Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan taraf hidup manusia yang disertai kemajuan jaman memacu juga
peningkatan insiden penyakit degeneratif akibat pola hidup, faktor genetik maupun
pengaruh lingkungan. Harapan / pandangan hidup bahwa setiap orang ingin hidup sehat
sampai akhir menjadi tugas semua pihak yang masih peduli dengan kesehatan. Indonesia
Sehat 2011-2014 adalah merupakan langkah awal yang telah dilalui dan saat ini sedang
menuju dekade selanjutnya untuk meningkatkan kesadaran, keamanan / keselamatan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan seoptimal
mungkin, sehingga tercipta masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang memiliki
perilaku hidup sehat dan kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
paripurna di seluruh Indonesia (Depkes, 2011).
DM (Diabetes Melitus) merupakan penyakit kronis progresif yang ditandai
dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein (Black, 2009). DM telah menjadi epidemic di seluruh belahan dunia menjadi
masalah kesehatan bagi masyarakat pada umumnya. Pada tahun 2012, Badan Kesehatan
Dunia atau WHO memperkirakan, 347 juta jiwa dari 3,8 miliar penduduk dunia usia 20-
79 tahun menderita DM dan pada tahun 2030 diperkirakan meningkat menjadi 552 juta
jiwa (Amorin Remus, 2012) Diperkirakan ada peningkatan 9,9% pertahun pada satu
populasi dewasa. Sebagian penderita diabetes mengalami komplikasi yang
membahayakan keselamatan jiwa. Dari berbagai penelitian epidemologis di Indonesia,
terdapat peningkatan prevalensi dari 1,5 - 2,3% menjadi 5,7% pada penduduk usia lebih
dari l5 tahun, dan bahkan suatu penelitian di Manado dan Depok mendapatkan angka
prevalensi sebesar 6,l% dan 12,8%. Melihat pola pertambahan penduduk saat ini,
diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas
20 tahun, dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 2%, akan didapatkan 3,56 juta
penyandang DM. Data terakhir yang dikeluarkan Departemen Kesehatan RI 2007
menyebutkan prevalensi DM secara nasional 5,7%.
Dari beberapa epidemiologi DM diatas, saat ini upaya penanggulangan penyakit
diabetes mellitus belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan,
walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain
komplikasi gangrene (ulkus diabetikum), payah jantung, hipertensi, payah ginjal, stroke
(Sujono Riyadi, 2008).
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Diabetes Melitus?
C. Tujuan Penulisan
Untuk meningkatkan kompetensi sebagai mahasiswa magister keperawatan
mengenai asuhan keperawatan lanjut yang membahas mengenai Diabetes Melitus yang
membahas secara epidemiologi, teoritis dan asuhan keperawat secara komprehensif
menggunakan teori keperawatan Calista Roy.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi pelayanan keperawatan : memberi gambaran tentang penatalaksanaan penderita
DM berbasis EBN (evidence based nursing) sehingga perawat dapat menerapkannya
dalam pelayanan keperawatan kepada pasien untuk mencapai tujuan keperawatan.
2. Bagi institusi pelayanan kesehatan: memberi gambaran tentang Trend dan Issue
Perawatan Pasien DM dan Inovasi Komplementer yang terus dikembangkan lewat
riset sehingga dapat diterapkan dalam mengambil keputusan institusi.
3. Bagi penulis: memberi gambaran pembelajaran tentang apa, bagaimana patofisiologi
DM berpengaruh secara luas dan menimbulkan masalah keperawatan. Serta
pendekatan / pengkajian berbasis theori keperawatan Calista Roy yang bagaimana
dapat diaplikasikan di tataran klinik.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medik


1. Definisi
a. Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat,lemak dan
protein mengarah ke hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi). (Black,2014
p.631)
b. Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronik multisistem/kompleks yang
berhubungan dengan penurunan produksi insulin dan melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi
makro dan mikrovaskuler dan neurologis. (Lewis,2011 p.1218)
c. Diabetes Mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan insulin yang
bersifat absolut atau relatif, dan diantara beberapa akibatnya menyebabkan
konsentrasi glukosa plasma. (Silbernagl, 2007 p.286)
2. Anatomi dan Fisiologi Anatomi terkait DM

