PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan taraf hidup manusia yang disertai kemajuan jaman memacu juga
peningkatan insiden penyakit degeneratif akibat pola hidup, faktor genetik maupun
pengaruh lingkungan. Harapan / pandangan hidup bahwa setiap orang ingin hidup sehat
sampai akhir menjadi tugas semua pihak yang masih peduli dengan kesehatan. Indonesia
Sehat 2011-2014 adalah merupakan langkah awal yang telah dilalui dan saat ini sedang
menuju dekade selanjutnya untuk meningkatkan kesadaran, keamanan / keselamatan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan seoptimal
mungkin, sehingga tercipta masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang memiliki
perilaku hidup sehat dan kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
paripurna di seluruh Indonesia (Depkes, 2011).
DM (Diabetes Melitus) merupakan penyakit kronis progresif yang ditandai
dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein (Black, 2009). DM telah menjadi epidemic di seluruh belahan dunia menjadi
masalah kesehatan bagi masyarakat pada umumnya. Pada tahun 2012, Badan Kesehatan
Dunia atau WHO memperkirakan, 347 juta jiwa dari 3,8 miliar penduduk dunia usia 20-
79 tahun menderita DM dan pada tahun 2030 diperkirakan meningkat menjadi 552 juta
jiwa (Amorin Remus, 2012) Diperkirakan ada peningkatan 9,9% pertahun pada satu
populasi dewasa. Sebagian penderita diabetes mengalami komplikasi yang
membahayakan keselamatan jiwa. Dari berbagai penelitian epidemologis di Indonesia,
terdapat peningkatan prevalensi dari 1,5 - 2,3% menjadi 5,7% pada penduduk usia lebih
dari l5 tahun, dan bahkan suatu penelitian di Manado dan Depok mendapatkan angka
prevalensi sebesar 6,l% dan 12,8%. Melihat pola pertambahan penduduk saat ini,
diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas
20 tahun, dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 2%, akan didapatkan 3,56 juta
penyandang DM. Data terakhir yang dikeluarkan Departemen Kesehatan RI 2007
menyebutkan prevalensi DM secara nasional 5,7%.
Dari beberapa epidemiologi DM diatas, saat ini upaya penanggulangan penyakit
diabetes mellitus belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan,
walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain
komplikasi gangrene (ulkus diabetikum), payah jantung, hipertensi, payah ginjal, stroke
(Sujono Riyadi, 2008).
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Diabetes Melitus?
C. Tujuan Penulisan
Untuk meningkatkan kompetensi sebagai mahasiswa magister keperawatan
mengenai asuhan keperawatan lanjut yang membahas mengenai Diabetes Melitus yang
membahas secara epidemiologi, teoritis dan asuhan keperawat secara komprehensif
menggunakan teori keperawatan Calista Roy.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi pelayanan keperawatan : memberi gambaran tentang penatalaksanaan penderita
DM berbasis EBN (evidence based nursing) sehingga perawat dapat menerapkannya
dalam pelayanan keperawatan kepada pasien untuk mencapai tujuan keperawatan.
2. Bagi institusi pelayanan kesehatan: memberi gambaran tentang Trend dan Issue
Perawatan Pasien DM dan Inovasi Komplementer yang terus dikembangkan lewat
riset sehingga dapat diterapkan dalam mengambil keputusan institusi.
3. Bagi penulis: memberi gambaran pembelajaran tentang apa, bagaimana patofisiologi
DM berpengaruh secara luas dan menimbulkan masalah keperawatan. Serta
pendekatan / pengkajian berbasis theori keperawatan Calista Roy yang bagaimana
dapat diaplikasikan di tataran klinik.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Pancreas merupakan salah satu bagian dari sistem endokrin. Yang terletak di
abdomen bagian tengah, di bawah dan di belakang lambung, di depan vertebra
lumbal pertama. Panjangnya 15 cm , lebar 5 cm mulai dari duodenum sampai
limpa, berat 60 – 90 gram terdiri dari 3 bagian :
a. Kepala pancreas terletak di sebelah kanan abdomen di dalam lengkungan
duodenum
b. Badan pancreas merupakan bagian utama pancreas yang terletak di belakang
lambung , di depan vertebra lumbalis pertama.
c. Bagian yang runcing merupakan ekor pancreas, yang terletak di sebelah kiri yang
sebenarnya menyentuh limpah
Struktur pancreas: Merupakan kumpulan kelenjar yang, masing – masing
mempunyai saluran, saluran tersebut bersatu menjadi ductus Pancreaticus ; ductus
pancreaticus menjadi ductus koleductus yang diteruskan ke duodenum di bawah
pilorus.
Pancreas disebut juga sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi yaitu ;
a. Fungsi eksokrin yang mensekresi enzim pancreatin untuk pencernaan
b. Fungsi endokrin mempunyai 3 jenis sel
1) Sel mensekresi glukosa untuk meningkatkan glukosa darah
2) Sel mensekresi insulin yakni hormon insulin mengatur metabolisme
protein , lemak karbohidrat dengan cara meningkatkan permeabilitas sel,
yang diberikan dengan suatu reseptor tertentu pada membran sel sehingga
Karbohidrat, protein, lemak masuk dalam sel di pulau langerhans
3) Sel delta mensekresi Somatostatin.
