Anda di halaman 1dari 9

USUL SKRIPSI

PERBEDAAN VIABILITAS SPERMATOZOA TIKUS PUTIH


(Rattus norvegicus) JANTAN PASCA INDUKSI BERBAGAI
MODEL STRES SLEEP DEPRIVATION

Oleh:
Sonia Capirosi Ayuningtias
G1A015071

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO

2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sebagai makhluk hidup manusia membutuhkan istirahat terutama

tidur untuk tetap menjaga kondisi tubuh tetap optimal. Saat tidur terjadi

proses pemulihan kembali yang memiliki peran penting bagi kesehatan

fisik maupun psikologis manusia (Periasamy et al., 2015). Kebutuhan

waktu tidur setiap individu berbeda-beda dapat digolongkan menurut usia.

Menurut National Sleep Foundation, remaja umumnya membutuhkan

waktu tidur 8 sampai 10 jam setiap harinya. Sedangkan waktu tidur yang

dibutuhkan orang dewasa sekitar 7 sampai 9 jam per hari dan pada orang

lanjut usia waktu tidur yang dibutuhkan adalah sekitar 7 hingga 8 jam

sehari (Hirshkowitz et al., 2015).

Namun, National Health Interview Survey (NHIS) melaporkan

bahwa menurut survey tahun 2005-2007, sebanyak 29,4% orang dewasa di

Asia tidur ≤ 6 jam per hari (Hirshkowitz et al., 2015). Sedangkan di

Amerika Serikat sebanyak 30% pekerja (Cedernaes et al., 2015) dan 30%

tenaga medis (Luyster et al.,2012) memiliki waktu tidur kurang dari 6 jam

per hari. Potter & Perry (2012), melaporkan bahwa diperkirakan 20% -

50% orang dewasa mengalami gangguan tidur dan terdapat 17% penderita

gangguan tidur yang serius di setiap tahunnya. Jumlah waktu tidur yang

kurang dibandingkan dengan waktu tidur rata-rata disebut juga dengan

sleep deprivation (Roberts, 2014).

1
2

Dewasa ini, pengurangan waktu tidur atau sleep deprivation dapat

disebabkan oleh berbagai macam faktor. Faktor tersebut antara lain yaitu

meningkatnya jumlah pekerjaan yang menuntut adanya pemotongan waktu

tidur dan pekerjaan yang dilaksanakan pada malam hari seperti profesi

dalam bidang kesehatan, keamanan dan transportasi (Alhola,2007). Selain

itu selama 30 tahun terakhir, faktor yang memperburuk kejadian ini adalah

menjamurnya penggunaan media elektronik serta gadget seperti

smartphone, internet, dan televisi di berbagai usia dan tempat (Ferrie,

2013).

Efek samping awal terjadinya sleep deprivation antara lain yaitu

adanya penurunan konsentrasi, penurunan semangat dalam beraktivitas,

serta dapat menimbulkan depresi dan halusinasi (Spencer, 2013). Efek

buruk lainnya yang dapat terjadi adalah berkurangnya kemampuan

kognitif seseorang (Gildner, 2014). Selain itu, sleep deprivation juga

memengaruhi fungsi seksual dan berpotensi menurunkan tingkat fertilitas

(Luboshitzky et al.,2002).

Sleep deprivation dapat menyebabkan stres yang akan

mengganggu sistem reproduksi dengan cara mengaktivasi aksis

hypothalamus pituitary adrenal (HPA) dan memproduksi glukokortikoid.

Produksi glukokortikoid yang berlebihan dapat menurunkan produksi

gonadotropin releasing hormone (GnRH) oleh hipotalamus yang

kemudian akan menurunkan produksi luteinizing hormone (LH) dan

follicle stimulating hormone (FSH) (Conrad,2008). Penurunan jumlah

FSH dan LH akan mengakibatkan penurunan sekresi testosteron (Eacker


3

et at., 2008). Selain itu, peningkatan glukokortikoid juga menyebabkan

stres oksidatif yang disebabkan oleh peningkatan produksi reactive oxygen

species (ROS). Produksi ROS yang berlebihan dapat menyebabkan

kerusakan sel sertoli (Gong & Han, 2006). Berkurangnya jumlah sel

Sertoli dapat mengganggu spermatogenesis dan dapat menyebabkan

infertilitas (Whirledge, 2010). LH, FSH, dan testosteron sangat berperan

penting pada proses pembelahan sel dan spermatogenesis yang akan

memengaruhi produksi dan kualitas spermatozoid (Alvarenga, 2015).