Pancreas merupakan salah satu bagian dari sistem endokrin. Yang terletak di
abdomen bagian tengah, di bawah dan di belakang lambung, di depan vertebra
lumbal pertama. Panjangnya  15 cm , lebar 5 cm mulai dari duodenum sampai
limpa, berat 60 – 90 gram terdiri dari 3 bagian :
a. Kepala pancreas terletak di sebelah kanan abdomen di dalam lengkungan
duodenum
b. Badan pancreas merupakan bagian utama pancreas yang terletak di belakang
lambung , di depan vertebra lumbalis pertama.
c. Bagian yang runcing merupakan ekor pancreas, yang terletak di sebelah kiri yang
sebenarnya menyentuh limpah
Struktur pancreas: Merupakan kumpulan kelenjar yang, masing – masing
mempunyai saluran, saluran tersebut bersatu menjadi ductus Pancreaticus ; ductus
pancreaticus menjadi ductus koleductus yang diteruskan ke duodenum di bawah
pilorus.
Pancreas disebut juga sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi yaitu ;
a. Fungsi eksokrin yang mensekresi enzim pancreatin untuk pencernaan
b. Fungsi endokrin mempunyai 3 jenis sel
1) Sel  mensekresi glukosa untuk meningkatkan glukosa darah
2) Sel  mensekresi insulin yakni hormon insulin mengatur metabolisme
protein , lemak karbohidrat dengan cara meningkatkan permeabilitas sel,
yang diberikan dengan suatu reseptor tertentu pada membran sel sehingga
Karbohidrat, protein, lemak masuk dalam sel di pulau langerhans
3) Sel delta mensekresi Somatostatin.
Sel  langerhans akan mengeluarkan hormon insulin yang berfungsi:
1) Menghilangkan atau menghentikan pemecahan glikogen menjadi glukosa
2) Memacu glukosa masuk ke dalam sel.
3) Memacu enzim yang mengubah glukosa menjadi glikogen dan lemak
Sedangkan glukagon bekerja atau mempunyai fungsi sebaliknya jika
dibandingkan dengan insulin, dimana bila glukosa dalam darah turun
maka sel  langerhans akan mengeluarkan hormon glukagon yang
berfungsi meningkatkan pemecahan glikogen menjadi glukosa dan
meningkatkan proses glikoneogenosis. Insulin dibutuhkan oleh tubuh
untuk mengubah glukosa menjadi energi dan produksinya dipacu oleh
glukosa dalam aliran darah.
3. Klasifikasi
Berdasarkan tingkat intoleransi Diabetes Mellitus dikenal dua tipe yaitu :
a. Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
DM tipe pertama dikenal sebagai diabetes juvenille , berkembang sejak masa
kanak – kanak dan sebelum usia 30 tahun. Para penderita harus mendapat
suntikan insulin karena pancreas tidak dapat memproduksi insulin atau
produksinya sangat sedikit.
b. Tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes (NIDDM)
Dalam tipe kedua pada usia 40 tahun atau lebih, pada golongan ini biasanya
terjadi resistensi terhadap kerja insulin normal karena interaksi insulin
dengan reseptor insulin pada sel kurang efektif sehingga glukosa tidak dapat
masuk sel dan berkurangnya sekresi insulin relatif. Pada penderita tipe dua
diberikan terapi Diit dan obat oral diabeticum.
4. Etiologi
a. DM TIPE. I (10-15%)
1) Faktor genetik
Terjadi pada individu yang memiliki HLA (Human Leukosit Antigen) yang
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas transplantasi dan
proses imun
2) Faktor Imunologi
Terdapat respon imun yang merupakan respon abnormal dimana antibody
mengarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan yang dianggap sebagai jaringan asing.
b. DM TIPE. II (80-90 %)
1) Obesitas
2) Stress
3) Faktor lingkungan / gaya hidup
4) Aktivitas yang kurang.
5. Patofisiologi
Diabetes melitus disebabkan oleh kekurangan insulin yang bersifat absolut
atau relative, dan diantara beberapa akibatnya menyebabkan peningkatan
konsentrasi glukosa plasma. Penyakit ini diberikan nama demikian karena ekskresi
glukosa di dalam urin. Penyakit ini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe,
tergantung dari penyebab dan perjalanan penyakit. Klasifikasi ini berguna, meskipun
sangat sederhana.
Pada tipe I (diabetes melitus yang tergantung insulin (IDDM)), sebelumnya
disebut diabetes juvenilis yang terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien
membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta
pankreas karena mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh
infeksi virus. Pulau pankreas diinfiltrasi oleh limfosit T dan dapat ditemukan
autoantibodi terhadap jaringan pulau (antibody sel pulau (ICA) dan insulin
(autoantibodi insulin/ IAA). ICA pada beberapa kasus dapat dideteksi selama
bertahun-tahun sebelum onset penyakit. Setelah kematian sel beta, ICA akan
menghilang kembali. Sekitar 80% pasien membentuk antibody terhadap glutamate-
dekarboksilase yang diekspresikan di sel beta. Diabetes melitus tipe I terjadi lebih
sering pada pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini
berarti terdapat disposisi genetic.
Tipe II (diabetes melitus yang tidak tergantung insulin / NIDDM),
sebelumnya disebut dengan onset dewasa, hingga saat ini merupakan diabetes yang
paling sering terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetic juga berperan penting. Namun,
terdapat defisiensi insulin relatif, pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin
dari luar. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target
memiliki sensitivitas yang berkurang terhadap insulin.
Sebagian besar pasien diabetes melitus tipe II memiliki berat badan berlebih.
Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak dan
aktivitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran
energi meningkat konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan
menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya terjadi
resistansi insulin yang memaksa untuk meningkatkan pelepasan insulin. Akibat
regulasi menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat.
Defiensi insulin relative dapat juga disebabkan oleh autoantibodi terhadap
reseptor atau insulin serta oleh kelainan yang sangat jarang pada biosintesis insulin,
reseptor insulin atau transmisi intrasel. Bahkan tanpa ada disposisi genetic, diabetes
dapat terjadi di dalam perjalanan penyakit lain seperti pankreatitis dengan kerusakan
sel beta (diabetes karena kerusakan pancreas) atau karena kerusakan toksik di sel
beta. Diabetes melitus ditingkatkan oleh peningkatan pelepasan hormone antagonis.
Diantaranya, somatotropin (pada akromegali), glukokortikoid (pada penyakit
cushing atau stress disebut diabetes steroid), epinefrin (pada stress), progesterone
dan koriomamotropin (pada kehamilan), ACTH, hormone tiroid dan glucagon.
Infeksi yang berat meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah disebutkan
diatas sehingga meningkatkan manifestasi diabetes melitus. Somatostatinoma dapat
menyebabkan diabetes karena somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes karena
somatostatin yang disekresikan akan menghambat pelepasan insulin.
Akibat Akut Defisiensi Insulin (Diabetes Melitus)
Pada defisiensi insulin akut, akan terjadi hiperglikemia karena pengaruh
insulin pada metabolism glukosa tidak ada. Penimbunan glukosa diekstrasel
menyebabkan hiperosmolaritas. Transport maksimal glukosa akan meningkat
diginjal sehingga glukosa diekresikan ke dalam urin. Hal ini menyebabkan diuresis
osmotic yang disertai kehilangan air (polyuria), Na+ dan K+ dari ginjal, dehidrasi dan
kehausan. Meskipun kehilangan K+ dari ginjal tetapi tidak terjadi hypokalemia
karena sel melepaskan K+ akibat penurunan aktivitas kotranspor Na+ - K+ 2Cl_ dan
Na+ - K+ - ATPase. Oleh karena itu, konsentrasi K+ ekstrasel cenderung meningkat
sehingga menyamarkan keseimbangan K+ negatif. Pemberian insulin kemudian
menyebabkan hypokalemia yang dapat mengancam nyaman. Dehidrasi
menyebabkan hypovolemia dengan menimbulkan gangguan sirkulasi dengan derajat
yang sesuai. Pelepasan aldosterone yang terjadi meningkatkan kekurangan K+ ,
sedangkan pelepasan epinefrin dan glukokortikoid akan meningkatkan katabolisme.
Aliran darah ginjal yang menurun akan mengurangi ekskresi glukosa dari ginjal
sehingga mendorong terjadi hiperglikemia.
Sel semakin kehilangan fosfat dan magnesium yang juga diekskresikan oleh
nginjal. Jika terdapat defisiensi insulin, protein akan dipecahkan menjadi asam
amino di otot dan jaringan lain. Pemecahan otot bersama dengan gangguan elektrolit
akan menyebabkan kelemahan otot. Lipolisis yang telah terjadi menyebabkan
pelepasan asam lemak ke dalam darah (hiperlipidasidemia). Hati menghasilkan asam
asetoasetat dan asam hidroksibutirat – B dari asam lemak. Penumpukan asam ini
akan menyebabkan asidosis, yang memaksa pasien untuk bernapas dalam
(pernapasan Kussmaul). Beberapa asam ini dipecahkan menjadi aseton (benda
keton). Selain itu, trigeliserida akan dibentuk di hati dari asam lemak dan bergabung
menjadi VLDL. Oleh karena defisiensi insulin memperlambat pemecahan
lipoprotein, hyperlipidemia menjadi semakin berat. Beberapa trigeliserida tetap
tersisa di dalam hati sehingga terjadi perlemakan hati.
Pemecahan protein dan lemak serta polyuria akan menyebabkan penurunan
berat badan. Metbolisme yang abnormal, gangguan elektrolit dan perubahan volume
sel akibat perubahan osmolarit dan perubahan volume sel akibat perubahan
osmolaritas dapat mengganggu fungsi neuron dan menyebabkan koma hyperosmolar
atau ketoasidosis.
Akibat utama defisiensi insulin relative adalah hiperglikemia dan
hiperosmolaritas sedangkan ada defisiensi insulin absolut, selain akibat tersebut
terdapat peningkatan proteolysis dan lipolysis (ketoasidosisi).
Komplikasi Lanjut Hiperglikemia yang Berkepanjangan (Diabetes Melitus)
Kelainan metabolik pada defisiensi insulin absolut atau relative yang paling
diterapi secara adekuat, dalam waktu beberapa tahun atau dekade akan
menyebabkan perubahan yang luas dan bersifat ireversibel di dalam tubuh.
Hiperglikemia memainkan peranan yang penting dalam hal ini.
Glukosa direduksi menjadi sorbitol di dalam sel yang mengandung enzim
aldosareduktase. Alkohol heksahidrat ini tidak dapat melalui membrane sel dan
salah satu akibatnya adalah konsentrasinya di dalam sel akan meningkat dan sel
membengkak. Akibat penumpukan sorbitol di lensa mata, terjadi penarikan air yang
selanjutnya merusak kejernihan lemsa (perkabutan lensa/ katarak). Penumpukun
sorbitol di sel Schwann dan neuron akan mengurangi konduksi saraf (polineuropati)
terutama memengaruhi sistem saraf otonom, refleks dan fungsi sensorik. Untuk
menghindari pembengkakan, sel berkompensasi dengan melepaskan mioinositol,
yang kemudian tidak tersedia lagi untuk fungsi lain.
Sel yang tidak dapat mengambil glukosa dalam jumlah yang cukup akan
menyusut karena hiperosmolaritas ekstrasel. Fungsi limfosit yang telah menyusut
akan terganggu (missal, pembentukan superoksida yang penting dalam sistem imun).
Karena itu, pasien diabetic rentan terhadap infeksi, misalnya infeksi kulit ( furunkel)
dan ginjal (pielonefritis). Infeksi ini selanjutnya meningkatkan kebutuhan insulin
sehingga menyebabkan peningakatan pelepasan hormone antagonis insulin.
Hiperglikemia meningkatkan pembentukan protein plasma yang mengandung
gula seperti fibrinogen, haptoglobin, macroglobulin- α2 serta faktor pembekuan V-
VIII. Dengan cara ini, kecenderungan pembekuan dan viskositas darah mungkin
meningkat sehingga risiko thrombosis meningkat.
Dengan mengikat glukosa ke gugus protein yang bebas amino dan
seterusnya, akan terjadi reaksi amadori yang bersifat ireversibel, yakni glikolisis
nlanjut produk akhir (AGE) yang belum sepenuhnya dapat dipahami. Hal ini juga
terjadi dalam jumlah yang meningkat pada otrang tua. Jaringan protein dapat
dibentuk melalui pembentukan pentosin. AGE berikatan dengan reseptormya
masing-masing di membrane sel sehingga dapat meningkatkan pengendapan kolagen
di membrane basalis pembuluh darah. Pembentukan jaringan ikat sebagian
dirangsang melalui transforming growth factor β (TGF- β). Selain itu, serabut
kolagen dapat diubah melalui glikosilasi. Kedua perubahan ini menyebabkan
penebalan membrane basalis dengan penurunan permeabilitas dan penyempitan
lumen (mikroangiopati). Perubahan terjadi pada retina, juga sebagai mikroangipati,
yang pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan (retinopati). Di ginjal akan terjadi
glomerulosklerosis (Kimmelstiel – Wilson) yang dapat menyebabkan proteinuria,
penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kehilangan glomerulus, hipertensi dan
gagal ginjal. Karena konsentrasi asam amino yang tinggi di dalam plasma, akan
terjadi hiperfiltrasi pada sisa glomerulus yang masih utuh, yang kemudian juga akan
mengalami kerusakan.
Bersamaan dengan peningkatan VLDL di dalam darah dan peningkatan
kecenderungan pembekuan darah, hipertensi mendorong pembentukan
makroangiopati, yang dapat semakin merusak ginjal serta menyebabkan infark
miokard, infark serebri dan penyakit pembuluh darah perifer.
Akhirnya, glukosa dapat bereaksi dengan hemoglogin (HbA) untuk
membentuk HbA1c , yang peningkatan konsentrasinya di dalam darah menunjukkan
keadaan hiperglikemia yang telah berlangsung lama. HbA1c memiliki afnitis oksigen
yang lebih tinggi daripada HbA dank arena itu agak sukar melepaskan oksigen
diperifer. Defisiensi insulin yang menetap selanjutnya menyebabkan penurunan
konsentarsi 2,3 biofosfogliserat (BPG) sieritrosit yang pengatur hemoglobin
alosterik akan menurunkan afinitas oksigen. Kekurangan BPG juga menyebabkan
afnitas oksigen HbA.
Ibu yang mengalami disbetes secara statistik memiliki peluang yang lebig
besar untuk melahirkan bayi dengan berat badan yang lebih berat dari normal. Hal
ini mungkin terjadi akibat peningkatan konsentarsi asam amino di dalam darah
sehingga menyebabkan asam amino di dalam darah sehingga menyebabkan
peningkatan pelepasan somatotropin.
Hiperinsulinisme, Hipoglikemia
Kelebihan insulin biasanya terjadi akibat terlalu tinggi dosis insulin atau obat
antidiabetes oral yang digunakan selama pengobatan diabetes melitus. Sebagai
patokan, kelebihan dosis akan menimbulkan gejala jika kebutuhan insulin menurun
pada aktivitas fisik. Kelebihan insulin juga sering terjadi pada bayi baru lahir dari
ibu penderita diabetes. Konsentrasi glukosa dan asam amino yang tinggi di dalam
darah ibu akan menyebabkan perangsang dan hyperplasia sel beta pada anak
intrauterine sehingga setelah lahir insulin akan dilepaskan dalam jumlah besar.
Pada beberapa orang, pelepasan insulin terlambat sehingga terjadi
hiperglikemia yang terutama terlihat setelah mengonsumsi makanan kaya
karbohidrat. Hal ini menyebabkan pelepasan insulin yang berlebihan, yang setelah 4-
5 jam menyebabkan hipoglikemia. Pasien seperti ini kemudian hari sering kali
mengalami diabetes.
Pada keadaan yang jarang, hipoglikemia disebabkan oleh autoantibodi
pengikatan insulin. Akibatnya, insulin akan dilepaskan dengan beberapa
keterlambatan dari ikatannya dengan antibody. Bahkan pada keadaan yang lebih
jarang perangsang autoantibodi terhadap reseptor insulin dapat menyebabkan
hipoglikemia.
Pada sejumlah kelainan genetik (yang jarang) pemecahan asam amino,
konsentrasi asam amino di dalam darah akan meningkat secara bermakna (missal
pada hiperleusinemia). Pelepasan insulin yang dirangsang oleh asam amino,
kemudian menjadi terlalu tinggi untuk konsentrasi glukosa tertentu sehingga terjadi
hipoglikemia. Pada gagal hati , penurunan pemecahan asam amino dapat
menyebabkan hipoglikemia. Kelainan metabolism karbohidrat, seperti pada
beberapa penyakit penyimpanan glikogen, intoleransi fruktosa atau galaktosemia,
dapat juga menyebabkan hipoglikemia.
Pada sindrom dumping yang terjadi setelah reaksi lambung, gula yang
diberikan secara oral akan mencapai usus tanpa mengalami pencernaan secara tiba-
tiba dan segera diserap. Hormon pencernaan dan konsentrasi glukosa yang
meningkat dengan tajam menyebabkan pelepasan insulin yang berlebihan sehingga
terjadi hipoglikemia setlah selang waktu satu hingga sua jam.
Pada keadaan yang jarang, kelebihan insulin disebabkan oleh tumor penghasil
insulin. Kelebihan insulin relatif juga dapat terjadi pada pelepasan insulin yang
normal jika pelepasan dan atau kerja hormon antagonis insulin (glukortikoid,
epinefrin, glucagon, somatotropin) terganggu. Hal ini biasanya terjadi bila cadangan
glukosa rendah dan gluconeogenesis dari asam amino terbatas seperti pada gagal
hati, setlah mengalami kelaparan atau alkoholisme, tetapi juga dapat terjadi pada
peningkatan pemakaian glukosa seperti selama kerja yang berat atau pada tumor.
Akibat yang paling penting dari kelebihan insulin absolut atau relative adalah
hipglikemia, yang menyebabkan nafsu makan menjadi sangat besar dan
menyebabkan perangsang saraf simpatis yang hebat dengan menimbulkan
takikardia, berkeringat dan tremor. Suplai energy yang terganggu pada sistem saraf
karena membutuhkan glukosa, dapat menimbulkan kejang dan kehilangan
kesadaran. Akhirnya, otak mengalami kerusakan yang ireversibel.
6. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang khas dari diabetes melitus secara umum;
a.Pliuria : frekuensi dan jumlah kencing berlebihan terutama pada malam hari
b. Poliphagia : makan yang sering dan banyak karena selalu sering merasa lapar.
c.Polidipsi: cenderung merasa haus karena banyak urine yang keluar sehingga
banyak minum
Tanda dan gejala secara spesifik :
a. Tipe I IDDM :
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Mudah tersinggung
3) Lelah
4) Gatal – gatal
5) Mual, muntah
b. Tipe II NIDDM :
1) Infeksi kulit
2) Nyeri pada ekstremitas
3) Kesemutan
4) Gatal – gatal
5) Mual muntah
6) Keputihan dan infeksi pada vagina
7) Obesitas.