Sel langerhans akan mengeluarkan hormon insulin yang berfungsi:
1) Menghilangkan atau menghentikan pemecahan glikogen menjadi glukosa
2) Memacu glukosa masuk ke dalam sel.
3) Memacu enzim yang mengubah glukosa menjadi glikogen dan lemak
Sedangkan glukagon bekerja atau mempunyai fungsi sebaliknya jika
dibandingkan dengan insulin, dimana bila glukosa dalam darah turun
maka sel langerhans akan mengeluarkan hormon glukagon yang
berfungsi meningkatkan pemecahan glikogen menjadi glukosa dan
meningkatkan proses glikoneogenosis. Insulin dibutuhkan oleh tubuh
untuk mengubah glukosa menjadi energi dan produksinya dipacu oleh
glukosa dalam aliran darah.
3. Klasifikasi
Berdasarkan tingkat intoleransi Diabetes Mellitus dikenal dua tipe yaitu :
a. Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
DM tipe pertama dikenal sebagai diabetes juvenille , berkembang sejak masa
kanak – kanak dan sebelum usia 30 tahun. Para penderita harus mendapat
suntikan insulin karena pancreas tidak dapat memproduksi insulin atau
produksinya sangat sedikit.
b. Tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes (NIDDM)
Dalam tipe kedua pada usia 40 tahun atau lebih, pada golongan ini biasanya
terjadi resistensi terhadap kerja insulin normal karena interaksi insulin
dengan reseptor insulin pada sel kurang efektif sehingga glukosa tidak dapat
masuk sel dan berkurangnya sekresi insulin relatif. Pada penderita tipe dua
diberikan terapi Diit dan obat oral diabeticum.
4. Etiologi
a. DM TIPE. I (10-15%)
1) Faktor genetik
Terjadi pada individu yang memiliki HLA (Human Leukosit Antigen) yang
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas transplantasi dan
proses imun
2) Faktor Imunologi
Terdapat respon imun yang merupakan respon abnormal dimana antibody
mengarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan yang dianggap sebagai jaringan asing.
b. DM TIPE. II (80-90 %)
1) Obesitas
2) Stress
3) Faktor lingkungan / gaya hidup
4) Aktivitas yang kurang.
5. Patofisiologi
Diabetes melitus disebabkan oleh kekurangan insulin yang bersifat absolut
atau relative, dan diantara beberapa akibatnya menyebabkan peningkatan
konsentrasi glukosa plasma. Penyakit ini diberikan nama demikian karena ekskresi
glukosa di dalam urin. Penyakit ini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe,
tergantung dari penyebab dan perjalanan penyakit. Klasifikasi ini berguna, meskipun
sangat sederhana.
Pada tipe I (diabetes melitus yang tergantung insulin (IDDM)), sebelumnya
disebut diabetes juvenilis yang terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien
membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta
pankreas karena mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh
infeksi virus. Pulau pankreas diinfiltrasi oleh limfosit T dan dapat ditemukan
autoantibodi terhadap jaringan pulau (antibody sel pulau (ICA) dan insulin
(autoantibodi insulin/ IAA). ICA pada beberapa kasus dapat dideteksi selama
bertahun-tahun sebelum onset penyakit. Setelah kematian sel beta, ICA akan
menghilang kembali. Sekitar 80% pasien membentuk antibody terhadap glutamate-
dekarboksilase yang diekspresikan di sel beta. Diabetes melitus tipe I terjadi lebih
sering pada pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini
berarti terdapat disposisi genetic.
Tipe II (diabetes melitus yang tidak tergantung insulin / NIDDM),
sebelumnya disebut dengan onset dewasa, hingga saat ini merupakan diabetes yang
paling sering terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetic juga berperan penting. Namun,
terdapat defisiensi insulin relatif, pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin
dari luar. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target
memiliki sensitivitas yang berkurang terhadap insulin.
Sebagian besar pasien diabetes melitus tipe II memiliki berat badan berlebih.
Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak dan
aktivitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran
energi meningkat konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan
menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya terjadi
resistansi insulin yang memaksa untuk meningkatkan pelepasan insulin. Akibat
regulasi menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat.
Defiensi insulin relative dapat juga disebabkan oleh autoantibodi terhadap
reseptor atau insulin serta oleh kelainan yang sangat jarang pada biosintesis insulin,
reseptor insulin atau transmisi intrasel. Bahkan tanpa ada disposisi genetic, diabetes
dapat terjadi di dalam perjalanan penyakit lain seperti pankreatitis dengan kerusakan
sel beta (diabetes karena kerusakan pancreas) atau karena kerusakan toksik di sel
beta. Diabetes melitus ditingkatkan oleh peningkatan pelepasan hormone antagonis.
Diantaranya, somatotropin (pada akromegali), glukokortikoid (pada penyakit
cushing atau stress disebut diabetes steroid), epinefrin (pada stress), progesterone
dan koriomamotropin (pada kehamilan), ACTH, hormone tiroid dan glucagon.
Infeksi yang berat meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah disebutkan
diatas sehingga meningkatkan manifestasi diabetes melitus. Somatostatinoma dapat
menyebabkan diabetes karena somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes karena
somatostatin yang disekresikan akan menghambat pelepasan insulin.
