga
d. Pola pengasuhan anak yang tidak memadai
e. Keadaan sanitasi yang buruk dan tidak tersedia air bersih
f. Pelayanan kesehatan dasar yang tidak memad
2. Host
a. Berat Badan Lahir Anak Balita
b. Status Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah mencegah penyakit dan kematian anak
balita yang disebabkan oleh wabah yang sering terjangkit, artinya anak
balita yang telah memperoleh imunisasi yang lengkap sesuai dengan
umurnya otomatis sudah memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu
maka jika ada kuman yang masuk ketubuhnya secara langsung tubuh
akan membentuk antibodi terhadap kuman tersebut.
c. Status ASI Eksklusif
ASI mengandung gizi yang cukup lengkap untuk kekebalan tubuh
bayi. Keunggulan lainnya, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan
bayi sehingga zat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau
makanan tambahan yang diberikan secara dini kepada bayi. Susu
formula sangat susah diserap usus bayi sehingga dapat menyebabkan
susah buang air besar pada bayi. Proses pembuatan susu formula yang
tidak steril menyebabkan bayi rentan terkena diare. Hal ini akan menjadi
pemicu terjadinya kurnag gizi pada anak.
d. Pemberian Kolostrum
e. Tingkat pendidikan Ibu
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur
penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat
pendidkan yang lebih tingggi diharapkan pengetahuan atau informasi
tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik.
e. Pengetahuan Gizi Ibu
Pengetahuan tentang gizi sangat diperlukan agar dapat mengatasi
masalah yang timbul akibat konsumsi gizi. Wanita khususnya ibu sebagai
orang yang bertanggung jawab terhadap konsumsi makanan bagi
keluarga, ibu harus memiliki pengetahuan tentang gizi baik melalui
pendidikan formal maupun informal.
f. Pekerjaan Ibu
Meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi waktu
untuk tugas-tugas pemeliharaan anak, kurang pemberian ASI.
g. Jumlah Anak dalam Keluarga
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat
nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama
mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi makanannya
jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Anak-anak yang tumbuh
dalam suatu keluarga miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi
diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya
paling terpengaruh oleh kekurangan pangan.
h. Penyakit Infeksi
Gizi kurang menghambat reaksi imunologis dan berhubungan
dengan tingginya prevalensi dan beratnya penyakit infeksi. Penyakit
infeksi pada anak-anak yaitu Kwashiorkor atau Marasmus sering
didapatkan pada taraf yang sangat berat. Infeksi sendiri mengakibatkan
penderita kehilangan bahan makanan melalui muntah-muntah dan diare.
i. Sirkulasi
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila
disertai penyakit lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis,
amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi
disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk pembentukan darah
seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari
pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang
disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein
juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh.
Akibatnya terjadi defek umunitas seluler, dan gangguan sistem
komplimen. Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi
jantung disebabkan hipokalemi dan hipomagnesemia.
j. Pankreas
Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva
dan usus halus terjadi perlemakan. Pada pankreas terjadi atrofi sel
asinus sehingga menurunkan produksi enzim pankreas terutama lipase.
k. Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia
kadang-kadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian makanan
ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung.
Diare terdapat pada sebagian besar penderita. Hal ini terjadi karena 3
masalah utama yaitu berupa infeksi atau infestasi usus, intoleransi
laktosa, dan malabsorbsi lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi
laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat defisiensi garam empedu,
konjugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa usus
halus. Pada anak dengan gizi buruk dapat terjadi defisiensi enzim
disakaridase.
l. Otot
Massa otot berkurang karena kurangnya protein. Protein juga dibakar
untuk dijadikan kalori demi penyelamatan hidup.
m. Ginjal
Malnutrisi energi protein dapat mengakibatkan terjadi atrofi glomerulus
sehingga GFR menurun.
H. PATHWAY
I. TIGA TIPE GIZI BURUK :
1. KWASHIORKOR
3. MARASMIK - KWASHIORKOR
KLASIFIKASI XEROFTALMIA
a. Xn Rabun Senja
b. X1 (Dryness of conjunctiva/ kekeringan konjungtiva), terdiri
dari:
- X1a à Kekeringan pada konjungtiva (Dryness of conjunctiva)
- X1b à Bercak putih seperti busa sabun/keju pada sisi mata luar
(bitot spot)
X1a (Dryness of conjunctiva/ kekeringan konjungtiva)
Tanda-tanda:
• Penumpukan keratin & sel epitel yang khas
• Konjungtiva kering, tampak menebal dan berlipat-lipat
• Keluhan orang tua mata anaknya bersisik
X2 (Dryness of cornea/ kekeringan pada kornea)
Tanda-tanda :
• Kekeringan meluas sampai kornea
• Kornea tampak suram & kering dan permukaan kasar
• K.U. anak biasanya buruk (gizi buruk & penyakit penyerta lain)
Kadar Hb normal:
6 bulan – 5 tahun : 11 g/ dl
6 tahun – 11 tahun : 11, 5 g/ dl
12 tahun – 13 tahun : 12 g/ dl
Tanda-tanda klinis:
- daya tahan terhadap penyakit menurun
- mudah lelah - pucat (mata, telapak tangan)
Defisiensi B12:
- glositis atrofik (lidah yang halus & mengkilap)
- stomatitis (sudut mulut retak-retak)
- mual, muntah, diare bergantian dgn konstipasi
- getah lambung tidak ada (achlorhydria & achylia gastrica)
- anemia makrositik hiperkromis
PENYAKIT BERI-BERI
Tanda-tanda klinis:
- Beri-beri infantil (keadaan akut)
Tidak ada kenaikan berat badan, pilek, diare, kel jantung,
kongesti paru, edema
- Beri-beri late infancy & childhood (keadaan menahun).