7. Test Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium : Darah
Jenis – jenis pemeriksaan gula darah
a. GDS gula darah pada saat itu juga
b. NPP (Nuchter Post Pandrial)
Gula darah yang diperiksa dua kali yaitu sebelum makan dan dua jam setelah
makan dengan tujuan menegakkan diagnosa dan ditujukan kepada klien yang
sama sekali belum diketahui adanya penyakit DM.
c. KH ( Kurva Harian )
Gula darah diperiksa sebanyak tiga kali yakni sebelum makan , jam 1100 dan
jam 16.00, yang dilakukan secara periodik yang bertujuan untuk mengevaluasi
terapi diabetikum.
d. Glucose Toleransi Test ( GTT )
Pemeriksaan dilakukan sebanyak 5 kali yang mana sebelumnya pasien diberi
glukosa baik oral maupun parenteral. Dan ini ditujukan pada pasien yang pada
pengkajian didapatkan adanya Diabetes mellitus
e. Serum Glukosa ; bisa meningkat 200 – 1000mg
f. Keton plasma ; biasanya ( + ) pada DM tipe I.
g. AGD : Terdapat metabolisme asidosis yang dikompensasikan dengan nafas
cepat ( Asidosis respiratori ).
h. Elektrolit : sodium bisa naik atau normal, potasium normal / turun, phospor
biasanya turun.
i. Serum insulin bila tidak ada pada tipe pertama dan bila meningkat pada tipe II ,
yang mana merupakan indikasi insulin.
j. Pemeriksaan glucose urine: terdapat glukosa dalam urine.

Test Diagnostik (Wijaya & Putri, 2013 &Tartowo, 2012)


a. Pemeriksaan darah: pemeriksaan gula darah meningkat (GDS > 200mg/dl, FBS
> 140 mg/dl, 2 jam PP > 200 mg/dl), peningkatan HgbA1C, kolesterol, lipid dan
trigliserida meningkat, pemeriksaan albumin, pemeriksaan darah urea nitrogen
(BUN) dan kreatinin, pemeriksaan elektrolit.
b. Pemeriksaan urine: glukosa urine meningkat (glukosaria), pemeriksaan keton
meningkat (ketonuria), proteinuria dan albumin urin.
c. Foto Rontgen: rontgen dada untuk menentukan adanya kelainan paru-paru.
d. Pemeriksaan angiografi, monofilament, dopler pada luka gangrene.
e. Kultur jaringan pada luka gangrene.
f. Pemeriksaan organ lain yang mungkin terkait dengan komplikasi DM seperti
mata, saraf, dan jantung.
8. Terapi
a. Aktifitas dan latihan
Fungsi latihan :
1) Menurunkan kadar gula dalam darah akibat metabolisme
yang meningkat.
2) Menurunkan berat badan dan mempertahankan berat badan dalam keadaan
normal.
3) Mempermudah transportasi glukosa untuk masuk ke dalam sel.
Latihan yang dianjurkan : fitness, kelenturan otot aerobik, jalan santai.
Yang perlu diperhatikan terapi aktivitas :
1) Jangan mulai olahraga jika kadar gula darah rendah
2) Jangan menggunakan sepatu yang sempit, karena luka sekecil apapun dapat
menimbulkan komplikasi parah
b. Diit
1) Diit ditujukan pada pengaturan jumlah kalori dan KH yang dimakan setiap
hari, jumlah kalori yang dianjurkan tergantung pada kebutuhan untuk
mempertahankan, mengurangi atau mencegah obesitas atau menambah
glukosa.
2) Keberhasilan diit tergantung pada pasien dan ketaatannya terhadap nutrisi
sesuai dengan kebutuhan.
Prinsip : menyediakan makanan yang bergizi sesuai dengan berat badan,
dan disesuaikan dengan kadar gula darah.
c. Obat.
Kalau pasien memerlukan obat-obatan biasanya agen hipoglikemia
fisiologis yang disebut insulin, diberikan dalam bentuk injeksi, bisa juga
diberikan obat anti diabet oral berupa tablet.
Atau: Obat terdiri dari ; parenteral ; insulin dan oral yaitu tablet diabetikum
(obat golongan Sulfonilurea, Biguanid tidak dapat dipakai pada pasien IDDM.
Pemberian dosis insulin bervariasi sesuai dengan tinggi rendahnya gula darah,
kebutuhan insulin biasanya meningkat pada pasien yang mengalami penyakit
serius, mendapat penyakit infeksi dan menderita trauma berat.
Dosis insulin diberikan sesuai dengan respon pasien atau dikontrol pemeriksaan
GD dan urine, dan perhatikanlah komplikasi – komplikasi yang dapat timbul
akibat dari pemberian insulin
9. Komplikasi
Pada Tipe I ; IDDM
Komplikasi akut ;
a. hipoglikemia
b. diabetik ketoasidosis
Komplikasi kronik :
a. Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati
b. Makroangiopati: kardiovaskuler, serebrovaskular, peripheral vaskuler
Pada tipe II ; NIDDM
a. Hiperosmolar hiperglikemia non-ketonik lama
b. Hipoglikemia
c. Mikroangiopati ; retinopati, nefropati, neuropati
d. Makroangiopati ; cardiovascular, serebrovaskular, peripheral vascular.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
a. Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang (Wijaya & Putri, 2013 &Tartowo, 2012)
a) Sejak kapan pasien mengalami tanda dan gejala penyakit diabetes mellitus
dan apakah sudah dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut.
b) Apakah pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4 kg.
c) Hipertensi lebih dari 140/90 mmHg atau hyperlipidemia, kolesterol atau
trigliserida lebih dari 150 mg/dl.
d) Perubahan pola makan, minum dan eliminasi urin.
e) Adakah riwayat luka yang lama sembuh.
f) Penggunaan obat DM sebelumnya.
g) Adanya gatal pada kulit disertai luka yang tidak sembuh-sembuh,
kesemutan, menurunnya BB, menigkatnya nafsu makan, sering haus, banyak
kencing, menurunnya ketajaman penglihatan.
2. Riwayat Kesehatan Kelurga (Wijaya & Putri, 2013 &Tartowo, 2012)
Apakah ada riwayat keluarga dengan penyakit DM.
a) Riwayat Kesehatan Dahulu (Wijaya & Putri, 2013 &Tartowo, 2012)
1) Apakah pernah mengalami penyakit pakreas seperti pankreatitis,
neoplasma, trauma/ panreatectomy, penyakit infeksi seperti kongenital
rubella, infeksi cytomegalovirus serta sindrom genetic diabetes seperti
sindrom down.
2) Pengunaan obat-obatan atau zat kimia seperti glukokortikoid, hormon
tiroid, Dilantin, nicotinic acid.
3) Riwayat hipertensi, MCI, ISK berulang
b) Keluhan Utama Pasien Saat ini (Tartowo, 2012)
a) Nutrisi: peningkatan nafsu makan, mual, muntah, penurunan atau
peningkatan berat badan, banyak minum dan perasaan haus.
b) Eliminasi: perubahan pola berkemih (polyuria), nokturia, kesulitan
berkemih, diare.
c) Neurosensori: nyeri kepala, paresthesia, kesemutan pada ekstrimitas,
penglihatan kabur, gangguan penglihatan.
d) Integumen: gatal pada kulit, gatal pada sekitar penis dan vagina, luka
gangreng.
e) Muskuloskeletal: kelemahan dan keletihan.
f) Fungsi seksual: ketidakmampuan ereksi (impoten), regiditas,
penurunan libido, kesulitan orgasme pada wanita.
4) Pola Fungsi Kesehatan (Lewis et all. 2011)
a) Persepsi dan Manajemen Kesehatan: riwayat keluarga yang positif,
kelemahan, tanggal terakhir pemeriksaan mata dan gigi.
b) Nutrisi –metabolik: kegemukan, kehilangan BB (tipe 1), bertambah
gemuk ((tipe2), haus, lapar, mual dan muntah.
c) Eliminasi: konstipasi atau diare, sering berkemih, sering terkena infeksi
saluran kemih, nocturia, inkontinance urinary.
d) Latihan- aktivitas: otot lemah dan capek.
e) Persepsi Kognitif: sakit perut, sakit kepala, pandangan kabur.
f) Reproduksi Seksual: impoten, sering terkena infeksi di vagina,
penurunan libido.
g) Toleransi stress- coping: depresi, irritabilitas.
h) Nilai Kepercayaan: komitmen perubahan gaya hidup termasuk diet,
obat-obatan dan pola aktivitas.
5) Pemeriksaan Fisik (Lewis et all. 2011 & Tartowo, 2012)
a) Pemeriksaan integument: kulit kering dan kasar, hangat, kulit tidak
elastic, gatal-gatal pada kulit dan sekitar alat kelamin, luka gangrene
(pada kaki), kehilangan rambut pada kaki.
b) Muskuloskeletal: kelemahan otot, nyeri yulang, kelainan bentuk tulang,
adanya kesemutan, paresthesia dank ram ekstrimitas, osteomilitis.
c) Sistem persyarafan: menurunnya kesadaran, kehilangan memori,
iritabilitas, paresthesia pada jari-jari tangan dan kaki, neuropati pada
ekstrimitas, penurunan sensasi dengan pemeriksaan monofilament,
penurunan reflex tendom dalam, gelisah, bingung, pingsan, koma
d) Sistem pernapasan: nafas bau keton, perubahan pola nafas yang cepat.
e) Sistem kardiovaskuler: hipotensi atau hipertensi, lemah, takikardia
(nadi cepat), palpitasi.
f) Sistem gastrointestinal: mulut kering, mual.
b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan (Gulanick & Mylers, 2014, Black &
Hawks, 2014, Lewis et all, 2011 & Tarwoto, 2012)
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan tidak adekuatnya produksi insulin.
Tujuan: kebutuhan pasien terpenuhi
Kriteria Hasil:
a) Pasien mengungkapkan tidak ada mual dan nafsu makan baik.
b) Berat badan pasien dalam rentang ideal.
c) Intake makanan sesuai dengan kebutuhan tubuh, Indeks Massa Tubuh
(BMI).
d) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
e) Kadar glukosa tubuh dalam rentang toleransi
Data yang mungkin muncul:
a) Mual dan tidak nafsu makan
b) Intake kalori kurang dari kebutuhan tubuh.
c) Berat badan 10-20 % dibawah BB ideal.
d) Hiperglikemia.
e) Hb kurang dari normal.
Intervensi:
a) Kaji status nutrisi pasien
R/: menentukan kebutuhan nutrisi pasien
b) Timbang BB pasien dan lakukan secara berkalan 3 hari sekali atau sesuai
indikasi.
R/: Berat badan indikator status nutrisi pasien. Dapat menentukkan Basal
massa indeks dan merencanakan terapi nutrisi.
c) Ukur body masa indeks pasien.
R/: Kebutuhan nutrisi tubuh ditentukan juga oleh BMI
d) Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi status nutrisi pasien.
R/: Banyak faktor yang mempengaruhi status nutrisi sehingga perlu
diketahui penyebab kurang nutrisi dan merencanakan pemenuhan nutrisi.
e) Monitoring gula darah pasien secara periodic sesuai indikasi.
R/: perubahan gula darah dapat terjadi setiap saat serta dapat
menentukan perencanaan kebutuhan kalori.
2) Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan hiperglikemia dan
polyuria.
Tujuan: pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan.
Kriteria hasil:
a) Pola BAK normal
b) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
c) Konsistensi urine normal.
d) Berat badan pasien stabil atau tidak ada penurunan BB
e) Intake cairan 1500-3000ml per hari.
f) Kadar gula darah dalam rentang toleransi.
Data yang mungkin muncul:
a) Pasien sering BAK.
b) Pasien sering haus dan minum.
c) Konsistensi urine meningkat.
d) Penurunan BB
e) Kulit kering, turgor kulit kering.
f) Kadar gula darah meningkat.
g) Penurunan tekanan darah.
h) Peningkatan nadi.
Intervensi:
a) Kaji pola eliminasi urin pasien, konsentrasi urin, keadaan turgor kulit
pasien.
R/: menentukan status cairan tubuh.
b) Timbang BB pasien setiap hari.
R/: penurunan BB mudah sekali terjadi pada pasien dengan kehilangan
cairan.
c) Monitor intake dan output cairan pasien.
R/: mementukan kebutuhan dan keseimbangan cairan tubuh.
d) Anjurkan pasien untuk minum dengan jumlah yang cukup (1500-
3000ml).
R/: pemenuhan kebutuhan cairan tubuh.
e) Monitoring tanda vital.
R/: kekurangan cairan dapat menurunkan tekanan darah, isnus,
takikardia dapat terjadi pada hypovolemia