Akibat Akut Defisiensi Insulin (Diabetes Melitus)
Pada defisiensi insulin akut, akan terjadi hiperglikemia karena pengaruh
insulin pada metabolism glukosa tidak ada. Penimbunan glukosa diekstrasel
menyebabkan hiperosmolaritas. Transport maksimal glukosa akan meningkat
diginjal sehingga glukosa diekresikan ke dalam urin. Hal ini menyebabkan diuresis
osmotic yang disertai kehilangan air (polyuria), Na+ dan K+ dari ginjal, dehidrasi dan
kehausan. Meskipun kehilangan K+ dari ginjal tetapi tidak terjadi hypokalemia
karena sel melepaskan K+ akibat penurunan aktivitas kotranspor Na+ - K+ 2Cl_ dan
Na+ - K+ - ATPase. Oleh karena itu, konsentrasi K+ ekstrasel cenderung meningkat
sehingga menyamarkan keseimbangan K+ negatif. Pemberian insulin kemudian
menyebabkan hypokalemia yang dapat mengancam nyaman. Dehidrasi
menyebabkan hypovolemia dengan menimbulkan gangguan sirkulasi dengan derajat
yang sesuai. Pelepasan aldosterone yang terjadi meningkatkan kekurangan K+ ,
sedangkan pelepasan epinefrin dan glukokortikoid akan meningkatkan katabolisme.
Aliran darah ginjal yang menurun akan mengurangi ekskresi glukosa dari ginjal
sehingga mendorong terjadi hiperglikemia.
Sel semakin kehilangan fosfat dan magnesium yang juga diekskresikan oleh
nginjal. Jika terdapat defisiensi insulin, protein akan dipecahkan menjadi asam
amino di otot dan jaringan lain. Pemecahan otot bersama dengan gangguan elektrolit
akan menyebabkan kelemahan otot. Lipolisis yang telah terjadi menyebabkan
pelepasan asam lemak ke dalam darah (hiperlipidasidemia). Hati menghasilkan asam
asetoasetat dan asam hidroksibutirat – B dari asam lemak. Penumpukan asam ini
akan menyebabkan asidosis, yang memaksa pasien untuk bernapas dalam
(pernapasan Kussmaul). Beberapa asam ini dipecahkan menjadi aseton (benda
keton). Selain itu, trigeliserida akan dibentuk di hati dari asam lemak dan bergabung
menjadi VLDL. Oleh karena defisiensi insulin memperlambat pemecahan
lipoprotein, hyperlipidemia menjadi semakin berat. Beberapa trigeliserida tetap
tersisa di dalam hati sehingga terjadi perlemakan hati.
Pemecahan protein dan lemak serta polyuria akan menyebabkan penurunan
berat badan. Metbolisme yang abnormal, gangguan elektrolit dan perubahan volume
sel akibat perubahan osmolarit dan perubahan volume sel akibat perubahan
osmolaritas dapat mengganggu fungsi neuron dan menyebabkan koma hyperosmolar
atau ketoasidosis.
Akibat utama defisiensi insulin relative adalah hiperglikemia dan
hiperosmolaritas sedangkan ada defisiensi insulin absolut, selain akibat tersebut
terdapat peningkatan proteolysis dan lipolysis (ketoasidosisi).
Komplikasi Lanjut Hiperglikemia yang Berkepanjangan (Diabetes Melitus)
Kelainan metabolik pada defisiensi insulin absolut atau relative yang paling
diterapi secara adekuat, dalam waktu beberapa tahun atau dekade akan
menyebabkan perubahan yang luas dan bersifat ireversibel di dalam tubuh.
Hiperglikemia memainkan peranan yang penting dalam hal ini.
Glukosa direduksi menjadi sorbitol di dalam sel yang mengandung enzim
aldosareduktase. Alkohol heksahidrat ini tidak dapat melalui membrane sel dan
salah satu akibatnya adalah konsentrasinya di dalam sel akan meningkat dan sel
membengkak. Akibat penumpukan sorbitol di lensa mata, terjadi penarikan air yang
selanjutnya merusak kejernihan lemsa (perkabutan lensa/ katarak). Penumpukun
sorbitol di sel Schwann dan neuron akan mengurangi konduksi saraf (polineuropati)
terutama memengaruhi sistem saraf otonom, refleks dan fungsi sensorik. Untuk
menghindari pembengkakan, sel berkompensasi dengan melepaskan mioinositol,
yang kemudian tidak tersedia lagi untuk fungsi lain.
Sel yang tidak dapat mengambil glukosa dalam jumlah yang cukup akan
menyusut karena hiperosmolaritas ekstrasel. Fungsi limfosit yang telah menyusut
akan terganggu (missal, pembentukan superoksida yang penting dalam sistem imun).
Karena itu, pasien diabetic rentan terhadap infeksi, misalnya infeksi kulit ( furunkel)
dan ginjal (pielonefritis). Infeksi ini selanjutnya meningkatkan kebutuhan insulin
sehingga menyebabkan peningakatan pelepasan hormone antagonis insulin.
Hiperglikemia meningkatkan pembentukan protein plasma yang mengandung
gula seperti fibrinogen, haptoglobin, macroglobulin- α2 serta faktor pembekuan V-
VIII. Dengan cara ini, kecenderungan pembekuan dan viskositas darah mungkin
meningkat sehingga risiko thrombosis meningkat.
