Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

CIDERA KEPALA

Disusun oleh:

Ade Nurkadri

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM


PROGRAM EXTENSI PROFESI NERS ANGKATAN XI B
TAHUN 2016
CEDERA KEPALA

A.      PENDAHULUAN
1.    Latar belakang
Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi trauma bila
dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada benturan, beberapa mili detik akan terjadi depresi maksimal
dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan
lunak/otak atau kulit seperti kontusio/memar otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang bervariasi
tergantung pada luas daerah trauma.
Sehingga apabila terjadi cedera kepala memerlukan penatalaksanaan yang cepat, tepat dan asuhan
keperawatan yang benar. Sehingga efek sekunder dari cedera kepala dapat diminimalkan dan penyembuhan
dapat maksimal.
2.    Tujuan
Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini adalah :
1.         Mengetahui dan memahami mengenai trauma dan cedera kepala, patofisiologi, tanda dan gejala serta
penatalaksanaannya.
2.         Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan cedera kepala.
3.         Mampu menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dengan cedera kepala.

B.       KONSEP TEORI 
PENGERTIAN

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala meliputi
trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera otak terdapat dibagi dalam dua macam yaitu :
a.    Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi:
memar otak, laserasi.
b.    Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
KLASIFIKASI
Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma Data Bankberdasarkan Skore
Scala Coma Glascow (GCS). Penggunaan istilah cedera kepala ringan, sedang dan berat berhubungan dari
pengkajian parameter dalam menetukan terapi dan perawatan. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1.    Cedera Kepela Ringan
     Nilai GCS 13-15 yang dapat terjadi kehilanga kedaran atau amnesia akan tetapi kurang dari 30 menit. Tidak
terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio serebral dan hematoma.
2.    Cedera Kepala Sedang
     Nilai GCS 9-12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 0 menit tetapi kurang dari 24
jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3.    Cedera Kepala Berat
     Nilai GCS 3-8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam meliputi kontusio
serebral, laserasi atau hematoma intrakranial.
 Tabel 1. Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)

         Membuka Mata


Spontan 4
Terhadap rangsang suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
Respon Verbal
        

Orientasi baik 5
orientasi terganggu 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara Tidak jelas 2
 Tidak ada respon 1
        Respon Motorik

Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak ada respon 1
Total 3 - 15

ETIOLOGI

a. Kecelakaan
b. Jatuh
c. Trauma akibat persalinan

PATOFISIOLOGI
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses sekunder. Kerusakan
yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan
bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada
permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-
tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah
penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak
komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.
Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal (perdarahan, konusi)
dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan
mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak
diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan
segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.
Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer. Dapat dibagi
menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi
merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan
terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor
seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal,
pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan
menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan mengakibatkan
kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita
sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada
lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya kerusakan di daerah
hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di regio optika berakibat
timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari
pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus
yang berhubungan dengan hipofisis.
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah berlebihan
sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan
perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi atau torsi
akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi
unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal dibawah nukleus
nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai
kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku  terjadi bila hubungan batang otak
dengan korteks serebri terputus.
Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-kerusakan saraf-saraf kranial
dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang dijumpai pada
kerusakan medula oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi
pada gangguan setinggi diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi respiratorik.

TANDA DAN GEJALA


a.    Gangguan kesadaran
b.    Konfusi
c.    Abnormalitas pupil
d.   Awitan tiba-tiba defisit neurologi
e.    Perubahan tanda vital
f.     Gangguan penglihatan dan pendengaran
g.    Disfungsi sensory
h.    Kejang otot
i.      Sakit kepala
j.      Vertigo
k.    Gangguan pergerakan
l.      Kejang
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.    CT Scan dan Rontgen mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan
otak
b.    Angiografi serebral menjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,
perdarahan, trauma
c.    X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen
tulang
d.   Analisa gas darah mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika peningkatan tekanan
intracranial.
e.    Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intracranial 
PENGKAJIAN
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola
napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi
sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan
meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia
yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala.
Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran,
baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus
cranialis, maka dapat terjadi :
·      Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh
emosi/tingkah laku dan memori).
·      Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
·      Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
·      Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
·      Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik
diafragma.
·      Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga
kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan
mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi
kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot
antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada
spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.    Kerusakan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya edema serebri
b.    Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekresi dan sumbatan jalan napas
c.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas yang lama
d.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif dan penurunan kekuatan/tahanan.
e.    Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka pembedahan dan tindakan invasif
PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Kerusakan perfusi NOC Outcome : NIC : Circulatory care
jaringan - Perfusi jaringan 1. Monitor vital sign Mengetahui adanya
    serebral cerebral 2. Moniror status neurologi resiko peningkatan TIK
- Balance cairan 3. Monitor status
hemodinamik Peningkatan aliran vena
Client Outcome : 4. Posisikan kepela klien dari kepala
- Vital sign membaik head Up 30o menyebabkan
- Fungsi motorik 5. Kolaborasi pemberian penurunan TIK
sensorik manitol Mengurangi edema
   membaik   sesuai order cerebri