3) Resiko tidak efektifnya regimen terapeutik berhubungan dengan baru


terpapar DM, pengobatan medic dan kurang pengetahuan tentang diabetes
dan pengobatannya.
Tujuan: pasien dapat memperlihatkan kemampuan untuk mempertahankan
gula darah dalam rentang toleransi dan dapat menunjukkan pengetahuan
tentang perawatan diri pada pasien DM.
Kriteria hasil:
a) Pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala DM.
b) Pasien memahami penyebab dan perjalanan penyakit DM.
c) Pasien memahami kriteria penyakit DM.
d) Pasien memahami risiko atau komplikasi yang mungkin terjadi pada
pasien DM.
e) Pasien memahami cara pengukuran gula darah.
f) Pasien mengerti terapi yang diberikan.
g) Pasien memahami perawatan pasien dengan DM.
Data yang mungkin muncul:
a) Pasien pertama kali mengalami DM.
b) Pasien mengatakan tidak mengetahui penyakt DM, pengobatan dan
perawatannya.
c) Pasien mengalami komplikasi penyakit DM.
Intervensi Keperawatan:
a) Kaji latar belakang pendidikan pasien dan pengetahuan pasien tentang
gejala, penyebab, pengobatan dan pencegahan hiperglikemia.
R/: memahami dan mengukur kemampuan apa saja yang harus
disampaiakn kepada pasien.
b) Kaji faktor resiko penyakit DM yang dialami pasien.
R/: informasi awal yang penting perencaan intervensi lebih lanjut.
c) Kaji komplikasi yang mungkin timbul pada pasien DM seperti
hipertensi, penyakit jantung, ginjal stroke, gangguan penglihatan dan
gangguan seksual.
R/ Informasi adanya komplikasi pada pasien DM merupakan indikator
pasien yang mengalami DM pada masa yang lama.
d) Kaji adanya neuropati sensorik, neuropati motorik dan otonom.
R/: Mengetahui risiko terjadinya luka diabetik.
e) Jelaskan kepada pasien dan keluarga tanda dan gejala DM, penyebab,
pengobatan, cara pengukuran gula darah.
R/: Memberikan informasi yang jelas kepada pasien.
4) Resiko Glukosa tidak stabil berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan
kurangnya pengalaman sebelumnya dengan pemeriksaan darah dan urine dan
kurangnya pengetahuan dan kurangnya pengalaman dengan penyuntikkan
insulin sendiri.
Hasil yang diharapkan:
a) Pasien dapat menetapkan gula darah, keton urine dan glycosolated
hemoglobin dalam level range target.
b) Pasien dapat memeriksa kadar glukosa darah secara teratur dengan
mandiri.
Intervensi:
a) Memberikan instruksi pada pemantauan glukosa darah.
R/: Semua klien yang baru terdiagnosis DM memerlukan edukasi
tentang pemantauan urine dan glukosa darah. Semua klien DM mungkin
perlu menelaah dan memperbarui informasi untuk perawatan mandiri.
Informasi Pengukuran glukosa merupakan dasar perawatan pasien DM
b) Memberikan instruksi pada pemeriksaan urine.
R/: Zat ini tampak ada dalam urine kline yang puasa, klien dengan DM
tipe 1 tidak terkontrol dan pada tipe 1 dan 2 yang memepunyai penyakit
sekunder. Pada klien dengan DM, adanya keton mengindikasi
komplikasi serius ketoasidosis diabetik
c) Mengajarkan pemberian insulin
R/ Ketika diberikan secara benar, insulin bertindak sebagai pengobatan
penyelamatan hidup bagi klien yang bergantung insulin. Ketika
diberikan secara tidak benar, insulin mungkin menyebabkan komplikasi
mulai dari kerusakan jaringan sampai kematian akibat hipoglikemia.
5) Resiko luka pada kaki berhubungan dengan hiperglikemia, neuropathy
peripheral sensori, autonomic neuropathy, kekurangan sistem imun dan
insufiensi vaskular
Hasil yang diharapkan: Pasien bebas dari luka pada kaki.
Intervensi:
a) Menginstruksikan prinsip kebersihan ke pasien.
R/: Untuk mencegah infeksi
b) Mengajarkan ke pasien untuk melakukan inspeksi kaki setiap hari.
R/: Permukaan kaki perlu diperiksa untuk mencegah infeksi.
c) Mengajarkan informasi tentang hubungan antara neuropathy, cedera dan
penyakit vaskular, resiko ulserasi dan amputasi.
R/: Agar pasien berkomitmen untuk merawat kaki dengan mandiri
d) Mengajarkan ke pasien tentang pentingnya menggunakan alas kaki
(sepatu atau sandal).
R/: Untuk mencegah luka di kaki
e) Mendukung pasien untuk berhenti merokok.
R/: Kronik vasokontriksi disebabkan oleh merokok.
3. Discharge Planning

Edukasi untuk mencegah komplikasi DM seperti ulkus kaki (borok kaki)


a. Periksa kaki anda setiap hari untuk mendeteksi adanya borok sedini
mungkin, apakah ada kulit retak, melepuh,bengkak, luka, atau perdarahan
b. Periksa sepatu anda baik bagian dalam ataupun luar sebelum memakainya
untuk mendeteksi batu atau benda sejenis lainnya yang mungkin ada
c. Pastikan kaki anda diukur setiap kali membeli alas kaki yang baru
d. Jauhkan kaki dari udara panas, air panas, dan lain-lain
e. Pakaikan alas kaki pelindung di dalam rumah dan hindari berjalan tanpa
alas kaki
f. Pakai sepatu yang bertali dan cukup ruang untuk ibu jari kaki
g. Berikan pelembab pada daerah kaki yang kering , tetapi tidak pada sela-sela
jari
h. Bersihkan kaki setizp hari, keringkan dengan handuk termasuk sela-sela jari
i. Segera ke dokter bila kaki luka atau berkurang rasa
BAB III

KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. R (50 th)
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
ANAMNESA
Keluhan Utama: mual muntah.
Riwayat Penyakit Sekarang: pasien datang dengan keluhan mual muntah sejak 5 hari yang
lalu, mual-muntah setelah makan. Muntah sisa makanan, darah (-), kaki kiri terdapat luka
yang tidak sembuh selama +/- 15 hari. Kaki kiri terasa sakit saat dibuat berjalan. Badan terasa
linu sermua. Napsu makan menurun. Badan lemas dan berat badan menurun. BAB (+) tidak
rutin (1-2 hari sekali); BAK (+) sering terutama di malam hari. Pasien pernah jatuh 6 hari
yang lalu karena merasa pendangannya kabur terutama pada mata sebelah kanan.
Riwayat penyakit dahulu : pasien menderita DM sejak 5 tahun yang lalu, mengkonsumsi
metformin bila ingat. (tanyakan penggunaan obat DM injeksi / terapi komplementer lain)

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : lemah
Tensi : 160/100 mmHg.
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36, 5 C.
Respiratory Rate : 32 x/menit

Kepala/leher
Anemis (+) ikterus (-) cyanosis (-) dyspnue (+)
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax
Cor : S1 S2 Tunggal
Pulmo : ronchi -/-, wheezing -/-
Pernafasan vesikuler : +/+

Abdomen
Bising Usus : (+) 10 x/menit
Hepar dan Lien tidak teraba
Nyeri Tekan (-)
Ascites (+) minimal
Perkusi Thympani
Extremitas
Akral hangat pada keempat extremitas
Oedem pada kedua kaki
Pada kaki kiri didapatkan ulkus seluas pada dorsum manus

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Hematologi
Hemoglobin : 4,5 ( 13,5-18 g/dl )
Leukosit : 30,46 (4.300-10.300 g/dl )
LED : 160 ( 5-20)
Trombosit : 352.000 ( 150.000-350.000)
Eritrosit : 2,04 juta (4,4 -5,9 juta )
MCV : 67,6 ( 80-100 )
MCH : 22,1 ( 26-34 )
MCHC : 32,6 ( 32-36 )