Dengan mengikat glukosa ke gugus protein yang bebas amino dan
seterusnya, akan terjadi reaksi amadori yang bersifat ireversibel, yakni glikolisis
nlanjut produk akhir (AGE) yang belum sepenuhnya dapat dipahami. Hal ini juga
terjadi dalam jumlah yang meningkat pada otrang tua. Jaringan protein dapat
dibentuk melalui pembentukan pentosin. AGE berikatan dengan reseptormya
masing-masing di membrane sel sehingga dapat meningkatkan pengendapan kolagen
di membrane basalis pembuluh darah. Pembentukan jaringan ikat sebagian
dirangsang melalui transforming growth factor β (TGF- β). Selain itu, serabut
kolagen dapat diubah melalui glikosilasi. Kedua perubahan ini menyebabkan
penebalan membrane basalis dengan penurunan permeabilitas dan penyempitan
lumen (mikroangiopati). Perubahan terjadi pada retina, juga sebagai mikroangipati,
yang pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan (retinopati). Di ginjal akan terjadi
glomerulosklerosis (Kimmelstiel – Wilson) yang dapat menyebabkan proteinuria,
penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kehilangan glomerulus, hipertensi dan
gagal ginjal. Karena konsentrasi asam amino yang tinggi di dalam plasma, akan
terjadi hiperfiltrasi pada sisa glomerulus yang masih utuh, yang kemudian juga akan
mengalami kerusakan.
Bersamaan dengan peningkatan VLDL di dalam darah dan peningkatan
kecenderungan pembekuan darah, hipertensi mendorong pembentukan
makroangiopati, yang dapat semakin merusak ginjal serta menyebabkan infark
miokard, infark serebri dan penyakit pembuluh darah perifer.
Akhirnya, glukosa dapat bereaksi dengan hemoglogin (HbA) untuk
membentuk HbA1c , yang peningkatan konsentrasinya di dalam darah menunjukkan
keadaan hiperglikemia yang telah berlangsung lama. HbA1c memiliki afnitis oksigen
yang lebih tinggi daripada HbA dank arena itu agak sukar melepaskan oksigen
diperifer. Defisiensi insulin yang menetap selanjutnya menyebabkan penurunan
konsentarsi 2,3 biofosfogliserat (BPG) sieritrosit yang pengatur hemoglobin
alosterik akan menurunkan afinitas oksigen. Kekurangan BPG juga menyebabkan
afnitas oksigen HbA.
Ibu yang mengalami disbetes secara statistik memiliki peluang yang lebig
besar untuk melahirkan bayi dengan berat badan yang lebih berat dari normal. Hal
ini mungkin terjadi akibat peningkatan konsentarsi asam amino di dalam darah
sehingga menyebabkan asam amino di dalam darah sehingga menyebabkan
peningkatan pelepasan somatotropin.
Hiperinsulinisme, Hipoglikemia
Kelebihan insulin biasanya terjadi akibat terlalu tinggi dosis insulin atau obat
antidiabetes oral yang digunakan selama pengobatan diabetes melitus. Sebagai
patokan, kelebihan dosis akan menimbulkan gejala jika kebutuhan insulin menurun
pada aktivitas fisik. Kelebihan insulin juga sering terjadi pada bayi baru lahir dari
ibu penderita diabetes. Konsentrasi glukosa dan asam amino yang tinggi di dalam
darah ibu akan menyebabkan perangsang dan hyperplasia sel beta pada anak
intrauterine sehingga setelah lahir insulin akan dilepaskan dalam jumlah besar.
Pada beberapa orang, pelepasan insulin terlambat sehingga terjadi
hiperglikemia yang terutama terlihat setelah mengonsumsi makanan kaya
karbohidrat. Hal ini menyebabkan pelepasan insulin yang berlebihan, yang setelah 4-
5 jam menyebabkan hipoglikemia. Pasien seperti ini kemudian hari sering kali
mengalami diabetes.
Pada keadaan yang jarang, hipoglikemia disebabkan oleh autoantibodi
pengikatan insulin. Akibatnya, insulin akan dilepaskan dengan beberapa
keterlambatan dari ikatannya dengan antibody. Bahkan pada keadaan yang lebih
jarang perangsang autoantibodi terhadap reseptor insulin dapat menyebabkan
hipoglikemia.
Pada sejumlah kelainan genetik (yang jarang) pemecahan asam amino,
konsentrasi asam amino di dalam darah akan meningkat secara bermakna (missal
pada hiperleusinemia). Pelepasan insulin yang dirangsang oleh asam amino,
kemudian menjadi terlalu tinggi untuk konsentrasi glukosa tertentu sehingga terjadi
hipoglikemia. Pada gagal hati , penurunan pemecahan asam amino dapat
menyebabkan hipoglikemia. Kelainan metabolism karbohidrat, seperti pada
beberapa penyakit penyimpanan glikogen, intoleransi fruktosa atau galaktosemia,
dapat juga menyebabkan hipoglikemia.
Pada sindrom dumping yang terjadi setelah reaksi lambung, gula yang
diberikan secara oral akan mencapai usus tanpa mengalami pencernaan secara tiba-
tiba dan segera diserap. Hormon pencernaan dan konsentrasi glukosa yang
meningkat dengan tajam menyebabkan pelepasan insulin yang berlebihan sehingga
terjadi hipoglikemia setlah selang waktu satu hingga sua jam.