Postur lebih kecil dari anak yang sehat, gizi kurang, edema, perut
membuncit
oleh meteorismus)
1. Diare Persisten
3. Tuberkulosis Paru
4. Malaria
(Daerah malaria/ riwayat kunjungan ke daerah risiko tinggi)
- Demam (teraba panas, suhu >37,5 ºC)
- Renjatan (shock)
- Kaku kuduk atau kejang
- Kesulitan bernafas
- Kuning (ikterik)
- Perdarahan
- Sediaan darah tebal (+) malaria
Tanda-tanda bahaya:
- tidak dapat makan/ minum
- tidak sadar
- kejang
- muntah berulang
- sangat lemah (tidak dapat duduk/ berdiri)
5. Pneumonia
a. Pernafasan cepat dan tarikan dinding dada:
- < 2 bulan : > 60 x/menit
- 2 bulan – 12 bulan : ³ 50 x/menit
- > 12 bulan – 5 tahun : ³ 40 x/menit
b. Batuk atau kesulitan bernafas
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONAL
Jelaskan kepada keluarga Meningkatkan pemahaman
tentang penyebab malnutrisi, keluarga tentang penyebab
kebutuhan nutrisi pemulihan, dan kebutuhan nutrisi untuk
susunan menu dan pemulihan klien sehingga
pengolahan makanan sehat dapat meneruskan upaya
seimbang, tunjukkan contoh terapi dietetik yang telah
jenis sumber makanan diberikan selama
ekonomis sesuai status sosial hospitalisasi.
ekonomi klien
Tunjukkan cara pemberian Meningkatkan partisipasi
makanan per sonde, beri keluarga dalam pemenuhan
kesempatan keluarga untuk kebutuhan nutrisi klien,
melakukannya sendiri. mempertegas peran keluarga
dalam upaya pemulihan
status nutrisi klien.
Laksanakan pemberian Roborans meningkatkan
roborans sesuai program nafsu makan, proses absorbsi
terapi. dan memenuhi defisit yang
menyertai keadaan
Timbang berat badan, ukur malnutrisi.
lingkar lengan atas dan tebal Menilai perkembangan
lipatan kulit setiap pagi. masalah klien.
INTERVENSI RASIONAL
Lakukan/observasi pemberian Upaya rehidrasi perlu
cairan per infus/sonde/oral dilakukan untuk mengatasi
sesuai program rehidrasi. masalah kekurangan volume
Jelaskan kepada keluarga cairan.
tentang upaya rehidrasi dan Meningkatkan pemahaman
partisipasi yang diharapkan keluarga tentang upaya
dari keluarga dalam rehidrasi dan peran keluarga
pemeliharan patensi dalam pelaksanaan terpi
pemberian infus/selang rehidrasi.
sonde.
Kaji perkembangan keadaan Menilai perkembangan
dehidarasi klien. masalah klien
Hitung balans cairan.
Penting untuk menetapkan
program rehidrasi
selanjutnya.
INTERVENSI RASIONAL
Ajarkan kepada orang tua Meningkatkan pengetahuan
tentang standar pertumbuhan keluarga tentang keterlambatan
fisik dan tugas-tugas pertumbuhan dan
perkembangan sesuai usia anak. perkembangan anak.
Lakukan pemberian makanan/ Diet khusus untuk pemulihan
minuman sesuai program terapi malnutrisi diprogramkan secara
diet pemulihan. bertahap sesuai dengan
kebutuhan anak dan
kemampuan toleransi sistem
Lakukan pengukuran antropo- pencernaan.
metrik secara berkala. Menilai perkembangan masalah
Lakukan stimulasi tingkat klien.
perkembangan sesuai dengan
usia klien. Stimulasi diperlukan untuk
Lakukan rujukan ke lembaga mengejar keterlambatan
pendukung stimulasi perkembangan anak dalam
pertumbuhan dan aspek motorik, bahasa dan
perkembangan personal/sosial.
(Puskesmas/Posyandu) 5. Mempertahankan
kesinambungan program
stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak dengan
memberdayakan sistem
pendukung yang ada.