Kimia Darah :
SGOT : 28,8 ( 5-31 g/dl )
SGPT : 31,4 ( 5-22 g/dl )
Gula Darah Puasa : 276 ( 70-110 mg/dl )
Ureum : 509,9 ( 20-40 mg/dl )
Kreatinin : 13,9 ( 0,5-0,9 mg/dl )
Uric Acid : 18,0 ( 3,4-7,0 mg/dl )
GDS : 60 mg/dl
HbA1C : 8,5 %

Planning Terapi
Terapi Baring /MRS
Infuse PZ : 10 tetes /menit
Injeksi Farsix : 2x1 amp
Injeksi Ceftriaxone : 2x1 amp
Transfusi PRC : 1 kolf perhari
Tablet bisoprolol : 5mg 1x1/2 tab
Tablet Insaar : 50 mg 1 x II tab
Insulin regular : 3x4 unit SC.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DENGAN MENGGUNAKAN KONSEP CALISTA ROY

I. Identitas pasien
A. Identitas pasien
1. Nama : Ny “ R “
2. Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan
3. Umur : 50 Tahun
4. Tanggal masuk RS : -
5. Tanggal pengkajian : -
6. Diagnose medik : DM Tipe I
7. Status perkawinan : Kawin
8. Suku/warganegara : Jawa/Indonesia
9. Agama : Islam
10. Pendidikan : SMA
11. Pekerjaan : Swasta
12. Alamat :-
B. Penanggung jawab pasien
1. Nama :-
2. Umur :-
3. Alamat :-
4. Hubungan dengan pasien :-

II. Pengkajian
Keluhan Utama :
1. Saat MRS : Pasien mengeluh mual dan muntah
2. Saat Pengkajian : KU Pasien Tampak Sakit Sedang, Kesdaran Composmentis,
Pasien mengeluh mual dan muntah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang : pasien datang dengan keluhan mual muntah sejak 5
hari yll, mual-muntah setelah makan. Muntah sisa makanan,
darah (-), kaki kiri terdapat luka yang tidak sembuh selama +/-
15 hari. Kaki kiri terasa sakit saat dibuat berjalan. Badan
terasa linu sermua. Napsu makan menurun. Badan lemas dan
berat badan menurun. BAB (+) tidak rutin (1-2 hari sekali);
BAK (+) sering terutama di malam hari. Pasien pernah jatuh 6
hari yang lalu karena merasa pendangannya kabur terutama
pada mata sebelah kanan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu: pasien menderita DM sejak 5 tahun yang lalu,
mengkonsumsi metformin bila ingat
5. Riwayat penyakit Keluarga:-

PENGKAJIAN TAHAP I
1. Pengkajian Fisiologis
A. Oksigenasi
Keluhan : Lemas,Kaji adanya keluhan sesak dan pusing
a. Inspeksi
Respiratory Rate : 32 x/mnt
Depth :
1. Deep 2. Moderate 3. Shallow
Irama :
1. Reguler 2. Ireguler 3. Biot 4.Kusmaul
5.Hiperventilasi
Effort : Retraction
1. Otot bantu nafas 2. Tanpa otot bantu nafas
Dyspneu : (+)
Konjungtiva : anemis
Sianosis :-
Clubbing Fingger :-
Suhu Tubuh : 36,5 OC
Rekomendasi/Kolaborasi pemasangan 02 nasal kanul 2 L/menit
b. Palpasi
Vocal Fremitus:
CRT : ≤3 dtk > 3 dtk
Kaji adanya perubahan nilai normal pada CRT ( Hb : 4,5 )
JVP :-
Nadi : 90 x./mnt
Ictus Cordis : -
c. Perkusi
Sonor :-
Redup :-
Pekak :-
Hipersonor/ timpani:
Batas Jantung :
Atas : -
Kiri :-
Kanan: -
d. Auskultasi
Suara Nafas : Vesikuler disemua lapang paru
Suara Tambahan: Ronkhi Wheezing Rales

Pleural Friction Rub Stridor


Suara Ucapan: Bronchophoni Pectoriloquy Egophony
Bunyi Jantung 1 : Tunggal
Bunyi Jantung 2 : Tunggal
Bunyi Jantung Tambahan: Gallop Murmur
Tekanan Darah : 160/100mmHg
Heart Rate : -
Pemeriksaan Penunjang : Tgl 16 Juni 2014 Hb : 4,5 gr/dL

Respon Maladaptive : Lemas,RR=32x/menit,TD : 160/100


mmhg,dyspneu (+),Konjungtiva : anemis, Hb = 4,5 gr/dL.
B. Nutrisi
Keluhan : Mual dan muntah sejak 5 hari, Lemas
 Bagaimana dengan selera makan ?

Baik Sedang Kurang
 Seberapa sering anda merasa lapar sebelum atau ketika anda makan?
Sering Kadang-kadang Jarang Tidak pernah
 Adakah perubahan pola makan sejak penyakit ini dirasakan?
a. Ya  b. Tidak
Jika ya, kaji bagaimana, porsi makan yang dihabiskan?
a. Inspeksi
Kulit : Lesi

Konjungtiva : Anemik Tidak anemik
Membrane mukosa mulut : Kering Lembab
Gigi : Utuh Caries Tanggal
BB : Kg TB : Cm IMT : 18,1 Kg/m2
Kesimpulan : BB Kurang
LLA: - LLB: - Lingkar Perut : -
Makanan parenteral : Infuse PZ 10 Tetes /menit
Gambaran vena pada abdomen :-
b. Auskultasi
Bising usus : 10 x/menit
c. Palpasi
Distensi abdomen : asites cairan minimal/massa/minimal
Nyeri tekan :-
Hepar dan lien tidak teraba
d. Perkusi
Batas Paru Hepar :-
Timpani/hipertimpani : Tympani
Pemeriksaan Penunjang : -
Hb : 4,5 g/dL
MCV : 67,6FL
MCH : 22,1 pg/UL
MCHC : 32,6 g/dL

Kimia Darah
SGOT : 28,8 g/dl
SGPT : 31,4 g/dl
Gula Darah Puasa : 276 mg/dl
GDS : 60 mg/dl
HbA1C : 8,5 %
Respon Maladaptive : Mual dan muntah sejak 5 hari,lemas,selera makan
kurang,konjungtiva anemik,IMT : 18,1 Kg/M2,asites minimal,Hb:4,5 g/dl,
SGOT : 28,8 g/dl,SGPT: 31,4 g/dl,Gula Darah Puasa: 276 mg/dl,GDS : 60
mg/dl HbA1C: 8,5 %.
e. Eliminasi
Keluhan :Bak (+) sering terutama pada malam hari, Bab (+) tidak rutin 1x dalam 1-2
hari
 Seberapa sering anda buang air kecil?

 Adakah perubahan BAK sejak mengalami penyakit ini?


a. Yes Bagaimana?
b. Tidak
 Adakah perubahan belakangan ini?
a. Ya b. Tidak
Jika ya, bagaimana……….
a. Inspeksi
Edema : Edema pada kedua Kaki
Warna urin :
Bau : perlu dikaji bau keton?
Jumlah Urine : - cc tiap kali BAK
Balance Cairan
Intake :
Output :
Balance :
b. Palpasi
Distensi VU :-
c. Perkusi Ginjal : -
Pemeriksaan Penunjang : Ureum Darah H : 509,9 mg/dL
Kreatinin Darah H : 13,9 mg/dL
Uric Acid : 18,0 mg/dL
Diperlukan GFR??
Respon Maladaptive : Bak (+) sering terutama pada malam hari, Bab (+) tidak
rutin 1x dalam 1-2 hari, Ureum Darah H : 509,9 mg/dL,Kreatinin Darah H :13,9
mg/dL,Uric Acid : 18,0 mg/dL.
f. Aktivitas dan Istirahat
Keluhan : Lemas dan pasien post jatuh 6 hari yang lalu.
 Aktivitas fisik apa yang bisa dilakukan setiap hari?
 Apakah Anda memiliki kesulitan bangun di pagi hari karena Anda merasa lelah?
Sering Kadang-kadang Jarang Tidak pernah
 Berapa jam tidaur anda setiap malam?
< 4 jam 4-6 jam 6-8 jam >8 jam
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
a. Demontrasi kemampuan
1) Makan :
2) Mandi :
3) BAB/BAK :
4) Pakaian :
5) Mobilitas tempat tidur:

b. Postur Tubuh :
c. Bagian tubuh yang mengalami kecacatan : -
Palpasi
Kekuatan otot :

TTV
TD: 160/100 mmhg
N: 90x/menit
S : 36,5 0C
P : 32 x/menit
ROM : Terbatas, pada kaki kiri didapatkan ulkus seluas dorsum manus
Pemeriksaan Penunjang; Pemeriksaan Penunjang : Tgl 16 Juni 2014 Hb : 4,5 gr/dL
Respon Maladaptive:Lemas,Hb : 4,5 gr/dL,TD: 160/100 mmhg,N:90
x/menit,P:32x/menit

g. Proteksi/perlindungan :
1. Keluhan : Badan terasa linu semua , lemas seluruh badan, pasien post jatuh 6
hari yang lalu.
 Bagaimana suhu pada kulit?
Panas Hangat Dingin
2. Pemerikasaan fisik :
Inspeksi
a. Kulit :
Inspeksi : Tampak ulkus seluas pada dorsum manus
Palpasi
1) Texture : edema pada kedua kaki.
2) Kelembaban :
3) Turgor :
b. Rambut :
Inspeksi
Distribusi :
Palpasi
c. Kuku :
1) Inspeksi :
2) Palpasi : -
Temperature : 36,5

Pemeriksaan Penunjang :
Hb : 4,5 g/dL
Hematokrit : 13,8 %
Jumlah Leukosit : 30,46 10ˆ3/µL
LED : 160
Jumlah Trombosit : 352 ribu/µL
MCV : 67,6FL
MCH : 22,1 pg/UL
MCHC : 32,6 g/dL
Dikolaborasikan pemeriksaan albumin ??