Pada keadaan yang jarang, kelebihan insulin disebabkan oleh tumor penghasil
insulin. Kelebihan insulin relatif juga dapat terjadi pada pelepasan insulin yang
normal jika pelepasan dan atau kerja hormon antagonis insulin (glukortikoid,
epinefrin, glucagon, somatotropin) terganggu. Hal ini biasanya terjadi bila cadangan
glukosa rendah dan gluconeogenesis dari asam amino terbatas seperti pada gagal
hati, setlah mengalami kelaparan atau alkoholisme, tetapi juga dapat terjadi pada
peningkatan pemakaian glukosa seperti selama kerja yang berat atau pada tumor.
Akibat yang paling penting dari kelebihan insulin absolut atau relative adalah
hipglikemia, yang menyebabkan nafsu makan menjadi sangat besar dan
menyebabkan perangsang saraf simpatis yang hebat dengan menimbulkan
takikardia, berkeringat dan tremor. Suplai energy yang terganggu pada sistem saraf
karena membutuhkan glukosa, dapat menimbulkan kejang dan kehilangan
kesadaran. Akhirnya, otak mengalami kerusakan yang ireversibel.
6. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang khas dari diabetes melitus secara umum;
a.Pliuria : frekuensi dan jumlah kencing berlebihan terutama pada malam hari
b. Poliphagia : makan yang sering dan banyak karena selalu sering merasa lapar.
c.Polidipsi: cenderung merasa haus karena banyak urine yang keluar sehingga
banyak minum
Tanda dan gejala secara spesifik :
a. Tipe I IDDM :
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Mudah tersinggung
3) Lelah
4) Gatal – gatal
5) Mual, muntah
b. Tipe II NIDDM :
1) Infeksi kulit
2) Nyeri pada ekstremitas
3) Kesemutan
4) Gatal – gatal
5) Mual muntah
6) Keputihan dan infeksi pada vagina
7) Obesitas.
7. Test Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium : Darah
Jenis – jenis pemeriksaan gula darah
a. GDS gula darah pada saat itu juga
b. NPP (Nuchter Post Pandrial)
Gula darah yang diperiksa dua kali yaitu sebelum makan dan dua jam setelah
makan dengan tujuan menegakkan diagnosa dan ditujukan kepada klien yang
sama sekali belum diketahui adanya penyakit DM.
c. KH ( Kurva Harian )
Gula darah diperiksa sebanyak tiga kali yakni sebelum makan , jam 1100 dan
jam 16.00, yang dilakukan secara periodik yang bertujuan untuk mengevaluasi
terapi diabetikum.
d. Glucose Toleransi Test ( GTT )
Pemeriksaan dilakukan sebanyak 5 kali yang mana sebelumnya pasien diberi
glukosa baik oral maupun parenteral. Dan ini ditujukan pada pasien yang pada
pengkajian didapatkan adanya Diabetes mellitus
e. Serum Glukosa ; bisa meningkat 200 – 1000mg
f. Keton plasma ; biasanya ( + ) pada DM tipe I.
g. AGD : Terdapat metabolisme asidosis yang dikompensasikan dengan nafas
cepat ( Asidosis respiratori ).
h. Elektrolit : sodium bisa naik atau normal, potasium normal / turun, phospor
biasanya turun.
i. Serum insulin bila tidak ada pada tipe pertama dan bila meningkat pada tipe II ,
yang mana merupakan indikasi insulin.
j. Pemeriksaan glucose urine: terdapat glukosa dalam urine.
KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. R (50 th)
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
ANAMNESA
Keluhan Utama: mual muntah.
Riwayat Penyakit Sekarang: pasien datang dengan keluhan mual muntah sejak 5 hari yang
lalu, mual-muntah setelah makan. Muntah sisa makanan, darah (-), kaki kiri terdapat luka
yang tidak sembuh selama +/- 15 hari. Kaki kiri terasa sakit saat dibuat berjalan. Badan terasa
linu sermua. Napsu makan menurun. Badan lemas dan berat badan menurun. BAB (+) tidak
rutin (1-2 hari sekali); BAK (+) sering terutama di malam hari. Pasien pernah jatuh 6 hari
yang lalu karena merasa pendangannya kabur terutama pada mata sebelah kanan.
Riwayat penyakit dahulu : pasien menderita DM sejak 5 tahun yang lalu, mengkonsumsi
metformin bila ingat. (tanyakan penggunaan obat DM injeksi / terapi komplementer lain)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : lemah
Tensi : 160/100 mmHg.
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36, 5 C.