2. Ketidakefektifan NOC Outcome : NIC : Manajemen


jalan - Status respirasi : jalana napas Mengetahui kepastian
    napas pertukaran   1.Monitor status dan kepatenan
                      Gas respirasi dan kebersihan jalan napas
- Status respirasi :    Oksigenasi
kepatenan   2. Bersihkan jalan
                             jalan napas
napas
- Status respirasi : 3. Auskultasi suara
ventilasi pernapasan
- Kontrol aspirasi
4. Berikan Oksigen Membebaskan jalan
Client Outcome : sesuai napas terhadap
- Jalan napas paten     Program akumulasi sekret guna
- Sekret dapat terpenuhinya
dikeluarkan NIC : Suctioning air
kebutuhan oksigenasi
- Suara napas bersih way
klien
1. Observasi sekret
yang keluar
2. Auskultasi seblum
dan sesudah
    melakukan suction
3. Gunakan pealatan
steril pada
    saat melakukan
suction
4. Informasikan pada
klien dan
    keluarga tentang
tindakan 
    suction

3. Kerusakan NOC Outcome : NIC : Perawatan luka


integritas kulit - Integritas jaringan dan
          pertahanan kulit Mengetahui seberapa
Client Outcome : 1. Observasi lokasi luas kerusakan
- Integritas kulit utuh terjadinya integritas kulit klien
    kerusakan integritas
kulit
2. Kaji faktor resiko
kerusakan Mencegah terjadinya
    integritas kulit penekanan pada area
3. Lakukan perawatan dekubibus
luka
4. Monitor status
nutrisi
5. Atur posisi klien
tiap 1 jam
    Sekali
6. Pertahankan
kebersihan alat
    Tenun

4. Intolerasi aktivitas NOC Outcome : NIC : Terapi latihan


- Pergerakan sendi aktif (pergerakan sendi)
- Tingkat mobilisasi 1. Observasi KU klien Dengan latihan
- Perawatan ADLs 2. Tentuka ketebatasan pergerakan akan
gerak mencegah terjadinya
Client Outcome :      Klien kontraktur otot
- Peningkatan 3. Lakukan ROM
kemampuan sesuai
  dan kekuatan otot     Kemampuan
dalam 4. Kolaborasi dengan
  bergerak terapis
- Peningkatan aktivitas     dalam melaksanakan
fisik latihan Meminimalkan
terjadinya kerusakan
NIC : Terapi latihan mobilitas fisik
(kontrol otot)
1. Evaluasi fungsi
sensori
2. Tingkatkan aktivitas
motorik
     sesuai kemampuan
3. Gunakan sentuhan
guna
    meminimalkan
spasme otot
5. Resiko terjadi NOC Outcome : NIC : Kontrol infeksi
infeksi - Status imunologi 1. Pertahankan Meminimalkan invasi
- Kontrol infeksi kebersihan mikroorganisme
- Kontrol resiko     Lingkungan penyebab infeksi
2. Batasi pengunjung kedalam tubuh
Client Outcome : 3. Anjurkan dan ajarkan
- Bebas dari tanda-tanda pada
   Infeksi     keluarga untuk cuci
- Angka lekosit dalam tangan sebelum dan
batas sesudah kontak dengan
   Normal klien
- Vital sign dalam batas 4. Gunakan teknik septik
   normal dan
    aseptik dalam
perawatan klien
5. Pertahankan intake
nutrisi yang adekuat
6. Kaji adanya tanda- Mencegah terjadinya
tanda infeksi infeksi lanjutan
7. Monitor vital sign
8. Kelola terapi
antibiotika Memberikan
perlindungan pada
NIC : Pencegahan infeksi klien tehadap paparan
1. Monitor vital sign mikroorganisme
2. Monitor tanda-tanda penyebab infeksi
infeksi Memastikan
3. Monitor hasil pengobatan yang
laboratorium diberikan sesuai
4. Manajemen lingkungan program

5. Manajemen
pengobatan

KEPUSTAKAAN
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI, Jakarta

Doenges M.E. at al., 1992,  Nursing Care Plans,  F.A. Davis Company, Philadelphia

Hudak C.M., 1994,  Critical Care Nursing, Lippincort Company, Philadelphia.

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby Year-Book, St.
Louis

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002,  NANDA

Anda mungkin juga menyukai