Respon Maladaptive: Badan terasa linu semua seluruh badan dan terasa
lemas,tampak ulkus seluas dorsum manus, edema pada kedua kaki, Hb : 4,5,
g/dL ,Hematokrit: 13,8 %,Jumlah Leukosit : 30,46 10ˆ3/µL,LED:160,Jumlah
Trombosit : 352 ribu/µL
h. Sense/sensorik
Keluhan :Pasien mengeluh kaki sakit kalau dibuat berjalan.
 Apakah pasien menggunakan kaca mata?
Ya Tidak
 Apakah pasien dapat membaca dengan jarak yang jauh?
Ya Tidak
 Apakah pasien menjawab pertanyaan dengan tepat jika Anda berbicara di tingkat
suara normal?
Ya Tidak
 Apakah pasien mengalami kesulitan berbicara?
Ya Tidak
 Apakah ada nyeri yang dirasakan?
Ya  Lokasi: Pada kaki kiri
Tidak
Pemeriksaan fisik
Penglihatan : pandangan kabur terutama pada mata sebelah kanan.
Perlu dikaji lapang pandang, visus dan pergerakan bola mata?
Penciuman :
Pendengaran :
Pengecapan :
Pemeriksaan Penunjang:-
Respon Maladaptive:Pasien mengeluh kaki sakit kalau dibuat berjalan,ada nyeri
pada kaki kiri,pandangan kabur terutama pada mata sebelah kanan.

i. Cairan dan elektrolit


Keluhan : Badan Lemas, Bak (+) sering terutama pada malam hari.
Inspeksi
Balance Cairan perlu dikaji ?
IMT : 18,1 Kg/m2
Kesimpulan : BB Kurang
Palpasi
Akral : Dingin Hangat √
Turgor Kulit : Elastis Tidak Elastis
Pemeriksaan Penunjang :
Perlu dikolaborasikan pemeriksaan SE?

Respon Maladaptive :Badan lemas,Bak (+) sering terutama malam hari, IMT 18,1
Kg/m2
j. Fungsi syaraf/neurologis perlu dikaji lebih lanjut
N. I :-
N. II : pandangan kabur terutama pada mata sebelah kanan
N.III, IV, VI :-
N. V :-
N. VII :-
N.VIII :-
N. IX-X :-
N.XI :-
N. XII :-
Respon Maladaptive : pandangan kabur terutama mata sebelah kanan
k. Fungsi endokrin
Keluhan :Lemas, mual dan muntah,
Apakah pasien punya penyakit diabetes ?
Ya  Sejak kapan: 5 tahun yang lalu
Tidak
Bagaimana siklus menstruasi pasien:-
Palpasi :
-
Pemeriksaan penunjang :-
Gula Darah Puasa : 276 mg/dl
GDS : 60 mg/dl
HbA1C : 8,5 %
Respon Maladaptive Lemas, mual dan muntah, menderita diabetes 5 tahun yang
lalu, Gula Darah Puasa: 276 mg/dl,GDS : 60 mg/dl,HbA1C: 8,5 %

2. Pengkajian Konsep Diri


Hal-hal yang perlu dikaji
Sebelum sakit:
Bagaimana asumsi dan sikap klien terhadap tubuhnya ukuran, bentuk struktur dan
fungsi?
Bagaimana persepsi klien tentang dirinya harus berperilaku berdasarkan standar,
tujuan,dan keinginan?
Sejak Sakit
a. Apakah klien mengungkapkan keputusasaan akibat penyakitnya?
b. Apakah klien mengungkapkan keinginan terlalu tinggi?
c. Apakah ada perasaan malu terhdap diri sendiri akibat penyakit yang diderita?
d. Apakah ada rasa bersalah terhadap diri?
e. Apakah ada perasaan merendahkan diri?
f. Apakak klien menarik diri?
g. Apakah klien merasakan percaya diri kurang?
Respon Maladaptive :-
3. Pengkajian Fungsi Peran
Hal-hal yang perlu dikaji
Sebelum sakit:
Bagaimana fungsi dan peran klien sebelum sakit?
Saat akit:
a. Apakah klien mengingkari ketidakmampuan untuk menjalankan peran?
b. Apakah klien mengungkapkan ketidakpuasan peran?
c. Apakah klien menunjukan sikap apatis, bosan dan putus asa?
Respon Maladaptive :-
4. Pengkajian Interdependen
Hal-hal yang perlu dikaji
Sebelum sakit:
Bagaimana asumsi dan sikap klien terhadap hubungan dengan keluarga maupun
dilingkungan bekerja dan tempat tinggal?
Saat sakit:
a. Apakah klien merasa perubahan perhatian dari keluarga?
b. Apakah selama sakit klien selalu ditemani oleh keluarga?
c. Apakah selama sakit klien dikunjungi?
Respon Maladaptive :-
PENGKAJIAN TAHAP II

A. Pengkajian Fisiologi
1. Oksigenasi
a. Stimulus Fokal : Hati menghasilkan asam asetoasetat dan asam
hidroksibutirat dari asam lemak. Penumpukan asam ini
akan menyebabkan asidosisdan menimbulkan pasien
sulit bernafas ( dispnue )
b. Stimulus Kontekstual : Lipolisis yang telah terjadi menyebabkan pelepasan
asam lemak ke dalam darah (hiperlipidasidemia) yang
menimbulkan asidosis
c. Stimulus Residual : pasien mempunyai riwayat DM sejak 5 tahun yang
lalu, dan pengobatan yang tidak teratur.
2. Nutrisi
a. Stimulus Fokal :
1) Pemecahan lemak yang berlebihan menimbulkan
pengeluaran asam asetoasetat yang dipecah menjadi
aseton dan menimbulkan mual dan muntah.
2) Pemecahan protein dan lemak serta polyuria akan
menyebabkan penurunan berat badan.
3) Penurunan kadar Hb disebabkan oleh produksi
eritropoitin dan ketidak cukupan nutrisi.
3. Stimulus Kontekstual :
1) Lipolisis yang telah terjadi menyebabkan pelepasan
asam lemak ke dalam darah
(hiperlipidasidemia)yang menimbulkan asidosis dan
asam dipecah menjadi aseton
2) Defisiensi insulin, protein akan dipecahkan menjadi
asam amino di otot dan jaringan lain.
3) Gangguan fungsi limfosit dan pasien rentang
terhadap infeksi seperti infeksi ginjal
( pielonefritis )  gangguan produksi eritropoitin
c. Stimulus Residual : riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu.
4. Eliminasi
a. Stimulus Fokal :
1) Glukosa dieksresikan dengan urine dan terjadi
deuresis osmotik ( poliuria)
2) Gangguan fungsi limfosit dan pasien rentang
terhadap infeksi seperti infeksi ginjal
( pielonefritis )  ureum meningkat
3) Gangguan fungsi limfosit dan pasien rentang
terhadap infeksi seperti infeksi ginjal
( pielonefritis )  GFR menurunEdema
b. Stimulus Kontekstual :
1) Hiperglikemia mengakibatkan penimbunan glukosa
diekstra sel sampai terjadi hiperosmolaritas dan
terjadi glukosuria
2) Penimbunan glukosa diekstra sel mengakibatkan
hiperosmolaritas sehingga terjadi gangguan fungsi
limfosit.
3) Penimbunan glukosa diekstra sel mengakibatkan
hiperosmolaritas sehingga terjadi gangguan fungsi
limfosit yang mengakibatkan rentang infeksi seperti
pielonefritis
5. Stimulus Residual : riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu dan pengobatan
secara tidak teratur.
6. Aktivitas dan Istirahat
a. Stimulus Fokal : pemecahan protein menjadi asam amino yang terjadi di
otot dan jaringan menyebabkan kelemahan otot
b. Stimulus Kontekstual : glukosa tidak dapat masuk ke sel mengakibatkan
pemecahan glikogen, glukoneogenesis sampai terjadi
Proteolisis.
c. Stimulus Residual : riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu
7. Proteksi
a. Stimulus Fokal : Gangguan perfusi perifer dan gangguan fungsi limfosit
yang mengakibatkan pasien rentang infeksi seperti ulkus
b. Stimulus Kontekstual : Penimbunan glukosa diekstrasel mengakibatkan
hiperosmolaritas dan rentang terhadap infeksi
c. Stimulus Residual : riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu dan pengobatan
yang tidak teratur
8. Sense
a. Stimulus Fokal : Sorbitol tidak dapat menembus membran sel sehingga
terjadi edema pada retina sehingga menimbulkan
gangguan pengelihatan kabur
b. Stimulus Kontekstual : Gangguan jalur poliol yaitu glukosa direduksi menjadi
sorbitol di dalam sel yang mengandung enzim
aldosareduktase.
c. Stimulus Residual : Riwayat DM 5 Tahun yang lalu

9. Cairan dan Elektrolit


a. Stimulus Fokal : Glukosa dieksresikan dengan urine dan terjadi deuresis
osmotik ( poliuria)
b. Stimulus Kontekstual : Hiperglikemia mengakibatkan penimbunan glukosa
diekstra sel sampai terjadi hiperosmolaritas dan terjadi glukosuria
c. Stimulus Residual : Riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu dan pengobatan
secara tidak teratur.

d. Neurologi
a. Stimulus Fokal : adaptive
b. Stimulus Kontekstual : adaptive
c. Stimulus Residual : adaptive

e. Endokrin
a. Stimulus Fokal : Pelepasan insulin yang dirangsang oleh asam amino,
kemudian menjadi terlalu tinggi untuk konsentrasi
glukosa tertentu sehingga terjadi hipoglikemia
b. Stimulus Kontekstual : Kelebihan insulin biasanya terjadi akibat terlalu tinggi
dosis insulin atau obat antidiabetes oral yang
digunakan selama pengobatan diabetes melitus
c. Stimulus Residual : Riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu dan pengobatan
tidak teratur.
B. Pengkajian Konsep Diri
a. Stimulus Fokal : adaptive
b. Stimulus Kontekstual : adaptive
c. Stimulus Residual : adaptive
C. Pengkajian Fungsi Peran
a. Stimulus Fokal : adaptive
b. Stimulus Kontekstual : adaptive
c. Stimulus Residual : adaptive
D. Pengkajian Independen
a. Stimulus Fokal : adaptive
b. Stimulus Kontekstual : adaptive
c. Stimulus Residual : adaptive
No Pengkajian Perilaku Pengkajian Stimulus Diagnosa Keperawatan
1 DS: d. Stimulus Fokal : Hati Pola nafas tidak efektif b.d
-Pasien mengeluh lemas dan kesulitan menghasilkan asam asetoasetat hiperventilasi
bernafas ( Dispnue ) dan asam hidroksibutirat dari
-Napas pendek ( perlu dikaji ) asam lemak. Penumpukan asam
DO: ini akan menyebabkan
Hasil Observasi TTV : asidosisdan menimbulkan pasien
Rr: 32 x/menit sulit bernafas ( dispnue )
Penggunaan otot bantu napas ( perlu dikaji ) e. Stimulus Kontekstual : Lipolisis
yang telah terjadi menyebabkan
pelepasan asam lemak ke dalam
darah (hiperlipidasidemia)yang
menimbulkan asidosis
f. Stimulus Residual :pasien
mempunyai riwayat DM sejak 5
tahun yang lalu, dan pengobatan
yang tidak teratur.