Respiratory Rate : 32 x/menit
Kepala/leher
Anemis (+) ikterus (-) cyanosis (-) dyspnue (+)
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax
Cor : S1 S2 Tunggal
Pulmo : ronchi -/-, wheezing -/-
Pernafasan vesikuler : +/+
Abdomen
Bising Usus : (+) 10 x/menit
Hepar dan Lien tidak teraba
Nyeri Tekan (-)
Ascites (+) minimal
Perkusi Thympani
Extremitas
Akral hangat pada keempat extremitas
Oedem pada kedua kaki
Pada kaki kiri didapatkan ulkus seluas pada dorsum manus
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Hematologi
Hemoglobin : 4,5 ( 13,5-18 g/dl )
Leukosit : 30,46 (4.300-10.300 g/dl )
LED : 160 ( 5-20)
Trombosit : 352.000 ( 150.000-350.000)
Eritrosit : 2,04 juta (4,4 -5,9 juta )
MCV : 67,6 ( 80-100 )
MCH : 22,1 ( 26-34 )
MCHC : 32,6 ( 32-36 )
Kimia Darah :
SGOT : 28,8 ( 5-31 g/dl )
SGPT : 31,4 ( 5-22 g/dl )
Gula Darah Puasa : 276 ( 70-110 mg/dl )
Ureum : 509,9 ( 20-40 mg/dl )
Kreatinin : 13,9 ( 0,5-0,9 mg/dl )
Uric Acid : 18,0 ( 3,4-7,0 mg/dl )
GDS : 60 mg/dl
HbA1C : 8,5 %
Planning Terapi
Terapi Baring /MRS
Infuse PZ : 10 tetes /menit
Injeksi Farsix : 2x1 amp
Injeksi Ceftriaxone : 2x1 amp
Transfusi PRC : 1 kolf perhari
Tablet bisoprolol : 5mg 1x1/2 tab
Tablet Insaar : 50 mg 1 x II tab
Insulin regular : 3x4 unit SC.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DENGAN MENGGUNAKAN KONSEP CALISTA ROY
I. Identitas pasien
A. Identitas pasien
1. Nama : Ny “ R “
2. Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan
3. Umur : 50 Tahun
4. Tanggal masuk RS : -
5. Tanggal pengkajian : -
6. Diagnose medik : DM Tipe I
7. Status perkawinan : Kawin
8. Suku/warganegara : Jawa/Indonesia
9. Agama : Islam
10. Pendidikan : SMA
11. Pekerjaan : Swasta
12. Alamat :-
B. Penanggung jawab pasien
1. Nama :-
2. Umur :-
3. Alamat :-
4. Hubungan dengan pasien :-
II. Pengkajian
Keluhan Utama :
1. Saat MRS : Pasien mengeluh mual dan muntah
2. Saat Pengkajian : KU Pasien Tampak Sakit Sedang, Kesdaran Composmentis,
Pasien mengeluh mual dan muntah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang : pasien datang dengan keluhan mual muntah sejak 5
hari yll, mual-muntah setelah makan. Muntah sisa makanan,
darah (-), kaki kiri terdapat luka yang tidak sembuh selama +/-
15 hari. Kaki kiri terasa sakit saat dibuat berjalan. Badan
terasa linu sermua. Napsu makan menurun. Badan lemas dan
berat badan menurun. BAB (+) tidak rutin (1-2 hari sekali);
BAK (+) sering terutama di malam hari. Pasien pernah jatuh 6
hari yang lalu karena merasa pendangannya kabur terutama
pada mata sebelah kanan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu: pasien menderita DM sejak 5 tahun yang lalu,
mengkonsumsi metformin bila ingat
5. Riwayat penyakit Keluarga:-
PENGKAJIAN TAHAP I
1. Pengkajian Fisiologis
A. Oksigenasi
Keluhan : Lemas,Kaji adanya keluhan sesak dan pusing
a. Inspeksi
Respiratory Rate : 32 x/mnt
Depth :
1. Deep 2. Moderate 3. Shallow
Irama :
1. Reguler 2. Ireguler 3. Biot 4.Kusmaul
5.Hiperventilasi
Effort : Retraction
1. Otot bantu nafas 2. Tanpa otot bantu nafas
Dyspneu : (+)
Konjungtiva : anemis
Sianosis :-
Clubbing Fingger :-
Suhu Tubuh : 36,5 OC
Rekomendasi/Kolaborasi pemasangan 02 nasal kanul 2 L/menit
b. Palpasi
Vocal Fremitus:
CRT : ≤3 dtk > 3 dtk
Kaji adanya perubahan nilai normal pada CRT ( Hb : 4,5 )
JVP :-
Nadi : 90 x./mnt
Ictus Cordis : -
c. Perkusi
Sonor :-
Redup :-
Pekak :-
Hipersonor/ timpani:
Batas Jantung :
Atas : -
Kiri :-
Kanan: -
d. Auskultasi
Suara Nafas : Vesikuler disemua lapang paru
Suara Tambahan: Ronkhi Wheezing Rales
Kimia Darah
SGOT : 28,8 g/dl
SGPT : 31,4 g/dl
Gula Darah Puasa : 276 mg/dl
GDS : 60 mg/dl
HbA1C : 8,5 %
Respon Maladaptive : Mual dan muntah sejak 5 hari,lemas,selera makan
kurang,konjungtiva anemik,IMT : 18,1 Kg/M2,asites minimal,Hb:4,5 g/dl,
SGOT : 28,8 g/dl,SGPT: 31,4 g/dl,Gula Darah Puasa: 276 mg/dl,GDS : 60
mg/dl HbA1C: 8,5 %.
e. Eliminasi
Keluhan :Bak (+) sering terutama pada malam hari, Bab (+) tidak rutin 1x dalam 1-2
hari
Seberapa sering anda buang air kecil?
b. Postur Tubuh :
c. Bagian tubuh yang mengalami kecacatan : -
Palpasi
Kekuatan otot :
TTV
TD: 160/100 mmhg
N: 90x/menit
S : 36,5 0C
P : 32 x/menit
ROM : Terbatas, pada kaki kiri didapatkan ulkus seluas dorsum manus
Pemeriksaan Penunjang; Pemeriksaan Penunjang : Tgl 16 Juni 2014 Hb : 4,5 gr/dL
Respon Maladaptive:Lemas,Hb : 4,5 gr/dL,TD: 160/100 mmhg,N:90
x/menit,P:32x/menit
g. Proteksi/perlindungan :
1. Keluhan : Badan terasa linu semua , lemas seluruh badan, pasien post jatuh 6
hari yang lalu.