Stres yang diakibatkan oleh sleep deprivation pada manusia dapat

disamakan dengan berbagai model stres pada hewan coba yaitu

paradoxical sleep deprivation (PSD) dan total sleep deprivation (TSD)

(Arjadi et al., 2015). Pada penelitian yang dilakukan Alvarenga (2015),

hewan coba dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan, yaitu kelompok dengan

PSD selama 9 jam, kelompok dengan sleep restriction (SR) yaitu

perlakuan selama 18 jam dan diberikan waktu untuk tidur selama 6 jam

dan kelompok kontrol tanpa perlakuan. Hasilnya didapatkan terdapat

penurunan motilitas spermatozoa pada kelompok PSD dan SR

dibandingkan kelompok kontrol dan terdapat penurunan viabilitas

spermatozoa sebanyak 50% pada kelompok PSD. Pada kelompok SR

terdapat penurunan viabilitas spermatozoa sebanyak 15% dibandingkan

dengan kontrol.

Infertilitas akibat sleep deprivation berhubungan dengan

penurunan produksi hormon FSH, LH dan testosteron yang

mengakibatkan penurunan kualitas sperma terutama pada viabilitas


4

spermatozoa. Penelitian yang membandingkan dampak dari berbagai

model stres sleep deprivation terhadap viabilitas spermatozoa sampai saat

ini belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk

meneliti perbedaan viabilitas spermatozoa pada tikus putih (Rattus

norvegicus) jantan pasca induksi berbagai model stres sleep deprivation.

B. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah penelitian ini

adalah “Apakah terdapat perbedaan viabilitas spermatozoa pada tikus

putih (Rattus norvegicus) jantan pasca induksi berbagai model stres sleep

deprivation?”.

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan

a. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan viabilitas spermatozoa pada tikus putih

(Rattus norvegicus) jantan pasca induksi berbagai model stres

sleep deprivation.

b. Tujuan Khusus

1) Membandingkan viabilitas spermatozoa kelompok tikus putih

jantan pasca induksi model stres PSD dengan kelompok

kontrol sehat.

2) Membandingkan viabilitas spermatozoa kelompok tikus putih

jantan pasca induksi model stres TSD dengan kelompok

kontrol sehat.
5

3) Membandingkan viabilitas spermatozoa kelompok tikus putih

jantan pasca induksi model stres PSD dilanjutkan sleep

recovery dengan kelompok kontrol sehat.

4) Membandingkan viabilitas spermatozoa kelompok tikus putih

jantan pasca induksi model stres TSD dilanjutkan sleep

recovery dengan kelompok kontrol sehat.

5) Mengetahui model stres sleep deprivation yang berpengaruh

terhadap viabilitas spermatozoa tikus putih jantan.

2. Manfaat

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmiah tentang

dampak stres akibat berkurangnya waktu tidur terhadap viabilitas

spermatozoa tikus putih jantan.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan

masyarakat dan memberikan informasi mengenai dampak stres

akibat berkurangnya waktu tidur terhadap kesehatan.

2) Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

masukan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian

selanjutnya.
6

D. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan didasarkan pada penelitian terdahulu yang

tercantum pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Judul Penelitian Persamaan Perbedaan


1. Judul: a. Penelitian ini dengan Penelitian ini
Impairment of male penelitian Alvarenga, menggunakan induksi
reproductive function 2015 sama – sama berbagai model stres,
after sleep deprivation meneliti perbedaan yaitu yaitu paradoxical
Penulis: Alvarenga, viabilitas spermatozoa sleep deprivation (PSD),
Tathiana A., Hirotsu, tikus putih (Rattus total sleep deprivation
Camila, Mazaro-costa, norvegicus) Jantan. (TSD), paradoxical
Renata, Tufik, Sergio,
b. Penelitian ini dengan sleep deprivation (PSD)
Andersen, dan Monica
penelitian Alvarenga, yang dilanjutkan sleep
L.
Tahun penelitian: 2015 sama-sama recovery, dan total sleep
2015 menggunakan model deprivation (TSD)
Hasil penelitian: stres paradoxical dilanjutkan sleep
Terdapat penurunan sleep deprivation recovery. Sedangkan,
viabilitas sperma (PSD). penelitian Alvarenga,
sebanyak 50% pada 2015 menggunakan
kelompok PSD dan
model stres paradoxical
15% pada kelompok
SR. sleep deprivation dan
sleep restriction.
DAFTAR PUSTAKA