2 DS: b. Stimulus Fokal : Ketidakseimbangan nutrisi kurang


-Pasien mengeluh mual dan muntah dari kebutuhan tubuh intake yang
1.Pemecahan lemak yang berlebihan
-Pasien mengeluh lemas tidak adekuat.
menimbulkan pengeluaran asam
DO: asetoasetat yang dipecah menjadi
-Konjungtiva tampak anemik, aseton dan menimbulkan mual dan
-IMT : 18,1 Kg/M2 muntah.
Kesimpulan : BB Kurang 2. Pemecahan protein dan lemak serta
-Hb:4,5 g/dl polyuria akan menyebabkan
-SGOT : 28,8 g/dl penurunan berat badan.
-SGPT: 31,4 g/dl 3. Penurunan kadar Hb disebabkan oleh
produksi eritropoitin dan ketidak
cukupan nutrisi.

c. Stimulus Kontekstual :

1.Lipolisis yang telah terjadi


menyebabkan pelepasan asam lemak
ke dalam darah
(hiperlipidasidemia)yang
menimbulkan asidosis dan asam
dipecah menjadi aseton
2. Defisiensi insulin, protein akan
dipecahkan menjadi asam amino di
otot dan jaringan lain.
3. Gangguan fungsi limfosit dan
pasien rentang terhadap infeksi seperti
infeksi ginjal ( pielonefritis ) 
gangguan produksi eritropoitin.
c.Stimulus Residual :
Riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu.

3 DS: a.Stimulus Fokal : pelepasan insulin Ketidakstabilan Glukosa Darah


- Pasien mengeluh lemas yang dirangsang oleh asam amino, /Hipoglikemia berhubungan dengan
- Pasien mual dan muntah sejak 5 hari. kemudian menjadi terlalu tinggi untuk defisiensi insulin dan kurangnya
DO: konsentrasi glukosa tertentu sehingga pengetahuan
-Gula Darah Puasa: 276 mg/dl terjadi hipoglikemia
-GDS : 60 mg/dl b.Stimulus Kontekstual : Kelebihan
-HbA1C: 8,5 % Insulin biasanya terjadi akibat terlalu
tinggi dosis insulin atau obat
antidiabetes oral yang digunakan
selama pengobatan diabetes melitus.
c. Stimulus Residual : Riwayat DM
sejak 5 tahun yang lalu dan
pengobatan tidak teratur.
4. DS : f. StimulusFokal: Resiko kekuarangan volume cairan
-pasien mengeluh lemas berhubungan dengan output yang
Glukosa dieksresikan dengan urine
-pasien mengeluh muntah sejak 5 hari yang berlebihan
dan terjadi deuresis osmotik
lalu
( poliuria)
-pasien mengeluh Bak sering khususnya
pada malam hari g. Stimulus Kontekstual :
DO:
Hiperglikemia mengakibatkan
- IMT : 18,1 Kg/M2
penimbunan glukosa diekstra sel
Kesimpulan : BB Kurang
sampai terjadi hiperosmolaritas dan
-N : 90 x/menit
terjadi glukosuria
-Serum Elektrolit per dikolaborasikan
h. Stimulus Residual :

Riwayat DM sejak 5 tahun yang


lalu dan pengobatan secara tidak
teratur.

5. DS : a. Stimulus Fokal : Kerusakan Integritas Kulit


-Pasien mengeluh kaki sakit saat berjalan Gangguan perfusi perifer dan berhubungan dengan perubahan
pada area ulkus gangguan fungsi limfosit yang sirkulasi dan penurunan imunologik.
DO: mengakibatkan pasien rentang
-Tampak ulkus seluas dorsum manus, infeksi seperti ulkus
-Jumlah Leukosit: 30,46x 10ˆ3/µL b.Stimulus Kontekstual :
-LED:160 Penimbunan glukosa diekstrasel
mengakibatkan hiperosmolaritas dan
rentang terhadap infeksi
c.Stimulus Residual :
Riwayat DM sejak 5 tahun yang
lalu dan pengobatan yang tidak
teratur.

6. DS : a.Stimulus Fokal : pelepasan insulin Manajemen trapeutik tidak efektif


-pasien mengatakan menderita DM sejak 5 yang dirangsang oleh asam amino, berhubungan dengan kurang
tahun yang lalu kemudian menjadi terlalu tinggi untuk pengetahuan
-Pasien mengatakan mengkonsumsi konsentrasi glukosa tertentu sehingga
metformin bila ingat terjadi hipoglikemia
DO: b.Stimulus Kontekstual : Kelebihan
-Gula Darah Puasa: 276 mg/dl Insulin biasanya terjadi akibat terlalu
-GDS : 60 mg/dl tinggi dosis insulin atau obat
-HbA1C: 8,5 % antidiabetes oral yang digunakan
selama pengobatan diabetes melitus.
c. Stimulus Residual : Riwayat DM
sejak 5 tahun yang lalu dan
pengobatan tidak teratur
BAB IV
PEMBAHASAN
A. ETIOLOGI
Berdasarkan Black & Hawks (2014), Diabetes Melitus yang dialami oleh pasien adalah:
DM TIPE. I (10-15%) yaitu terjadi karena faktor genetic Terjadi pada individu yang
memiliki HLA (Human Leukosit Antigen) yang merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas transplantasi dan proses imun. Faktor Imunologi terdapat
respon imun yang merupakan respon abnormal dimana antibody mengarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan yang dianggap sebagai
jaringan asing.
Berdasarkan Sibernagl & Lang (2007), Pada tipe I (diabetes melitus yang tergantung
insulin (IDDM), disebut diabetes juvenilis yang terdapat kekurangan insulin absolut
sehingga pasien membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi
pada sel beta pankreas karena mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu
oleh infeksi virus. Pulau pankreas diinfiltrasi oleh limfosit T dan dapat ditemukan
autoantibodi terhadap jaringan pulau (antibody sel pulau (ICA) dan insulin
(autoantibodi insulin/ IAA). ICA pada beberapa kasus dapat dideteksi selama bertahun-
tahun sebelum onset penyakit. Setelah kematian sel beta, ICA akan menghilang
kembali. Sekitar 80% pasien membentuk antibody terhadap glutamate- dekarboksilase
yang diekskresikan di sel beta. Diabetes melitus tipe I terjadi lebih sering pada
pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini berarti terdapat
disposisi genetik.
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan tingkat intoleransi Diabetes Melitus pada pasien mengalami DM tipe yaitu:
Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ), DM tipe pertama dikenal
sebagai diabetes juvenille , berkembang sejak masa kanak – kanak dan sebelum usia 30
tahun. Para penderita harus mendapat suntikan insulin karena pancreas tidak dapat
memproduksi insulin atau produksinya sangat sedikit.
C. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan Sibernagl & Lang (2007) Pada pasien ditemukan tanda dan gejala berikut
ini:
1. Pasien mengeluh kesulitan bernafas (Dispnue) hal ini disebabkan oleh terdapat
defisiensi insulin, protein akan dipecahkan menjadi asam amino di otot dan jaringan
lain. Pemecahan otot bersama dengan gangguan elektrolit akan menyebabkan
kelemahan otot. Lipolisis yang telah terjadi menyebabkan pelepasan asam lemak ke
dalam darah (hiperlipidasidemia). Hati menghasilkan asam asetoasetat dan asam
hidroksibutirat – B dari asam lemak. Penumpukan asam ini akan menyebabkan
asidosis, yang memaksa pasien untuk bernapas dalam (pernapasan Kussmaul).
2. Pasien mengeluh Mual dan muntah, hal ini disebabkan oleh Lipolisis yang telah
terjadi menyebabkan pelepasan asam lemak ke dalam darah (hiperlipidasidemia).
Hati menghasilkan asam asetoasetat dan asam hidroksibutirat – B dari asam lemak.
Penumpukan asam ini akan menyebabkan asidosis, yang memaksa pasien untuk
bernapas dalam (pernapasan Kussmaul). Beberapa asam ini dipecahkan menjadi
aseton (benda keton) yang menyebabkan pasien mual dan muntah.
3. Berat Badan menurun ( IMT : 18,1 Kg/m2) hal ini disebabkan karena
proteolisis /pemecahan protein menjadi asam amino dan lemak khususnya terjadi di
otot dan jaringan serta polyuria akibat hiperosmolaritas akan menyebabkan
penurunan berat badan.
4. BAK (+) sering terutama pada malam hari hal ini disebabkan oleh defisiensi insulin
akut, akan terjadi hiperglikemia karena pengaruh insulin pada metabolism glukosa
tidak ada. Penimbunan glukosa diekstrasel menyebabkan hiperosmolaritas.
Transport maksimal glukosa akan meningkat diginjal sehingga glukosa diekresikan
ke dalam urin. Hal ini menyebabkan diuresis osmotic yang disertai kehilangan air
(polyuria), Na+ dan K+ dari ginjal, dehidrasi dan kehausan.
5. Pandangan Kabur terutama pada mata sebelah kanan hal ini diseababkan oleh
Glukosa direduksi menjadi sorbitol di dalam sel yang mengandung enzim
aldosareduktase. Alkohol heksahidrat ini tidak dapat melalui membrane sel dan
salah satu akibatnya adalah konsentrasinya di dalam sel akan meningkat dan sel
membengkak. Akibat penumpukan sorbitol di lensa mata, terjadi penarikan air yang
selanjutnya merusak kejernihan lensa (perkabutan lensa/ katarak).
6. Anemia disebabkan oleh Sel yang tidak dapat mengambil glukosa dalam jumlah
yang cukup akan menyusut karena hiperosmolaritas ekstrasel. Fungsi limfosit yang
telah menyusut akan terganggu (missal, pembentukan superoksida yang penting
dalam sistem imun). Karena itu, pasien diabetic rentan terhadap infeksi, misalnya
infeksi kulit ( furunkel) dan ginjal (pielonefritis) sampai terjadi gagal
ginjal.Gangguan pembentukan eritropoitin diginjal menyebabkan anemia.
7. Edema Pada Kedua Kaki disebabkan oleh Gagal ginjal dimana terjadi penurunan
GFR akibat dari penimbunan glukosa diekstra sel, sehingga volume yang berlebihan
dan perubahan konsentrasi elektrolit menimbulkan edema.
8. Pada Kaki kiri didapatkan ulkus disebabkan oleh gangguan sirkulasi karena
konsentrasi glukosa dan gangguan fungsi limfosit yang mengakibatkan pasien
rentang infeksi seperti ulkus.
9. Leukositosis disebabkan oleh sel yang tidak dapat mengambil glukosa dalam jumlah
yang cukup akan menyusut karena hiperosmolaritas ekstrasel. Fungsi limfosit yang
telah menyusut akan terganggu (missal, pembentukan superoksida yang penting
dalam sistem imun). Karena itu, pasien diabetic rentan terhadap infeksi, misalnya
infeksi kulit ( furunkel) dan ginjal (pielonefritis).
10. Trombosit meningkat disebabkan oleh hiperglikemia meningkatkan pembentukan
protein plasma yang mengandung gula, seperti fibrinogen, haptoglobin,
makroglobulin alfa dua serta faktor pembekuan V-VIII. Dengan kondisi ini,
kecendrungan pembekuan dan viskositas darah meningkat sehingga trombosis
meningkat.
11. Ureum dan Kreatinin meningkat disebabkan oleh kemungkinan gagal ginjal yang
mengakibatkan penurunan ekskresi di ginjal dan penurunan GFR secara berbanding
terbalik meningkatkan kadar Kreatinin.
12. HbA1C meningkat disebabkan oleh ketidakpatuhan seorang pasien terhadap diit
tergambarkan pasien tidak teratur dalam mengkonsumsi obat maka akan
menimbulkan glukosa dapat bereaksi dengan hemoglobin untuk membentuk
HbA1C, yang peningkatan konsentrasinya di dalam darah menunjukkan keadaan
hiperglikemia yang telah berlangsung lama.