Bagaimana suhu pada kulit?
Panas Hangat Dingin
2. Pemerikasaan fisik :
Inspeksi
a. Kulit :
Inspeksi : Tampak ulkus seluas pada dorsum manus
Palpasi
1) Texture : edema pada kedua kaki.
2) Kelembaban :
3) Turgor :
b. Rambut :
Inspeksi
Distribusi :
Palpasi
c. Kuku :
1) Inspeksi :
2) Palpasi : -
Temperature : 36,5
Pemeriksaan Penunjang :
Hb : 4,5 g/dL
Hematokrit : 13,8 %
Jumlah Leukosit : 30,46 10ˆ3/µL
LED : 160
Jumlah Trombosit : 352 ribu/µL
MCV : 67,6FL
MCH : 22,1 pg/UL
MCHC : 32,6 g/dL
Dikolaborasikan pemeriksaan albumin ??
Respon Maladaptive: Badan terasa linu semua seluruh badan dan terasa
lemas,tampak ulkus seluas dorsum manus, edema pada kedua kaki, Hb : 4,5,
g/dL ,Hematokrit: 13,8 %,Jumlah Leukosit : 30,46 10ˆ3/µL,LED:160,Jumlah
Trombosit : 352 ribu/µL
h. Sense/sensorik
Keluhan :Pasien mengeluh kaki sakit kalau dibuat berjalan.
Apakah pasien menggunakan kaca mata?
Ya Tidak
Apakah pasien dapat membaca dengan jarak yang jauh?
Ya Tidak
Apakah pasien menjawab pertanyaan dengan tepat jika Anda berbicara di tingkat
suara normal?
Ya Tidak
Apakah pasien mengalami kesulitan berbicara?
Ya Tidak
Apakah ada nyeri yang dirasakan?
Ya Lokasi: Pada kaki kiri
Tidak
Pemeriksaan fisik
Penglihatan : pandangan kabur terutama pada mata sebelah kanan.
Perlu dikaji lapang pandang, visus dan pergerakan bola mata?
Penciuman :
Pendengaran :
Pengecapan :
Pemeriksaan Penunjang:-
Respon Maladaptive:Pasien mengeluh kaki sakit kalau dibuat berjalan,ada nyeri
pada kaki kiri,pandangan kabur terutama pada mata sebelah kanan.
Respon Maladaptive :Badan lemas,Bak (+) sering terutama malam hari, IMT 18,1
Kg/m2
j. Fungsi syaraf/neurologis perlu dikaji lebih lanjut
N. I :-
N. II : pandangan kabur terutama pada mata sebelah kanan
N.III, IV, VI :-
N. V :-
N. VII :-
N.VIII :-
N. IX-X :-
N.XI :-
N. XII :-
Respon Maladaptive : pandangan kabur terutama mata sebelah kanan
k. Fungsi endokrin
Keluhan :Lemas, mual dan muntah,
Apakah pasien punya penyakit diabetes ?
Ya Sejak kapan: 5 tahun yang lalu
Tidak
Bagaimana siklus menstruasi pasien:-
Palpasi :
-
Pemeriksaan penunjang :-
Gula Darah Puasa : 276 mg/dl
GDS : 60 mg/dl
HbA1C : 8,5 %
Respon Maladaptive Lemas, mual dan muntah, menderita diabetes 5 tahun yang
lalu, Gula Darah Puasa: 276 mg/dl,GDS : 60 mg/dl,HbA1C: 8,5 %
A. Pengkajian Fisiologi
1. Oksigenasi
a. Stimulus Fokal : Hati menghasilkan asam asetoasetat dan asam
hidroksibutirat dari asam lemak. Penumpukan asam ini
akan menyebabkan asidosisdan menimbulkan pasien
sulit bernafas ( dispnue )
b. Stimulus Kontekstual : Lipolisis yang telah terjadi menyebabkan pelepasan
asam lemak ke dalam darah (hiperlipidasidemia) yang
menimbulkan asidosis
c. Stimulus Residual : pasien mempunyai riwayat DM sejak 5 tahun yang
lalu, dan pengobatan yang tidak teratur.
2. Nutrisi
a. Stimulus Fokal :
1) Pemecahan lemak yang berlebihan menimbulkan
pengeluaran asam asetoasetat yang dipecah menjadi
aseton dan menimbulkan mual dan muntah.
2) Pemecahan protein dan lemak serta polyuria akan
menyebabkan penurunan berat badan.
3) Penurunan kadar Hb disebabkan oleh produksi
eritropoitin dan ketidak cukupan nutrisi.
3. Stimulus Kontekstual :
1) Lipolisis yang telah terjadi menyebabkan pelepasan
asam lemak ke dalam darah
(hiperlipidasidemia)yang menimbulkan asidosis dan
asam dipecah menjadi aseton
2) Defisiensi insulin, protein akan dipecahkan menjadi
asam amino di otot dan jaringan lain.