Alhola, P., & Polo-Kantola, P. 2007. Sleep deprivation: Impact on cognitive


performance. Neuropsychiatric disease and treatment, 3(5), 553.
Alvarenga, Tathiana A., Hirotsu, Camila, Mazaro-Costa, Renata, Tufik, Sergio
and Andersen, Monica L. 2015. Impairment of male reproductive
function after sleep deprivation. Fertility and Sterility
Arjadi, F., Soejono, S.K. & Pangestu, M., 2014. Paradoxical sleep deprivation
decreases serum testosterone and Leydig cells in male rats. UNIVERSA
MEDICINA. Vol.33(1). pp.27–35.
Cedernaes, Jonathan., Megan E. Osler., Sarah Voisin., Jan-Erik Broman., Heike
Vogel., Suzanne L. Dickson. 2015. Acute Sleep Loss Induces Tissue-
Specific Epigenetic and Transcriptional Alterations to Circadian Clock
Genes in Men. J Clin Endocrinol Metab. Vol 100 (9): E1255-E1261.
Conrad, C. D. 2008. Chronic Stress-Induced Hippocampal Vulnerability: the
Glucocorticoid Vulnerability Hypothesis. Reviews in the
Neurosciences. 19(6): 395–411
Eacker, S. M., Agrawal, N., Qian, K., Dichek, H. L., Gong, E. Y., Lee, K., Braun,
R. E. 2008. Hormonal Regulation of Testicular Steroid and Cholesterol
Homeostasis. Molecular Endocrinology. 22: 623-635
Ferrie, J. E., Kumari, M., Salo, P., Singh-Manoux, A., & Kivimäki, M. (2011).
Sleep epidemiology—a rapidly growing field.

Gildner, T. E., Liebert, M. A., Kowal, P., Chatterji, S., & Snodgrass, J. J. 2014.
Associations between sleep duration, sleep quality, and cognitive test
performance among older adults from six middle income countries:
results from the Study on Global Ageing and Adult Health
(SAGE). Journal of clinical sleep medicine: JCSM: official publication
of the American Academy of Sleep Medicine, 10(6), 613.
Gong, Y. & Han, X. D. 2006. Nonlyphenol-Induced Oxidative Stress and
Citotoxicity in Testicular Sertoli Cells. Reproductive Toxicology. 22(4):
625-630
Hirshkowitz, M., Whiton, K., Albert, S. M., Alessi, C., Bruni, O., DonCarlos, L.,
Hazen, N., Herman, J., Katz, E. S., Kheirandish-Gozal, L., Neubauer, D.
N., O’Donnell, A. E., Ohayon, M., Peever, J., Rawding, R., Sachdeva,
R. C., Setters, B., Vitiello, M. V., Ware, J. C., Hillard, P. J. A. 2015.
National Sleep Foundation’s Sleep Time Duration Recommendations:
Methodology and Results Summary. Sleep Health. 1: 40-43
Luboshitzky, R., Aviv, A., Hefetz, A., Herer, P., Shen-Orr, Z., Lavie, L.
2002. Decreased Pituitary-Gonadal Secretion in Men with Obstructive
Sleep Apnea. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism.
87(7): 3394–3398

7
8

Luyster, Faith S., PhD, Patrick J. Strollo, Jr., MD, Phyllis C. Zee, MD, PhD,
James K. Walsh, PhD. 2012. Sleep: A Health Imperative. Sleep. Vol 35
(6): 727-734.
Periasamy, Srinivasan., Hsua, Dur-Zong., Fu, Yu-Hsuan., Liu, Ming-Yie. 2015.
Sleep Deprivation-Induced Multi-Organ Injury : Role of Oxidative Stress
and Inflammation. EXCLI Journal. Vol 14, pp : 672-683
Potter & Perry. 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. Alih Bahasa: Renata Komalasari, dkk. Jakarta: EGC

Roberts, R. E., & Duong, H. T. 2014. The prospective association between sleep
deprivation and depression among adolescents. Sleep, 37(2), 239-244.

Spencer, R. 2013. Neurophysiological basis of sleep’s function on memory and


cognition. ISRN Physiology, 2013.
Whirledge, S. & Cidlowski, J. A. 2010. Glucocorticoids, Stress, and Fertility.
Minerva Endocrinologica. 35(2):109-125

Anda mungkin juga menyukai