Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan Risiko Tinggi

Kehamilan adalah kondisi dimana seorang wanita memiliki janin yang sedang

tumbuh di dalam tubuhnya (yang pada umumnya di dalam rahim). Kehamilan

pada manusia berkisar 40 minggu atau 9 bulan, dihitung dari awal periode

menstruasi terakhir sampai melahirkan (Hanafiah, 2006).

Kehamilan risiko tinggi adalah suatu kehamilan dimana jiwa dan kesehatan

ibu serta janin atau bayi yang dilahirkan terancam. Dari definisi tersebut

dapat dijelaskan bahwa setiap kehamilan dengan adanya faktor risiko tertentu

akan menyebabkan wanita tersebut dan bayinya menghadapi morbiditas dan

mortalitas yang tinggi selama kehamilan, saat persalinan dan setelah

melahirkan (nifas) (DeCherney, 2003).

2.2 Faktor Risiko

Secara garis besar, kelangsungan suatu kehamilan sangat bergantung pada

keadaan dan kesehatan ibu, plasenta dan keadaan janin. Jika ibu sehat dan

didalam darahnya terdapat zat-zat makanan dan bahan-bahan organik dalam

jumlah yang cukup, maka pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam

8
kandungan akan berjalan baik. Selama kehamilan, plasenta akan befungsi

sebagai alat respiratorik, metabolik, nutrisi, endokrin, penyimpanan,

transportasi dan pengeluaran dari tubuh ibu ke tubuh janin atau sebaliknya.

Jika salah satu atau beberapa fungsi di atas terganggu, maka pertumbuhan

janin akan terganggu. Demikian juga bila ditemukan kelainan pertumbuhan

janin baik berupa kelainan bawaan ataupun kelainan karena pengaruh

lingkungan, maka pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan

dapat mengalami gangguan (Saifuddin, 2002).

Sebelum hamil, seorang wanita bisa memiliki suatu keadaan yang

menyebabkan meningkatnya risiko selama kehamilan. Selain itu, jika seorang

wanita mengalami masalah pada kehamilan yang lalu, maka risikonya untuk

mengalami hal yang sama pada kehamilan yang akan datang adalah lebih

besar. Untuk menentukan apakah suatu kehamilan risiko tinggi atau tidak,

dilakukan penilaian terhadap wanita hamil untuk menentukan apakah dia

memiliki keadaan yang menyebabkan dia ataupun janinnya lebih rentan

terhadap penyakit atau kematian yakni (Saifuddin, 2002).:

1. Usia ibu

Usia wanita mempengaruhi risiko kehamilan. Perempuan berusia 15 tahun

atau kurang lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsi (suatu keadaan

yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, protein dalam air kemih dan

penimbunan cairan selama kehamilan) dan eklamsi (kejang akibat

preeklamsi). Kemungkinan juga bayi akan dilahirkan dengan berat badan

rendah. Pada usia ini belum cukup dicapai kematangan fisik, mental dan

9
fungsi dari calon ibu. Sehingga terdapat juga risiko fisik yaitu berupa

ketidaksiapan rahim untuk kehamilan sehingga dapat menyebabkan

terjadinya kelainan letak janin.

Perempuan yang berusia 35 tahun atau lebih, lebih rentan terhadap

tekanan darah tinggi, diabetes atau fibroid di dalam rahim serta lebih

rentan terhadap gangguan persalinan karena fungsi organ reproduksi yang

sudah menurun sehingga bisa mengakibatkan perdarahan. Selain itu

risiko memiliki bayi dengan kelainan kromosom misalnya sindroma

Down juga semakin meningkat karena perubahan kromosom akibat usia

ibu yang semakin tua (Tim Kajian AKI-AKA, 2004).

2. Jarak antara kehamilan

Jarak antar kehamilan yang terlalu dekat (kurang dari 2 tahun) dapat

meningkatkan risiko untuk terjadinya kematian maternal. Persalinan

dengan interval kurang dari 24 bulan (terlalu sering) merupakan

kelompok risiko tinggi untuk perdarahan postpartum, kesakitan dan

kematian ibu. Jarak antar kehamilan yang disarankan pada umumnya

adalah paling sedikit dua tahun, untuk memungkinkan tubuh wanita dapat

pulih dari kebutuhan ekstra pada masa kehamilan dan laktasi.

3. Tingkat pendidikan dan sosial ekonomi

Tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah merupakan hambatan

bagi upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Tingkat pendidikan

10
dan status ekonomi hampir selalu sejalan dengan pengetahuan ibu tentang

kehamilan. Pengetahuan ibu yang rendah menyebabkan seorang ibu

sering tidak sadar akan keadaan dan juga tanda-tanda bahaya yang timbul

selama kehamilannya. Pada kelompok ini sering ditemui ibu hamil yang

kekurangan zat gizi. Hal ini juga berpengaruh terhadap persiapan hidup

bagi anak yang akan dilahirkan kelak.

4. Status perkawinan

Mencakup kasus dengan perkawinan luar nikah, atau POW (Pregnacy

Out of Wedlock), perceraian, kasus perkawinan dari istri simpanan dan

sebagainya. Pada kasus-kasus ini perlu diajukan pertanyaan-pertanyaan

yang terarah untuk mendapat petunjuk tentang usaha-usaha yang telah

dilakukan untuk kehamilannya tersebut. Jenis kasus seperti ini perlu

kerjasama dengan bagian psikiatri, terlebih bila sudah ada pernyataan

penolakan terhadap kehamilan tersebut

5. Primigravida

Pada primigravida kekakuan jaringan dan organ-organ dalam panggul

akan banyak menentukan kelancaran proses kehamilannya dan persalinan.

Harus dilakukan penilaian yang cermat akan keseimbangan ukuran

panggul dan kepala janin. Penilaian perlu dikerjakan oleh dokter pada

minggu ke 34 usia kehamilan.

11
Paritas 2 – 3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian

maternal. Paritas ≤ 1 (belum pernah melahirkan / baru melahirkan pertama

kali) dan paritas > 4 memiliki angka kematian maternal lebih tinggi.

Paritas ≤ 1 dan usia muda berisiko karena ibu belum siap secara medis

maupun secara mental

6. Grandemultipara.

Pada keadaan ini sering kali ditemukan perdarahan sesudah persalinan

akibat dari kemunduran kemampuan kontraksi uterus. Kontraksi uterus

diperlukan untuk menghentikan perdarahan sesudah persalinan. Sering

pula ditemukan inersia uteri (tidak cukupnya tenaga/HIS untuk

mengeluarkan janin). Penyulit lainnya yang juga sering ditemukan yaitu

kecenderungan untuk terjadinya kelainan letak janin, kelainan plasenta,

serta kelainanan pada perlekatan plasenta pada dinding uterus. Pada

paritas di atas 4 dan usia tua, secara fisik ibu mengalami kemunduran

untuk menjalani kehamilan. Akan tetapi, pada kehamilan kedua atau

ketigapun jika kehamilannya terjadi pada keadaan yang tidak diharapkan

(gagal KB, ekonomi tidak baik, interval terlalu pendek), dapat

meningkatkan risiko kematian maternal. Menurut hasil SKRT 2001,

proporsi kematian maternal tertinggi terdapat pada ibu yang berusia > 34

tahun dan paritas > 4 (18,4%).

12
7. Riwayat obstetri

a. Jejas atau bekas luka dalam pada alat-alat kandungan, ataupun jalan

lahir yang ditimbulkan oleh persalinan terdahulu akan memberikan

akibat buruk pada pada kehamilan sekarang.

b. Pernah mengalami abortus (sengaja atau tidak, dengan atau tanpa

tindakan kerokan/kuretase), terlebih lagi bila mengalami abortus

ulangan, makin besar kemungkinan terjadi pada kehamilan berikut

dan kemungkinan perdarahan.

c. Pernah mengalami gangguan organik daerah panggul seperti adanya

peradangan, tumor ataupun kista.

d. Pernah mengalami penyulit kehamilan seperti hiperemesis

gravidarum, kematian janin, preeklampsia-eklampsia, hidramnion,

kelainan letak janin, kelainan janin bawaan, janin kembar (gemelli) .

e. Pernah mengalami penyakit seperti gangguan endokrin (diabetes

melitus, hyperthyroid), penyakit jantung, penyakit paru (asthma,

TBC), penyakit ginjal, penyakit hati, sendi dan penyakit kelamin

seperti siphilis serta infeksi lainnya baik oleh virus, bakteri maupun

parasit.

f. Pernah mengalami persalinan dengan tindakan seperti ekstraksi forcep

ataupun vakum, seksio sesar, pengeluaran plasenta dengan tangan

(manual plasenta).

Tanda-tanda dan gejala lain yang mendapat perhatian khusus dan

diperlakukan sebagai KRT antara lain (Hanafiah, 2006):

13
a. Tinggi badan kurang dari 145(150) cm.

b. Kurang gizi atau BB kurang dari 40 kg.

c. Kelainan tulang belakang dan panggul, termasuk untuk diperhatikan

khusus adanya asimetri tungkai.

d. Gangguan penglihatan atau keluhan subyektif lain.

e. Ketidaksesuaian antara besar dan umur kehamilan

f. Pada keadaan molahidatidosa, hamil ganda, hidramnion.

g. Ketidak sesuaian besar panggul dan janin (CPD).

h. Ketidakserasian golongan darah (rhesus) suami dan istri.

i. Riwayat penggunaan obat-obatan dalam kehamilan. Bahkan perlu diusut

jenis obat, jumlah serta lamanya pemakaian , oleh karena dewasa ini

banyak ditemukan jenis obat-obatan yang berpengaruh buruk bagi ibu

dan anak dalam kehamilan.

Faktor lain yang tidak kalah penting yang mempengaruhi kehamilan adalah

lingkungan dimana ibu hamil bertempat. Tempat tinggal secara tidak

langsung juga berperan dalam timbulnya penyulit pada kehamilan. Tempat

tinggal yang pengap, kurang udara segar, lingkungan yang kotor merupakan

faktor penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas pada ibu hamil dan janin

(Tim Kajian AKI-AKA, 2004).

2.3. Deteksi dan Pencegahan

Saat ini semua kelainan yang menjadi risiko kehamilan di usia rentan Sudah

dapat dideteksi. Sebagian besar dapat dicegah dan yang lain bisa dirawat

14
sehingga mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitasnya. Tekanan darah,

misalnya bisa diukur dan diobati sehingga dapat mencegah terjadinya

preeklamsia. Kasus plasenta previa juga dapat ditangani dengan sectio

caesaria. Jadi sebagian kelainan bisa dikoreksi. Sebagian lagi bisa dipantau

dengan ketat dan yang lain bisa diatasi dengan melakukan tindakan untuk

pertolongan. Usaha pencegahan penyakit pada kehamilan dan persalinan tidak

hanya pada segi medis atau kesehatan saja. Faktor sosial ekonomi rendah juga

tidak terlepas dari kemiskinan, kebodohan, ketidaktahuan, mempunyai

kecenderungan untuk menikah pada usia muda dan tidak berpartisipasi dalam

keluarga berencana. Disamping itu keadaan sosial ekonomi yang rendah juga

akan mengakibatkan gizi ibu dan perilaku pemanfaaatan kesehatan yang

buruk (Wiknjosastro H, 2006).

Transportasi yang baik disertai dengan ketersediaan pusat-pusat pelayanan

yang bermutu akan dapat melayani ibu hamil untuk mendapat asuhan prenatal

yang baik, cakupan yang luas dan jumlah pemeriksaan yang cukup. Di negara

maju setiap wanita hamil memeriksakan diri sekitar 15 kali selama

kehamilannya. Sedangkan di Indonesia biasanya wanita hamil hanya

memeriksakan diri 4-5 kali (Paranginangin H, 2006).

Jadi secara garis besar dapat disimpulkan bahwa usaha yang dapat dilakukan

untuk pencegahan penyulit pada kehamilan dan persalinan adalah :

1. Asuhan prenatal yang baik dan bermutu bagi setiap wanita hamil

2. Peningkatan pelayanan, jaringan pelayanan dan sistem rujukan kesehatan

15
3. Peningaktan pelayanan gawat darurat sampai ke lini terdepan

4. Peningakatan status wanita baik dalam pendidikan, gizi, masalah kesehatan

wanita dan reproduksi dan peningkatan status sosial ekonominya

5. Menurunkan tingkat fertilitas yang tingggi melalui program keluarga

berencana

6. Bila ditemukan kelainan risiko tinggi pemeriksaan harus lebih sering dan

lebih intensif (Saifuddin, 2002).

Kelainan yang tidak dapat dicegah adalah sindrom down. Satu-satunya cara

untuk meminimalkan risiko ini adalah ibu harus hamil di usia reproduksi

sehat. Namun kelainan tersebut dapat dideteksi dengan screening darah dan

USG pada kehamilan dini. Tapi deteksi terakurat hanyalah melalui tindakan

amniosentesis atau mengambil contoh jaringan janin untuk dilihat

kromosomnya. jika janin terbukti menderita down syndrome maka dokter bisa

melakukan konseling pada suami-istri. Apa yang akan terjadi, apa yang bisa

dilakukan oleh dokter, apakah kehamilan akan diteruskan atau tidak. Bila

diteruskan bagaimana risikonya dan lainnya (Saifuddin, 2002).

2.4 Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) – Keluarga Berencana (KB)

Program KIA dan KB termasuk satu dari enam program pokok (basic six)

Puskesmas yang bertujuan untuk memantapkan dan meningkatkan mutu

pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Upaya kesehatan Ibu dan anak

termasuk keluarga berencana mencakup kegiatan-kegiatan : kesehatan ibu,

kesehatan bayi, upaya kesehatan balita dan anak pra sekolah, upaya kesehatan

anak usia sekolah dan remaja serta keluarga berencana.

16
Posyandu

Posyandu adalah program puskesmas yang berhubungan dengan program

KIA. Posyandu dilaksanakan setiap bulan sekali dengan beberapa kegiatan

rutin Posyandu antara lain menyangkut KIA melalui Imunisasi, KB,

Pemeriksaan Ibu hamil, promosi kesehatan. Posyandu memiliki kader-kader

yang melakukan pendataan, pencatatan dan promosi tentang kegiatan

Posyandu sehingga masyarakat ikut serta dalam kegiatan Posyandu.

Pada program KIA para kader berperan serta dalam pendataan ibu hamil di

wilayah kerjanya sehingga Puskesmas mendapatkan sasaran yang tepat untuk

pencapaian target pelayanan kesehatan. Para kader merupakan masyarakat

yang dengan sukarela membantu terlaksananya posyandu dibawah bimbingan

Puskesmas dalam hal ini adalah petugas Posyandu. Hasil pencatatan sasaran

ibu hamil para kader menjadi sumber data bagi petugas KIA untuk melakukan

pelayanan kesehatan bagi ibu hamil yang sesuai dengan target jumlah ibu

hamil. Sehingga petugas KIA dapat melakukan tindak lanjut apabila target

yang didapatkan tidak sesuai dengan jumlah sasaran dari ibu hamil di wilayah

kerjanya.

Antenatal Care

Antenatal care (ANC) adalah cara penting untuk memonitor dan mendukung

kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal.

Pelayanan antenatal atau yang sering disebut pemeriksaan kehamilan adalah

pelayanan yang di berikan oleh tenaga profesional yaitu dokter spesialisasi

17
bidan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan perawat bidan. Untuk itu

selama masa kehamilannya ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi

bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk

mendapatkan pelayanan asuhan antenatal (Damayanti E, 2009).

Perawatan yang diberikan kepada ibu hamil secara berkala dan teratur sangat

penting, sebab merupakan upaya bersama antara petugas kesehatan dan ibu

hamil, suami, keluarga dan masyarakat, mengenai (Peranginangin H, 2006):

a. Aspek kesehatan dari ibu dan janin untuk menjaga kelangsungan

kehamilan, pertumbuhan janin dalam kandungan, kelangsungan hidup

ibu dan bayi setelah lahir.

b. Aspek psikologi, agar dalam menghadapi kehamilan dan persalinannya

ibu hamil mendapatkan rasa aman, tenang, terjamin dan terlindungi

keselamatan diri dan bayinya.

c. Aspek sosial ekonomi, ibu hamil dari keluarga miskin (gakin) pada

umumnya tergolong dalam kelompok gizi kurang, anemia, penyakit

menahun. Ibu risiko tinggi atau ibu dengan komplikasi persalinan dari

keluarga miskin membutuhkan dukungan biaya dan transportasi untuk

rujukan ke rumah sakit.

Pemeriksaan kehamilan dilaksanakan sesuai standar 7T yaitu :

a. (Timbang) berat badan

b. Ukur (Tekanan) darah

18
c. Ukur (Tinggi) fundus uteri

d. Pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid)

e. Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan

f. Tes terhadap penyakit menular sexual

g. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.

Tujuan Pemeriksaan Kehamilan

Tujuannya adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan

anak selama dalam kehamilan, persalinan, dan nifas, sehingga didapatkan ibu

dan anak yang sehat. Dengan pemeriksaan kehamilan dapat mengenali dan

menangani faktor risiko yang mungkin dijumpai dalam kehamilan, persalinan

dan nifas, mengobati penyakit-penyakit yang mungkin diderita sedini

mungkin, menurunkan angka morbiditas dan mortalitas anak, memberikan

nasihat-nasihat tentang cara hidup sehari-hari, keluarga berencana,

kehamilan, persalinan, nifas, dan laktasi, dan juga mengembalikan kesehatan

ibu saat akhir kala nifas (Evin LS, 2009).

Jadwal Pemeriksaan Kehamilan

Kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dan petugas kesehatan

yang memberikan pelayanan antenatal standar untuk mendapatkan

pemeriksaan kehamilan. Istilah kunjungan tidak mengandung arti bahwa

selalu ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan, tetapi dapat sebaliknya,

yaitu ibu hamil yang dikunjungi petugas kesehatan di rumahnya atau di

posyandu. Adapun jadwal pemeriksaan kehamilan adalah:

19
a. Minimal 1 kali pada trimester I (sebelum 14 minggu)

b. Minimal 1 kali pada trimester II (antara minggu 14-28)

c. Minimal 2 kali pada trimester III. (antara minggu 28-36 dan sesudah

minggu ke-36).

Pelayanan dasar

Ditingkat pelayanan dasar, pemeriksaan kehamilan hendaknya memenuhi tiga

persyaratan pokok :

a. Aspek medis, yang meliputi diagnosis kehamilan, penemuan kelainan

secara dini dan pemberian terapi sesuai diagnosis.

b. Penyuluhan, komunikasi dan motivasi ibu hamil, antara lain mengenai

penjagaan kesehatan diri dan janinnya, pengenalan tanda-tanda bahaya

dan faktor risiko yang dimilikinya, dan pencarian pertolongan yang

memadai secara tepat waktu.

c. Rujukan, Ibu hamil dengan risiko tinggi harus dirujuk ke tempat

pelayanan yang mempunyai fasilitas yang lengkap.

Batasan Pelayanan Antenatal

Pelayanan Antenatal : Pelayanan oleh tenaga kesehatan profesional untuk ibu

selama kehamilannya yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan

antenatal yang ditetapkan (Wayu P, 2009).

1. Penjaringan (deteksi) Dini Kehamilan Berisiko : Menentukan ibu hamil

yang berisiko oleh kader, tenaga kesehatan, dukun bayi.

20
2. Kunjungan ibu hamil : kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan untuk

pelayanan kesehatan ANC sesuai standar.

3. Kunjungan baru ibu hamil (K1) : Kunjungan ibu hamil pertama sekali

pada masa kehamilan.

4. Kunjungan ulang : Kontak ibu hamil yang kedua dan seterusnya untuk

ANC selama satu periode kehamilan berlangsung.

5. K4 : Kontak ibu hamil ke-empat atau lebih untuk ANC sesuai standar (1 x

triwulan pertama, 1 x triwulan kedua, minimal 2 x triwulan ketiga)

6. Kunjungan neonatal : Kontak neonatal dengan tenaga kesehatan minimal 2

x untuk mendapatkan pelayanan kesehatan neonatal, dengan ketentuan

kunjungan 1 x sejak 6 hari- 7 hari setelah lahir, kunjungan ke-2 hari ke-8

sampai hari ke-28.

7. Cakupan akses : Persentase ibu hamil di suatu wilayah, dalam kurun waktu

tertentu yang pernah mendapat ANC sesuai standar minimal 1 x selama

masa kehamilan.

8. Cakupan Bumil : Persentase ibu hamil di suatu wilayah dalam kurun

waktu tertentu yang mendapatkan ANC sesuai standar paling sedikit 4 x (1

x triwulan ke-1, 1 x triwulan ke-2, 2 x triwulan ke-3)

9. Sasaran ibu hamil : Jumlah semua ibu hamil di suatu wilayah dalam satu

tahun

21
10. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan : Presentase ibu

bersalin di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang ditolong tenaga

kesehatan.

11. Cakupan penjaringan ibu hamil berisiko yang ditemukan kader/dukun bayi

dalam waktu tertentu.

12. Cakupan bumil berisiko oleh tenaga kesehatan : Presentase ibu hamil

berisiko yang ditemukan oleh tenaga kesehatan, kader/dukun bayi yang

dirujuk ke tenaga kesehatan dalam kurun waktu tertentu.

13. Ibu hamil berisiko : Ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan risiko

tinggi kecuali ibu hamil normal. Cakupan kunjungan neonatal : Presentase

Neonatal (bayi umur kurang dari satu bulan) yang memperoleh pelayanan

kesehatan minimal 2 x dari tenaga kesehatan (1 x hari 1-7 dan 1 x hari 8-

28).

22

Anda mungkin juga menyukai