3) Gangguan fungsi limfosit dan pasien rentang
terhadap infeksi seperti infeksi ginjal
( pielonefritis ) gangguan produksi eritropoitin
c. Stimulus Residual : riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu.
4. Eliminasi
a. Stimulus Fokal :
1) Glukosa dieksresikan dengan urine dan terjadi
deuresis osmotik ( poliuria)
2) Gangguan fungsi limfosit dan pasien rentang
terhadap infeksi seperti infeksi ginjal
( pielonefritis ) ureum meningkat
3) Gangguan fungsi limfosit dan pasien rentang
terhadap infeksi seperti infeksi ginjal
( pielonefritis ) GFR menurunEdema
b. Stimulus Kontekstual :
1) Hiperglikemia mengakibatkan penimbunan glukosa
diekstra sel sampai terjadi hiperosmolaritas dan
terjadi glukosuria
2) Penimbunan glukosa diekstra sel mengakibatkan
hiperosmolaritas sehingga terjadi gangguan fungsi
limfosit.
3) Penimbunan glukosa diekstra sel mengakibatkan
hiperosmolaritas sehingga terjadi gangguan fungsi
limfosit yang mengakibatkan rentang infeksi seperti
pielonefritis
5. Stimulus Residual : riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu dan pengobatan
secara tidak teratur.
6. Aktivitas dan Istirahat
a. Stimulus Fokal : pemecahan protein menjadi asam amino yang terjadi di
otot dan jaringan menyebabkan kelemahan otot
b. Stimulus Kontekstual : glukosa tidak dapat masuk ke sel mengakibatkan
pemecahan glikogen, glukoneogenesis sampai terjadi
Proteolisis.
c. Stimulus Residual : riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu
7. Proteksi
a. Stimulus Fokal : Gangguan perfusi perifer dan gangguan fungsi limfosit
yang mengakibatkan pasien rentang infeksi seperti ulkus
b. Stimulus Kontekstual : Penimbunan glukosa diekstrasel mengakibatkan
hiperosmolaritas dan rentang terhadap infeksi
c. Stimulus Residual : riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu dan pengobatan
yang tidak teratur
8. Sense
a. Stimulus Fokal : Sorbitol tidak dapat menembus membran sel sehingga
terjadi edema pada retina sehingga menimbulkan
gangguan pengelihatan kabur
b. Stimulus Kontekstual : Gangguan jalur poliol yaitu glukosa direduksi menjadi
sorbitol di dalam sel yang mengandung enzim
aldosareduktase.
c. Stimulus Residual : Riwayat DM 5 Tahun yang lalu
d. Neurologi
a. Stimulus Fokal : adaptive
b. Stimulus Kontekstual : adaptive
c. Stimulus Residual : adaptive
e. Endokrin
a. Stimulus Fokal : Pelepasan insulin yang dirangsang oleh asam amino,
kemudian menjadi terlalu tinggi untuk konsentrasi
glukosa tertentu sehingga terjadi hipoglikemia
b. Stimulus Kontekstual : Kelebihan insulin biasanya terjadi akibat terlalu tinggi
dosis insulin atau obat antidiabetes oral yang
digunakan selama pengobatan diabetes melitus
c. Stimulus Residual : Riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu dan pengobatan
tidak teratur.
B. Pengkajian Konsep Diri
a. Stimulus Fokal : adaptive
b. Stimulus Kontekstual : adaptive
c. Stimulus Residual : adaptive
C. Pengkajian Fungsi Peran
a. Stimulus Fokal : adaptive
b. Stimulus Kontekstual : adaptive
c. Stimulus Residual : adaptive
D. Pengkajian Independen
a. Stimulus Fokal : adaptive
b. Stimulus Kontekstual : adaptive
c. Stimulus Residual : adaptive
No Pengkajian Perilaku Pengkajian Stimulus Diagnosa Keperawatan
1 DS: d. Stimulus Fokal : Hati Pola nafas tidak efektif b.d
-Pasien mengeluh lemas dan kesulitan menghasilkan asam asetoasetat hiperventilasi
bernafas ( Dispnue ) dan asam hidroksibutirat dari
-Napas pendek ( perlu dikaji ) asam lemak. Penumpukan asam
DO: ini akan menyebabkan
Hasil Observasi TTV : asidosisdan menimbulkan pasien
Rr: 32 x/menit sulit bernafas ( dispnue )
Penggunaan otot bantu napas ( perlu dikaji ) e. Stimulus Kontekstual : Lipolisis
yang telah terjadi menyebabkan
pelepasan asam lemak ke dalam
darah (hiperlipidasidemia)yang
menimbulkan asidosis
f. Stimulus Residual :pasien
mempunyai riwayat DM sejak 5
tahun yang lalu, dan pengobatan
yang tidak teratur.
c. Stimulus Kontekstual :
Black & Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang
Diharapkan. Singapore: Elsevier
Gulanick & Mylers. 2014. Nursing Care Plain: Diagnoses, intervensi dan outsomes.USA:
Elseiver
Lewis et all. 2011. Medical Surgical Nursing: Assessment & Management Of Clinical
Problems.USA: Elsevier
Silbernagl Stefan & Lang Florian. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC
Tarwoto. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: Trans
Info Media
Wijaya & Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta: Nuha Medika