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK YANG PERLU DILAKUKAN (Wijaya & Putri,


2013 &Tartowo, 2012)
1. Pemeriksaan albumin, pemeriksaan darah urea nitrogen (BUN) dan kreatinin,
pemeriksaan elektrolit.
2. Pemeriksaan urine: glukosa urine meningkat (glukosaria), pemeriksaan keton
meningkat (ketonuria), proteinuria dan albumin urin.
3. Foto Rontgen: rontgen dada untuk menentukan adanya kelainan paru-paru.
4. Pemeriksaan angiografi, monofilament, dopler pada luka ulkus.
5. Kultur jaringan pada luka gangrene.
6. Pemeriksaan organ lain yang mungkin terkait dengan komplikasi DM seperti mata,
saraf, dan jantung.
E. TERAPI FARMAKOLOGI
1. IVFD NaCl
Penderita mual dan muntah sejak 5 hari disertai Bak + sering khsusnya pada malam
hari akibat hiperosmolaritas sampai terjadi deuresis osmotik sehingga diberikan
infuse NaCl 0,9%. Cairan ini memiliki osmolaritas (tingkat kepekatan) mendekati
serum (bagian cair dalam komponen darah) sehingga akan terus berada dalam
pembuluh darah. Bermanfaat bagi pasien yang mengalami resiko hipovolemiak
(resiko kekurangan cairan).
2. Farsix 2x1 amp( Furosemid )
Penderita mengalami edema pada kedua kaki sehingga diberikan farsix.
Farsix/Furosemid menghambat reabsorpsi air dan elektrolit, terutama karena aksinya
terhadap bagian atas dan simpul Henle. Furosemid juga mengurangi reabsorpsi
natrium klorida dan meningkatkan ekskresi kalium pada tubulus distal, dan mungkin
memiliki aksi langsung terhadap transport elektrolit pada tubulus proksimal. Mula
kerja pada pemberian I.V adalah 1-10 menit.
3. Ceftriaxone 2x1 amp
4. Penderita mengalami peningkatan Leukosit dan mengalami ulkus pada kaki kiri
sehingga rentang terhadap infeksi diberikan Ceftriaxone.Ceftriaxone diberikan atas
indikasi infeksi resisten seperti infeksi kulit.
5. Transfusi PRC 1 kolf/hari
Penderita mengalami anemia dengan Hb : 4,5 g/dL sehingga diberikan transfusi
PRC. Pemberian Packed Red Cell diberikan pada pasien dengan anemia tanpa
disertai penurunan volume darah seperti kemungkinan gagal ginjal.
6. Tablet Bisoprolol
Hasil Observasi TD pasien : 160/100 mmhg sehingga diberikan bisoprolol 5 mg
1x1/2 tablet. Pemberian bisoprolol mengindikasikan pasien hipertensi dengan
interaksi obat Ca antagonis.
7. Tablet Insaar 50 mg 1xII tablet
Hasil Observasi TD pasien : 160/100 mmhg sehingga diberikan Insaar 50 mg 1xII
tablet. Pemberian Insaar mengindikasikan pasien hipertensi dengan interaksi obat
Antagonis Angiotensin II.
8. Insulin Regular 3x4 unit
Penderita mengalam DM Tipe I yaitu pasien tergantung terhadap insulin (IDDM)
Kerja cepat (rapid acting)
Contoh: Actrapid, Humulin R,Reguler Insulin (Crystal Zinc Insulin)
Bentuknya larutan jernih, efek puncak 2-4 jam setelah penyuntikan, durasi kerja
sampai 6 jam. Merupakan satu-satunya insulin yang dapat dipergunakan secara intra
vena. Bisa dicampur dengan insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang.
F. APLIKASI KONSEP ADAPTASI ROY
Model Roy fokus pada konsep adaptasi manusia. Konsepnya adalah keperawatan,
manusia, kesehatan, dan lingkungan yang saling terkait dalam konsep sentral ini.
Manusia terus-menerus mengalami rangsangan lingkungan yang pada akhirnya, respon
dibuat dan adaptasi pun akan terjadi. Respon adaptif meningkatkan integritas dan
membantu orang untuk mencapai tujuan adaptasi yaitu mereka mencapai pertumbuhan
kelangsungan hidup, reproduksi, dan orang dan transformasi lingkungan. Respon yang
tidak efektif gagal untuk mencapai atau mengancam tujuan adaptasi. Keperawatan
memiliki tujuan yang unik untuk membantu upaya adaptasi seseorang dengan mengelola
lingkungan. Model Adaptasi Roy pada aplikasi keperawatan juga menerapkan
psikofisiologi yang kajiannya sangat kompleks, bila diterapkan pada kasus Diabetes
Melitus ini cukup implikatif karena terkait dengan sistem yang mengalami gangguan
fisiologis yang cukup kompleks.
BAB V
A. Kesimpulan
Diabetes Melitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat,lemak dan protein
mengarah ke hiperglikemia. Berdasarkan tingkat intoleransi, Diabetes Melitus dikenal
dua tipe yaitu :Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus / IDDM ) dan Tipe II (Non
Insulin Dependent Diabetes / NIDDM ). DM TIPE I disebabkan oleh Faktor genetik
dan Faktor Imunologi. DM TIPE. II disebabkan oleh obesitas, stress, faktor
lingkungan / gaya hidup dan aktivitas yang kurang. Berdasarkan kasus yang didapatkan
adalah pasien Diabetes Melitus Tipe I yang mempunyai tanda dan gejala yaitu
penurunan berat badan yang cepat, mudah tersinggung, lelah, gatal – gatal, mual dan
muntah. Test Diagnostik yang perlu dilakukan pada pasien diabetes mellitus adalah
pemeriksaan darah (GDS, NPP, KH, GTT), pemeriksaan AGD, pemeriksaan elektrolit,
pemeriksaan glucose urine. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien DM Tipe I
adalah komplikasi akut (terjadi hipoglikemia dan diabetik ketoasidosis) dan Komplikasi
kronik yang terdiri dari mikroangiopati (terjadi retinopati, nefropati, neuropati) dan
makroangiopati (kardiovaskuler, serebrovaskular, peripheral vaskuler).
Pada kasus Ny. R (50 tahun) dengan diabetes mellitus tipe I yang dirawat di
sebuah RS dengan keluhan utama mual dan muntah mengalami gejala klinis mual-
muntah setelah makan. Muntahan sisa makanan dan tidak ada darah. Di kaki kiri
terdapat luka yang tidak sembuh selama kurang lebih 15 hari. Kaki kiri terasa sakit saat
dibuat berjalan. Badan terasa linu sermua. Napsu makan menurun. Badan lemas dan
berat badan menurun. BAB tidak rutin dan BAK sering terutama di malam hari.
Pasien pernah jatuh 6 hari yang lalu karena merasa pendangannya kabur terutama pada
mata sebelah kanan. Riwayat penyakit dahulu pasien pernah menderita DM sejak 5
tahun yang lalu dan tidak teratur mengkonsumsi metformin.
Dari hasil pengkajian dengan pendekatan teori Calista Roy (tahap I pengkajian
prilaku dan tahap II pengkajian fisiologi), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium maka dapat diangkat diagnosa keperawatan yaitu:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan pasien
mengeluh lemas, kesulitan bernafas, pernapasan pendek dan cepat dengan RR: 32
x/menit serta penggunaan otot bantu napas.
2. Resiko kekuarangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan
ditandai dengan pasien mengeluh lemas, muntah sejak 5 hari yang lalu, Bak sering
khususnya pada malam hari, IMT : 18,1 Kg/M2, BB Kurang, TD 160/100 mmHg,
dan N : 90 x/menit.
3. Ketidakstabilan Glukosa Darah /Hipoglikemia berhubungan dengan defisiensi
insulin dan kurangnya pengetahuan ditandai dengan pasien mengeluh lemas, mual
dan muntah sejak 5 hari, Gula Darah Puasa: 276 mg/dl, GDS : 60 mg/dl dan
HbA1C: 8,5 %.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh intake yang tidak adekuat
ditandai dengan pasien mengeluh mual dan muntah, lemas, konjungtiva tampak
anemik, IMT : 18,1 Kg/M2, Hb:4,5 g/dl, SGOT 28,8 g/dl dan SGPT 31,4 g/dl.
5. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan penurunan
imunologik ditandai dengan Pasien mengeluh kaki sakit saat berjalan pada area
ulkus, Tampak ulkus seluas dorsum manus, lumlah Leukosit: 30,46x 10ˆ3/µL dan
LED:160.
6. Manajemen trapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan
ditandai dengan pasien mengatakan menderita DM sejak 5 tahun yang lalu dan
mengkonsumsi metformin bila ingat, Gula Darah Puasa: 276 mg/dl, GDS : 60
mg/dl dan HbA1C: 8,5 %.
B. Saran
1. Sebagai perawat professional harus mampu berpikir kritis dan cepat tanggap dalam
memberikan tindakan keperawatan, melakukan pengkajian fisik, menganalisa
penyebab dan prognosis serta mendokumentasikan diagnosa keperawatan yang
prioritas untuk pasien diabetes melitus.
2. Untuk mempercepat kesembuhan pasien penyakit diabetes, maka diperlukan kerja
sama dari pihak keluarga dalam manajemen pengobatan pemberian obat diabetes ke
pasien agar penyembuhan pasien cepat terlaksana.
3. Discharge planning untuk pasien diabetes mellitus dirumah adalah: memeriksa kaki
setiap hari, memeriksa sepatu baik bagian dalam ataupun luar sebelum memakainya,
memastikan kaki untuk diukur setiap kali membeli alas kaki yang baru, jauhkan kaki
dari udara panas, air panas, memakaikan alas kaki pelindung di dalam rumah dan
menghindari berjalan tanpa alas kaki, memakai sepatu yang bertali dan cukup ruang
untuk ibu jari kaki, memberikan pelembab pada daerah kaki yang kering, dan
membersihkan kaki setiap hari.
DAFTAR PUSTAKA

Black & Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang
Diharapkan. Singapore: Elsevier

Gulanick & Mylers. 2014. Nursing Care Plain: Diagnoses, intervensi dan outsomes.USA:
Elseiver

Lewis et all. 2011. Medical Surgical Nursing: Assessment & Management Of Clinical
Problems.USA: Elsevier

Silbernagl Stefan & Lang Florian. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC

Tarwoto. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: Trans
Info Media

Wijaya & Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai