Anda di halaman 1dari 116

BUPATI PASER

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER


NOMOR 9 TAHUN 2015
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASER
TAHUN 2015-2035

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASER,
Menimbang : a. bahwa ruang merupakan komponen lingkungan hidup yang bersifat
terbatas dan tidak terbaharui sehingga perlu dikelola secara bijaksana
dan dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi
sekarang dan generasi yang akan datang;
b. bahwa perkembangan pembangunan khususnya pemanfaatan ruang
di wilayah Kabupaten Paser diselenggarakan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan potensi
sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan sumberdaya manusia
dengan tetap memperhatikan daya dukung, daya tampung, dan
kelestarian lingkungan hidup;
c. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN),
serta terjadinya perubahan faktor-faktor eksternal dan internal
membutuhkan penyesuaian penataan ruang wilayah Kabupaten Paser
secara dinamis dalam satu kesatuan tata lingkungan berlandaskan
kondisi fisik, kondisi sosial budaya, dan kondisi sosial ekonomi melalui
penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Paser hingga
Tahun 2035;
d. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Paser Nomor 6 Tahun 1999
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Paser sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan yang terjadi dan perlu disesuaikan
dengan visi dan misi Kabupaten Paser hingga Tahun 2025 sehingga
perlu dilakukan penyesuaian;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Peraturan Daerah
Kabupaten Paser tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Paser Tahun 2015-2035.

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-
Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah
Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1953 Nomor 9) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1820);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 224,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2015 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5589);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2007 tentang Perubahan
Nama Kabupaten Pasir Menjadi Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan
Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 110,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4760);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4833);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata
Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
10.Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Ketelitian Peta
Rencana Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 8).

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASER,
dan
BUPATI PASER,

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH


KABUPATEN PASER TAHUN 2015-2035.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan:


1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2. Pemerintah Provinsi adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah Provinsi Kalimantan Timur.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
4. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Paser.
5. Bupati adalah Bupati Paser.
6. Kabupaten adalah Kabupaten Paser.
7. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga
Perwakilan Rakyat Daerah di Kabupaten Paser sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
8. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
9. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
10. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional.
11. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
12. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
13. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya.
14. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
15. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif
dan/atau aspek fungsional.
16. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
17. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Paser yang selanjutnya disebut RTRW
Kabupaten Paser adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah
Kabupaten, yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah
Kabupaten, rencana struktur ruang wilayah Kabupaten, rencana pola ruang wilayah
Kabupaten, penetapan kawasan strategis Kabupaten, arahan pemanfaatan ruang
wilayah Kabupaten, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten.
18. Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten adalah tujuan yang ditetapkan
pemerintah daerah Kabupaten yang merupakan arahan perwujudan visi dan misi
pembangunan jangka panjang Kabupaten pada aspek keruangan, yang pada
dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional.
19. Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten adalah arahan pengembangan wilayah
yang ditetapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten guna mencapai tujuan penataan
ruang wilayah Kabupaten dalam kurun waktu 20 (dua puluh) Tahun.
20. Strategi penataan ruang wilayah Kabupaten adalah penjabaran kebijakan penataan
ruang ke dalam langkah-langkah pencapaian tindakan yang lebih nyata yang menjadi
dasar dalam penyusunan rencana struktur dan pola ruang wilayah Kabupaten.
21. Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten adalah rencana yang mencakup sistem
perkotaan wilayah Kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam
wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah Kabupaten yang
dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah Kabupaten selain untuk melayani
kegiatan skala Kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan
energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya
air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai,
dan sistem jaringan prasarana lainnya.
22. Rencana pola ruang wilayah Kabupaten adalah rencana distribusi peruntukan ruang
wilayah Kabupaten yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
budidaya yang dituju sampai dengan akhir masa berlakunya RTRW Kabupaten yang
memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten hingga 20 (dua
puluh) tahun mendatang.
23. Rencana sistem perkotaan di wilayah Kabupaten adalah rencana susunan kawasan
perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah Kabupaten yang menunjukkan
keterkaitan saat ini maupun rencana yang membentuk hirarki pelayanan dengan
cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah Kabupaten.
24. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa
Kabupaten/kota.
25. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kabupaten atau beberapa kecamatan.
26. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.
27. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
28. Rencana sistem jaringan prasarana wilayah Kabupaten adalah rencana jaringan
prasarana wilayah yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah Kabupaten
dan untuk melayani kegiatan yang memiliki cakupan wilayah layanan prasarana skala
Kabupaten.
29. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air,
kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
30. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan
dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam
pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hirarki.
31. Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional,
dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat
kegiatan.
32. Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.
33. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan atau pembagi
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan
masuk dibatasi.
34. Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul
atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
35. Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan
ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
36. Jalan nasional adalah jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional,
serta jalan tol.
37. Jalan provinsi adalah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota Kabupaten/kota, atau antar
ibukota Kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
38. Jalan kabupaten adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak
termasuk pada jalan nasional dan jalan provinsi, yang menghubungkan ibukota
Kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota Kabupaten
dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam
sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah Kabupaten, dan jalan strategis
Kabupaten.
39. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya.
40. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang
merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian,
pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.
41. Daerah Irigasi yang selanjutnya disebut DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air
dari satu jaringan irigasi.
42. Wilayah Sungai yang selanjutnya disebut WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan
sumberdaya air dalam 1 (satu) atau lebih Daerah Aliran Sungai dan/atau pulau-pulau
kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 (dua ribu) kilometer persegi.
43. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan
yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang
berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau dan ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktifitas daratan.
44. Cekungan Air Tanah yang selanjutnya disebut CAT adalah suatu wilayah yang
dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti
proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
45. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.
46. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan
berkelanjutan.
47. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan.
48. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan.
49. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
50. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosiaì, dan
kegiatan ekonomi.
51. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan
pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber
daya alam tertentu yang ditujukan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hirarkis
keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
52. Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budi daya, baik di ruang darat maupun
ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya.
53. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
54. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
55. Kawasan strategis kabupaten adalah kawasan yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kabupaten
terhadap ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, serta pendayagunaan sumber daya
alam dan teknologi.
56. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam pesekutuan alam lingkungannya,
yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
57. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
58. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang dipertahankan sebagai kawasan
hutan yang fungsi pokoknya sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan
untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi
air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
59. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya adalah kawasan yang
diperuntukkan untuk menjamin terselenggaranya fungsi lindung hidrologis bagi
kegiatan pemanfaatan lahan.
60. Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk
meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang
berguna sebagai sumber air.
61. Kawasan perlindungan setempat adalah kawasan diperuntukkan bagi kegiatan
pemanfaatan lahan yang dapat menjaga kelestarian jumlah, kualitas dan penyediaan
tata air dan kelancaran serta ketertiban pengaturan dan pemanfaatan air dari
sumber-sumber air.
62. Kawasan sempadan pantai adalah kawasan prioritas sepanjang pantai yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai
dengan tujuan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu
kelestarian fungsi pantai.
63. Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
64. Kawasan sekitar danau/waduk/rawa adalah kawasan di sekeliling danau/waduk/
rawa yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
danau/waduk/rawa.
65. Kawasan sekitar mata air adalah kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air.
66. Kawasan cagar alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun
di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya yang juga
berfungsi sebagai penyangga sistem kehidupan.
67. Kawasan pantai berhutan bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat
alami hutan bakau yang berfungsi memberikan perlindungan terhadap pantai dan
lautan dengan tujuan untuk melestarikan hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem
hutan bakau dan tempat berkembangbiaknya berbagai biota laut, pelindung pantai
dari pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya lainnya.
68. Kawasan taman nasional laut adalah kawasan yang memiliki satu atau beberapa
ekosistem yang keadaan alamnya secara fisik tidak mengalami perubahan, biota
perairan serta habitatnya dari segi geomorfologi mempunyai arti untuk kepentingan
ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, dan pariwisata, serta mempunyai
keindahan khusus yang dapat dimanfaatkan sesuai zonasinya.
69. Kawasan taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam yang terutama
dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa, jenis asli dan/atau
bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan, budaya,
pariwisata dan rekreasi.
70. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah tempat serta ruang di sekitar
bangunan bernilai budaya tinggi dan sebagai tempat serta ruang di sekitar situs
purbakala dan kawasan yang memiliki bentukan geologi alami yang khas.
71. Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi
mengalami bencana alam.
72. Kawasan rawan bencana banjir adalah tempat-tempat yang secara rutin setiap
musim hujan mengalami genangan lebih dari enam jam pada saat hujan turun dalam
keadaan musim hujan normal.
73. Kawasan rawan bencana longsor adalah wilayah yang kondisi permukaan tanahnya
mudah longsor karena terdapat zona yang bergerak akibat adanya patahan atau
pergeseran batuan induk pembentuk tanah.
74. Kawasan lindung geologi adalah suatu daerah yang memiliki ciri/fenomena
kegeologian yang unik, langka dan khas sebagai akibat dari hasil proses geologi
masa lalu dan atau yang sedang berjalan yang tidak boleh dirusak dan atau
diganggu, sehingga perlu dilestarikan, terutama untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan pariwisata.
75. Kawasan lindung lainnya adalah kawasan lindung yang diperlukan untuk
perlindungan fungsi tertentu dan memerlukan perlakuan secara khusus.
76. Kawasan perlindungan plasma nutfah adalah kawasan dengan luas tertentu yang
diperuntukan bagi perlindungan dan kelangsungan proses pertumbuhan plasma
nutfah.
77. Kawasan perlindungan plasma nutfah darat adalah kawasan yang memiliki jenis
plasma nuftah tertentu yang belum terdapat dikawasan konservasi yang telah
ditetapkan.
78. Kawasan perlindungan plasma nutfah perairan adalah kawasan di perairan laut
maupun perairan daratan berupa gugusan karang/atol, kawasan pesisir, muara
sungai (estuari), danau, dan jenis perairan lainnya yang merupakan daerah
perlindungan plasma nuftah perairan dan keseimbangan pemanfaatannya.
79. Kawasan pengungsian satwa adalah suatu areal yang ditunjuk yang merupakan
wilayah kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut.
80. Kawasan peruntukkan hutan produksi adalah areal hutan yang dipertahankan
sebagai kawasan hutan dan berfungsi untuk menghasilkan hasil hutan bagi
kepentingan konsumsi masyarakat, industri, dan ekspor.
81. Hutan produksi tetap adalah kawasan hutan yang karena pertimbangan kebutuhan
sosial ekonomi dipertahankan sebagai kawasan hutan produksi yang berfungsi untuk
menghasilkan hasil-hasil hutan bagi kepentingan negara, masyarakat, industri, dan
ekspor.
82. Hutan produksi terbatas adalah kawasan hutan yang digunakan untuk kegiatan
budidaya hasil-hasil hutan secara terbatas dengan tetap memperhatikan fungsinya
sebagai hutan untuk melindungi kawasan di bawahnya.
83. Hutan produksi yang dapat dikonversi adalah areal hutan produksi tetap yang dapat
dirubah peruntukkannya guna memenuhi kebutuhan pengembangan transmigrasi,
pertanian, perkebunan, industri, permukiman, lingkungan, dan lain-lain.
84. Kawasan peruntukkan pertanian adalah kawasan yang dialokasikan dan memenuhi
kriteria untuk budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan;
85. Kawasan budidaya tanaman pangan adalah kawasan lahan basah beririgasi, rawa
pasang surut, lebak, dan lahan basah tidak beririgasi serta lahan kering potensial
untuk pemanfaatan dan pengembangan tanaman pangan.
86. Kawasan budidaya hortikultura adalah kawasan lahan kering potensial untuk
pemanfaatan dan pengembangan tanaman hortikultura secara monokultur maupun
tumpang sari.
87. Kawasan budidaya perkebunan adalah kawasan yang memiliki potensi untuk
dimanfaatkan dan dikembangkan baik pada lahan basah dan atau lahan kering untuk
komoditas perkebunan.
88. Kawasan budidaya peternakan adalah kawasan yang secara khusus diperuntukkan
untuk kegiatan peternakan atau terpadu dengan komponen usaha tani (berbasis
tanaman pangan, perkebunan, hortikultura atau perikanan) berorientasi ekonomi dan
berakses dari hulu sampai hilir.
89. Kawasan peruntukkan perikanan adalah kawasan yang difungsikan untuk kegiatan
perikanan dan segala kegiatan penunjangnya dengan tujuan pengelolaan untuk
memanfaatkan potensi lahan untuk perikanan dalam meningkatkan produksi
perikanan, dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
90. Kawasan peruntukan pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi sumber
daya bahan tambang yang berwujud padat, cair, atau gas berdasarkan peta/data
geologi dan merupakan tempat dilakukannya seluruh tahapan kegiatan
pertambangan yang meliputi penelitian, penyelidikan umum, eksplorasi, operasi
produksi/eksploitasi, dan pasca tambang, baik di wilayah daratan maupun perairan,
serta tidak dibatasi oleh penggunaan lahan, baik kawasan budidaya maupun
kawasan lindung.
91. Kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi
kegiatan industri berdasarkan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
92. Kawasan peruntukkan pariwisata adalah kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan
pariwisata atau segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk
pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang
tersebut.
93. Kawasan peruntukkan permukiman adalah kawasan yang diperuntukan untuk tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung bagi peri
kehidupan dan penghidupan.
94. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang
digunakan untuk kepentingan pertahanan.
95. Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten adalah arahan pengembangan
wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah Kabupaten sesuai
dengan RTRW Kabupaten melalui penyusunan dan pelaksanaan program
penataan/pengembangan Kabupaten beserta pembiayaannya, dalam suatu indikasi
program utama jangka menengah lima tahunan Kabupaten yang berisi rencana
program utama, sumber pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan.
96. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah petunjuk yang
memuat usulan program utama, lokasi, besaran, waktu pelaksanaan, sumber dana,
dan instansi pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang Kabupaten yang sesuai
dengan RTRW Kabupaten.
97. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten adalah ketentuan-
ketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya mengendalikan pemanfaatan ruang
wilayah Kabupaten agar sesuai dengan RTRW Kabupaten yang berbentuk ketentuan
umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif,
serta arahan sanksi untuk wilayah Kabupaten.
98. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem Kabupaten adalah ketentuan umum yang
mengatur pemanfaatan ruang/penataan Kabupaten dan unsur-unsur pengendalian
pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang
sesuai dengan RTRW Kabupaten.
99. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
100. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah Kabupaten sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap pihak
sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan
pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
disusun dan ditetapkan.
101. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan
imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan
juga perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi
kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
102. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang
melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang yang berlaku.
103. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat
hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam
penataan ruang.
104. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
105. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kabupaten Paser yang selanjutnya disebut
BKPRD adalah lembaga ad-hoc yang dibentuk oleh Bupati untuk melaksanakan
koordinasi kegiatan perencanaan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB II
LINGKUP WILAYAH PERENCANAAN, MUATAN DAN FUNGSI RTRW KABUPATEN

Bagian Kesatu
Lingkup Wilayah Perencanaan Kabupaten

Pasal 2

(1) Lingkup wilayah perencanaan Kabupaten terdiri atas 10 (sepuluh) kecamatan dengan
luas wilayah kurang lebih 2.350.436 (dua juta tiga ratus lima puluh ribu empat ratus
tiga puluh enam) hektar.

(2) Batas wilayah Kabupaten, meliputi:


a. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat dan Kutai Kartanegara;
b. sebelah timur laut berbatasan dengan Kabupaten Penajam Paser Utara;
c. sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar dan Kabupaten Mamuju
(Provinsi Sulawesi Barat);
d. sebelah tenggara berbatasan dengan Selat Makassar dan Kabupaten Kotabaru
(Provinsi Kalimantan Selatan);
e. sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kotabaru (Provinsi Kalimantan
Selatan);
f. sebelah barat daya berbatasan dengan Kabupaten Balangan (Provinsi Kalimantan
Selatan);
g. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tabalong (Provinsi Kalimantan
Selatan); dan
h. sebelah barat laut berbatasan dengan Kabupaten Barito Utara (Provinsi
Kalimantan Tengah).

(3) Lingkup wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


a. Kecamatan Tanah Grogot;
b. Kecamatan Pasir Belengkong;
c. Kecamatan Batu Engau;
d. Kecamatan Tanjung Harapan;
e. Kecamatan Muara Samu;
f. Kecamatan Kuaro;
g. Kecamatan Batu Sopang;
h. Kecamatan Muara Komam;
i. Kecamatan Long Ikis; dan
j. Kecamatan Long Kali.

Bagian Kedua
Muatan RTRW Kabupaten

Pasal 3

Muatan RTRW Kabupaten meliputi:


a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah;
b. rencana struktur ruang wilayah;
c. rencana pola ruang wilayah;
d. penetapan kawasan strategis;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah;
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah; dan
g. hak, kewajiban, dan peran masyarakat.
Bagian Ketiga
Fungsi RTRW Kabupaten

Pasal 4

Rencana tata ruang wilayah Kabupaten menjadi pedoman untuk:


a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
f. penataan ruang kawasan strategis Kabupaten.

BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 5

Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten adalah terwujudnya ruang wilayah Kabupaten
yang menjamin keseimbangan daya dukung dan daya tampung lingkungan bagi berbagai
aktifitas masyarakat dan pembangunan berkelanjutan dalam rangka mewujudkan
Kabupaten Paser yang maju, mandiri, agamais, dan sejahtera.

Pasal 6

(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 5 disusun kebijakan penataan ruang wilayah.

(2) Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pengembangan pusat-pusat kegiatan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi secara
berhirarki;
b. pengembangan prasarana dan sarana transportasi Kabupaten yang terkoneksi
dengan sistem transportasi nasional, regional, dan lokal dalam mendukung potensi
wilayah;
c. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana energi,
telekomunikasi, sumber daya air, dan pengelolaan lingkungan;
d. pemantapan kelestarian kawasan lindung dalam bentuk pemeliharaan dan
perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. pengembangan kawasan budidaya dalam bentuk perwujudan dan peningkatan
keterpaduan antar kegiatan budidaya;
f. penetapan kawasan strategis untuk mendukung pengembangan Kabupaten sesuai
dengan potensi dan prioritas pengembangan;
g. penetapan dan penegasan batas wilayah darat dan laut Kabupaten Paser; dan
h. perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil di sekitar
kawasan perbatasan laut serta pemanfaatan sumberdaya yang ada di dalamnya.
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 7

(1) Untuk mewujudkan kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 6, disusun strategi penataan ruang wilayah Kabupaten.

(2) Pengembangan pusat-pusat kegiatan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi secara


berhirarki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a disusun dengan
strategi:
a. mengembangkan sistem pusat kegiatan PKW, PKL, PPK dan PPL;
b. memantapkan fungsi pusat kegiatan dan melalui pengembangan sarana
prasarana penunjang kegiatan;
c. mengembangkan aksesibilitas wilayah;
d. meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi di kawasan perkotaan dengan
perdesaan; dan

(3) Pengembangan prasarana dan sarana transportasi Kabupaten yang terkoneksi


dengan sistem transportasi nasional, regional, dan lokal dalam mendukung potensi
wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b disusun dengan
strategi:
a. menata sistem transportasi yang membentuk sistem jaringan pergerakan antar
pusat kegiatan dan wilayah pelayanannya;
b. menetapkan jalan sesuai dengan fungsi, kapasitas dan tingkat pelayanannya;
c. mengintegrasikan sistem transportasi Kabupaten dengan simpul-simpul
transportasi regional dan nasional;
d. mengembangkan sistem transportasi kawasan perdesaan - perkotaan;
e. mengembangkan angkutan umum massal baik angkutan barang maupun
angkutan penumpang; dan
f. mengembangkan prasarana dan sarana transportasi wisata.

(4) Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana energi,


telekomunikasi, sumber daya air, dan pengelolaan lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c disusun dengan strategi:
a. meningkatkan ketersediaan energi listrik dan mengembangkan energi baru
terbarukan;
b. mengembangkan jaringan telekomunikasi di wilayah kegiatan ekonomi baru dan
wilayah terpencil;
c. menjaga keseimbangan ketersediaan air;
d. mempertahankan jumlah dan jumlah luasan daerah irigasi;
e. meningkatkan cakupan wilayah pelayanan sistem penyediaan air minum
perpipaan dan non perpipaan;
f. mengembangkan dan mengoptimalkan sistem pengelolaan sampah;
g. mengembangkan, meningkatkan, dan menangani sistem pengolahan limbah
industri kecil dan rumah tangga;
h. melakukan pembangunan sistem drainase yang terpadu; dan
i. mengembangkan pelayanan sanitasi di wilayah perkotaan dan perdesaan.

(5) Pemantapan kelestarian kawasan lindung dalam bentuk pemeliharaan dan


perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (2) huruf d disusun dengan strategi:
a. menetapkan dan memetakan kawasan lindung serta fungsinya;
b. mengembalikan fungsi hutan lindung pada kawasan yang mengalami kerusakan;
c. membatasi kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi kawasan lindung;
d. mempertahankan dan melestarikan kawasan resapan air;
e. melestarikan habitat dan ekosistem khusus pada kawasan suaka alam dan cagar
budaya;
f. meningkatkan fungsi kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagai tempat
wisata dan obyek penelitian;
g. menetapkan kawasan rawan multi-bencana melalui kegiatan pemetaan; dan
h. mengembangkan sistem peringatan dini, jalur, dan ruang evakuasi bencana.

(6) Pengembangan kawasan budidaya dalam bentuk perwujudan dan peningkatan


keterpaduan antar kegiatan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2)
huruf e, disusun dengan strategi:
a. menetapkan kawasan budidaya sesuai fungsinya berdasarkan daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup;
b. mengendalikan dampak negatif kegiatan budidaya agar tidak menurunkan
kualitas lingkungan hidup;
c. mengembangkan kawasan budidaya melalui peningkatan nilai ekonomis kawasan
dan fungsi sosial;
d. mengembangkan sektor kehutanan dan pengolahan hasil hutan;
e. mengembangkan sentra produksi dan usaha berbasis perikanan;
f. mengendalikan secara ketat pengelolaan lingkungan kawasan pertambangan;
g. mengembangkan kawasan peruntukan industri pada jalur transportasi regional
dan nasional;
h. mengembangkan dan memberdayakan industri berbasis bahan baku lokal dari
hasil pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan darat, dan hasil tambang;
dan
i. mengembangkan kawasan peruntukan permukiman terpadu.

(7) Penetapan kawasan strategis untuk mendukung pengembangan Kabupaten sesuai


dengan potensi dan prioritas pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2) huruf f, disusun dengan strategi:
a. mengembangkan kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan ekonomi;
b. mengembangkan kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan sosial
budaya; dan
c. memantapkan dan mengembangkan kawasan strategis berdasarkan sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

(8) Penetapan dan penegasan batas wilayah darat dan laut Kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf g dilaksanakan berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku dan melalui kesepakatan dengan daerah yang
berbatasan.

(9) Perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil di sekitar
kawasan perbatasan laut serta pemanfaatan sumberdaya yang ada di dalamnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf h dilaksanakan dengan strategi:
a. menyusun rencana strategis wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil;
b. menyusun rencana zonasi wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil;
c. menyusun rencana pengelolaan wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil; dan
d. menyusun rencana aksi pengelolaan wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.
BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 8

(1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten terdiri atas:


a. sistem pusat permukiman; dan
b. sistem jaringan prasarana wilayah.

(2) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian skala minimal 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Sistem usat Permukiman

Pasal 9

Rencana sistem pusat permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf
a, terdiri atas:
a. sistem perkotaan; dan
b. sistem perdesaan.

Paragraf 1
Sistem Perkotaan

Pasal 10

(1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a meliputi:


a. sistem pusat kegiatan; dan
b. fungsi pusat kegiatan.

(2) Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. PKW berada di perkotaan Tana Paser di Kecamatan Tanah Grogot.
b. PKL meliputi:
1. perkotaan Long Kali di Kecamatan Long Kali.
2. perkotaan Long Ikis di Kecamatan Long Ikis;
3. perkotaan Kuaro di Kecamatan Kuaro;
4. perkotaan Muara Komam di Kecamatan Muara Komam; dan
5. perkotaan Batu Kajang di Kecamatan Batu Sopang.
c. PPK meliputi:
1. perkotaan Pasir Belengkong di Kecamatan Pasir Belengkong;
2. perkotaan Kerang di Kecamatan Batu Engau;
3. perkotaan Muser di Kecamatan Muara Samu; dan
4. perkotaan Tanjung Aru di Kecamatan Tanjung Harapan.
(3) Fungsi pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. PKW sebagai pusat pemerintahan, pelayanan sosial dan ekonomi, perdagangan
dan jasa, permukiman, simpul transportasi nasional dan antar wilayah, dan
pelayanan lainnya dengan skala regional antar Kabupaten;
b. PKL sebagai pusat pemerintahan, pelayanan sosial dan ekonomi, perdagangan
dan jasa, kota persinggahan, produksi dan pemasaran hasil sumber daya alam,
permukiman dan pelayanan lainnya dengan skala Kabupaten; dan
c. PPK sebagai pusat pemerintahan, pelayanan sosial dan ekonomi, perdagangan
dan jasa, produksi dan pemasaran hasil SDA dan hasil laut, permukiman, budaya,
dan pelayanan lainnya dengan skala lokal.

(4) Pengembangan sistem perkotaan perlu dibarengi dengan upaya pengembangan


secara terintegrasi dan sinergis antara fungsi PKW dengan PKL, dan PPK melalui
realisasi hubungan produksi, distribusi, dan fungsional serta perlu adanya upaya
pengembangan dan pemerataan fungsi di semua bagian wilayah yang terintegrasi
dengan sistem kegiatan yang akan dikembangkan.

(5) Pada setiap pusat kegiatan perlu direncanakan pengembangan infrastruktur


pendukung terutama untuk mendorong perkembangan kegiatan ekonomi lokal.

(6) Untuk operasionalisasi RTRW Kabupaten, disusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Kawasan Perkotaan meliputi:
a. RDTR Kawasan perkotaan Tanah Grogot;
b. RDTR Kawasan perkotaan Long Kali;
c. RDTR Kawasan perkotaan Long Ikis;
d. RDTR Kawasan perkotaan Kuaro;
e. RDTR Kawasan perkotaan Batu Sopang;
f. RDTR Kawasan perkotaan Muara Komam;
g. RDTR Kawasan perkotaan Muara Samu;
h. RDTR Kawasan perkotaan Pasir Belengkong;
i. RDTR Kawasan perkotaan Batu Engau;
j. RDTR Kawasan perkotaan Tanjung Harapan; dan
k. RDTR Kawasan cepat tumbuh Kuaro - Tanah Grogot.

Paragraf 2
Sistem Perdesaan

Pasal 11

(1) Sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b terdiri atas:
a. PPL;
b. kawasan agropolitan; dan
c. kawasan minapolitan.

(2) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan fungsi utama sebagai
pusat pelayanan permukiman perdesaan meliputi:
a. Desa Sebakung Taka di Kecamatan Long Kali;
b. Desa Mendik di Kecamatan Long Kali;
c. Desa Bukit Seloka di Kecamatan Long Ikis;
d. Desa Belimbing di Kecamatan Long Ikis;
e. Desa Tiwei di Kecamatan Long Ikis;
f. Desa Rantau Atas di Kecamatan Muara Samu;
g. Desa Muara Payang di Kecamatan Muara Komam;
h. Desa Muara Kuaro di Kecamatan Muara Komam;
i. Desa Suliliran Baru di Kecamatan Pasir Belengkong;
j. Desa Kersik Bura di Kecamatan Pasir Belengkong;
k. Desa Olong Pinang di Kecamatan Pasir Belengkong;
l. Desa Mengkudu di Kecamatan Batu Engau; dan
m. Desa Lori di Kecamatan Tanjung Harapan.

(3) Kawasan agropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan fungsi
utama sebagai pusat pengembangan kawasan berbasis sektor pertanian berada di
Desa Padang Pengrapat di Kecamatan Tanah Grogot.

(4) Kawasan minapolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan fungsi
utama sebagai pusat pengembangan kawasan berbasis sektor kelautan dan
perikanan meliputi:
a. Desa Pondong Baru di Kecamatan Kuaro;
b. Desa Lori di Kecamatan Tanjung Harapan; dan
c. Desa Tanjung Aru di Kecamatan Tanjung Harapan.

(5) Perwujudan pengembangan kawasan agropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat


(3) harus sudah berada di luar kawasan lindung.

(6) Perwujudan pengembangan kawasan minapolitan sebagaimana dimaksud pada ayat


(4) harus sudah berada di luar kawasan lindung.

(7) Untuk operasionalisasi kawasan agropolitan perlu disusun Masterplan Pengembangan


Kawasan Agropolitan.

(8) Untuk operasionalisasi kawasan minapolitan perlu disusun Masterplan


Pengembangan Kawasan Minapolitan.

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Wilayah

Pasal 12

Sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf
b, terdiri atas:
a. sistem prasarana utama; dan
b. sistem prasarana lainnya.

Paragraf 1
Sistem Prasarana Utama

Pasal 13

Sistem prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a terdiri atas:
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan perkeretaapian;
c. sistem jaringan transportasi laut; dan
d. sistem jaringan transportasi udara.
Pasal 14

(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a,
terdiri atas:
a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan; dan
b. jaringan sungai, danau, dan penyeberangan.

(2) Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. jaringan jalan;
b. jaringan prasarana lalu lintas; dan
c. jaringan pelayanan lalu lintas.

(3) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdiri atas:
a. rencana jalan bebas hambatan yang menghubungkan Kota Batulicin - Kota Tana
Paser - Kuaro - Kota Penajam.
b. Jalan Nasional berupa jaringan jalan Arteri Primer yang ada di Kabupaten
meliputi:
1. ruas jalan Batuaji - Kuaro; dan
2. ruas jalan Kuaro - Kademan.
c. Jalan Nasional berupa jaringan jalan Kolektor Primer 1 (KP 1) yang ada di
Kabupaten meliputi:
1. ruas jalan Kerang (batas Provinsi Kalimantan Selatan) - batas Kota Tana
Paser;
2. ruas jalan Noto Sunardi (Tana Paser);
3. ruas jalan batas Kota Tana Paser - Lolo;
4. ruas jalan Sudirman (Tana Paser);
5. ruas jalan Kusuma Bangsa (Tana Paser); dan
6. ruas jalan Lolo - Kuaro.
d. Jalan Provinsi berupa jalan Kolektor Primer 2 (KP 2) yang ada di Kabupaten
meliputi:
1. ruas jalan Tana Paser - Pondongbaru;
2. ruas jalan Ulin - Terminal - Damit;
3. ruas jalan Keluang Lolo - Bekoso - Sangkuriman - Tanah Periuk;
4. ruas jalan Bekoso Lempesu;
5. ruas jalan Janju - Jone/Pondong Baru;
6. ruas jalan Janju - Tanah Merah;
7. ruas jalan Lolo - Biu - Legai;
8. ruas jalan Simpang Pait - Tiwei - Belimbing - Perkuin - Batas Muara Teweh
Kabupaten Barito Utara;
9. ruas jalan Biu - Muser - Rantau Atas - Tanjung Pinang; dan
10. ruas jalan Kerang - Tanjung Harapan.
e. Jalan Kabupaten berupa jalan Lokal Primer tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(4) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri
atas:
a. pengembangan terminal penumpang tipe A meliputi:
1. Terminal Kuaro di Kecamatan Kuaro; dan
2. Terminal Tepian Batang di Kecamatan Tanah Grogot.
b. pengembangan terminal penumpang tipe C meliputi:
1. Terminal Tana Paser di Kecamatan Tanah Grogot;
2. Terminal Long Kali di Kecamatan Long Kali;
3. Terminal Simpang Pait di Kecamatan Long Ikis;
4. Terminal Muara Komam di Kecamatan Muara Komam; dan
5. Terminal Kerang di Kecamatan Batu Engau;
(5) Jaringan pelayanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, berupa
trayek angkutan penumpang terdiri atas:
a. trayek Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) meliputi:
1. rute Tana Paser - Banjarmasin PP;
2. rute Tana Paser - Batu Licin PP;
3. rute Tana Paser - Tanjung/Barabai/Amuntai PP; dan
4. rute Kuaro - Tanjung PP.
b. trayek Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) meliputi:
1. rute Tana Paser - Kerang PP;
2. rute Tana Paser - Pondong PP;
3. rute Tana Paser - Payo Klato PP;
4. rute Tana Paser - Lori PP;
5. rute Tana Paser - Muara Komam PP;
6. rute Tana Paser - Tanjung Aru PP;
7. rute Tana Paser - Muser PP;
8. rute Tana Paser - Penajam PP;
9. rute Kuaro - Tana Paser PP;
10. rute Kuaro - Muara Komam PP;
11. rute Kuaro - Long Ikis - Long Kali PP;
12. rute Kuaro - Penajam PP;
13. rute Long Kali - Mendik - Muara Pias - Muara Toyu PP;
14. rute Long Kali - Muara Telake PP;
15. rute Simpang Pait - Tiwei - Belimbing - Muara Lambakan - Kepala Telake PP;
16. rute Kerang - Segendang - Tanjung Aru PP;
17. rute Kerang - Muser PP; dan
18. rute Muara Komam - Muara Kuaro - Muara Payang - Lusan PP.
c. trayek angkutan kota yaitu rute dalam Kota Tana Paser.

(6) Jaringan sungai, danau, dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi:
a. alur pelayaran sungai dan danau; dan
b. pelabuhan sungai dan danau.

(7) Alur pelayaran sungai, danau, dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) huruf a, meliputi:
a. alur pelayaran Tana Paser - arah hulu Sungai Kendilo;
b. alur pelayaran Tana Paser - Muara Pasir;
c. alur pelayaran Tanjung Aru - Lori; dan
d. alur pelayaran Muara Telake - Long Kali - Bentetualan - Muara Toyu.

(8) Pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, yaitu
Pelabuhan Tana Paser di Kecamatan Tanah Grogot.

(9) Pengembangan sistem jaringan transportasi darat harus meminimalkan lintasan pada
yang berada di kawasan lindung.

Pasal 15

(1) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b,


terdiri atas:
a. jalur kereta api; dan
b. stasiun kereta api.
(2) Jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa jaringan jalur
kereta api umum yaitu jaringan jalur kereta api nasional yang melewati Kecamatan
Batu Engau - Kecamatan Pasir Belengkong - Kecamatan Tanah Grogot - Kecamatan
Kuaro - Kecamatan Long Ikis - Kecamatan Long Kali.
(3) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa
pembangunan stasiun skala besar di Kecamatan Tanah Grogot.

Pasal 16

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c,
terdiri atas:
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. alur pelayaran.

(2) Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. pelabuhan pengumpul; dan
b. pelabuhan pengumpan.

(3) Pelabuhan pengumpul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, yaitu
Pelabuhan Pondong di Kecamatan Kuaro.

(4) Pelabuhan pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri atas:
a. pelabuhan pengumpan regional meliputi:
1. pelabuhan Tanah Merah;
2. pelabuhan Muara Adang;
3. pelabuhan Bentala;
4. pelabuhan Lori; dan
5. pelabuhan Teluk Adang
b. pelabuhan pengumpan lokal meliputi:
1. pelabuhan Sungai Lerong;
2. pelabuhan Sungai Lombok;
3. pelabuhan Sungai Apar Kecil; dan
4. pelabuhan Tanjung Aru.

(5) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa alur pelayaran
nasional yaitu alur pelayaran Pelabuhan Pondong, Tanah Merah, Muara Adang,
Bentala, dan Lori.

Pasal 17

(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d,
terdiri atas:
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.

(2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa
Bandar Udara Paser sebagai bandar udara pengumpan di Desa Rantau Panjang -
Padang Pengrapat Kecamatan Tanah Grogot.

(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
diatur lebih lanjut dalam rencana induk bandar udara.
Paragraf 2
Sistem Prasarana Lainnya

Pasal 18

Sistem prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, terdiri atas:
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan terestrial;
c. sistem jaringan sumber daya air; dan
d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

Pasal 19

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a, terdiri atas:
a. pembangkit tenaga listrik; dan
b. jaringan prasarana energi.

(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD);
b. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU);
c. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH); dan
d. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

(3) Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a, meliputi:
a. PLTD Long Ikis di Kecamatan Long Ikis;
b. PLTD Kuaro di Kecamatan Kuaro;
c. PLTD Tanah Grogot di Kecamatan Tanah Grogot;
d. PLTD Batu Engau di Kecamatan Batu Engau;
e. PLTD Batu Sopang di Kecamatan Batu Sopang;
f. PLTD Muara Komam di Kecamatan Muara Komam;
g. PLTD Muser di Kecamatan Muara Samu; dan
h. PLTD Tanjung Harapan di Kecamatan Tanjung Harapan.

(4) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b, di Kecamatan Tanah Grogot.

(5) Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c, meliputi:
a. Kecamatan Long Kali meliputi Desa Muara Lambakan, Pinang Jatus, Muara Toyu,
Kepala Telake;
b. Kecamatan Long Ikis meliputi Desa Tiwei;
c. Kecamatan Muara Samu meliputi Desa Muser, Suweto, Rantau Atas, Tanjung
Pinang; dan
d. Kecamatan Muara Komam meliputi Desa Long Sayo, Lusan, Swanslutung, Sekuan
Makmur/Trans Kate.

(6) Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
d, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten.

(7) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. jaringan pipa minyak dan gas bumi; dan
b. jaringan transmisi tenaga listrik.
(8) Jaringan pipa minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a,
melalui Kecamatan Muara Komam - Batu Sopang - Kuaro - Long Ikis - Long Kali.

(9) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, terdiri
atas:
a. pembangunan jaringan transmisi yang menghubungkan sistem Samarinda ke
sistem Balikpapan untuk mendorong adanya inducing power bagi pertumbuhan
kegiatan industri di bagian selatan Provinsi Kalimantan Timur, yaitu Balikpapan,
Penajam, Tanah Grogot - Kalimantan Selatan; dan
b. pembangunan jaringan transmisi tegangan tinggi berkapasitas 150 KV meliputi:
1. transmisi Petung - Incomer 1 phi (Karjo - Kuaro);
2. Karang Joang - Kuaro;
3. Kuaro - Perbatasan; dan

(10) Teluk Balikpapan/Kariangau - Incomer 2 phi (Karjo - Kuaro).

Pasal 20

(1) Sistem jaringan terestrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b, terdiri
atas:
a. sistem jaringan kabel; dan
b. sistem jaringan nirkabel.

(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. pengembangan jaringan mikro digital meliputi:
1. Jalur Penajam - Tanah Grogot; dan
2. Tanah Grogot - Batas Provinsi Kalimantan Selatan.
b. pengembangan kapasitas pelayanan Stasiun Telepon Otomat (STO) di Kecamatan
Tanah Grogot;
c. pengembangan jaringan prasarana telekomunikasi untuk melayani dan
menjangkau seluruh wilayah Kabupaten; dan
d. pengembangan jaringan serat optik dan jaringan kabel telepon di kawasan
perkotaan di seluruh wilayah Kabupaten.

(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. pengembangan jaringan telekomunikasi nirkabel diarahkan pada wilayah yang
tidak terlayani dengan sistem kabel; dan
b. pengembangan prasarana telekomunikasi nirkabel melalui penataan dan
pengendalian pembangunan menara telekomunikasi bersama.

(4) Penataan dan pengendalian pembangunan menara telekomunikasi bersama


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, diatur lebih lanjut sesuai peraturan
perundang-undangan.
Pasal 21

(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c,
terdiri atas:
a. Wilayah Sungai (WS);
b. Cekungan Air Tanah (CAT);
c. jaringan Irigasi;
d. jaringan air baku untuk air minum;
e. jaringan air minum ke kelompok pengguna;
f. sistem pengendali banjir; dan
g. sistem pengamanan pantai.

(2) Wilayah sungai (WS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu WS Kendilo
sebagai WS Lintas Kabupaten meliputi:
a. DAS Kendilo;
b. DAS Telake;
c. DAS Adang-Kuaro; dan
d. DAS Kerang-Segendang.

(3) Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. CAT Apar berada di dalam wilayah Kabupaten Paser;
b. CAT Tabanio berada di dalam wilayah Kabupaten Paser;
c. CAT Sebakung yang merupakan CAT lintas Kabupaten/Kota, yaitu melewati
Kabupaten Paser dan Kabupaten Penajam Paser Utara; dan
d. CAT Muara Payang yang merupakan CAT lintas Provinsi, yaitu melewati Provinsi
Kalimantan Tengah dan Provinsi Kalimantan Timur.

(4) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. Daerah Irigasi (DI) yang menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah
Kabupaten sebanyak 30 (tiga puluh) DI sebagaimana tercantum dalam Lampiran
III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini;
b. rehabilitasi, pemeliharaan, dan peningkatan jaringan irigasi yang ada;
c. pengembangan Daerah Irigasi (DI) pada seluruh daerah potensial yang memiliki
lahan pertanian yang ditujukan untuk mendukung ketahanan pangan dan
pengelolaan lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan
d. tidak diperbolehkan konversi alih fungsi sawah irigasi teknis dan setengah teknis
menjadi kegiatan budidaya lokal lainnya.

(5) Jaringan air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terdiri atas:
a. pengembangan sumber air baku meliputi Sungai Kendilo, Sungai Telake, Sungai
Lombok, Sungai Muru, Sungai Komam, Sungai Setiu, dan Sungai Kerang;
b. rencana pengembangan jaringan sumber air baku mengutamakan air permukaan
dengan prinsip keterpaduan air tanah;
c. SPAM di Kabupaten dipadukan dengan sistem jaringan sumber daya air untuk
menjamin ketersediaan air baku;
d. prasarana jaringan air minum meliputi intake air baku, jaringan perpipaan air
baku, dan instalasi pengolahan air minum yang dikembangkan pada lokasi air
baku potensial serta pusat-pusat permukiman di seluruh kecamatan; dan
e. pembangunan rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana
pengelolaan air baku untuk air minum.
(6) Jaringan air minum ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, meliputi:
a. pengembangan sistem jaringan air minum perpipaan di kawasan perkotaan; dan
b. pengembangan jaringan air minum dengan memanfaatkan sumber air baku di
kawasan permukiman perdesaan.
c. perluasan jaringan pelayanan yang dapat menjangkau daerah-daerah yang
membutuhkan air minum;
d. pembangunan jaringan perpipaan mandiri perdesaan dengan mengoptimalkan
pemanfaatan sumber air permukaan dan sumber air tanah; dan
e. pemanfaatan secara optimal keberadaan sumur sebagai fasilitas penyediaan air
minum di desa-desa rawan kekurangan air minum.

(7) Sistem pengendalian banjir di wilayah perkotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf f, meliputi:
a. penetapan kawasan rawan bencana banjir melalui pemetaan skala 1: 50.000;
b. normalisasi dan rehabilitasi sungai, kali, dan saluran drainase;
c. pembangunan tanggul, rehabilitasi, operasi, dan pemeliharaan bangunan-
bangunan pengendali banjir di seluruh sungai rawan banjir;
d. pembangunan embung;
e. rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan resapan air dan kawasan sempadan
sungai; dan
f. pengendalian dan pembatasan kegiatan budidaya pada kawasan resapan air dan
kawasan sempadan sungai.

(8) Sistem pengamanan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, dilakukan
dengan:
a. pembangunan, rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan bangunan-bangunan
pengendali banjir dan pengamanan pantai seperti pemecah gelombang di pesisir
pantai wilayah Kabupaten; dan
b. sistem vegetatif/konservasi dan rehabilitasi mangrove di pesisir pantai wilayah
Kabupaten.

(9) Pengelolaan sumberdaya air didasarkan pada konsep pengelolaan DAS dengan
memperhatikan prinsip-prinsip, satu DAS, satu perencanaan, dan satu pengelolaan.

Pasal 22

(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18


huruf d, terdiri atas:
a. sistem pengelolaan persampahan;
b. sistem pengelolaan air limbah;
c. sistem pengelolaan air minum;
d. sistem jaringan drainase; dan
e. jalur dan ruang evakuasi bencana.

(2) Sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
meliputi:
a. pengelolaan persampahan harus dilakukan dengan sistem terpusat;
b. pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah dengan menggunakan
sistem sanitary landfill meliputi:
1. TPA Janju di Kecamatan Tanah Grogot;
2. TPA Batu Sopang di Kecamatan Batu Sopang; dan
3. TPA Long Ikis di Kecamatan Long Ikis.
c. pengembangan Tempat Penampungan Sementara (TPS) sesuai standar
pelayanan tersebar di seluruh wilayah Kabupaten;
d. penentuan lokasi sistem pengelolaan persampahan harus berada di luar kawasan
lindung;
e. pengelolaan persampahan skala lingkungan berbasis masyarakat dengan
menggunakan konsep pengurangan (reduce), penggunaan kembali (reuse) dan
pendaurulangan (recycle) secara terpadu dan mandiri;
f. pengembangan kerjasama pengelolaan sampah antar daerah, pihak swasta dan
masyarakat; dan
g. penetapan peraturan daerah tentang sistem pengelolaan sampah yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

(3) Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi:
a. pengembangan sistem pengelolaan limbah domestik dan non domestik dengan
sistem pengelolaan setempat (on-site sanitation) dan sistem pengelolaan terpusat
(off-site sanitation);
b. pengelolaan air imbah secara setempat dilengkapi bidang resapan dengan sistem
tangki septik individu dan sistem tangki septik komunal;
c. sistem pembuangan limbah domestik kawasan perkotaan dengan pengembangan
instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT);
d. sistem pembuangan air limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) untuk kegiatan
industri dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL);
e. penentuan lokasi sistem pengelolaan air limbah harus berada di luar kawasan
lindung; dan
f. setiap pembangunan permukiman harus dilengkapi dengan saluran pembuangan
air limbah.

(4) Sistem pengelolaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi:
a. pengembangan sumber air terutama dari sungai-sungai yang ada dan beberapa
sumber air baku lainnya;
b. Untuk penduduk yang berada jauh dari aliran sungai utama diarahkan memenuhi
kebutuhan air bersih dari air tanah dangkal yang berupa sumur gali dan sumur
pompa dengan kedalaman bervariasi antara 5-15 m;
c. peningkatan pelayanan untuk domestik melalui sambungan ke rumah
(sambungan langsung);
d. peningkatan pelayanan sambungan keran umum; dan
e. peningkatan pelayanan kebutuhan non domestik.

(5) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. pengembangan drainase wilayah Kabupaten dilakukan secara terpadu dengan
pendekatan ramah lingkungan;
b. pengembangan drainase wilayah Kabupaten dengan mengintegrasikan sistem
drainase dengan sistem DAS dan Sub DAS;
c. pembangunan prasarana penangkapan air hujan berupa sumur resapan atau
kolam retensi pada kepemilikan lahan yang luas sehingga air hujan dapat
meresap ke tanah;
d. pengembangan saluran tersier (rumah tangga/daerah tangkapan) menuju saluran
sekunder dan primer dengan memperhitungkan retensi air hujan; dan
e. pengembangan kolam retensi berdasarkan debit banjir pada skala kawasan.
(6) Jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
terdiri atas:
a. penetapan jalur evakuasi bencana alam dengan mengoptimalkan jaringan jalan
yang ada; dan
b. pengembangan ruang evakuasi bencana meliputi:
1. lapangan olah raga setempat;
2. bangunan pemerintah setempat;
3. bangunan sekolah setempat; dan
4. bangunan lainnya yang memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan
perundangan.

BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 23

(1) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten terdiri atas:


a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.

(2) Penentuan kawasan lindung dan budidaya harus memperhatikan daya dukung
lingkungan dan kebutuhan pengembangan wilayah dengan menitikberatkan pada
keberlanjutan pembangunan.

(3) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian minimal skala 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung

Pasal 24

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
d. kawasan rawan bencana alam;
e. kawasan lindung geologi; dan
f. kawasan lindung lainnya.

Paragraf 1
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Pasal 25

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, terdiri atas :
a. kawasan hutan lindung; dan
b. kawasan resapan air.
(2) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a, seluas
kurang lebih 118.957 hektar, meliputi:
a. Hutan lindung Gunung Beratus berada di Kecamatan Long Kali;
b. Hutan lindung Gunung Lumut meliputi:
1. Kecamatan Long Kali;
2. Kecamatan Long Ikis;
3. Kecamatan Batu Sopang; dan
4. Kecamatan Muara Komam.
c. Hutan lindung Sungai Samu meliputi:
1. Kecamatan Muara Samu;
2. Kecamatan Batu Sopang; dan
3. Kecamatan Muara Komam.
d. Hutan lindung Hilir Sungai Sawang berada di Kecamatan Muara Samu; dan
e. Hutan lindung Hulu Sungai Kendilo - Gunung Ketam meliputi:
1. Kecamatan Long Kali; dan
2. Kecamatan Muara Komam.

(3) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b seluas kurang
lebih 12.903 hektar, meliputi:
a. Kecamatan Long Ikis;
b. Kecamatan Kuaro;
c. Kecamatan Batu Sopang; dan
d. Kecamatan Muara Komam.

Paragraf 2
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 26

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b,


terdiri atas:
a. sempadan pantai;
b. sempadan sungai; dan
c. kawasan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan.
(2) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas kurang lebih
895 hektar tersebar di sepanjang pantai timur wilayah Kabupaten meliputi:
a. Kecamatan Long Kali;
b. Kecamatan Long Ikis;
c. Kecamatan Kuaro;
d. Kecamatan Tanah Grogot;
e. Kecamatan Pasir Belengkong; dan
f. Kecamatan Tanjung Harapan.
(3) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas kurang lebih
25.222 hektar merupakan kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungai
buatan/kanal/saluran irigasi primer yang tersebar di seluruh kecamatan yang dilewati
oleh sungai.
(4) Kawasan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Paragraf 3
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya

Pasal 27

(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 huruf c, terdiri atas:
a. kawasan cagar alam;
b. kawasan pantai berhutan bakau;
c. kawasan taman hutan raya; dan
d. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

(2) Kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas kurang
lebih 102.361 hektar, meliputi:
a. Cagar Alam Teluk Adang meliputi:
1. Kecamatan Long Kali;
2. Kecamatan Long Ikis;
3. Kecamatan Kuaro; dan
4. Kecamatan Tanah Grogot.
b. Cagar Alam Teluk Apar meliputi:
1. Kecamatan Pasir Belengkong; dan
2. Kecamatan Tanjung Harapan.

(3) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf bseluas
kurang lebih 26.175 hektar berada di sepanjang pesisir wilayah Kabupaten meliputi:
a. Kecamatan Long Kali;
b. Kecamatan Long Ikis;
c. Kecamatan Kuaro;
d. Kecamatan Tanah Grogot;
e. Kecamatan Pasir Belengkong;
f. Kecamatan Batu Engau; dan
g. Kecamatan Tanjung Harapan.

(4) Kawasan taman hutan raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas
kurang lebih 3.995 hektar yaitu Taman Hutan Raya Lati Petangis berada di Desa
Petangis Kecamatan Batu Engau.

(5) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, meliputi:
a. kawasan Situs Kesultanan Sadurangas di Kecamatan Pasir Belengkong;
b. kawasan makam-makam Raja/Sultan di Kecamatan Pasir Belengkong;
c. kawasan Situs Batu Megalit di Desa Muara Toyu, Kecamatan Long Kali; dan
d. kawasan Situs Goa Tengkorak di Desa Kasungai di Kecamatan Batu Sopang.
Paragraf 4
Kawasan Rawan Bencana Alam

Pasal 28

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf d, terdiri
atas:
a. kawasan rawan bencana banjir;
b. kawasan rawan bencana longsor;
c. kawasan rawan gelombang pasang; dan
d. kawasan rawan kebakaran.

(2) Kawasan rawan bencana alam digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
minimal skala 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(3) Kawasan rawan bencana banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
meliputi:
a. Kecamatan Long Kali;
b. Kecamatan Long Ikis;
c. Kecamatan Kuaro;
d. Kecamatan Tanah Grogot;
e. Kecamatan Pasir Belengkong;
f. Kecamatan Batu Engau; dan
g. Kecamatan Tanjung Harapan.

(4) Kawasan kawasan rawan bencana longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, merupakan kawasan rawan gerakan tanah dengan kerentanan tinggi
meliputi:
a. Kecamatan Batu Sopang;
b. Kecamatan Long Ikis;
c. Kecamatan Long Kali;
d. Kecamatan Muara Komam;
e. Kecamatan Pasir Belengkong; dan
f. Kecamatan Tanjung Harapan.

(5) Kawasan rawan bencana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri atas:
a. Kawasan rawan bencana gelombang pasang berada di semua wilayah kecamatan
yang memiliki pantai meliputi:
1. Kecamatan Long Kali;
2. Kecamatan Long Ikis;
3. Kecamatan Kuaro;
4. Kecamatan Tanah Grogot;
5. Kecamatan Pasir Belengkong; dan
6. Kecamatan Tanjung Harapan.
b. Kawasan rawan bencana kebakaran meliputi:
1. Kecamatan Long Kali;
2. Kecamatan Long Ikis;
3. Kecamatan Kuaro;
4. Kecamatan Tanah Grogot;
5. Kecamatan Batu Sopang;
6. Kecamatan Pasir Belengkong; dan
7. Kecamatan Batu Engau.
Paragraf 5
Kawasan Lindung Geologi

Pasal 29

(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf e, terdiri atas:
a. kawasan cagar alam geologi;
b. kawasan rawan bencana alam geologi; dan
c. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.

(2) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa
kawasan dengan keunikan bentang alam karst meliputi:
a. Kecamatan Batu Sopang; dan
b. Kecamatan Muara Komam.

(3) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
berupa kawasan yang memiliki kerawanan terhadap gempa bumi berada di
Kecamatan Long Ikis.

(4) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah berupa sempadan mata
air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dengan jarak 200 meter sekeliling
mata air di luar kawasan permukiman dan 100 meter sekeliling mata air di dalam
kawasan permukiman seluas kurang lebih 16 hektar meliputi:
a. Desa Petiku di Kecamatan Long Kali;
b. Desa Muara Telake di Kecamatan Longkali.
c. Desa Teluk Waru di Kecamatan Long Ikis;
d. Desa Pasir Mayang di Kecamatan Kuaro;
e. Desa Kendarom di Kecamatan Kuaro;
f. Desa Muara Pasir di Kecamatan Tanah Grogot;
g. Desa Laburan di Kecamatan Pasir Belengkong;
h. Desa Keladen di Kecamatan Tanjung Harapan;
i. Desa Selengot di Kecamatan Tanjung Harapan;
j. Desa Labuangkallo di Kecamatan Tanjung Harapan; dan
k. Desa Tanjung Aru di Kecamatan Tanjung Harapan.

Paragraf 6
Kawasan Lindung Lainnya

Pasal 30

(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf f, terdiri atas:
a. kawasan perlindungan plasma nutfah; dan
b. kawasan pengungsian satwa.

(2) Kawasan perlindungan plasma nutfah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas:
a. kawasan perlindungan plasma nutfah darat; dan
b. kawasan perlindungan plasma nutfah perairan.
(3) Kawasan perlindungan plasma nutfah darat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a seluas kurang lebih 911 hektar, meliputi:
a. Kecamatan Long Kali;
b. Kecamatan Long Ikis;
c. Kecamatan Kuaro;
d. Kecamatan Batu Sopang;
e. Kecamatan Muara Komam; dan
f. Kecamatan Tanjung Harapan.

(4) Kawasan perlindungan plasma nutfah perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, meliputi:
a. Kecamatan Long Kali;
b. Kecamatan Long Ikis;
c. Kecamatan Kuaro;
d. Kecamatan Tanah Grogot; dan
e. Kecamatan Tanjung Harapan.

(5) Kawasan pengungsian satwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri
atas:
a. pengungsian satwa Biuku meliputi:
1. kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut di Kecamatan Long Kali, Long Ikis,
Batu Sopang, dan Muara Komam; dan
2. kawasan Air Terjun Modang di Kecamatan Kuaro.
b. pengungsian jenis burung-burung dari Australia berada di Desa Riwang dan Desa
Tanjung Aru di Kecamatan Tanjung Harapan.

Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya

Pasal 31

Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. kawasan peruntukkan hutan produksi;
b. kawasan peruntukkan pertanian;
c. kawasan peruntukkan perikanan;
d. kawasan peruntukkan pertambangan;
e. kawasan peruntukkan industri;
f. kawasan peruntukkan pariwisata;
g. kawasan peruntukkan permukiman; dan
h. kawasan peruntukan lainnya.

Paragraf 1
Kawasan Peruntukkan Hutan Produksi

Pasal 32

(1) Kawasan peruntukkan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf
a, terdiri atas:
a. Hutan Produksi Terbatas (HPT);
b. Hutan Produksi Tetap (HP); dan
c. Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK).
(2) Hutan Produksi Terbatas (HPT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas
kurang lebih 180.036 hektar, meliputi:
a. HPT Sungai Sawang meliputi:
1. Kecamatan Muara Komam;
2. Kecamatan Batu Sopang;
3. Kecamatan Muara Samu; dan
4. Kecamatan Batu Engau.
b. HPT Hulu Sungai Kendilo - Sungai Payang meliputi:
1. Kecamatan Long Kali;
2. Kecamatan Muara Komam; dan
3. Kecamatan Batu Sopang.
c. HPT Hulu Sungai Kendilo - Gunung Ketam berada di Kecamatan Muara Komam;
dan
d. HPT Sungai Toyu - Gunung Ketam meliputi:
1. Kecamatan Long Kali; dan
2. Kecamatan Muara Komam.

(3) Hutan Produksi Tetap (HP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas
kurang lebih 240.256 hektar, meliputi:
a. HP Sungai Kendilo - Sungai Biu meliputi:
1. Kecamatan Muara Samu; dan
2. Kecamatan Batu Engau.
b. HP Sungai Segendang - Sungai Samu meliputi:
1. Kecamatan Batu Sopang;
2. Kecamatan Muara Samu; dan
3. Kecamatan Batu Engau.
c. HP Sungai Toyu - Sungai Kuaro meliputi:
1. Kecamatan Long Kali;
2. Kecamatan Long Ikis;
3. Kecamatan Kuaro;
4. Kecamatan Batu Sopang; dan
5. Kecamatan Muara Komam.
d. HP Sungai Samu berada di Kecamatan Muara Samu; dan
e. HP Sungai Lambakan berada di Kecamatan Long Kali.

(4) Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi (HPK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c seluas kurang lebih 9.698 hektar, meliputi:
a. HPK Sungai Telake berada di Kecamatan Long Kali;
b. HPK Sungai Tiwei berada di Kecamatan Long Ikis;
c. HPK Swanslutung berada di Kecamatan Muara Komam;
d. HPK Sungai Samu berada di Kecamatan Muara Samu;
e. HPK Sungai Dili - Sungai Lomu berada di Kecamatan Batu Engau; dan
f. HPK Sungai Kerang berada di Kecamatan Batu Engau.
Paragraf 2
Kawasan Peruntukkan Pertanian

Pasal 33

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b,


terdiri atas:
a. kawasan budidaya tanaman pangan;
b. kawasan budidaya hortikultura;
c. kawasan budidaya perkebunan; dan
d. kawasan budidaya peternakan.

(2) Kawasan budidaya tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
seluas kurang lebih 34.787 hektar, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten.

(3) Kawasan budidaya hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas
kurang lebih 14.109 hektar, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten.

(4) Kawasan budidaya perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas
kurang lebih 344.485 hektar, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten.

(5) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, tersebar di
seluruh wilayah Kabupaten.

(6) Dalam hal penetapan perlindungan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan
(LP2B) diatur lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukkan Perikanan

Pasal 34

(1) Kawasan peruntukkan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf c,


terdiri atas:
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. kawasan peruntukan perikanan budidaya; dan
c. kawasan pengolahan ikan.

(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a seluas kurang lebih 123.067 hektar, berada di seluruh kecamatan yang berbatasan
langsung dengan wilayah perairan laut meliputi:
a. Kecamatan Long Kali;
b. Kecamatan Long Ikis;
c. Kecamatan Kuaro;
d. Kecamatan Tanah Grogot;
e. Kecamatan Pasir Belengkong; dan
f. Kecamatan Tanjung Harapan.

(3) Kawasan peruntukan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b seluas kurang lebih 5.346 hektar, meliputi:
a. pengembangan budidaya perikanan termasuk budidaya rumput laut dan keramba
jaring apung meliputi:
1. Kecamatan Long Kali;
2. Kecamatan Long Ikis;
3. Kecamatan Kuaro; dan
4. Kecamatan Tanjung Harapan.
b. pengembangan minapolitan air tawar meliputi:
1. Kecamatan Kuaro; dan
2. Kecamatan Tanah Grogot.
c. pengembangan budidaya tambak meliputi:
1. Kecamatan Long Kali;
2. Kecamatan Long Ikis;
3. Kecamatan Kuaro; dan
4. Kecamatan Tanjung Harapan.
d. pengembangan budidaya air payau diarahkan untuk dikembangkan di kecamatan
yang secara fisik mempunyai potensi air payau.

(4) Kawasan pengolahan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. Kecamatan Long Kali;
b. Kecamatan Long Ikis;
c. Kecamatan Kuaro; dan
d. Kecamatan Tanjung Harapan.

Paragraf 4
Kawasan Peruntukkan Pertambangan

Pasal 35

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf d,


terdiri atas:
a. kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara; dan
b. kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi.

(2) Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. kawasan pertambangan batubara;
b. kawasan pertambangan mineral logam; dan
c. kawasan pertambangan batuan.

(3) Kawasan pertambangan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
tersebar di seluruh wilayah Kabupaten kecuali Kecamatan Tanah Grogot.

(4) Kawasan pertambangan mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b, terdiri atas:
a. emas letakan meliputi:
1. Kecamatan Long Kali;
2. Kecamatan Long Ikis;
3. Kecamatan Batu Sopang; dan
4. Kecamatan Muara Komam.
b. potensi emas letakan meliputi:
1. Kecamatan Batu Sopang; dan
2. Kecamatan Pasir Belengkong;
c. bijih besi dan nikel tersebar di seluruh wilayah Kabupaten kecuali Kecamatan
Tanjung Harapan.
(5) Kawasan pertambangan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, terdiri
atas:
a. Kecamatan Tanjung Harapan dengan jenis tambang lempung;
b. Kecamatan Batu Engau dengan jenis tambang lempung, sirtu, basal, dan
bentonit;
c. Kecamatan Muara Samu dengan jenis tambang batu gamping dan lava;
d. Kecamatan Muara Komam dengan jenis tambang lempung, batu gamping, dan
pasir kuarsa;
e. Kecamatan Batu Sopang dengan jenis tambang batu gamping, sirtu, pasir kuarsa,
bond clay, dan lempung;
f. Kecamatan Pasir Belengkong dengan jenis tambang bond clay dan lempung;
g. Kecamatan Tanah Grogot dengan jenis tambang lempung dan pasir kuarsa;
h. Kecamatan Kuaro dengan jenis tambang serpentin, pasir kuarsa, dan lempung;
i. Kecamatan Long Ikis dengan jenis tambang lempung, pasir kuarsa, batu
gamping, dan sirtu; dan
j. Kecamatan Long Kali dengan jenis tambang batu gamping dan lempung.

(6) Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. Kecamatan Long Kali;
b. Kecamatan Long Ikis; dan
c. Kecamatan Pasir Belengkong.

(7) Pengembangan kawasan peruntukkan pertambangan harus mempertimbangkan


kemanfaatan jangka panjang dan kesejahteraan masyarakat lokal dengan
mengutamakan perlindungan terhadap kelestarian lingkungan.

Paragraf 5
Kawasan Peruntukkan Industri

Pasal 36

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf e, terdiri
atas:
a. kawasan peruntukan industri besar; dan
b. kawasan peruntukan industri rumah tangga.

(2) Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
seluas kurang lebih 1.093 hektar, meliputi:
a. Kecamatan Long Kali;
b. Kecamatan Kuaro;
c. Kecamatan Tanah Grogot; dan
d. Kecamatan Batu Engau.

(3) Kawasan peruntukan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, tersebar di seluruh kecamatan.

(4) Perwujudan pengembangan kawasan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
harus sudah berada di luar kawasan lindung.
Paragraf 6
Kawasan Peruntukkan Pariwisata

Pasal 37

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf f,


terdiri atas:
a. kawasan peruntukan pariwisata budaya;
b. kawasan peruntukan pariwisata alam;dan
c. kawasan peruntukan pariwisata buatan.

(2) Kawasan peruntukkan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum
dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.

Paragraf 7
Kawasan Peruntukkan Permukiman

Pasal 38

(1) Kawasan peruntukkan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf g,


terdiri atas:
a. kawasan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan permukiman perdesaan.

(2) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
tersebar di seluruh ibukota kecamatan.

(3) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
berada di kawasan perdesaan yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten.

(4) Perwujudan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan diatur
dalam rencana rinci tata ruang.

Paragraf 8
Kawasan Peruntukkan Lainnya

Pasal 39

Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf h, berupa


kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan meliputi:
a. Kantor Kodim 0904 Tanah Grogot di Kecamatan Tanah Grogot;
b. Kantor Koramil di setiap ibukota Kecamatan;
c. Kantor Polres Paser di Kecamatan Tanah Grogot;
d. Markas Komando Brigade Mobil POLRI di Kecamatan Tanah Grogot;
e. Kantor Polsek di setiap ibukota Kecamatan; dan
f. Pos TNI AL Tanah Grogot di Kecamatan Kuaro.
BAB VI
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 40

(1) Kawasan Strategis yang ada di wilayah Kabupaten terdiri atas:


a. Kawasan Strategis Provinsi di wilayah Kabupaten; dan
b. Kawasan Strategis Kabupaten.

(2) Kawasan Strategis Provinsi di wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a berupa kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi yaitu Kawasan
Industri Pertanian di Wilayah Kabupaten Paser.

(3) Kawasan strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
ditetapkan berdasarkan:
a. sudut kepentingan ekonomi;
b. sudut kepentingan sosial budaya; dan
c. sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

(4) Kawasan strategis Kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
skala minimal 1 : 50.000 tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(5) Untuk operasionalisasi RTRW Kabupaten, disusun Rencana Tata Ruang (RTR)
Kawasan Strategis Kabupaten meliputi:
a. RTR Kawasan Kesultanan Sadurengas;
b. RTR Kawasan Konservasi Hutan Lindung Gunung Lumut;
c. RTR Kawasan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Kendilo;
d. RTR Kawasan Konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Lati Petangis;
e. RTR Kawasan Teluk Adang; dan
f. RTR Kawasan Pesisir dan Laut Kepulauan Balabalagan.

Bagian Kedua
Kawasan Strategis Berdasarkan Sudut Kepentingan Ekonomi

Pasal 41

(1) Kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan ekonomi merupakan kawasan


yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten yaitu merupakan aglomerasi berbagai
kegiatan ekonomi dengan kriteria-kriteria tertentu.

(2) Kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) meliputi:
a. Kawasan perkotaan Tanah Grogot;
b. Kawasan perkotaan Long Kali;
c. Kawasan perkotaan Long Ikis;
d. Kawasan perkotaan Kuaro;
e. Kawasan perkotaan Batu Sopang;
f. Kawasan perkotaan Muara Komam;
g. Kawasan perkotaan Muara Samu;
h. Kawasan perkotaan Pasir Belengkong;
i. Kawasan perkotaan Batu Engau;
j. Kawasan perkotaan Tanjung Harapan; dan
k. Kawasan cepat tumbuh Kuaro - Tanah Grogot;

Bagian Ketiga
Kawasan Strategis Berdasarkan Sudut Kepentingan Sosial Budaya

Pasal 42

(1) Kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan sosial budaya merupakan


kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan sosial budaya dengan
kriteria-kriteria tertentu.

(2) Kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) adalah Kawasan Kesultanan Sadurengas yang berada di
Kecamatan Pasir Belengkong.

Bagian Keempat
Kawasan Strategis Berdasarkan Sudut Kepentingan Fungsi dan
Daya Dukung Lingkungan Hidup

Pasal 43

(1) Kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup dengan kriteria-kriteria
tertentu.

(2) Kawasan strategis berdasarkan sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Kawasan Konservasi Hutan Lindung Gunung Lumut;
b. Kawasan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Kendilo;
c. Kawasan Konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Lati Petangis;
d. Kawasan Teluk Adang; dan
e. Kawasan Pesisir dan Laut Kepulauan Balabalagan.

BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Pasal 44

(1) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten berpedoman pada rencana struktur ruang
dan pola ruang.

(2) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan dan


pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya.
(3) Tahapan pelaksanaan program pemanfaatan ruang terbagi dalam 4 (empat) tahapan
terdiri atas:
a. tahap I (tahun 2015 - 2019);
b. tahap II (tahun 2020 - 2024);
c. tahap III (tahun 2025 - 2029); dan
d. tahap IV (tahun 2030 - 2035).

(4) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 45

(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) disusun
berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran
VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta dan
kerja sama pendanaan.

(3) Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 46

(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten digunakan sebagai


acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten.

(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas:


a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.

Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Pasal 47

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2)
huruf a, digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun
peraturan zonasi.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas:


a. ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat permukiman; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana wilayah.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya.

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat
ketentuan mengenai:
a. jenis kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan tidak
diperbolehkan;
b. intensitas pemanfaatan ruang;
c. prasarana dan sarana minimum; dan
d. ketentuan lain yang dibutuhkan.

Paragraf 1
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Pusat Permukiman

Pasal 48

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat permukiman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47 ayat (3) huruf a, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk PKL;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk PPK; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk PPL.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, meliputi:
a. diperbolehkan kegiatan pemerintahan, permukiman, pendidikan, pelayanan
fasilitas umum dan sosial, perdagangan dan jasa skala Kabupaten; dan
b. intensitas pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan permukiman diatur
dengan intensitas kepadatan tinggi hingga menengah.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi:
a. diperbolehkan kegiatan pemerintahan, permukiman, pendidikan, pelayanan
fasilitas umum dan sosial, perdagangan dan jasa skala kecamatan; dan
b. intensitas pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan permukiman diatur
dengan intensitas kepadatan menengah hingga rendah.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, meliputi:
a. diperbolehkan kegiatan pemerintahan, permukiman, pendidikan, pelayanan
fasilitas umum dan sosial, perdagangan dan jasa skala desa dan atau/ kelurahan;
dan
b. intensitas pemanfaatan ruang untuk pengembangan kawasan permukiman diatur
dengan intensitas kepadatan rendah.
Paragraf 2
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Prasarana Wilayah

Pasal 49

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf b, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan energi;
c. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan telekomunikasi;
d. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan sumber daya air; dan
e. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana lainnya.

Pasal 50

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 49 huruf a, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi prasarana lalu lintas dan angkutan jalan;
c. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan perkeretaapian
d. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan transportasi laut; dan
e. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan transportasi udara.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan arteri;
b. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan kolektor; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan lokal.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan arteri sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, meliputi:
a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan dengan tingkat intensitas menengah
hingga tinggi dengan kecenderungan pembatasan pengembangan ruang;
b. diperbolehkan pemasangan rambu-rambu, marka, pengarah dan pengaman jalan,
rest area, serta penerangan jalan;
c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan yang memenuhi ketentuan
ruang pengawasan jalan;
d. jalan arteri didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam
puluh) kilometer per jam dengan ruang milik jalan paling sedikit 25 (dua puluh
lima) meter;
e. jalan arteri lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik,
lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal;
f. jumlah jalan masuk ke jalan arteri dibatasi sedemikian rupa sehingga ketentuan
sebagaimana dimaksud pada huruf d dan e harus tetap terpenuhi;
g. lebar ruang pengawasan jalan arteri minimal 15 (lima belas) meter dari tepi
badan jalan;
h. diarahkan penyediaan jalan pendamping (frontage road) untuk memisahkan lalu
lintas pergerakan lokal dan regional;
i. tidak diperbolehkan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi
jalan; dan
j. tidak diperbolehkan kegiatan yang memanfaatkan ruang manfaat jalan sebagai
sarana fasilitas umum.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan kolektor sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b, meliputi:
a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan dengan tingkat intensitas menengah
hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi;
b. diperbolehkan pemasangan rambu-rambu, marka, pengarah dan pengaman jalan,
serta penerangan jalan;
c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan yang memenuhi ketentuan
ruang pengawasan jalan;
d. jalan kolektor didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 (empat
puluh) kilometer per jam dengan lebar ruang milik jalan paling sedikit 15 (lima
belas) meter;
e. jalan kolektor mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-
rata;
f. jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga ketentuan sebagaimana
dimaksud pada huruf d dan e masih tetap terpenuhi;
g. persimpangan sebidang pada jalan kolektor dengan pengaturan tertentu harus
tetap memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf d, e, dan f;
h. jalan kolektor yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan
pengembangan perkotaan tidak boleh terputus;
i. lebar ruang pengawasan jalan kolektor minimal 5 - 10 meter dari tepi badan
jalan;
j. tidak diperbolehkan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi
jalan; dan
k. tidak diperbolehkan kegiatan yang memanfaatkan ruang manfaat jalan sebagai
sarana fasilitas umum.

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan lokal sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c, meliputi:
a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan dengan tingkat intensitas menengah
hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi;
b. diperbolehkan pemasangan rambu-rambu, marka, pengarah dan pengaman jalan,
serta penerangan jalan;
c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan yang memenuhi ketentuan
ruang pengawasan jalan;
d. jalan lokal didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh)
kilometer per jam dengan ruang milik jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima)
meter;
e. lebar ruang pengawasan jalan lokal minimal 3 (tiga) meter - 7 (tujuh) meter dari
tepi badan jalan;
f. lalan lokal yang memasuki kawasan perdesaan tidak boleh terputus;
g. tidak diperbolehkan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi
jalan; dan
h. tidak diperbolehkan kegiatan yang memanfaatkan ruang manfaat jalan sebagai
sarana fasilitas umum.

(6) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. pemanfaatan ruang untuk terminal berada pada kawasan yang dilalui jaringan
jalan primer;
b. pemanfaatan ruang untuk terminal diarahkan untuk dapat mendukung
pergerakan orang dan barang;
c. pembatasan pemanfaatan ruang yang berpotensi mengganggu fungsi kegiatan
terminal; dan
d. penyediaan ruang terbuka hijau secara proporsional.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringan jalur kereta api dilakukan dengan
tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan
ruangnya dibatasi;
b. pembatasan pemanfaatan ruang yang peka terhadap dampak lingkungan akibat
lalu lintas kereta api di sepanjang jalur kereta api;
c. pembatasan jumlah perlintasan sebidang antara jaringan jalur kereta api dan
jalan;
d. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalur kereta api dengan
ketentuan kawasan sempadan jalan kereta api untuk single track (jalur tunggal)
sebesar 21 (dua puluh satu) meter dan untuk double track (jalur ganda) sebesar
23 (dua puluh tiga) meter; dan
e. tidak diperbolehkan dilakukan pemanfaatan lahan yang dapat mengganggu
kepentingan operasi dan keselamatan di sekitar jalur kereta api.

(8) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. penetapan daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan
pelabuhan;
b. diperbolehkan kegiatan budidaya yang tidak mengganggu kegiatan pelabuhan;
dan
c. tidak diperbolehkan dilakukan pemanfaatan lahan yang dapat mengganggu
kegiatan pelabuhan.

(9) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi udara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e, dengan ketentuan:
a. penetapan kawasan keselamatan operasi penerbangan;
b. diperbolehkan kegiatan pertanian.
c. tidak diperbolehkan pembangunan yang mengganggu aktivitas penerbangan; dan
d. tidak diperbolehkan dilakukan pemanfaatan lahan yang dapat mengganggu
operasi penerbangan.

Pasal 51

Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
49 huruf b, meliputi:
a. pemanfaatan ruang di sekitar gardu induk listrik harus memperhatikan jarak aman
dari kegiatan lain;
b. pemanfaatan ruang di sepanjang jaringan saluran udara tegangan tinggi (SUTT) dan
saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) diarahkan sebagai ruang terbuka
hijau;
c. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan di bawah saluran udara tegangan tinggi
(SUTT), dengan sempadan berjarak minimal 25 (dua puluh lima) meter pada kanan
dan kiri tiang listrik transformasi; dan
d. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan di sekitar pembangkit listrik.

Pasal 52

Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 49 huruf c, meliputi:
a. pembangunan jaringan telekomunikasi harus mengacu pada rencana pola ruang dan
arah perkembangan pembangunan;
b. diperbolehkan jaringan melintasi tanah milik atau dikuasai pemerintah;
c. pemanfaatan menara telekomunikasi secara bersama dan terpadu pada lokasi-lokasi
yang telah ditentukan;
d. diperbolehkan secara terbatas pembangunan menara untuk jaringan telekomunikasi
dalam kawasan perkotaan; dan
e. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan di sekitar pemancar dan/atau menara
telekomunikasi dalam radius bahaya keamanan dan keselamatan.

Pasal 53

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 huruf d, meliputi:
a. pemanfaatan ruang di sekitar sungai dan jaringan irigasi diperbolehkan berupa ruang
terbuka hijau;
b. tidak diperbolehkan memanfaatkan ruang yang dapat merusak ekosistem dan fungsi
lindung sungai, dan jaringan irigasi;
c. diperbolehkan mendirikan bangunan untuk mendukung sarana tersebut pemanfaatan
ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan dan fungsi lindung kawasan;
d. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan di atas jaringan pipa induk; dan
e. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan di dalam sempadan sumber/mata air,
sempadan sungai, waduk, embung, dan/atau jaringan irigasi.

Pasal 54

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 huruf e, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan persampahan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan pengelolaan air limbah;
c. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan drainase; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi jalur dan ruang evakuasi bencana alam.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan persampahan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan di kawasan Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) meliputi kegiatan bongkar muat sampah, pemilahan dan pengolahan
sampah, dan kegiatan budidaya pertanian dan kegiatan lain yang mendukung;
b. pemanfaatan ruang di sekitar di kawasan TPA sebagai ruang terbuka hijau;
c. pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan di sekitar kawasan TPA adalah
kegiatan permukiman; dan
d. tidak diperbolehkan kegiatan yang menimbulkan pencemaran lingkungan di
kawasan TPA.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan pengelolaan air limbah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
b. diperbolehkan kegiatan pembangunan dan pemeliharaan jaringan; dan
c. tidak diperbolehkan kegiatan yang merusak jaringan air limbah.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. diperbolehkan kegiatan pembangunan dan pemeliharaan jaringan;
b. tidak diperbolehkan kegiatan yang menimbulkan pencemaran saluran; dan
c. tidak diperbolehkan kegiatan yang menutup dan merusak jaringan drainase.

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi jalur dan ruang evakuasi bencana alam
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan adalah ruang terbuka hijau;
b. diperbolehkan kegiatan perhubungan dan komunikasi; dan
c. tidak diperbolehkan kegiatan yang menghambat kelancaran akses jalur evakuasi.

Paragraf 3
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Lindung

Pasal 55

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
47 ayat (4) huruf a, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan perlindungan kawasan
bawahannya;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar
budaya;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam;
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung geologi; dan
f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung lainnya.

Pasal 56

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan perlindungan


kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf a, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan resapan air.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. diperbolehkan melakukan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan lindung
sepanjang tidak mengganggu fungsi lindung;
b. tata cara pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan lindung mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. kegiatan permukiman dan budidaya yang telah ada di kawasan hutan lindung dan
dilakukan masyarakat secara turun-temurun sebelum ditetapkannya rencana tata
ruang ini tetap diakui keberadaannya, namun pengembangannya lebih lanjut
secara ekspansif dibatasi dan perijinan perluasan kegiatan tersebut tidak diijinkan
sejak diberlakukannya rencana tata ruang ini.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b, meliputi:
a. pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun
yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;
b. penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah
ada; dan
c. penerapan prinsip tanpa limpahan buangan air hujan dari setiap bangunan ke
saluran drainase dan sungai terhadap setiap kegiatan budidaya terbangun yang
diajukan izinnya.

Pasal 57

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 55 huruf b, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan pantai;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang terbuka hijau di kawasan
perkotaan.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan pantai sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. diperbolehkan melakukan kegiatan pariwisata alam, penelitian dan
pengembangan, ilmu pengetahuan, dan pendidikan dengan syarat tidak
mengganggu fungsi kawasan sempadan pantai;
b. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;
c. pendirian bangunan dibatasi hanya menunjang kegiatan pariwisata alam;
d. penetapan lebar sempadan pantai sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. tidak diperbolehkan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan
untuk pengelolaan badan air atau pemanfaatan air;
f. tidak diperbolehkan kegiatan dan bangunan pada kawasan sempadan pantai; dan
g. tidak diperbolehkan kegiatan dan bangunan yang mengancam kerusakan dan
menurunkan kualitas pesisir pantai.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. diperbolehkan melakukan kegiatan pariwisata alam, penelitian dan
pengembangan, ilmu pengetahuan, dan pendidikan dengan syarat tidak
mengganggu kualitas air sungai;
b. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;
c. diperbolehkan pembangunan jaringan prasarana wilayah untuk kepentingan
umum yang bersifat strategis;
d. penetapan lebar sempadan sungai sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
e. tidak diperbolehkan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan
untuk pengelolaan badan air atau pemanfaatan air.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang terbuka hijau di kawasan
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. diharuskan seluruh kegiatan untuk menambah RTH agar mencapai minimal 30%
(tiga puluh persen);
b. diperbolehkan pemanfaatan ruangnya untuk kegiatan pendidikan, penelitian dan
rekreasi;
c. diperbolehkan pendirian bangunan dengan syarat hanya untuk bangunan
penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya;
d. tidak diperbolehkan seluruh kegiatan yang bersifat alih fungsi RTH;
e. tidak diperbolehkan pendirian bangunan permanen selain untuk menunjang
kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya; dan
f. dilakukan pengawasan ketat dari pemerintah terkait kegiatan budi daya yang
mempengaruhi fungsi RTH atau menyebabkan alih fungsi RTH.

Pasal 58

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar
budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf c, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar alam;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pantai berhutan bakau;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan taman hutan raya; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, meliputi:
a. pemanfaatan ruang untuk keperluan penelitian dan pengembangan, ilmu
pengetahuan, pendidikan dan kegiatan penunjang budidaya;
b. kegiatan penelitian dan pengembangan meliputi penelitian dasar dan penelitian
untuk menunjang pemanfaatan dan budidaya;
c. kegiatan ilmu pengetahuan dan pendidikan dilakukan dalam bentuk pengenalan
dan peragaan ekosistem cagar alam;
d. kegiatan penunjang budidaya dilakukan dalam bentuk pengambilan,
pengangkutan, dan atau penggunaan plasma nutfah tumbuhan dan satwa yang
terdapat dalam kawasan cagar alam;
e. setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan
terhadap keutuhan kawasan cagar alam; dan
f. kegiatan permukiman dan budidaya yang telah ada di kawasan cagar alam dan
dilakukan masyarakat secara turun-temurun sebelum ditetapkannya rencana tata
ruang ini tetap diakui keberadaannya, namun pengembangannya lebih lanjut
secara ekspansif dibatasi dan perijinan perluasan kegiatan tersebut tidak diijinkan
sejak diberlakukannya rencana tata ruang ini.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. pemanfaatan ruang untuk keperluan penelitian dan pengembangan, ilmu
pengetahuan, pendidikan, dan pariwisata alam;
b. pelarangan penebangan dan pengambilan pohon bakau;
c. pelarangan kegiatan yang dapat mengurangi luas dan/atau mencemari ekosistem
bakau; dan
d. pelarangan kegiatan mendirikan bangunan.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan taman hutan raya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. kawasan taman hutan raya dapat dimanfaatkan untuk keperluan penelitian dan
pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan penunjang budidaya,
pariwisata alam dan rekreasi, dan pelestarian budaya;
b. kegiatan penelitian dan pengembangan meliputi penelitian dasar dan penelitian
untuk menunjang pengelolaan dan budidaya; dan
c. setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan
terhadap keutuhan kawasan taman hutan raya.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. pemanfaatan ruang untuk keperluan pariwisata alam, penelitian dan
pengembangan, ilmu pengetahuan, dan pendidikan;
b. diperbolehkan bersyarat pendirian bangunan yang menunjang kegiatan penelitian
dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan pariwisata alam;
c. tidak diperbolehkan kegiatan yang mengganggu atau merusak kekayaan budaya;
d. tidak diperbolehkan kegiatan yang mengubah bentukan geologi tertentu yang
mempunyai manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan;
e. tidak diperbolehkan kegiatan yang mengganggu kelestarian lingkungan di sekitar
peninggalan sejarah, bangunan arkeologi, monumen, serta wilayah dengan
bentukan geologi tertentu; dan
f. tidak diperbolehkan kegiatan yang mengganggu upaya pelestarian budaya
masyarakat setempat.

Pasal 59

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 huruf d, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana banjir;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana longsor; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana gelombang pasang.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. penetapan batas dataran banjir;
b. pemanfaatan dataran banjir untuk ruang terbuka hijau dan pembangunan fasilitas
umum; dan
c. diperbolehkan kegiatan permukiman baru dan fasilitas umum secara terbatas.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana longsor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. diperbolehkan bagi kegiatan hutan produksi;
b. diperbolehkan bagi kegiatan pertanian lahan kering; dan
c. tidak diperbolehkan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan
ancaman bencana dan kepentingan umum.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana gelombang pasang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. pemanfaatan kawasan dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan
ancaman bencana;
b. penentuan lokasi dan jalur evakuasi penduduk yang terkena dampak bencana;
dan
c. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk bangunan umum dan kepentingan
pemantauan ancaman bencana.
Pasal 60

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 huruf e, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar alam geologi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam geologi; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap air tanah.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar alam geologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. penetapan kawasan cagar alam geologi;
b. mengendalikan kegiatan penambangan kawasan batu gamping dan bentang alam
karst;
c. pembatasan penggalian hanya untuk penelitian geologi maupun arkeologi; dan
d. tidak diperbolehkan kegiatan penambangan pada kawasan yang memiliki potensi
bentang alam goa bawah tanah untuk dapat melestarikan jejak atau sisa
kehidupan dimasa lalu atau fosil, pelarangan kegiatan penambangan pada
kawasan yang memiliki formasi geologi sungai bawah tanah.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam geologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa kawasan gempa bumi
meliputi:
a. penerapan sistem peringatan dini bencana gempa bumi;
b. penerapan standar konstruksi bangunan tahan gempa; dan
c. rehabilitasi dan konservasi lahan dengan melakukan mitigasi atas bencana gempa
bumi.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan perlindungan


terhadap air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berupa kawasan
sempadan mata air meliputi:
a. kegiatan yang diutamakan adalah kegiatan penanaman jenis tanaman tahunan
yang produksinya tidak dilakukan dengan cara penebangan pohon;
b. diperbolehkan melakukan kegiatan persawahan, perikanan, atau kegiatan
pertanian dengan jenis tanaman tertentu dan kegiatan lain yang secara langsung
tidak terkait dengan pemanfaatan sumber mata air;
c. tidak diperbolehkan melakukan kegiatan budidaya terbangun pada radius 200
(dua ratus) meter;
d. tidak diperbolehkan melakukan pengeboran air bawah tanah pada radius 200
(dua ratus) meter; dan
e. kegiatan lain yang sudah ada di kawasan ini dan dapat mengganggu fungsi
kawasan dipindahkan dengan penggantian yang layak, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 61

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 huruf f, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi perlindungan plasma nutfah; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi pengungsian satwa.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi perlindungan plasma nutfah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. diperbolehkan pemanfaatan untuk wisata alam tanpa mengubah bentang alam;
b. diperbolehkan pelestarian flora, fauna, dan ekosistem unik kawasan; dan
c. pembatasan pemanfaatan sumberdaya alam.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi pengungsian satwa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, meliputi:
a. pelarangan penangkapan satwa yang dilindungi;
b. perlindungan pada koridor jalur pergerakan satwa; dan
c. diperbolehkan pengembangan wisata.

Paragraf 4
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya

Pasal 62

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 47 ayat (4) huruf b, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan produksi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertanian;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertambangan;
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan industri;
f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pariwisata;
g. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman; dan
h. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnya.

Pasal 63

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 62 huruf a, meliputi:
a. pemanfaatan kawasan peruntukkan hutan produksi berdasarkan prinsip-prinsip untuk
mengelola hutan lestari dan meningkatkan fungsi utamanya;
b. diperbolehkan melakukan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan produksi;
c. dilarang melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau
jarak sampai dengan 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau, cagar alam,
hutan raya, hutan lindung, 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan
sungai di daerah rawa, 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai, 50 (lima
puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai, 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi
jurang, 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah
dari tepi pantai;
d. tata cara mengenai pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan produksi mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. kegiatan permukiman dan budidaya yang telah ada di kawasan peruntukkan hutan
produksi dan dilakukan masyarakat secara turun-temurun sebelum ditetapkannya
rencana tata ruang ini tetap diakui keberadaannya, namun pengembangannya lebih
lanjut secara ekspansif dibatasi dan perijinan perluasan kegiatan tersebut tidak
diijinkan sejak diberlakukannya rencana tata ruang ini.
Pasal 64

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan peruntukan pertanian


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf b terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya tanaman pangan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya hortikultura;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya perkebunan; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya peternakan.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya tanaman pangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. diperbolehkan mendirikan rumah tinggal dengan syarat tidak mengganggu fungsi
budidaya tanaman pangan dengan intensitas bangunan berkepadatan rendah,
kecuali pada kawasan yang ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan
berkelanjutan (LP2B);
b. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan kepadatan
rendah;
c. diperbolehkan melakukan kegiatan yang mendukung budidaya tanaman pangan;
d. tidak diperbolehkan melakukan kegiatan budidaya yang mengurangi luas
kawasan sawah beririgasi;
e. tidak diperbolehkan kegiatan budidaya yang mengurangi atau merusak fungsi
lahan dan kualitas tanah untuk budidaya tanaman pangan;
f. tidak diperbolehkan mendirikan bangunan pada kawasan sawah beririgasi;
g. pengembangan jaringan prasarana disesuaikan dengan kebutuhan budidaya
tanaman pangan;
h. peternakan, perikanan, dan wisata paling luas 2% dari luas kawasan budidaya
tanaman pangan dan tidak mengganggu fungsi budidaya tanaman pangan
maupun fungsi lindung;
i. atas pembangunan tertentu dan untuk menjamin agar kawasan budidaya
tanaman pangan tidak berubah fungsi, maka kawasan budidaya tanaman pada
lokasi-lokasi tertentu dapat ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan
berkelanjutan;
j. lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan
dilindungi dan dilarang dialihfungsikan; dan
k. dalam hal untuk kepentingan umum, lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat
dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya hortikultura sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. diperbolehkan kegiatan pertanian lahan basah dan kering; dan
b. tidak diperbolehkan kegiatan budidaya yang mengurangi atau merusak fungsi
lahan dan kualitas tanah untuk hortikultura.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya perkebunan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:
a. diperbolehkan mendirikan perumahan dengan syarat tidak mengganggu fungsi
perkebunan;
b. diperbolehkan melaksanakan kegiatan yang mendukung perkebunan, seperti
pembibitan dan pengolahan hasil perkebunan;
c. pada tempat-tempat terbuka, supaya ditanami tanaman yang mampu melindungi
tanah dari limpasan air hujan;
d. untuk pengembangan kawasan perkebunan, tetap diarahkan pada pemanfaatan
lahan-lahan kosong di dalam kawasan budidaya, yaitu pada kawasan budidaya
non kehutanan/areal penggunaan lain yang potensial untuk pengembangan
perkebunan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan;
e. kegiatan perkebunan di wilayah hulu DAS perlu dibatasi dan dilakukan pemilihan
jenis komoditas perkebunan yang tidak menurunkan kemampuan lingkungan dan
ketersediaan sumberdaya air;
f. usaha perkebunan di sekitar cagar alam, hutan lindung, maupun taman hutan
raya harus menyediakan area penyangga (buffer zone); dan
g. tidak diperbolehkan kegiatan budidaya yang mengurangi atau merusak fungsi
lahan dan kualitas tanah untuk perkebunan.

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya peternakan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. pengembangan kawasan peruntukan peternakan batas-batas zonasinya tidak
ditetapkan secara tegas, dapat bercampur dengan kawasan pertanian dan
kawasan permukiman secara terbatas;
b. diperbolehkan pemanfaatan lahan pertanian yang dapat mensuplai bahan pakan
ternak secara terpadu dan terintegrasi;
c. diperbolehkan pemanfaatan lahan pekarangan permukiman perdesaan, untuk
kegiatan peternakan skala rumah tangga; dan
d. tidak diperbolehkan pengembangan usaha peternakan skala besar di dalam
kawasan permukiman.

Pasal 65

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 62 huruf c, meliputi:
a. diperbolehkan melakukan kegiatan pendukung perikanan, budidaya perikanan,
perikanan organik, perikanan tangkap, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan,
termasuk penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan dan pendidikan, dan
pariwisata;
b. diperbolehkan permukiman petani dan/atau nelayan dengan kepadatan rendah;
c. diperbolehkan bangunan pengolahan hasil ikan, balai pelatihan teknis,
pengembangan sarana dan prasarana pengembangan produk perikanan, pusat
pembenihan;
d. tidak diperbolehkan kegiatan budidaya perikanan yang mengganggu kualitas air dan
ekosistem lingkungan; dan
e. tidak diperbolehkan kegiatan yang mengganggu kelangsungan kegiatan perikanan
dan pendukungnya.

Pasal 66

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 62 huruf d, meliputi:
a. kegiatan pertambangan hanya dapat dilakukan di dalam wilayah pertambangan yang
ditetapkan oleh Pemerintah;
b. kegiatan pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan
tambang, kondisi geologi, dan geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian dan
keselamatan lingkungan;
c. tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pertambangan di dalam kawasan cagar
alam dan taman hutan raya;
d. tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pertambangan di dalam kawasan
peruntukkan pertanian yang terdapat sawah beririgasi teknis;
e. tidak diperbolehkan menambang batuan di perbukitan yang di bawahnya terdapat
mata air penting atau pemukiman;
f. tidak diperbolehkan menambang bongkah-bongkah batu dari dalam sungai yang
terletak di bagian hulu dan di dekat jembatan;
g. diperbolehkan melakukan kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan lindung
dan peruntukkan hutan produksi sepanjang mengacu pada ketentuan perundang-
undangan;
h. kelayakan usaha pertambangan di hutan lindung dinyatakan di dalam studi
kelayakan dan hasil penilaian AMDAL;
i. usaha pertambangan di sekitar hutan lindung, cagar alam, maupun hutan raya,
harus menyediakan area penyangga (buffer zone);
j. kegiatan penambangan di hutan produksi harus dibarengi dengan upaya-upaya
pemulihan kemampuan lahan.
k. diperbolehkan melakukan kegiatan budidaya pada kawasan peruntukan
pertambangan yang di dalamnya baru terdapat izin usaha pertambangan eksplorasi;
l. wilayah dalam kawasan peruntukan pertambangan yang sudah diberikan izin usaha
pertambangan operasi produksi/eksploitasi, masih dimungkinkan adanya kegiatan
budidaya lain dengan ketentuan menyesuaikan dengan rencana penambangan dan
reklamasi, tidak mendirikan bangunan permanen, tidak menjadi kendala bagi
aktivitas penambangan, serta memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam
lingkungan kegiatan eksploitasi;
m. diperbolehkan melakukan pengembangan industri terkait dengan pengolahan bahan
tambang di luar zona inti penambangan;
n. diperbolehkan melakukan pengembangan pelabuhan yang terkait dengan kegiatan
penambangan;
o. sebelum pelaksanaan penambangan harus dilakukan pemetaan potensi bahan galian
tentang kualitas dan kuantitas (luas, tebal, dan volume) bahan galian, serta peta
detail kelayakan penambangan (tidak layak tambang, layak tambang dengan
bersyarat, dan layak tambang tanpa syarat);
p. percampuran kegiatan penambangan dengan fungsi kawasan lain diperbolehkan
sejauh tidak merubah dominasi fungsi utama kawasan.
q. diwajibkan melakukan rehabilitasi dan atau/reklamasi dalam rangka pemulihan
kualitas lingkungan pasca kegiatan pertambangan sesuai dengan zona peruntukan
yang ditetapkan; dan
r. tata cara pelaksanaan kegiatan pertambangan mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 67

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 62 huruf e, meliputi:
a. diperbolehkan mengembangkan aktivitas pendukung kegiatan industri;
b. diperbolehkan mengembangkan aktivitas perumahan skala kecil di luar zona
penyangga peruntukan industri dengan intensitas bangunan kepadatan sedang;
c. diperbolehkan penyediaan ruang untuk zona penyangga berupa sabuk hijau (green
belt) dan RTH;
d. diperbolehkan mengembangkan aktivitas budidaya produktif lain di luar zona
penyangga peruntukan industri;
e. diperbolehkan penyelenggaraan perumahan karyawan dan fasilitas umum skala lokal
sebagai pendukung kegiatan industri;
f. diperbolehkan penyelenggaraan IPAL; dan
g. diperbolehkan secara terbatas pembangunan perumahan baru sekitar kawasan
peruntukan industri.

Pasal 68

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 62 huruf f, meliputi:
a. pemanfaatan potensi alam dan budaya setempat sesuai daya dukung dan daya
tampung lingkungan;
b. perlindungan situs warisan budaya setempat;
c. pembatasan pendirian bangunan non-pariwisata pada kawasan efektif pariwisata;
d. pembatasan koefisien dasar bangunan bagi setiap usaha akomodasi dan fasilitas
penunjangnya, setinggi-tingginya 40% (empat puluh persen) dari persil yang
dikuasai;
e. pengharusan penerapan ciri khas arsitektur khas paser pada setiap bangunan
akomodasi dan fasilitas penunjang pariwisata;
f. pengharusan penyediaan fasilitas parkir yang cukup bagi setiap bangunan akomodasi
dan fasilitas penunjang pariwisata; dan
g. pengharusan penyediaan sarana dan prasarana lingkungan sesuai ketentuan
perundang-undangan.

Pasal 69

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 62 huruf g, meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman eksisting; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman pengembangan baru.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman eksisting sebagaimana


yang dimaksud ayat (1) huruf a, meliputi:
a. permukiman yang sudah menetap atau berpindah yang masih terdapat di dalam
kawasan hutan lindung dan cagar alam dihentikan pertumbuhannya;
b. permukiman nelayan di daerah pesisir dan sepanjang aliran sungai yang tumbuh
cenderung tidak teratur dibatasi pertumbuhannya;
c. permukiman tengah kota yang tidak teratur dan tidak mengikuti perencanaan
kota cenderung menimbulkan kekumuhan dalam kota diatur atau dibatasi
pertumbuhannya;
d. permukiman di kawasan perdagangan, di tepi jalan yang peruntukannya tidak
saling menunjang dan tidak sesuai dengan fungsi kawasan diatur atau dibatasi
pertumbuhannya;
e. permukiman kawasan industri perlu dikembangkan dengan meningkatkan
infrastruktur di sekitar kawasan yang terkait dengan jaringan infrastruktur kota.
f. permukiman instansional dan permukiman developer memperhatikan kondisi
alam dan tidak merusak lingkungan; dan
g. permukiman swadaya di dalam kota dikembangkan dengan memperhatikan
koefisien penggunaan ruang;
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman pengembangan baru
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. permukiman kepadatan rendah mempunyai tingkat kepadatan 5-10 jiwa/ha.
b. permukiman kepadatan rendah diarahkan di bagian utara dan tengah kabupaten
dengan memperhatikan potensi bentang alam.
c. permukiman kepadatan sedang diarahkan pada kawasan dengan faktor kendala
fisik lahan yang rendah.
d. pembangunan hunian dan kegiatan lainnya harus memperhatikan tingkat
pemanfaatan ruang yang diukur dari daerah perencanaan, kepadatan bangunan,
koefisien dasar bangunan (KDB) blok peruntukan, koefisien lantai bangunan
(KLB) blok peruntukan, dan koefisien dasar hijau (KDH);
e. diperbolehkan melakukan pengembangaan perdagangan dan jasa dengan syarat
sesuai skalanya;
f. diperbolehkan pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial sesuai skalanya;
g. diperbolehkan pembangunan prasarana dan sarana yang mendukung aktifitas
permukiman;
h. diperbolehkan adanya kegiatan industri skala rumah tangga; dan
i. tidak diperbolehkan mengembangkan kegiatan yang mengganggu fungsi
permukiman dan kelangsungan kehidupan sosial masyarakat.

Pasal 70

Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan peruntukan lainnya sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 62 huruf h, berupa ketentuan umum peraturan zonasi kawasan
pertahanan dan keamanan negara disusun dengan ketentuan:
a. peningkatan dominasi hunian dengan fungsi utama sebagai kawasan pertahanan dan
keamanan negara;
b. pengutamaan pada kondisi aman dari bahaya bencana atau bahaya bencana buatan
manusia;
c. peningkatan akses menuju pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara baik
yang terdapat di dalam maupun di luar kawasan;
d. pengendalian yang disesuaikan dengan kriteria teknik kawasan pertahanan dan
keamanan negara yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan di
bidang pertahanan dan keamanan negara;
e. diperbolehkan mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi daya tidak
terbangun sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan pertahanan dan
keamanan dengan kawasan budi daya terbangun; dan
f. diperbolehkan dengan syarat mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif di
dalam dan di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan negara untuk menjaga
fungsi pertahanan dan keamanan negara.

Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan

Pasal 71

(1) Ketentuan perizinan adalah ketentuan yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan
ruang.

(2) Ketentuan perizinan berfungsi sebagai alat pengendali dalam penggunaan lahan
untuk mencapai kesesuaian pemanfaatan ruang dan rujukan dalam membangun.
(3) Ketentuan perizinan disusun berdasarkan ketentuan umum peraturan zonasi yang
sudah ditetapkan dan ketentuan teknis berdasarkan peraturan perundang-undangan
sektor terkait lainnya.

(4) Jenis-jenis perizinan yang terkait dengan pemanfaatan ruang meliputi:


a. izin prinsip;
b. izin lokasi;
c. izin penggunaan pemanfaatan tanah (IPPT);
d. izin mendirikan bangunan; dan
e. izin lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(5) Izin prinsip dan izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf a dan huruf
b, diberikan berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten.

(6) Izin penggunaan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c,
diberikan berdasarkan izin lokasi.

(7) Izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf d, diberikan
berdasarkan rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi.

(8) Mekanisme perizinan terkait pemanfaatan ruang yang menjadi wewenang


pemerintah Kabupaten meliputi:
a. pengaturan keterlibatan masing-masing instansi perangkat daerah terkait dalam
setiap perizinan yang diterbitkan;
b. ketentuan teknis prosedural dalam pengajuan izin pemanfaatan ruang maupun
forum pengambilan keputusan atas izin yang akan dikeluarkan, yang akan
menjadi dasar pengembangan Standar Operasional Prosedur (SOP) perizinan;
dan
c. ketentuan pengambilan keputusan apabila dalam dokumen RTRW Kabupaten
belum memberikan ketentuan yang cukup tentang perizinan yang dimohonkan
oleh masyarakat, individual, maupun organisasi.

(9) Apabila ternyata pemberian izin menyebabkan konflik pemanfaatan ruang, maka
harus diselesaikan dengan mengutamakan aspek kelestarian lingkungan dan
kesejahteraan masyarakat.

(10)Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme perizinan diatur dengan Peraturan


Bupati.

Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Pasal 72

Pemberian insentif dan disinsentif dalam penataan ruang diselenggarakan untuk:


a. meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam rangka mewujudkan
tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang;
b. memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan rencana tata ruang;
dan
c. meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan
ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang.
Paragraf 1
Ketentuan Pemberian Insentif

Pasal 73

(1) Ketentuan pemberian insentif adalah ketentuan yang mengatur tentang pemberian
imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan kegiatan yang didorong
perwujudannya dalam rencana tata ruang.

(2) Ketentuan pemberian insentif berfungsi sebagai:


a. perangkat untuk mendorong kegiatan dalam pemanfaatan ruang yang sejalan
dengan rencana tata ruang; dan
b. katalisator perwujudan pemanfaatan ruang.

(3) Ketentuan pemberian insentif disusun berdasarkan:


a. rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah Kabupaten;
b. ketentuan umum peraturan zonasi Kabupaten; dan
c. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.

(4) Ketentuan insentif dari pemerintah Kabupaten kepada pemerintah desa dalam
wilayah Kabupaten dan kepada pemerintah daerah lainnya dapat diberikan dalam
bentuk:
a. pemberian kompensasi;
b. subsidi silang;
c. penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau
d. publisitas atau promosi daerah.

(5) Ketentuan insentif dari pemerintah Kabupaten kepada masyarakat umum (investor,
lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya) dapat diberikan dalam bentuk:
a. pemberian kompensasi;
b. pengurangan retribusi;
c. imbalan;
d. sewa ruang dan urun saham;
e. penyediaan prasarana dan sarana;
f. penghargaan; dan/atau
g. kemudahan perizinan.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif diatur dengan
Peraturan Bupati.

Paragraf 2
Ketentuan Pemberian Disinsentif

Pasal 74

(1) Ketentuan pemberian disinsentif adalah ketentuan yang mengatur tentang


pengenaan bentuk-bentuk kompensasi dalam pemanfaatan ruang.

(2) Ketentuan pemberian disinsentif berfungsi sebagai perangkat untuk mencegah,


membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana tata ruang.
(3) Ketentuan pemberian disinsentif disusun berdasarkan:
a. rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah Kabupaten;
b. ketentuan umum peraturan zonasi Kabupaten; dan
c. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.

(4) Ketentuan disinsentif dari pemerintah Kabupaten kepada pemerintah desa dalam
wilayah Kabupaten dan kepada pemerintah daerah lainnya dapat diberikan dalam
bentuk:
a. pengenaan retribusi yang tinggi; dan/atau
b. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana.

(5) Ketentuan disinsentif dari pemerintah Kabupaten kepada masyarakat umum


(investor, lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya) dapat diberikan
dalam bentuk:
a. pengenaan pajak dan/atau retribusi yang tinggi;
b. pemberian persyaratan khusus dalam proses perizinan;
c. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur;
d. pengenaan sanksi terhadap penyalahgunaan perizinan; dan
e. pembatasan administrasi pertanahan.

(6) Penerapan disinsentif di Kabupaten digunakan sebagai pengekang terhadap


pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW, terdiri dari:
a. pengenaan retribusi daerah untuk penyesuaian pemanfaatan ruang;
b. pembatasan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan arahan fungsi
utama;
c. kewajiban pengembang untuk menanggung biaya dampak pembangunan
(development impact fee); dan
d. pengenaan denda (development charge) pada pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan disinsentif diatur dengan
Peraturan Bupati.

Bagian Kelima
Arahan Sanksi

Pasal 75

(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2) huruf d, merupakan
acuan bagi pemerintah daerah dalam pengenaan sanksi administratif kepada
pelanggar pemanfaatan ruang.

(2) Pengenaan sanksi dilakukan terhadap:


a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola
ruang wilayah;
b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin yang diterbitkan
berdasarkan RTRW Kabupaten;
f. pemanfataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau
g. Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak
benar.
Pasal 76

(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat 2 huruf a, huruf
b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g, dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.

(2) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat 2 huruf c


dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pembongkaran bangunan;
f. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
g. denda administratif.

BAB IX
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT

Bagian Kesatu
Hak Masyarakat

Pasal 77

Dalam penataan ruang, masyarakat berhak untuk:


a. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah,
b. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat
penataan ruang;
c. memperoleh pergantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang.
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin
apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
menimbulkan kerugian;
g. mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan akibat penataan
ruang; dan
h. mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang.
Pasal 78

(1) Untuk mengetahui informasi mengenai rencana tata ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 77 huruf a, masyarakat dapat mengetahuinya dari Lembaran Daerah
Kabupaten, pengumuman atau penyebarluasan oleh Pemerintah Kabupaten di
tempat-tempat yang memungkinkan masyarakat mengetahuinya dengan mudah.

(2) Pengumuman atau penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diketahui
masyarakat melalui media cetak, elektronik, dan media informasi lainnya, dalam
bentuk siaran, maklumat, papan informasi, dan penerbitan buku serta peta rencana
tata ruang.

Pasal 79

(1) Dalam menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat
penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b, pelaksanaannya
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Untuk menikmati dan memanfaatkan ruang beserta sumber daya alam yang
terkandung didalamnya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa manfaat
ekonomi, sosial, dan lingkungan dilaksanakan atas dasar pemilikan, penguasaan,
atau pemberian hak tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan ataupun
atas hukum adat dan kebiasaan yang berlaku atas ruang pada masyarakat setempat.

Pasal 80

(1) Untuk memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialami sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan RTRWK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 huruf c, diselenggarakan secara musyawarah dengan pihak
yang berkepentingan.

(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat

Pasal 81

Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib :


a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang;
dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 82

(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud


pada Pasal 81 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku
mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara turun
temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung
lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat
menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat

Pasal 83

Peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan pada tahap:


a. perencanaan tata ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 84

(1) Peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang sebagaimana dimaksud
dalam pasal 83 huruf a, dapat dilakukan melalui pemberian informasi berupa data,
bantuan pemikiran dan keberatan, yang disampaikan dalam bentuk dialog, angket,
internet dan melalui media lainnya baik langsung maupun tidak langsung.

(2) Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dimaksud
dalam pasal 83 huruf b, dapat dilakukan melalui pelaksanaan program dan kegiatan
pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang meliputi:
a. pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara berdasarkan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan
pemanfaatan ruang; dan
c. bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan ruang.

(3) Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana


dimaksud dimaksud dalam pasal 83 huruf c, dapat dilakukan melalui :
a. pengawasan dalam bentuk pemantauan terhadap pemanfaatan ruang dan
pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang; dan
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban
pemanfaatan ruang.
Pasal 85

Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang berupa:


a. masukan mengenai:
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. kerjasama dengan pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama unsur
masyarakat dalam perencanaan tata ruang.

Pasal 86

Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang dapat berupa:


a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerjasama dengan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur
masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. kegiatan dalam memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektifitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat,
ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan mempertimbangkan kearifan lokal
serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan
meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 87

Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa:


a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan;
c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan
dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang
melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap
pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Pasal 88

(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung
dan/atau tertulis.

(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada
Bupati.

(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat disampaikan
melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.
Pasal 89

Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah membangun sistem


informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat.

Pasal 90

Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.

BAB X
KELEMBAGAAN

Pasal 91

(1) Dalam rangka koordinasi penataan ruang dan kerjasama antar wilayah, dibentuk
Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.

(2) Keanggotaan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat terbuka dan
multipihak.

(3) Keanggotaan, tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja badan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB XI
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 92

(1) Penyelesaian sengketa penataan ruang pada tahap pertama diupayakan berdasarkan
prinsip musyawarah untuk mufakat.

(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa
melalui pengadilan atau di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB XII
PENYIDIKAN

Pasal 93

(1) Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai negeri sipil
tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk
membantu pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan
dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana
dalam bidang penataan ruang;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan peristiwa
tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan dengan tindak
pidana dalam bidang penataan ruang;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan
dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan
barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana
dalam bidang penataan ruang; dan
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana dalam bidang penataan ruang.

(3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidik kepolisian negara Republik
Indonesia.

(4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan
tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik pegawai negeri sipil melakukan
koordinasi dengan pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan
hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik kepolisian negara
Republik Indonesia.

(6) Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata cara serta proses
penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 94

Setiap orang melakukan pelanggaran terhadap Rencana Tata Ruang yang telah
ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan bidang penataan ruang.

Pasal 95

(1) Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang
dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf b,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan
fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian
terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00
(satu miliar lima ratus juta rupiah).

(4) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian
orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 96

Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf c, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).

Pasal 97

Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 81 huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 98

(1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai
dengan rencana tata ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai
pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari
jabatannya.

Pasal 99

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94, Pasal 95, Pasal 96,
dan Pasal 97 dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda
terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa
pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 94, Pasal 95, Pasal 96, dan Pasal 97.

(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi
pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.
Pasal 100

(1) Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 94, Pasal 95, Pasal 96, dan Pasal 97, dapat menuntut ganti kerugian
secara perdata kepada pelaku tindak pidana.

(2) Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan hukum acara pidana.

BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 101

(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten Paser adalah 20 (dua puluh) tahun sejak tanggal
ditetapkan dan ditinjau kembali sedikitnya 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah yang ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan, RTRW Kabupaten Paser dapat ditinjau kembali lebih
dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan apabila
terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategis yang mempengaruhi pemanfaatan
ruang Kabupaten dan/atau dinamika internal wilayah.

(4) Peninjauan kembali RTRW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menghasilkan
rekomendasi berupa:
a. RTRW tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; dan
b. RTRW perlu direvisi.

(5) Dalam hal terdapat perubahan peruntukkan dan fungsi kawasan hutan oleh Menteri
Kehutanan terhadap bagian wilayah Kabupaten pada saat Peraturan Daerah ini
ditetapkan, rencana dan album peta disesuaikan dengan peruntukan dan fungsi
kawasan hutan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan.

(6) Pengintegrasian peruntukkan dan fungsi kawasan hutan berdasarkan penetapan


Menteri Kehutanan ke dalam RTRW Kabupaten Paser diatur dengan peraturan
Bupati.

(7) Terhadap kegiatan lain pada kawasan hutan yang bersifat strategis namun belum
mendapatkan persetujuan perubahan peruntukkan dan fungsi kawasan hutan oleh
Menteri Kehutanan, digambarkan di dalam peta rencana pola ruang wilayah
Kabupaten dengan deliniasi batas rencana penggunaan kawasan hutan untuk
kepentingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan.

(8) RTRW Kabupaten dilengkapi dengan lampiran berupa Naskah Akademik Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Paser Tahun 2015 - 2035 dan album peta skala 1 :
50.000 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini dan
sifatnya mengikat secara hukum.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 102

(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka semua peraturan pelaksanaan
yang berkaitan dengan penataan ruang daerah yang telah ada dinyatakan berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan
Daerah ini.

(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:


a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan
dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang
dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian
dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan
untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan
Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian
yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan
penggantian yang layak.
c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan
Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah ini;
d. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan
sebagai berikut:
1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, pemanfaatan
ruang yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan
Daerah ini; dan
2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat untuk
mendapatkan izin yang diperlukan.

BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 103

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Pasir Nomor
6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Pasir
(Lembaran Daerah Tahun 1999 Nomor 2) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 104

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini


dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Paser.

Ditetapkan di Tana Paser


pada tanggal 29 Oktober 2015

Pj. BUPATI PASER,

IBRAHIM

Diundangkan di Tana Paser


pada tanggal 29 Oktober 2015

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PASER,

HELMY LATHYF

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASER TAHUN 2015 NOMOR 9.

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER PROV. KALIMANTAN TIMUR : 9/2015


Pasal 104

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini


dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Paser.

Ditetapkan di Tana Paser


pada tanggal 29 Oktober 2015

Pj. BUPATI PASER,

IBRAHIM

Diundangkan di Tana Paser


pada tanggal 29 Oktober 2015

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PASER,

HELMY LATHYF

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASER TAHUN 2015 NOMOR 9.

No Nama Jabatan Paraf

1. Kusnedi Kasubbag Produk Hukum Daerah

2. Andi Azis Kepala Bagian Hukum

3. Heriansyah Idris Asisten Tata Pemerintahan

4. Helmy Lathyf Sekretaris Daerah

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER PROV. KALIMANTAN TIMUR : 9/2015


Pasal 104

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini


dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Paser.

Ditetapkan di Tana Paser


pada tanggal 29 Oktober 2015

Pj. BUPATI PASER,

ttd

IBRAHIM

Diundangkan di Tana Paser


pada tanggal 29 Oktober 2015

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PASER,

ttd

HELMY LATHYF

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASER TAHUN 2015 NOMOR 9.

Salinan sesuai dengan aslinya


KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA KAB. PASER,

H. ANDI AZIS, SH
PEMBINA
NIP. 19680816 199803 1 007

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER PROV. KALIMANTAN TIMUR : 9/2015


PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER
NOMOR 9 TAHUN 2015

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASER


TAHUN 2015-2035
PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER


NOMOR 9 TAHUN 2015

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASER


TAHUN 2015-2035

I. UMUM
Untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif,
dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional,
serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas, dan
bertanggung jawab, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaannya demi
menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antar daerah,
antara pusat dan daerah, antar sektor, dan antar pemangku kepentingan.
Penataan ruang tersebut didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama
kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) memiliki kedudukan untuk
mewujudkan keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota. RTRWN menjadi pedoman penataan ruang wilayah provinsi dan
kabupaten/kota dalam upaya mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan
keseimbangan perkembangan antar wilayah provinsi dan Kabupaten serta
keserasian antar sektor.
Sedangkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) menjadi
pedoman penataan ruang wilayah dalam upaya mewujudkan keterpaduan,
keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah pengembangan
serta keserasian antar sektor. Adapun fungsi RTRWK adalah sebagai acuan dalam
penyusunan RPJPD dan RPJMD, acuan dalam pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten, acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam
wilayah Kabupaten, acuan lokasi investasi dalam wilayah Kabupaten yang
dilakukan pemerintah, masyarakat, dan swasta; pedoman untuk penyusunan
rencana tata ruang kawasan strategis Kabupaten; dasar pengendalian
pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten yang meliputi indikasi arahan
peraturan zonasi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan
sanksi; dan acuan dalam administrasi pertanahan.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota mencakup ruang
darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, sebagai
tempat masyarakat melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya,
serta merupakan suatu sumber daya yang harus ditingkatkan upaya
pengelolaannya secara bijaksana. Dengan demikian RTRW Kabupaten Paser
sangatlah strategis untuk menjadi pedoman dalam penyelenggaraan penataan
ruang, serta untuk menjaga kegiatan pembangunan agar tetap sesuai dengan
kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan, sekaligus mampu mewujudkan ruang
wilayah Kabupaten Paser yang menjamin keseimbangan daya dukung lingkungan
bagi berbagai aktifitas masyarakat dan pembangunan berkelanjutan dalam
rangka mewujudkan Kabupaten Paser yang maju, mandiri, agamais, dan
sejahtera.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten merupakan arahan perwujudan
ruang wilayah Kabupaten yang diinginkan pada masa yang akan datang,
disesuaikan dengan visi, misi, dan rencana pembangunan jangka panjang
daerah, karakteristik tata ruang wilayah Kabupaten, isu strategis tata ruang
wilayah Kabupaten, dan kondisi obyektif yang diinginkan.

Pasal 6
Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten berfungsi sebagai:
a. dasar untuk memformulasikan strategi penataan ruang wilayah;
b. dasar untuk merumuskan struktur dan pola ruang wilayah;
c. memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama; dan
d. dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah

Pasal 7
Strategi penataan ruang wilayah Kabupaten merupakan penjabaran
kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten ke dalam langkah-langkah
operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi penataan
ruang wilayah Kabupaten berfungsi:
a. sebagai dasar untuk penyusunan rencana struktur ruang, rencana pola
ruang, dan penetapan kawasan strategis;
b. memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama; dan
c. sebagai dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan minapolitan adalah konsepsi pembangunan
ekonomi perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip
terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan.
Pengembangan minapolitan mencakup pengembangan empat
subsistem dari sistem dan usaha agribisnis berbasis perikanan, terdiri
atas:
a. subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness) perikanan, yakni
kegiatan yang menghasilkan sarana produksi bagi usaha
penangkapan dan budidaya ikan seperti usaha mesin dan peralatan
tangkap dan budidaya;
b. subsistem usaha penangkapan dan budidaya (on-farm
agribusiness), seperti usaha penangkapan ikan, budidaya udang,
rumput laut, dan ikan laut, serta budidaya ikan air tawar;
c. subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) perikanan,
yakni industri yang mengolah hasil perikanan beserta
perdagangannya; dan
d. subsistem jasa penunjang (supporting agribusiness) yakni kegiatan-
kegiatan yang menyediakan jasa, seperti perkreditan, asuransi,
transportasi, pendidikan dan penyuluhan perikanan, penelitian dan
pengembangan serta kebijakan pemerintah daerah.
Keempat subsistem tersebut harus dikembangkan secara simultan dan
harmonis.

Ayat (5)
Cukup jelas

Ayat (6)
Cukup Jelas

Ayat (7)
Cukup jelas

Ayat (8)
Cukup jelas

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Sistem jaringan jalan nasional berdasarkan Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor : 630/KPTS/M/2009 tentang penetapan ruas-
ruas jalan dalam jaringan jalan primer menurut fungsinya sebagai jalan
arteri dan jalan kolektor 1 serta Keputusan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor : 631/KPTS/M/2009 tentang penetapan ruas-ruas jalan menurut
statusnya sebagai jalan nasional.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Ayat (9)
Cukup jelas.

Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Pengembangan jaringan jalur kereta api umum merupakan bagian dari
pengembangan Kementrian Perhubungan dalam pengembangan sistem
perkeretaapian nasional.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Untuk mendukung fasilitas telepon jaringan kabel diprioritaskan
menjangkau ibukota Kecamatan sebagai sarana komunikasi
kepemerintahan dan penggunaan Sambungan Saluran Telepon (SST)
perumahan.

Ayat (3)
Pengembangan sistem jaringan nirkabel untuk telepon seluler berupa
pembangunan menara telekomunikasi bersama salah satunya dengan
menempatkan tower/menara secara sinergis dan dengan lokasi yang
ditetapkan melalui koordinasi instansi terkait.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Penetapan wilayah sungai berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor : 11 A/PRT/M/2006 tentang kriteria dan penetapan
wilayah sungai.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Kriteria pemanfaatan air baku untuk air bersih secara umum adalah:
a. Pemanfaatan sumber air untuk kebutuhan air minum wajib
memperhatikan kelestarian lingkungan;
b. Pembangunan instalasi pengolahan air minum tidak diizinkan
dibangun langsung pada sumber air baku;
c. Pembangunan dan pemasangan jaringan primer, sekunder dan
sambungan rumah (SR) yang memanfaatkan bahu jalan wajib
dilengkapi izin galian yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang;
d. Pembangunan dan pemasangan jaringan primer, sekunder dan
sambungan rumah (SR) yang melintasi tanah milik perorangan
wajib dilengkapi pernyataan tidak keberatan dari pemilik tanah;
e. Pembangunan fasilitas pendukung pengolahan air minum yang
diizinkan meliputi kantor pengelolaan, bak penampungan atau
reservoar, tower air, bak pengolahan air dan bangunan untuk
sumber energi listrik dengan:
1. Koefesien Dasar Bangunan (KDB) Setinggi-Tingginya 30%;
2. Koefesien Lantai Bangunan (KLB) Setinggi-Tingginya 60%;
f. Sempadan Bangunan Sekurang-Kurangnya Sama Dengan Lebar
Jalan Atau Sesuai Dengan Surat Keputusan Gubernur dan atau
Surat Keputusan Bupati Pada Jalur-Jalur Jalan Tertentu.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Ayat (9)
Cukup jelas.

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Sistem sanitary landfill adalah suatu proses menebarkan sampah pada
lahan TPA secara merata kemudian memadatkan sampah tersebut, dan
menutupnya dengan tanah atau diurug yang dilakukan setiap hari.

Huruf e
Konsep pengelolaan sampah pengurangan (reduce), penggunaan
kembali (reuse) dan pendaurulangan (recycle) atau 3R dikembangkan
atas dasar hirarki sebagai berikut:
1. pengurangan (reduce) adalah konsep yang bertujuan untuk
mengurangi volume sampah sebelum dan sesudah diproduksi
dengan cara pencegahan produksi kemasan yang berlebihan atau
dengan meningkatkan teknik pengisian ulang (refill).
2. penggunaan kembali (reuse), prinsipnya adalah mendaur ulang
sampah melalui proses fisik, kimiawi, dan biologi. Misalnya,
pecahan gelas atau sampah yang berasal dari bahan kaca diproses
kembali menjadi, gelas atau piring dll; atau pecahan plastik
diproses menjadi ember, gayung dll.
3. pendaurulangan (recycle), prinsipnya memakai kembali sampah
secara langsung tanpa proses mengolahnya terlebih dahulu,
misalnya tong sampah menjadi pot kembang, dan botol plastik
menjadi tempat bumbu, dll.

Ayat (3)
Huruf b
Sistem tangki septik individu dapat dibuat tangki septik pada tiap-tiap
rumah. Penerapan bentuk ini terutama ditujukan bagi kawasan
perumahan yang kepadatan penduduknya rendah.
Sistem tangki septik komunal merupakan satu tangki septik digunakan
bersama oleh beberapa keluarga atau rumah (15-20 rumah) secara
kolektif yang disalurkan melalui saluran tertutup dari setiap rumah ke
tangki septik. Penggunaan sistem ini digunakan pada kawasan-kawasan
perkotaan dan kawasan permukiman lain yang cukup padat.

Huruf c
Proses pembuangan limbah Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)
diarahkan dengan menggunakan sistem tangki septik dengan resapan
atau filter dan sebagian dengan tangki septik tanpa resapan dilanjutkan
dengan proses pengolahan langsung ke dalam Instalasi Pengolahan
Lumpur Tinja (IPLT).

Huruf d
Penggunaan IPAL mengacu pada ketentuan yang berlaku.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya ditetapkan berdasarkan faktor
pembatas:
a. memiliki jenis fisik batuan dan struktur tanah dengan kemampuan
meluluskan air dengan jumlah yang berarti;
b. memiliki lapisan penutup tanah berupa pasir sampai lanau;
c. memiliki hubungan hidrogeologis yang menerus dengan kawasan
lepasan;
d. memiliki muka air tanah tidak tertekan yang letaknya lebih tinggi
daripada muka air tanah yang tertekan; dan
e. memiliki bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan.

Ayat (2)
Luas kawasan hutan lindung mengacu kepada penunjukkan kawasan
hutan, atau penataan batas kawasan hutan, dan/atau penetapan
kawasan hutan.

Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Luas kawasan cagar alam mengacu kepada penunjukkan kawasan
hutan, atau penataan batas kawasan hutan, dan/atau penetapan
kawasan hutan.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Luas kawasan taman hutan raya mengacu kepada penunjukkan
kawasan hutan, atau penataan batas kawasan hutan, dan/atau
penetapan kawasan hutan.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Luas kawasan hutan produksi terbatas mengacu kepada penunjukkan
kawasan hutan, atau penataan batas kawasan hutan, dan/atau
penetapan kawasan hutan.

Ayat (3)
Luas kawasan hutan produksi mengacu kepada penunjukkan kawasan
hutan, atau penataan batas kawasan hutan, dan/atau penetapan
kawasan hutan.

Ayat (4)
Luas kawasan hutan produksi konversi mengacu kepada penunjukkan
kawasan hutan, atau penataan batas kawasan hutan, dan/atau
penetapan kawasan hutan.
Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Penetapan Kawasan Perkotaan Tanah Grogot bertujuan mewujudkan
kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung penetapan
Kota Tanah Grogot sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) sekaligus
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi wilayah kabupaten.

Huruf b
Penetapan Kawasan Perkotaan Long Kali bertujuan mewujudkan
kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung penetapan
perkotaan Long Kali sebagai Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKL).

Huruf c
Penetapan Kawasan Perkotaan Long Ikis bertujuan mewujudkan
kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung penetapan
perkotaan Long Ikis sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

Huruf d
Penetapan Kawasan Perkotaan Kuaro bertujuan mewujudkan kebijakan
dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung penetapan perkotaan
Kuaro sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
Huruf e
Penetapan Kawasan Perkotaan Batu Sopang bertujuan mewujudkan
kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung penetapan
perkotaan Batu Sopang sebagai Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKL).

Huruf f
Penetapan Kawasan Perkotaan Muara Komam bertujuan mewujudkan
kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung penetapan
perkotaan Muara Komam sebagai Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKL).

Huruf g
Penetapan Kawasan Perkotaan Muara Samu bertujuan mewujudkan
kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung kebijakan
penetapan beberapa perkotaan kecil sebagai pusat pelayanan kawasan
(PPK).

Huruf h
Penetapan Kawasan Perkotaan Pasir Belengkong bertujuan
mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung
kebijakan penetapan beberapa perkotaan kecil sebagai pusat pelayanan
kawasan (PPK).

Huruf i
Penetapan Kawasan Perkotaan Batu Engau bertujuan mewujudkan
kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung kebijakan
penetapan beberapa perkotaan kecil sebagai pusat pelayanan kawasan
(PPK).

Huruf j
Penetapan Kawasan Perkotaan Tanjung Harapan bertujuan
mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu mendukung
kebijakan penetapan beberapa perkotaan kecil sebagai pusat pelayanan
kawasan (PPK).

Huruf k
Penetapan Kawasan Cepat Tumbuh Kuaro - Tanah Grogot bertujuan
mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, yaitu dengan
mengembangkan keterkaitan dan interaksi sistem-sistem pusat
kegiatan agar dapat mempercepat koridor ini menjadi kawasan cepat
tumbuh.

Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Penetapan Kawasan Kesultanan Sadurengas bertujuan untuk
melestarikan nilai-nilai sejarah dan kebudayaan daerah.

Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Penetapan Kawasan Konservasi Hutan Lindung Gunung Lumut
bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang terutama
mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem,
melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan
meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, dan melestarikan keunikan
bentang alam.

Huruf b
Penetapan Kawasan Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Kandilo
bertujuan mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang,
terutama kebijakan pemantapan kelestarian kawasan lindung dalam
bentuk pemeliharaan dan perwujudan kelestarian DAS Kandilo.

Huruf c
Penetapan Kawasan Konservasi Tahura Lati Petangis bertujuan
mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, terutama
kebijakan pemantapan kelestarian kawasan lindung dalam bentuk
pemeliharaan dan perwujudan kelestarian Tahura Lati Petangis.

Huruf d
Penetapan Kawasan Teluk Adang bertujuan mewujudkan kebijakan dan
strategi penataan ruang, terutama mengatur pemanfaatan ruang
kawasan Teluk Adang yang memiliki memiliki fungsi lindung dan
budidaya agar kedua fungsi tersebut dapat berjalan selaras dan tidak
saling mengganggu.

Huruf e
Penetapan Kawasan Pesisir dan Laut Kepulauan Balabagan bertujuan
mewujudkan kebijakan dan strategi penataan ruang, terutama
mengatur pemanfaatan potensi laut bagi kepentingan pembangunan
dan kesejahteraan masyarakat.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Cukup jelas.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.

Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf c
Yang dimaksud secara ekspansif dibatasi adalah tidak diperbolehkan
melakukan pengembangan kegiatan permukiman dan budidaya
melebihi deliniasi batas kegiatan lain pada kawasan hutan lindung yang
tercantum dalam Lampiran IV Peta Rencana Pola Ruang Wilayah
Kabupaten Paser.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 57
Cukup jelas.

Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Huruf f
Yang dimaksud secara ekspansif dibatasi adalah tidak diperbolehkan
melakukan pengembangan kegiatan permukiman dan budidaya
melebihi deliniasi batas kegiatan lain pada kawasan cagar alam yang
tercantum dalam Lampiran IV Peta Rencana Pola Ruang Wilayah
Kabupaten Paser.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 59
Cukup jelas.

Pasal 60
Cukup jelas.

Pasal 61
Cukup jelas.

Pasal 62
Cukup jelas.

Pasal 63
Yang dimaksud secara ekspansif dibatasi adalah tidak diperbolehkan
melakukan pengembangan kegiatan permukiman dan budidaya melebihi
deliniasi batas kegiatan lain pada kawasan peruntukkan hutan produksi yang
tercantum dalam Lampiran IV Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten
Paser.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66
Cukup jelas.

Pasal 67
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

Pasal 69
Cukup jelas.

Pasal 70
Cukup jelas.

Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Izin prinsip merupakan persetujuan pendahuluan yang diberikan
kepada orang atau badan hukum untuk menanamkan modal atau
mengembangkan kegiatan atau pembangunan di wilayah Kabupaten
yang sesuai dengan arahan kebijakan dan alokasi penataan ruang
wilayah.
Izin prinsip digunakan sebagai kelengkapan persyaratan teknis
permohonan izin lainnya, yaitu izin lokasi, izin penggunaan
pemanfaatan tanah, izin mendirikan bangunan, dan izin lainnya.

Huruf b
Izin lokasi merupakan izin yang diberikan kepada orang atau badan
hukum
untuk memperoleh tanah/pemindahan hak atas tanah/menggunakan
tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal.

Huruf c
Izin penggunaan pemanfaatan tanah merupakan izin yang diberikan
kepada pengusaha untuk kegiatan pemanfaatan ruang dengan kriteria
batasan luasan tanah lebih dari 5.000 (lima ribu) meter per segi.

Huruf d
Izin mendirikan bangunan merupakan izin yang diberikan kepada
pemilik bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas,
mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan
administratif dan persyaratan teknis.

Huruf e
Izin lain berdasarkan peraturan perundang-undangan merupakan izin
yang diberikan pemerintah kepada pemohon izin berdasarkan undang-
undang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan
yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Ayat (9)
Cukup jelas.

Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.

Pasal 73
Cukup jelas.

Pasal 74
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Pengenaan retribusi daerah untuk penyesuaian pemanfaatan ruang
dilakukan sebesar luas tanah dikalikan harga tanah sesuai NJOP
dikalikan indeks (N). Indeks (N) ditentukan berdasarkan peruntukan
lama dan peruntukan baru serta kesesuaian/ketidaksesuaian dengan
rencana dan tingkat gangguan yang ditimbulkan. Semakin tinggi
tingkat perubahan pemanfaatan lahan, semakin tinggi nilai indeks yang
dikenakan. Retribusi ini dapat dikenakan secara progresif, dengan
tujuan mengembalikan pemanfatan ruang sesuai dengan arahan fungsi
utama yang telah ditetapkan;

Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 75
Cukup jelas.

Pasal 76
Cukup jelas.

Pasal 77
Cukup jelas.

Pasal 78
Cukup jelas.

Pasal 79
Cukup jelas.

Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.

Pasal 82
Cukup jelas.

Pasal 83
Cukup jelas.

Pasal 84
Cukup jelas.

Pasal 85
Cukup jelas.

Pasal 86
Cukup jelas.

Pasal 87
Cukup jelas.

Pasal 88
Cukup jelas.

Pasal 89
Cukup jelas.

Pasal 90
Cukup jelas.

Pasal 91
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud bersifat terbuka dan multipihak adalah keanggotaan
BKPRD dapat terdiri dari beragam unsur, baik dari unsur pemerintah
maupun non pemerintah.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 92
Cukup jelas.

Pasal 93
Cukup jelas.

Pasal 94
Cukup jelas.

Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.

Pasal 97
Cukup jelas.

Pasal 98
Cukup jelas.

Pasal 99
Cukup jelas.

Pasal 100
Cukup jelas.

Pasal 101
Cukup jelas.

Pasal 102
Cukup jelas.

Pasal 103
Cukup jelas.

Pasal 104
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASER TAHUN 2015 NOMOR 43.


DAFTAR LAMPIRAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER


NOMOR 9 TAHUN 2015
TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASER
TAHUN 2015 - 2035

Lampiran I Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Paser


Lampiran II Daftar Jalan Kewenangan Kabupaten Paser
Lampiran III Daerah Irigasi (D.I.) Kewenangan Pemerintah Kabupaten
Lampiran IV Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Paser
Lampiran V Peta Kawasan Rawan Bencana Alam Kabupaten Paser
Lampiran VI Kawasan Peruntukkan Pariwisata di Kabupaten Paser
Lampiran VII Peta Kawasan Strategis Kabupaten Paser
Lampiran VIII Matriks Indikasi Program Utama Kabupaten Paser
LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER
NOMOR 9 TAHUN 2015
TANGGAL 29 OKTOBER 2015

PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN PASER

NASKAH AKADEMIK

RENCANA TATA RUANG WILAYAH


KABUPATEN PASER TAHUN 2014-2033

No Nama Jabatan Paraf


Pj. BUPATI PASER,
1. Kusnedi Kasubbag Prokumda
2. H. Andi Azis Kabag Hukum
3. Heriansyah Idris Asisten Tata Pemerintahan
IBRAHIM
4. Helmy Lathyf Sekretaris Daerah
LAMPIRAN II : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER
NOMOR 9 TAHUN 2015
TANGGAL 29 OKTOBER 2015

DAFTAR JALAN KEWENANGAN KABUPATEN

No. No Ruas Nama Ruas Panjang (Km)


1. K-01-01 Jl. Jend. Sudirman - Tanah Grogot 0.608
2. K-01-02 Jl. Basuki Rahmat - Tanah Grogot 0.152
3. K-01-03 Jl. Sanusi - Tanah Grogot 0.300
4. K-01-04 Jl. Mulawarman - Tanah Grogot 0.200
5. K-01-05 Jl. R. Suprapto - Tanah Grogot 0.203
6. K-01-06 Jl. M. Yamin (Pasar Pagi) - Tanah Grogot 0.140
7. K-01-07 Jl. KS. Tubun - Tanah Grogot 0.150
8. K-01-08 Jl. A. Yani - Tanah Grogot 1.166
9. K-01-09 Jl. P. Hidayat - Tanah Grogot 0.100
10. K-01-10 Jl. Wahab Sahrani - Tanah Grogot 0.350
11. K-01-11 Jl. Kehutanan - Tanah Grogot 0.140
12. K-01-12 Jl. Panglima Menteri - Tanah Grogot 0.913
13. K-01-13 Jl. RA. Kartini - Tanah Grogot 1.419
14. K-01-14 Jl. Dr. Cipto M - Tanah Grogot 0.709
15. K-01-15 Jl. ST. IBH Khaliludin - Tanah Grogot 0.963
16. K-01-16 Jl. KHA. Dahlan - Tanah Grogot 0.406
17. K-01-17 Jl.P. Antasari - Tanah Grogot 0.254
18. K-01-18 Jl. Cut Nyadien - Tanah Grogot 0.101
19. K-01-19 Jl. Imam Bonjol - Tanah Grogot 0.101
20. K-01-20 Jl. Yos Sudarso -Tanah Grogot 0.963
21. K-01-21 Jl. Perwira - Tanah Grogot 0.200
22. K-01-22 Jl. St. Abdurahman (Jl. Dolog) - Tanah Grogot 0.440
23. K-01-23 Jl. Piere Tandean - Tanah Grogot 0.862
24. K-01-24 Jl. Batuah - Tanah Grogot 1.000
25. K-01-25 Jl. DI. Panjaitan - Tanah Grogot 5.700
26. K-01-26 Jl. Abden Oko - Tanah Grogot 0.430
27. K-01-27 Jl. Kesatria - Tanah Grogot 0.203
28. K-01-28 Jl. Sltn. Agung/AH.Nasution - Tanah Grogot 0.406
29. K-01-29 Jl. Yos Sudarso - R. Panjang - Lomonuntu 8.799
30. K-01-30 Jl. Senaken - R. Panjang 3.165
31. K-01-31 Jl. Wanasebaya - Tanah Grogot 0.100
32. K-01-32 Jl. Diponogoro - Tanah Grogot 0.150
33. K-01-33 Jl. Modang - Tanah Grogot 0.900
34. K-01-34 Jl. Bayangkara - Tanah Grogot 0.260
35. K-01-35 Jl. Panglima Sentik - Tanah Grogot 0.253
36. K-01-36 Jl. P. Panji - Tanah Grogot 0.152
37. K-01-37 Jl. P. Samudera - Tanah Grogot 0.101
38. K-01-38 Jl. Anden Gendang - Tanah Grogot 0.152
39. K-01-39 Jl. RE. Martadinata - Tanah Grogot 0.254
40. K-01-40 Jl. Kandilo Bahari - Tanah Grogot 0.659
41. K-01-41 Jl. Cokroaminoto - Tanah Grogot 1.220
42. K-01-42 Jl. St. Hasanudin - Tanah Grogot 0.862
43. K-01-43 Jl. Iskandar Muda (Jl. Padat Karya) - Tanah Grogot 0.709
44. K-01-44 Jl. KH. Dewantara - Tanah Grogot 0.410
45. K-01-45 Jl. Agus Salim - Tanah Grogot 0.350
46. K-01-46 Jl. Lambungmangkurat - Tanah Grogot 0.350
47. K-01-47 Jl. P. Singamaulana - Tanah Grogot 0.490
48. K-01-48 Jl. Gajah Mada - Tanah Grogot 0.500
No. No Ruas Nama Ruas Panjang (Km)
49. K-01-49 Jl. Jone - Tapis 1.019
50. K-01-50 Jl. Tembusan Terminal Tepian Batang 3.112
51. K-01-51 Jl. Masuk TPA 1.073
52. K-01-52 Jl. Tepian Batang - Sempulang/K. Lolo 4.000
53. K-01-53 Jl. Sempulang I - Sempulang II 1.234
54. K-01-54 Jl. Simpang Sempulang - Sempulang I 2.575
55. K-01-55 Jl. Padang Pangrapat - Muara Pasir 28.971
56. K-01-56 Jl. Muara Paser - Air Mati 6.000
57. K-01-57 Jl. Pebancengan - Pepara - Sei. Tuak 8.772
58. K-01-58 Jl. Pepara - Rantau Panjang Seberang 6.120
59. K-01-59 Jl. Simp. Salo Batu - Parepat 4.600
60. K-01-60 Jl. Simp. Perepat - Sei. Langir 5.510
61. K-02.01 Jl. Pasir Belengkong IKK - P. Belengkong 4.274
62. K-02.02 Jl. Pasir Belengkong - Pabencengan 3.927
63. K-02.03 Jl. Pasir Belengkong - Blebek/Suliliran - Suliliran Baru 7.395
64. K-02.04 Jl. Simpang Baru - laburan - Lori 30.481
65. K-02.05 Jl. Simp. Laburan - salo Batu 15.417
66. K-02.06 Jl. Simp. Batu - Seniung Jaya 3.842
67. K-02.07 Jl. Suatang Bulu - Bekoso 4.100
68. K-02.08 Jl. Long Pinag - Bekoso 6.120
69. K-02.09 Jl. Simp Sangkuriman - PDAM 0.612
70. K-03.01 Jl. Lolo - PIR Kuaro 10.028
71. K-03.02 Jl. Keluang Lolo - Persawahan 4.033
72. K-03.03 Jl. Kuaro IKK - Kuaro 2.000
73. K-03.04 Jl. Jangkar - Kuaro 1.809
74. K-03.05 Jl. Kuaro - Rangan Barat I/Padang Jaya - Kertabumi 17.894
- Rangan Barat II
75. K-03.06 Jl. Rangan Barat I/Padang Jaya - Air Terjun 1.516
76. K-03.07 Jl. Rangan - Rangan Timur 3.030
77. K-03.08 Jl. Pekesau - PIR Pakesau 1.718
78. K-03.09 Jl. Modang - Pasir Mayang 14.000
79. K-03.10 Jl. Pakesau - Kartabumi 8.290
80. K-03.11 Jl. Sandeley - Pabrik Sawit 2.283
81. K-04.01 Jl. Simpang Pait - Tajur 7.886
82. K-04.02 Jl. Atang Pait - Tajur 4.651
83. K-04.03 Jl. Tilung - Pasar Pait 0.708
84. K-04.04 Jl. Pasar Pait - Pangeran Singa 1.365
85. K-04.05 Jl. Poros Pait - PIR Pait III/Sekurau Jaya 3.286
86. K-04.06 Jl. Long Ikis - PIR Krayan 22.444
87. K-04.07 Jl. Krayan IIIA (Bukit Sekola) - Teluk Waru 7.380
88. K-04.08 Jl. Teluk Waru - Muara Adang 4.347
89. K-04.09 Jl. Long Ikis - Kayungo Sari 7.785
90. K-04.10 Jl. Long Ikis IKK - Long Ikis 4.000
91. K-04.11 Jl. Kayungo IA - Kertabakti 17.035
92. K-05-01 Jl.Putang - Mendik 16.883
93. K-05-02 Jl. Long Kali - R. Belimbing - Dekoi Sebakung 20.300
94. K-05-03 Jl. Long Kali - IKK - Long Kali 3.296
95. K-05-04 Jl. Long Kali - Seburung - Sebakung IV 18.353
96. K-05-05 Jl. Petiku 5.019
97. K-05-06 Jl. Sarang Alang -- Muara Telake 6.997
98. K-05-07 Jl. Gn. Putar - Bente Tualan - Mendik I 12.269
99. K-05-08 Jl. Belimbing - Mendik-Munggu-Ma.Pias-Ma. Toyu 17.000
100. K-05-09 Jl. Long Kali Mendik-Munggu-Ma.Pias-Ma. Toyu 32.195
101. K-06.01 Jl. Simp. Sei Terik - Batu Kajang 3.300
102. K-06.02 Jl. Batu Kajang IKK - Batu Sopang 6.278
103. K-06.03 Jl. Batu Kajang - Legai 7.047
No. No Ruas Nama Ruas Panjang (Km)
104. K-06.04 Jl. Batu Kajang - Kasungai 3.042
105. K-07.01 Jl. Batu Butok - Uko 7.047
106. K-07.02 Jl. Muara Komam IKK - Muara Komam 2.535
107. K-07.03 Jl. Muara Komam - Ma. Kuaro - Ma. Payang 24.843
108. K-07.04 Jl. Muara Payang - Long Sayo 4.310
109. K-07.05 Jl. Muara Payang - Lusan 13.100
110. K-07.06 Jl. Muara Komam - Binangon 9.126
111. K-07.07 Jl. Muara Kate - Lusan 18.100
112. K-08.01 Jl. IKK Muara Samu 2.142
113. K-09.01 Jl. Kerang IKK - Kerang 3.825
114. K-09.02 Jl. Petangis - Langgai Bai 24.800
Jumlah Total 595.348

No Nama Jabatan Paraf


Pj. BUPATI PASER,
1. Kusnedi Kasubbag Prokumda
2. Andi Azis Kabag Hukum
3. Heriansyah Idris Asisten Tata Pemerintahan
4. Helmy Lathyf Sekretaris Daerah IBRAHIM
LAMPIRAN III : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER
NOMOR 9 TAHUN 2015
TANGGAL 29 OKTOBER 2015

DAERAH IRIGASI (D.I.) KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PASER

No. Daerah Irigasi Luas (Hektar)


1. D.I. Bekoso 410
2. D.I. Bente Tualan 600
3. D.I. Damit 850
4. D.I. Janju 100
5. D.I. Mendik 350
6. D.I. Muara Pias 120
7. D.I. Munggu 500
8. D.I. Panemban 375
9. D.I. Sangkuriman 167
10. D.I. Sempulang 650
11. D.I. Suliliran Baru 300
12. D.I. Tanah Periuk 250
13. D.I. Suatang Keteban 800
14. D.I. Pabencengan 250
15. D.I. Pepara 450
16. D.I. Tepian Batang 150
17. D.I. Pulau Mengkudu 450
18. D.I. Tajur 900
19. D.I. Olong Pinang 150
20. D.I. Mendik Karya 250
21. D.I. Belengkor 500
22. D.I. Selibah-Pulau Angkang 625
23. D.I. Padang Jaya 80
24. D.I. Suliliran 525
25. D.I. Seburung 250

No Nama Jabatan Paraf


Pj. BUPATI PASER,
1. Kusnedi Kasubbag Prokumda
2. Andi Azis Kabag Hukum
3. Heriansyah Idris Asisten Tata Pemerintahan
IBRAHIM
4. Helmy Lathyf Sekretaris Daerah
LAMPIRAN IV : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER
NOMOR ... TAHUN 2015
TANGGAL ... TAHUN 2015

PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASER

NASKAH AKADEMIK

RENCANA TATA RUANG WILAYAH


KABUPATEN PASER TAHUN 2014-2033

No Nama Jabatan Paraf


Pj. BUPATI PASER,
1. Kusnedi Kasubbag Prokumda
2. Andi Azis Kabag Hukum
3. Heriansyah Idris Asisten Tata Pemerintahan
4. Helmy Lathyf Sekretaris Daerah IBRAHIM
LAMPIRAN V : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER
NOMOR 9 TAHUN 2015
TANGGAL 29 OKTOBER 2015

PETA RENCANA KAWASAN RAWAN BENCANA ALAM DI KABUPATEN PASER

NASKAH AKADEMIK

RENCANA TATA RUANG WILAYAH


KABUPATEN PASER TAHUN 2014-2033

No Nama Jabatan Paraf Pj. BUPATI PASER,


1. Kusnedi Kasubbag Prokumda
2. Andi Azis Kabag Hukum
3. Heriansyah Idris Asisten Tata Pemerintahan
IBRAHIM
4. Helmy Lathyf Sekretaris Daerah
LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER
NOMOR 9 TAHUN 2015
TANGGAL 29 OKTOBER 2015

KAWASAN PERUNTUKAN PARIWISATA DI WILAYAH KABUPATEN PASER

No. Kecamatan Obyek Wisata Jenis Wisata


1. Long Kali Telaga Air Panas Alam
Goa Jurong Alam
Perkampungan Nelayan (Desa Teluk Waru, Budaya
Muara Adang, Muara Telake)
2. Long Ikis Goa Tengkorak (Desa Jemparing) Budaya
Air Terjun Tiwei (Desa Tiwei) Alam
Gunung Nuwe (Desa Long Gelang) Alam
Sumber Air Mineral (Desa Long Gelang) Alam
Pengolahan Minyak Kelapa Sawit (Desa Buatan
Semuntai)
Perkebunan Kelapa Sawit Buatan
3. Kuaro Air Terjun Batu Badinding (Ds Rangan Barat I) Alam
Perkampungan Nelayan (Desa Pasir Mayang) Budaya
Air Terjun Doyam Seriam (Desa Modang) Alam
Pelabuhan Laut Pondong (Desa Pondong) Buatan
4. Pasir Belengkong Museum Sadurengas Budaya
Makam Keluarga Raja-raja Paser Budaya
Pabrik Minyak Sawit (Desa Long Pinang) Buatan
Air Terjun Doyam Turu (Desa Lempesu) Alam
Liang Batulis (Desa Lempesu) Alam
Perkebunan Kelapa Sawit Buatan
5. Muara Komam Goa Lusan Batu Butok Alam
Air Terjun Batu Keramat (Desa Uko) Alam
Goa Sudan (Desa Uko) Alam
Liang Riut (Desa Binagon) Alam
Riam Ingko (Desa Prayon) Alam
Goa / Liang Mangkulangit (Desa Muara Kuaro) Alam
Gunung Halat Alam
Air Terjun Tangki (Desa Muara Komam) Alam
Goa Tangki (Desa Muara Komam) Alam
Goa Funtur (Desa Swanslutung) Alam
Dinding Batu Tulis (Desa Prayon) Budaya
Pegunungan Karts Alam
6. Batu Sopang Air Terjun Gunung Rambutan Alam
Desa Sungai Terik Budaya
Goa Tengkorak (Desa Kasungai) Budaya
Goa Loyang (Desa Kasungai) Alam
Gunung Lumut Alam
7. Tanah Grogot Pendopo Kabupaten Buatan
Agro Wisata Trubus Sari (Desa Padang Buatan
Pengrapat)
Perkampungan Nelayan (Desa Janju) Budaya
8. Batu Engau Taman Hutan Raya Lati Petangis Alam
Arkeologi Geologi Alam
No. Kecamatan Obyek Wisata Jenis Wisata
9. Tanjung Harapan Pulau Kapal Alam
Pulau Burung Alam
Pulau Salingsingan Alam
HTI Alam
Pantai Tanjung Harapan Alam
Sungai dan Mangrove Alam

No Nama Jabatan Paraf Pj. BUPATI PASER,


1. Kusnedi Kasubbag Prokumda
2. Andi Azis Kabag Hukum
3. Heriansyah Idris Asisten Tata Pemerintahan
IBRAHIM
4. Helmy Lathyf Sekretaris Daerah
LAMPIRAN VII : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER
NOMOR 9 TAHUN 2015
TANGGAL 29 OKTOBER 2015

PETA KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN PASER

NASKAH AKADEMIK

RENCANA TATA RUANG WILAYAH


KABUPATEN PASER TAHUN 2014-2033

No Nama Jabatan Paraf


Pj. BUPATI PASER,
1. Kusnedi Kasubbag Prokumda
2. Andi Azis Kabag Hukum
3. Heriansyah Idris Asisten Tata Pemerintahan
IBRAHIM
4. Helmy Lathyf Sekretaris Daerah
LAMPIRAN VIII : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER
NOMOR 9 TAHUN 2015
TANGGAL 29 OKTOBER 2015

MATRIKS INDIKASI PROGRAM UTAMA KABUPATEN PASER

WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
A. Program Utama
1. Sosialisasi peraturan tata ruang Kabupaten Paser APBD Kabupaten Bappeda, DBMPTR
2. Sosialisasi dan diseminasi tata ruang Kabupaten Paser APBD Kabupaten Bappeda, DBMPTR
3. Penyusunan Peraturan Bupati Insentif dan Disinsentif Kabupaten Paser APBD Kabupaten Bappeda, DBMPTR
4. Pengawasan dan pengendalian tata ruang Kabupaten Paser APBD Kabupaten Bappeda, DBMPTR
5. Evaluasi dan Review RTRW Kabupaten Kabupaten Paser APBD Kabupaten Bappeda, DBMPTR
B. Perwujudan Struktur Ruang
1. Perwujudan Sistem Pusat Pelayanan
Sistem Perkotaan:
1.1 Perwujudan PKW Perkotaan Tana Paser APBN, APBD Prov, APBD Kemen PU, Din PU Prov, Setda
Kab, Swasta Kab, Bappeda Kab, DBMPTR
Kab, DCKKP Kab, BLH Kab,
Swasta
a. Penyusunan rencana rinci tata ruang
b. Penyusunan peraturan zonasi
c. Peningkatan dan pengembangan sarana
prasarana penunjang fungsi PKW
1.2 Perwujudan PKL  Perkotaan Long Kali APBD Prov, APBD Kab, Kemen PU, Din PU Prov,
 Perkotaan Long Ikis Swasta Bappeda Prov, Setda Kab,
 Perkotaan Kuaro Bappeda Kab, DBMPTR Kab,
 Perkotaan Muara Komam DCKKP Kab, BLH Kab, Swasta
 Perkotaan Batu Kajang
a. Penyusunan rencana rinci tata ruang
b. Penyusunan peraturan zonasi
c. Peningkatan dan pengembangan sarana
prasarana penunjang fungsi PKL
1.3 Perwujudan PPK  Perkotaan Pasir Belengkong APBD Kab, Swasta Setda, Bappeda, DBMPTR,
 Perkotaan Kerang DCKKP, BLH, Swasta
 Perkotaan Muser
WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
 Perkotaan Tanjung Aru
a. Penyusunan rencana rinci tata ruang
b. Penyusunan peraturan zonasi
c. Peningkatan dan pengembangan sarana
prasarana penunjang fungsi PPK
Sistem Perdesaan:
2.1 Perwujudan PPL  Ds. Sebakung Taka (Kec. APBD Kab, Swasta Setda, Bappeda, DBMPTR,
Long Kali) DCKKP, BLH, Swasta
 Ds. Mendik (Kec. Long Kali)
 Ds. Bukit Seloka (Kec. Long
Ikis)
 Ds. Belimbing (Kec. Long
Ikis)
 Ds. Tiwei (Kec. Long Ikis)
 Ds. Rantau Atas (Kec.
MuaraSamu)
 Ds. Muara Payang (Kec.
Muara Komam)
 Ds. Muara Kuaro (Kec.
Muara Komam)
 Ds. Suliliran Baru (Kec.
Pasir Belengkong)
 Ds. Kersik Bura (Kec. Pasir
Belengkong)
 Ds. Olong Pinang (Kec.
Pasir Belengkong)
 Ds. Mengkudu (Kec. Batu
Engau)
 Ds. Lori (Kec. Tanjung
Harapan)
a. Penyusunan rencana rinci tata ruang
b. Penyusunan peraturan zonasi
c. Peningkatan dan pengembangan sarana
prasarana penunjang fungsi PPL
2.2 Perwujudan kawasan agropolitan Ds. Padang Pengrapat (Kec. APBD Prov, APBD Kab, Din PU Prov, Din Pertanian Prov,
Tanah Grogot) Swasta Setda Kab, Bappeda Kab,
DBMPTR Kab, DCKKP Kab,
Distanbun Kab, Din Kelautan &
Perikanan, Din Peternakan &
Keswan Kab, Din Perindustrian &
WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
Energi Kab, Disdagkop & UKM
Kab, Swasta
a. Penyusunan rencana rinci tata ruang
b. Pengembangan sentra agropolitan
c. Peningkatan sarana prasarana agropolitan
d. Pengembangan produk unggulan &
pengolahan hasil pertanian di kawasan
agropolitan
2.3 Perwujudan kawasan minapolitan  Ds. Pondong Baru (Kec. APBD Prov, APBD Kab, Din PU Prov, Dinas Kelautan &
Kuaro) Swasta Perikanan Prov, Setda Kab,
 Ds. Lori (Kec. Tanjung Bappeda Kab, DBMPTR Kab,
Harapan) DCKKP Kab, Din Kelautan &
 Ds. Tanjung Aru (Kec. Perikanan, Din Peternakan &
Tanjung Harapan) Keswan Kab, Din Perindustrian &
Energi Kab, Disdagkop & UKM
Kab, Swasta
a. Penyusunan rencana rinci tata ruang
b. Pengembangan sentra minapolitan
c. Peningkatan sarana prasarana minapolitan
d. Pengembangan produk unggulan dan
pengolahan hasil perikanan
2. Perwujudan Sistem Prasarana Wilayah
2.1 Perwujudan sistem jaringan transportasi darat
a. Penyusunan database/pendataan jalan Kabupaten Paser APBD Prov, APBD Kab, Din PU Prov, Bappeda Prov,
kewenangan kabupaten Swasta Bappeda Kab, Dishubkominfo
Kab, DBMPTR Kab, Swasta
b. Penyusunan rencana induk sistem Kabupaten Paser APBD Prov, APBD Kab, Din PU Prov, Bappeda Prov,
transportasi Swasta Bappeda Kab, Dishubkominfo
Kab, DBMPTR Kab, Swasta
c. Penyusunan RPJM jalan dan jembatan Kabupaten Paser APBD Prov, APBD Kab, Din PU Prov, Bappeda Prov,
Swasta Bappeda Kab, Dishubkominfo
Kab, DBMPTR Kab, Swasta
d. Pembangunan jalan bebas hambatan Batulicin - Tanah Grogot APBN, Swasta Kemen PU, Swasta
(Kuaro) - Penajam.
e. Pemeliharaan dan peningkatan jalan nasional Arteri primer (Nasional): APBN, Swasta Kemen PU, Swasta
(arteri primer/AP dan kolektor primer 1/KP-1)  Ruas jalan Batuaji - Kuaro
 Ruas jalan Kuaro - Kademan
WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
Kolektor primer 1 (Nasional): APBN, Swasta Kemen PU, Swasta
 Ruas jalan Kerang (batas
Provinsi Kalimantan
Selatan) - batas Kota Tanah
Grogot
 Ruas jalan Noto Sunardi
(Tanah Grogot)
 Ruas jalan batas Kota
Tanah Grogot - Lolo
 Ruas jalan Sudirman (Tanah
Grogot)
 Ruas jalan Kusuma Bangsa
(Tanah Grogot)
 Ruas jalan Lolo – Kuaro
f. Pemeliharaan dan peningkatan jalan provinsi Kolektor Primer 2 (Provinsi): APBD Prov, APBD Kab, Din PU Prov, DBMPTR Kab,
(kolektor primer 2/KP-2)  Ruas jalan Tanah Grogot - Swasta Swasta
Pondongbaru
 Ruas jalan Ulin - Terminal -
Damit
 Ruas jalan Keluang Lolo -
Bekoso - Sangkuriman -
Tanah Periuk
 Ruas jalan Bekoso Lempesu
 Ruas jalan Janju -
Jone/Pondong Baru
 Ruas jalan Janju - Tanah
Merah
 Ruas jalan Lolo - Muara Biu
- Legai
 Ruas jalan Simpang Pait -
Tiwei Belimbing Perkuin -
Batas Muara Teweh
Kabupaten Barito Utara
 Ruas jalan Biu Muser -
Rantau atas - Tanjung
Pinang
 Ruas jalan Kerang -
Tanjung Harapan
g. Peningkatan dan pemeliharaan jalan Semua ruas jalan lokal primer APBD Kab, Swasta DBMPTR Kab, Swasta
kabupaten (jalan lokal primer) di wilayah Kabupaten Paser
WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
h. Pengembangan angkutan umum meliputi: Kabupaten Paser APBD Prov, APBD Kab, Dishub Prov, Bappeda Kab,
1) Penyusunan studi kelayakan sistem Swasta Dishubkominfo Kab, Swasta
angkutan umum
2) Penyediaan pemberhentian untuk
angkutan umum
i. Pengembangan dan peningkatan terminal
penumpang
1) Terminal penumpang tipe A  Terminal Tepian Batang APBN, APBD Prov, APBD Kemenhub, Dishub Prov,
(Kec. Tanah Grogot) Kab, Swasta Dishubkominfo Kab, Swasta
 Terminal Kuaro (Kec.
Kuaro)
2) Terminal penumpang Tipe B Terminal Long Ikis ( Kec. Long APBD Prov, APBD Kab, Dishub Prov, Dishubkominfo
Ikis) Swasta Kab, Swasta
3) Terminal penumpang Tipe C  Terminal Tana Paser (Kec. APBD Prov, APBD Kab, Dishub Prov, Dishubkominfo
Tanah Grogot) Swasta Kab, Swasta
 Terminal Long Kali (Kec.
Long Kali)
 Terminal Simpang Pait (Kec.
Long Ikis)
 Terminal Muara Komam
(Kec. Muara Komam)
 Terminal Kerang (Kec. Batu
Engau)
j. Pengembangan pelabuhan sungai dan danau  Pelabuhan Tanah Grogot APBD Prov, APBD Kab, Dishub Prov, Dishubkominfo
(Kec.Tanah Grogot) Swasta Kab, Swasta
2.2 Perwujudan sistem jaringan transportasi
perkeretaapian
a. Pengembangan jalur rel kereta api nasional  Prov Kalsel - Kuaro - Long APBN, APBD Prov, APBD Kemenhub, Dishub Prov,
Kali - Penajam - Balikpapan Kab, Swasta Dishubkominfo Kab, Swasta
b. Pengamanan sempadan dan perlintasan - Sanga-sanga - Samarinda APBN, APBD Prov, APBD Kemenhub, Dishub Prov,
kereta api - Bontang - Sangatta - Kab, Swasta Dishubkominfo Kab, Swasta
Muara Wahau - Muara
Lesan - Tanjung Redeb -
Tanjung Batu - Tanah
Kuning - Tanjung Selor -
Kerang Agung - Sesayap -
Tidung Pale - Malinau -
Mensalong - Pembeliangan -
Salang - Simanggaris - Bts
Negara
WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
 Jalur Balikpapan - Tanah
Grogot - Tanjung
c. Pembangunan stasiun kereta api skala besar Kec. Tanah Grogot APBN, APBD Prov, APBD Kemenhub, Dishub Prov,
Kab, Swasta Dishubkominfo Kab, Swasta
d. Peningkatan prasarana dan sarana Kabupaten Paser APBN, APBD Prov, APBD Kemenhub, Dishub Prov,
perkeretaapian. Kab, Swasta Dishubkominfo Kab, Swasta
2.3 Perwujudan sistem jaringan transportasi laut
a. Penyusunan rencana induk pelabuhan Pelabuhan Pondong (Kec. APBN, APBD Prov, APBD Kemenhub, Dishub Prov,
Kuaro) Kab, Swasta Dishubkominfo Kab, Swasta
b. Peningkatan sarana prasarana angkutan laut Pelabuhan Pondong (Kec. APBN, APBD Prov, APBD Kemenhub, Dishub Prov,
Kuaro) Kab, Swasta Dishubkominfo Kab, Swasta
2.4 Perwujudan sistem jaringan transportasi udara
a. Pengembangan/peningkatan bandar udara Bandar Udara Paser sebagai APBN, APBD Prov, APBD Kemenhub, Dishub Prov,
bandar udara pengumpan di Kab, Swasta Dishubkominfo Kab, Swasta
b. Penyediaan fasilitas pokok dan fasilitas Desa Rantau Panjang - APBN, APBD Prov, APBD Kemenhub, Dishub Prov,
penunjang bandar udara Padang Pengrapat (Kec. Kab, Swasta Dishubkominfo Kab, Swasta
Tanah Grogot)
c. Penataan Kawasan Keselamatan Operasi APBN, APBD Prov, APBD Kemenhub, Dishub Prov,
Penerbangan (KKOP) Kab, Swasta Dishubkominfo Kab, Swasta
2.5 Perwujudan sistem jaringan prasarana energi
a. Peningkatan kualitas pelayanan jaringan Kabupaten Paser APBN, APBD Prov, APBD Kem ESDM, Distamben Prov,
distribusi listrik Kab, Swasta Disperintamb Kab, PLN, Swasta
b. Peningkatan dan pengembangan PLTD  PLTD Long Ikis (Kec. Long APBN, APBD Prov, APBD Kem ESDM, Distamben Prov,
Ikis) Kab, Swasta Disperintamb Kab, PLN, Swasta
 PLTD Kuaro (Kec. Kuaro)
 PLTD Tanah Grogot (Kec.
Tanah Grogot)
 PLTD Batu Engau (Kec.
Batu Engau)
 PLTD Batu Sopang (Kec.
Batu Sopang)
 PLTD Muara Komam (Kec.
Muara Komam)
 PLTD Muser (Kec. Muara
Samu)
 PLTD Tanjung Harapan
(Kec. Tanjung Harapan)
c. Peningkatan dan pengembangan PLTMH  Kec Long Kali (Ds Muara APBN, APBD Prov, APBD Kem ESDM, Distamben Prov,
Lambakan, Pinang Jatus, Kab, Swasta Disperintamb Kab, PLN, Swasta
Muara Toyu, Kepala Telake)
WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
 Kec. Long Ikis (Ds Tiwei)
 Kec. Muara Samu (Ds.
Muser, Suweto, Rantau
Atas, Tanjung Pinang)
 Kec Muara Komam (Ds.
Long Sayo, Lusan,
Swanslutung, Sekuan
Makmur/Trans Kate)
d. Peningkatan dan pengembangan PLTU PLTU Tanah Grogot APBN, APBD Prov, APBD Kem ESDM, Distamben Prov,
Kab, Swasta Disperintamb Kab, PLN, Swasta
e. Pembangunan jaringan transmisi tenaga Transmisi sistem Samarinda - APBN, APBD Prov, APBD Kem ESDM, Distamben Prov,
listrik sistem Balikpapan (inducing Kab, Swasta Disperintamb Kab, PLN, Swasta
power)
f. Pembangunan transmisi tegangan tinggi  Tansmisi Petung - Incomer APBN, APBD Prov, APBD Kem ESDM, Distamben Prov,
berkapasitas 150 KV (SUTET) 1 phi (Karjo - Kuaro) Kab, Swasta Disperintamb Kab, PLN, Swasta
 Karang Joang - Kuaro
 Kuaro - Perbatasan
 Teluk Balikpapan/Kariangau
- Incomer 2 phi (Karjo -
Kuaro).
2.6 Perwujudan sistem jaringan prasarana
telekomunikasi
a. Peningkatan kualitas pelayanan telepon Kabupaten Paser APBN, APBD Prov, APBD Diskominfo Prov dan
Kab, Swasta Dishubkominfo Kab, Telkom,
Swasta
b. Pengembangan jaringan mikro digital  Jalur Penajam - Tanah APBD Prov, APBD Kab, Diskominfo Prov dan
Grogot Swasta Dishubkominfo Kab, Telkom,
 Tanah Grogot - Batas Swasta
Provinsi Kalimantan Selatan
c. Peningkatan kapasitas pelayanan STO Tanah Grogot APBD Prov, APBD Kab, Diskominfo Prov dan
Swasta Dishubkominfo Kab, Telkom,
Swasta
d. Penataan penggunaan menara Kabupaten Paser APBN, APBD Prov, APBD Diskominfo Prov dan
telekomunikasi bersama Kab, Swasta Dishubkominfo Kab, Telkom,
Swasta
2.7 Perwujudan sistem jaringan prasarana
sumberdaya air
a. Penyediaan sistem air bersih perpipaan Kawasan perkotaan di APBN, APBD Prov, APBD Kem PU, Din PU Prov, DCKKP
Kabupaten Paser Kab, Swasta Kab, PDAM, Swasta
WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
b. Pemanfaatan air permukaan intake di Kawasan perdesaan dan APBN, APBD Prov, APBD Kem PU, Din PU Prov, DCKKP
sungai/mata air yang terdekat perkotaan di Kabupaten Paser Kab, Swasta Kab, PDAM, Swasta
c. Peningkatan pengelolaan WS dan DAS WS Kendilo sebagai WS Lintas APBN, APBD Prov, APBD Kem PU, Kemenhut, Din PU
Kabupaten meliputi : Kab, Swasta Prov, BPDAS, Bappeda Kab,
 DAS Telake Dishut Kab, BLH Kab, DBMPTR
 DAS Adang - Kuaro Kab, DCKKP Kab, Swasta
 DAS Kendilo
 DAS Kerang - Segendang
d. Penyusunan database/pendataan Daerah Kabupaten Paser APBD Kab, Swasta DBMPTR Kab, Swasta
Irigasi (DI)
e. Pembangunan dan perbaikan operasional Daerah Irigasi (DI) di Kab. APBD Prov, APBD Kab, Din PU Prov, DBMPTR Kab,
prasarana jaringan irigasi Paser Swasta Swasta
f. Pelestarian sumber mata air dan konservasi Kabupaten Paser APBN, APBD Prov, APBD Kem PU, Kemenhut, Din PU
daerah resapan air Kab, Swasta Prov, BPDAS, Bappeda Kab,
Dishut Kab, BLH Kab, DBMPTR
Kab, Swasta
2.8 Perwujudan sistem jaringan persampahan
a. Peningkatan dan pengembangan TPA dengan  TPA Janju (Kec. Tanah APBN, APBD Prov, APBD Kem PU, Din PU Prov, DCKKP
sistem sanitary landfill Grogot) Kab, Swasta Kab, BLH Kab, Swasta
 TPA Batu Sopang (Kec. Batu
Sopang)
 TPA Long Ikis (Kec. Long
Ikis)
b. Peningkatan dan pengembangan TPS Kabupaten Paser APBD Kab, Swasta DCKKP, BLH, Swasta
dan/atau TPST
c. Program pengelolaan sampah 3R berbasis Kabupaten Paser APBD Kab, Swasta DCKKP, BLH, Swasta
masyarakat
2.9 Perwujudan sistem pengelolaan limbah
a. Pengembangan pengelolaan limbah kawasan Kawasan perkotaan di APBD Kab, Swasta DCKKP, BLH, Swasta
perkotaan Kabupaten Paser
b. Pembangunan instalasi pengolahan limbah B3 Kabupaten Paser APBD Kab, Swasta DCKKP, BLH, Swasta
pada kawasan peruntukan industri
c. Pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah Kawasan perkotaan di APBD Kab, Swasta DCKKP, BLH, Swasta
Limpur Tinja (IPLT) Kabupaten Paser
2.10 Perwujudan sistem jaringan drainase
a. Pembangunan dan peningkatan saluran Kawasan perkotaan di APBD Kab, Swasta DCKKP, DBMPTR,Swasta
drainase perkotaan Kabupaten Paser
b. Normalisasi peningkatan saluran primer dan Kabupaten Paser APBD Kab, Swasta DCKKP, DBMPTR,Swasta
WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
sekunder
c. Normalisasi saluran sungai Kabupaten Paser APBD Kab, Swasta DCKKP, DBMPTR, Swasta
2.11 Perwujudan jalur dan ruang evakuasi bencana
a. Identifikasi potensi alur kejadian bencana Kabupaten Paser APBD Kab, Swasta BPBD, DBMPTR, Bappeda,
Swasta
b. Penyusunan jalur evaluasi bencana Kabupaten Paser APBD Kab, Swasta BPBD, DBMPTR, Bappeda,
Swasta
c. Sosialisasi jalur dan ruang evakuasi bencana Kabupaten Paser APBD Kab, Swasta BPBD, Satpol PP, Swasta
C. Perwujudan Pola Ruang
1. Perwujudan kawasan lindung
1.1 1.1
Perwujudan kawasan hutan lindung
a. Penetapan batas kawasan hutan lindung  HL Gunung Beratus APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut
 HL Gunung Lumut Kabupaten Kab, Bappeda Kab, BLH Kab
b. Pengawasan dan pemantauan untuk  HL Sungai Samu APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut
pelestarian kawasan hutan lindung  HL Hilir Sungai Sawang Kabupaten Kab, Bappeda Kab, BLH Kab
 HL Hulu Sungai Kendilo-
c. Pemberian insentif pengelolaan kawasan Gunung Ketam APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut
Kabupaten Kab, Bappeda Kab, BLH Kab
d. Program pembinaan, penyuluhan pelestarian APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut
kawasan Kabupaten Kab, Bappeda Kab, BLH Kab
1.2 Perwujudan kawasan resapan air
a. Penetapan batas kawasan resapan air  Kec. Long Ikis APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut
 Kec. Kuaro Kabupaten Kab, Bappeda Kab, BLH Kab
 Kec. Batu Sopang
 Kec. Muara Komam
b. Pengendalian kegiatan budi daya pada Kabupaten Paser APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut
kawasan resapan air Kabupaten Kab, Bappeda Kab, BLH Kab
c. Pemberian insentif pengelolaan kawasan Kabupaten Paser APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut
Kabupaten Kab, Bappeda Kab, BLH Kab
d. Program pembinaan, penyuluhan pelestarian Kabupaten Paser APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut
kawasan Kabupaten Kab, Bappeda Kab, BLH Kab
1.3 Perwujudan kawasan perlindungan setempat
Sempadan pantai:
a. Penetapan sempadan pantai Sepanjang pesisir pantai timur APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Din
Kabupaten Paser: Kabupaten Kelautan & Perikanan Prov,
 Kec. Long Kali Dishut Kab, Bappeda Kab, BLH
 Kec. Long Ikis Kab, Din Kelautan & Perikanan
 Kec. Kuaro Kab
WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
 Kec. Tanah Grogot
 Kec. Pasir Belengkong
 Kec. Tanjung Harapan
b. Pemanfaatan ruang sempadan pantai Sepanjang pesisir pantai timur APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Din
Kabupaten Paser Kabupaten Kelautan & Perikanan Prov,
Dishut Kab, Bappeda Kab, BLH
Kab, Din Kelautan & Perikanan
Kab
c. Penetapan batas kawasan pasang surut Sepanjang pesisir pantai timur APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Din
Kabupaten Paser Kabupaten Kelautan & Perikanan Prov,
Dishut Kab, Bappeda Kab, BLH
Kab, Din Kelautan & Perikanan
Kab
d. Penghijauan Sepanjang pesisir pantai timur APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Din
Kabupaten Paser Kabupaten, Swasta Kelautan & Perikanan Prov,
Dishut Kab, Bappeda Kab, BLH
Kab, Din Kelautan & Perikanan
Kab, Swasta
e. Sosialisasi dan workshop pengelolaan Kabupaten Paser APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Din
kawasan sempadan pantai. Kabupaten Kelautan & Perikanan Prov,
Dishut Kab, Bappeda Kab, BLH
Kab, Din Kelautan & Perikanan
Kab
Sempadan sungai:
a. Penetapan sempadan sungai dan irigasi Kabupaten Paser (seluruh APBD Kabupaten DBMPTR, Bappeda, BLH
wilayah kecamatan yang
dilewati sungai)
b. Pemanfaatan ruang sempadan sungai & Kabupaten Paser APBD Kabupaten DBMPTR, Bappeda, BLH
irigasi
c. Penertiban bangunan di atas saluran irigasi Kabupaten Paser APBD Kabupaten DBMPTR, Bappeda, BLH, Satpol
PP
d. Penghijauan Kabupaten Paser APBD Kabupaten, Swasta DBMPTR, Bappeda, BLH, Dishut,
Swasta
e. Program pembinaan, penyuluhan pelestarian Kabupaten Paser APBD Kabupaten DBMPTR, Bappeda, BLH, Satpol
kawasan PP
Kawasan sekitar mata air :
a. Penetapan batas sempadan mata air  Desa Petiku (Kec. Long APBD Kabupaten DBMPTR, Bappeda, BLH, Dishut
Kali);
 Desa Muara Telake (Kec.
WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
Longkali);
 Desa Teluk Waru (Kec.
Long Ikis);
 Desa Pasir Mayang (Kec.
Kuaro);
 Desa Kendarom (Kec.
Kuaro);
 Desa Muara Pasir (Kec.
Tanah Grogot);
 Desa Laburan (Kec. Pasir
Belengkong);
 Desa Keladen (Kec. Tanjung
Harapan);
 Desa Selengot (Kec.
Tanjung Harapan);
 Desa Labuangkallo (Kec.
Tanjung Harapan); dan
 Desa Tanjung Aru (Kec.
Tanjung Harapan)
b. Penghijauan Kabupaten Paser APBD Kabupaten, Swasta DBMPTR, Bappeda, BLH, Dishut,
Swasta
c. Program pembinaan, penyuluhan pelestarian Kabupaten Paser APBD Kabupaten DBMPTR, Bappeda, BLH, Dishut,
kawasan. Satpol PP
RTH kawasan perkotaan:
a. Penetapan batas RTH kawasan perkotaan Kabupaten Paser APBD Kabupaten, Swasta DCKKP, Bappeda, BLH, Dishut,
Swasta
b. Penghijauan Kabupaten Paser APBD Kabupaten, Swasta DCKKP, Bappeda, BLH, Dishut,
Swasta
c. Program pembinaan, penyuluhan pelestarian Kabupaten Paser APBD Kabupaten, Swasta DCKKP, Bappeda, BLH, Dishut,
kawasan Satpol PP, Swasta
1.4 Perwujudan kawasan lindung suaka alam,
pelestarian alam, dan cagar budaya
a. Penetapan batas kawasan  Cagar Alam Teluk Adang APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Kab, Bappeda
 Cagar Alam Teluk Apar Kabupaten, Swasta Kab, DBMPTR Kab, BLH Kab,
 Pantai hutan bakau di Disparpora Kab, Swasta
b. Pengawasan dan pemantauan pelestarian pesisir timur Kabupaten APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Kab, Bappeda
kawasan Paser Kabupaten, Swasta Kab, DBMPTR Kab, BLH Kab,
 Taman Hutan Raya Lati Disparpora Kab, Swasta
Petangis
c. Program pembinaan, penyuluhan pelestarian  Cagar budaya dan ilmu APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Kab, Bappeda
WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
kawasan pengetahuan: Kabupaten, Swasta Kab, DBMPTR Kab, BLH Kab,
- Situs Kesultanan Disparpora Kab, Swasta
Sadurangas (Kec. Pasir
Belengkong)
- Makam-makam
Raja/Sultan (Kec. Pasir
Belengkong)
- Situs Batu Megalit di Desa
Muara Toyu (Kec. Long
Kali)
- Situs Goa Tengkorak di
Desa Kasungai (Kec. Batu
Sopang)
1.5 iPerwujudan kawasan rawan bencana alam
a. Penetapan batas kawasan rawan bencana Kabupaten Paser APBD Kabupaten, Swasta BPBD, Bappeda, Swasta
b. Pengendalian pembangunan di kawasan Kabupaten Paser APBD Kabupaten, Swasta DBMPTR, Bappeda, BPBD, Satpol
rawan bencana PP, Swasta
c. Pengembangan jalur & ruang evakuasi Kabupaten Paser APBD Kabupaten, Swasta DBMPTR, BPBD, Bappeda,
Swasta
d. Program pembinaan, penyuluhan di kawasan Kabupaten Paser APBD Kabupaten, Swasta BPBD, DBMPTR, Bappeda, Satpol
rawan bencana PP, Swasta
1.6 Perwujudan kawasan lindung geologi
a. Penetapan batas kawasan lindung geologi  Kawasan karst: APBD Kabupaten, Swasta Bappeda, DBMPTR, Dishut,
- Kec. Batu Sopang Distamb, Swasta
- Kec. Muara Komam
 Kawasan rawan gempa
bumi : Kec. Long Ikis
 Kawasan perlindungan air
tanah:
- Ds. Petiku (Kec. Long
Kali)
- Ds. Muara Telake (Kec.
Longkali)
- Ds. Teluk Waru (Kec.
Long Ikis)
- Ds. Pasir Mayang (Kec.
Kuaro)
- Ds. Kendarom (Kec.
Kuaro)
- Ds. Muara Pasir (Kec.
WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
Tanah Grogot)
- Ds. Laburan (Kec. Pasir
Belengkong)
- Ds. Keladen (Kec.
Tanjung Harapan)
- Ds. Selengot (Kec.
Tanjung Harapan)
- Ds. Labuangkallo (Kec.
Tanjung Harapan)
- Ds. Tanjung Aru (Kec.
Tanjung Harapan)
b. Pengembangan jalur dan ruang evakuasi di Kec. Long Ikis APBD Kabupaten, Swasta Bappeda, DBMPTR, Dishut,
kawasan rawan bencana alam geologi Distamb, BPBD, Swasta
(gempa bumi)
c. Pengendalian kegiatan budi daya Kabupaten Paser APBD Kabupaten, Swasta Bappeda, DBMPTR, Dishut,
Distamb, BPBD, Satpol PP,
Swasta
d. Program pembinaan, penyuluhan di kawasan Kabupaten Paser APBD Kabupaten, Swasta Bappeda, DBMPTR, Dishut,
lindung geologi Distamb, BPBD, Satpol PP,
Swasta
1.7 Perwujudan kawasan lindung lainnya
a. Penetapan batas kawasan lindung lainnya:  Plasma nutfah daratan: APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut
 Kawasan perlindungan plasma nutfah - Kec. Long Kali Kabupaten, Swasta Kab, Bappeda Kab, BLH Kab, Din
 Kawasan pengungsian satwa - Kec. Long Ikis Kelautan & Perikanan Kab,
- Kec. Kuaro Satpol PP, Swasta
b. Pengawasan dan pemantauan pelestarian - Kec. Batu Sopang APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut
kawasan - Kec. Muara Komam Kabupaten, Swasta Kab, Bappeda Kab, BLH Kab, Din
- Kec. Tanjung Harapan Kelautan & Perikanan Kab,
 Plasma nutfah perairan: Satpol PP, Swasta
- Kec. Long Kali
c. Program pembinaan, penyuluhan pelestarian - Kec. Long Ikis APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut
kawasan - Kec. Kuaro Kabupaten, Swasta Kab, Bappeda Kab, BLH Kab, Din
- Kec. Tanah Grogot Kelautan & Perikanan Kab,
- Kec. Tanjung Harapan Satpol PP, Swasta
 Kawasan pengungsian
satwa:
- HL Gunung Lumut
- Air Terjun Modang
(Kec.Kuaro)
2. Perwujudan kawasan budi daya
WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
2.1 Perwujudan kawasan peruntukan hutan produksi
a. Penetapan kawasan dan strategi penanganan  Hutan Produksi Terbatas APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut
kawasan hutan produksi (HPT): Kabupaten, Swasta Kab, Bappeda Kab, BLH Kab,
- HPT Sungai Sawang Swasta
- HPT Hulu Sungai Kendilo-
Sungai Payang
- HPT Hulu Sungai Kendilo-
Gunung Ketam
- HPT Sungai Toyu-Gunung
Ketam
 Hutan Produksi (HP):
- HP Sungai Kendilo-Sungai
Biu
- HP Sungai Segendang-
Sungai Samu
- HP Sungai Toyu-Sungai
Kuaro
- HP Sungai Samu
- HP Sungai Lambakan
 Hutan Produksi Konversi
(HPK):
- HPK Sungai Telake
- HPK Sungai Tiwei
- HPK Swanslutung
- HPK Sungai Samu
- HPK Sungai Dili-Sungai
Lomu
- HPK Sungai Kerang
b. Mensinergikan pengelolaan hutan produksi Kabupaten Paser APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut
dengan kegiatan pertanian dan peternakan Kabupaten, Swasta Kab , Bappeda Kab, BLH Kab,
bagi masyarakat sekitarnya Swasta
c. Sosialisasi dan workshop pengelolaan Kabupaten Paser APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenhut, Dishut Prov, Dishut
kawasan hutan produksi. Kabupaten, Swasta Kab , Bappeda Kab, BLH Kab,
Swasta
2.2 Perwujudan kawasan peruntukan pertanian
a. Pengembangan agribisnis tanaman pangan, Kabupaten Paser APBN, APBD Provinsi, APBD Kementan, Distan Prov, Bappeda
hortikultura, perkebunan, dan peternakan Kabupaten, Swasta Kab, Distanbun Kab, Din
Peternakan & Keswan Kab,
Swasta
b. Pengembangan sentra-sentra pertanian Desa Padang Pengrapat (Kec. APBN, APBD Provinsi, APBD Kementan, Distan Prov, Bappeda
WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
berbasis agropolitan Tanah Grogot) Kabupaten, Swasta Kab, Distanbun Kab, Din
Peternakan & Keswan Kab,
Swasta
c. Peningkatan produksi tanaman perkebunan Kabupaten Paser APBD Provinsi, APBD Distan Prov, Bappeda Kab,
Kabupaten, Swasta Distanbun Kab, Swasta
d. Penetapan batas kawasan pertanian pangan Kabupaten Paser APBD Provinsi, APBD Distan Prov, Bappeda Kab,
berkelanjutan Kabupaten, Swasta Distanbun Kab, Din Peternakan
& Keswan Kab, Swasta
e. Pengembangan dan peningkatan saprotan Kabupaten Paser APBD Provinsi, APBD Distan Prov, Bappeda Kab,
dan pemasaran hasil pertanian Kabupaten, Swasta Distanbun Kab, Din Peternakan
& Keswan Kab, Swasta
f. Sosialisasi dan workshop pengelolaan Kabupaten Paser APBD Provinsi, APBD Distan Prov, Bappeda Kab,
pertanian pangan berkelanjutan Kabupaten, Swasta Distanbun Kab, Din Peternakan
& Keswan Kab, Swasta
2.3 Perwujudan kawasan peruntukan perikanan
a. Pengembangan agribisnis perikanan Kabupaten Paser APBN, APBD Provinsi, APBD KKP, Din Kelautan & Perikanan
Kabupaten, Swasta Prov, Bappeda Kab, Din Kelautan
& Perikanan Kab, Swasta
b. Pengembangan kawasan minapolitan  Ds. Pondong Baru APBN, APBD Provinsi, APBD KKP, Din Kelautan & Perikanan
(Kec.Kuaro) Kabupaten, Swasta Prov, Bappeda Kab, Din Kelautan
 Ds. Lori (Kec.Tanjung & Perikanan Kab, Swasta
Harapan)
 Ds. Tanjung Aru
(Kec.Tanjung Harapan)
c. Pengembangan sarana dan prasarana Kabupaten Paser APBN, APBD Provinsi, APBD KKP, Din Kelautan & Perikanan
produksi dan pemasaran hasil perikanan. Kabupaten, Swasta Prov, Bappeda Kab, Din Kelautan
& Perikanan Kab, Swasta
2.4 Perwujudan kawasan peruntukan pertambangan
a. Identifikasi potensi tambang Kabupaten Paser APBN, APBD Provinsi, APBD Kem ESDM, Distamben Prov,
Kabupaten, Swasta Distamb Kab, Swasta
b. Pengembangan dan peningkatan sarana dan Kabupaten Paser APBN, APBD Provinsi, APBD Kem ESDM, Distamben Prov,
prasarana pengelolaan tambang Kabupaten, Swasta Distamb Kab, Swasta
c. Rehabilitasi lahan pasca tambang Kabupaten Paser APBN, APBD Provinsi, APBD Kem ESDM, Distamben Prov,
Kabupaten, Swasta Distamb Kab, Swasta
d. Pengelolaan kawasan pertambangan secara Kabupaten Paser APBN, APBD Provinsi, APBD Kem ESDM, Distamben Prov,
berkelanjutan Kabupaten, Swasta Distamb Kab, Swasta
e. Sosialisasi dan workshop pengelolaan Kabupaten Paser APBN, APBD Provinsi, APBD Kem ESDM, Distamben Prov,
tambang Kabupaten, Swasta Distamb Kab, Swasta
WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
2.5 Perwujudan kawasan peruntukan industri Kabupaten Paser
a. Pengembangan dan peningkatan jaringan Kabupaten Paser APBD Provinsi, APBD Bappeda Prov, Din PU Prov, Din
infrastruktur penunjang kawasan Kabupaten, Swasta Perindustrian Prov, Bappeda
Kab, Din Perindustrian & Energi
Kab, BLH Kab, Swasta
b. Pengembangan dan pengelolaan kawasan Kabupaten Paser APBD Provinsi, APBD Bappeda Prov, Din PU Prov, Din
peruntukan industri secara berkelanjutan Kabupaten, Swasta Perindustrian Prov, Bappeda
Kab, Din Perindustrian & Energi
Kab, BLH Kab, Swasta
c. Pemberian insentif industri non polutif Kabupaten Paser APBD Provinsi, APBD Bappeda Prov, Din PU Prov, Din
Kabupaten, Swasta Perindustrian Prov, Bappeda
Kab, Din Perindustrian & Energi
Kab, BLH Kab, Swasta
2.6 Perwujudan kawasan peruntukan pariwisata
a. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kabupaten Paser APBD Kabupaten, Swasta Disparpora, Bappeda, Swasta
Pariwisata Daerah (RIPPDA)
b. Peningkatan sarana dan prasarana penunjang Kabupaten Paser APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenparektif, Disparbud Prov,
kepariwisataan Kabupaten, Swasta Disparpora Kab, Bappeda Kab
c. Penataan dan pengendalian pembangunan Kabupaten Paser APBN, APBD Provinsi, APBD Kemenparektif, Disparbud Prov,
kawasan obyek wisata Kabupaten, Swasta Disparpora Kab, Bappeda Kab
2.7 Perwujudan kawasan peruntukan permukiman
a. Penyusunan masterplan kawasan Kabupaten Paser APBD Kabupaten, Swasta Bappeda, DCKKP, Swasta
permukiman
b. Pengembangan dan peningkatan jaringan Kabupaten Paser APBD Kabupaten, Swasta Bappeda, DCKKP, Swasta
infrastruktur penunjang permukiman
2.8 Perwujudan kawasan peruntukan pertahanan &
keamanan
a. Penetapan batas kawasan Kabupaten Paser APBN, instansi TNI/Polri, Kemhan, TNI/Polri, Bappeda
APBD Kabupaten Kab, DBMPTR Kab
b. Pengembangan dan peningkatan sarana dan Kabupaten Paser APBN, instansi TNI/Polri, Kemhan, TNI/Polri, Bappeda
prasarana sekitar kawasan APBD Kabupaten Kab, DBMPTR Kab
c. Pengendalian perkembangan kegiatan di Kabupaten Paser APBN, instansi TNI/Polri, Kemhan, TNI/Polri, Bappeda
sekitar kawasan APBD Kabupaten Kab, DBMPTR Kab
d. Sosialisasi dan workshop pengelolaan Kabupaten Paser APBN, instansi TNI/Polri, Kemhan, TNI/Polri, Bappeda
kawasan pertahanan dan keamanan APBD Kabupaten Kab, DBMPTR Kab
D. Perwujudan Kawasan Strategis Kabupaten
1. Perwujudan kawasan strategis kepentingan ekonomi
WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
a. Delineasi dan penyusunan rencana rinci Kawasan Strategis Prov (KSP): APBD Provinsi, APBD Din PU Prov, Bappeda Prov,
kawasan strategis  Kawasan Industri Pertanian Kabupaten, Swasta Bappeda Kab, DBMPTR Kab,
Kawasan Strategis Kab (KSK): Swasta
b. Penyediaan sarana dan prasarana penunjang  Kawasan perkotaan Tanah APBD Provinsi, APBD Din PU Prov, Bappeda Prov,
Grogot Kabupaten, Swasta Bappeda Kab, DBMPTR Kab,
 Kawasan perkotaan Long Swasta
c. Pengembangan kegiatan ekonomi pada sektor Kali APBD Provinsi, APBD Din PU Prov, Bappeda Prov,
unggulan  Kawasan perkotaan Long Kabupaten, Swasta Bappeda Kab, DBMPTR Kab,
Ikis Swasta
 Kawasan perkotaan Kuaro
d. Pengaturan pengembangan pengendalian APBD Provinsi, APBD Din PU Prov, Bappeda Prov,
 Kawasan perkotaan Batu
pemanfaatan ruang Kabupaten, Swasta Bappeda Kab, DBMPTR Kab,
Sopang
Swasta
 Kawasan perkotaan Muara
e. Penyediaan fasilitas dan prasarana penunjang Komam APBD Provinsi, APBD Din PU Prov, Bappeda Prov,
kegiatan ekonomi pada kawasan strategis  Kawasan perkotaan Muara Kabupaten, Swasta Bappeda Kab, DBMPTR Kab,
Samu Swasta
 Kawasan perkotaan Pasir
Belengkong
 Kawasan perkotaan Batu
Engau
 Kawasan perkotaan
Tanjung Harapan
 Kawasan cepat tumbuh
Kuaro - Tanah Grogot
2. Perwujudan kawasan strategis kepentingan sosial
budaya
a. Delineasi dan penyusunan rencana rinci  Kawasan Kesultanan APBD Provinsi, APBD Din PU Prov, Bappeda Prov,
kawasan strategis Sadurengas (Kec. Pasir Kabupaten, Swasta Bappeda Kab, DBMPTR Kab,
Belengkong) Disparpora Kab, Swasta
b. Pengendalian perkembangan kegiatan yang APBD Provinsi, APBD Din PU Prov, Bappeda Prov,
dapat menganggu kawasan strategis Kabupaten, Swasta Bappeda Kab, DBMPTR Kab,
Disparpora Kab, Swasta
c. Program pembinaan, penyuluhan kepada APBD Provinsi, APBD Din PU Prov, Bappeda Prov,
masyarakat pada kawasan strategis Kabupaten, Swasta Bappeda Kab, DBMPTR Kab,
Disparpora Kab, Swasta
3. Perwujudan kawasan strategis kepentingan fungsi
dan daya dukung lingkungan hidup
a. Delineasi dan penyusunan rencana rinci  Kawasan Konservasi Hutan APBD Provinsi, APBD Din PU Prov, Bappeda Prov,
kawasan strategis Lindung Gunung Lumut Kabupaten, Swasta Bappeda Kab, DBMPTR Kab, BLH
 Kawasan Rehabilitasi Daerah Kab, Dishut Kab, Din Kelautan &
WAKTU PELAKSANAAN
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4
NO. PROGRAM UTAMA LOKASI SUMBER DANA INSTANSI PELAKSANA
2020- 2025- 2030-
2015 2016 2017 2018 2019
2024 2029 2035
Aliran Sungai (DAS) Kendilo Perikanan Kab, Swasta
b. Pemanfaatan untuk pendidikan dan penelitian  Kawasan Konservasi Taman APBD Provinsi, APBD Din PU Prov, Bappeda Prov,
berbasis ramah lingkungan hidup. Hutan Raya (Tahura) Lati Kabupaten, Swasta Bappeda Kab, DBMPTR Kab, BLH
Petangis Kab, Dishut Kab, Din Kelautan &
 Kawasan Teluk Adang Perikanan Kab, Swasta
 Kawasan Pesisir dan Laut
c. Pengendalian perkembangan kegiatan yang APBD Provinsi, APBD Din PU Prov, Bappeda Prov,
Kepulauan Balabagan
dapat menganggu kawasan strategis Kabupaten, Swasta Bappeda Kab, DBMPTR Kab, BLH
Kab, Dishut Kab, Din Kelautan &
Perikanan Kab, Swasta
d. Program pembinaan, penyuluhan kepada APBD Provinsi, APBD Din PU Prov, Bappeda Prov,
masyarakat pada kawasan strategis. Kabupaten, Swasta Bappeda Kab, DBMPTR Kab, BLH
Kab, Dishut Kab, Din Kelautan &
Perikanan Kab, Swasta

No Nama Jabatan Paraf Pj. BUPATI PASER,


1. Kusnedi Kasubbag Prokumda
2. Andi Azis Kabag Hukum
3. Heriansyah Idris Asisten Tata Pemerintahan
IBRAHIM
4. Helmy Lathyf Sekretaris Daerah

Anda mungkin juga menyukai