Anda di halaman 1dari 14

Tuberkulosis

Farmakoterapi Infeksi Malignansi

- Disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis


- Bisa disebabkan oleh keluarga Mycobacterium yang lainnya

Definisi

 Penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis sebagian besar (80%) menyerang paru-paru.
 Mycobacterium tuberculosis sendiri merupakan bakteri gram positif
 Komponen dari Mycobacterium tuberculosis memiliki dinding sel yang
tebal, berlapis-lapis sehingga walaupun gram positif, Mycobacterium
tuberculosis tidak bisa diidentifikasi dengan pengecatan biasa karena
lapisan lilinnya sulit ditembus oleh zat kimia. Untuk itu pengecatannya
butuh zat khusus yaitu Nelson (kalau gak salah tulis yaa...)
 Bakteri Mycobacterium tuberculosis termasuk bakteri yang tahan asam
sehingga dalam pemeriksaan data lab sering disingkat dengan BTA.
 Mycobacterium tuberculosis ini juga termasuk bakteri yang dapat
berhibernasi dalam tubuh manusia  dormant
 Tapi di sisi lain Mycobacterium tuberculosis dapat mati oleh sinar
matahari. Yang bisa mati oleh sinar matahari adalah bakteri yang
berada di udara. Namun jika penderita TB berjemur di bawah sinar
matahari, bakteri yang berada di dalam tubuh tidak bisa mati. Bakteri
ini bisa hidup cukup lama pada tempat yang lembab dan gelap.
Patogenesis

Penularan melalui droplet yang


terhirup oleh manusia

Masuk ke saluran pernafasan dapat


menyebar ke seluruh tubuh melalui
darah, sistem limfe atau ke organ
lain

Namun jika sistem imunitas kita


bagus, maka tidak akan terinfeksi
oleh bakteri ini.

Faktor Risiko

- Lingkungan padat dan kumuh


Di lingkungan yang kumuh, gelap, lembab maka bakteri akan hidup
lama dan berkembang biak
- Pasien dengan tingkat positif (+) tinggi pada pemeriksaan BTA
Pasien TB diperiksa dahaknya à BTA positif
Positif sendiri dibedakan jadi tingkat 1, 2, dan 3
- Kepadatan droplet infeksius/volume udara
- Lamanya kontak dengan droplet nuklei tsb
- Kedekatan dengan penderita TB
Semakin sering seseorang berinteraksi dengan pasien TB, maka
risiko tertular TB juga semakin besar
- Pasien immunocompromise
Pasien dengan immunocompromise à pasien dengan HIV/AIDS
TB sangat dekat dengan HIV/AIDS
Biasanya pasien dengan TB dicek apakah menderita HIV/AIDS atau
tidak
Pasien HIV/AIDS juga dicek apakah TB positif/tidak, karena pasien
HIV/AIDS otomatis sistem imunnya lemah
Tanda dan Gejala

Dewasa Anak-anak
Batuk berdahak 3
Batuk lebih dari 30 hari
minggu/lebih
Batuk berdarah Demam lama/berulang tanpa sebab

Sesak dan nyeri dada Pembesaran limfe superfisialis


Diare berulang tidak sembuh dengan
Badan lemah, malaise
obat
Anoreksia Berkeringat saat malam hari

BB menurun BB turun 3 bulan berturut-turut

Demam meriang > 1 bulan

Berkeringat saat malam hari

 Harus berhati-hati pada kasus anak-anak. Terkadang seringkali salah


diagnosa, harusnya bukan TB tapi terdiagnosa TB.
 Batuk juga belum tentu TB tapi bisa juga karena alergi.
 Batuk berdarah menjadi ciri khas dari TB, tapi tidak selalu. Kondisi lain
yang sama mengalami batuk berdarah yaitu Congestive Heart Disease
 Anoreksia à tidak nafsu makan
 BB menurun kaitannya dengan anoreksia
 Pembesaran limfe superfisialis à di belakang telinga

Diagnosis

• Sputum à BTA + (min. 2 dari 3x pmriksaan)

Pada kasus anak (<5th) sputumnya diperoleh dengan diuap/diasap


dg larutan NaCl 0,9% (normal salin) membantu pengeluaran dahak

o SPS à Sewaktu Pagi Sewaktu


o Sewaktu = dilakukan di RS/klinik
o Pagi = keesokan harinya pasien membuang sputum dengan pot
kecil
o Sewaktu = pasien membuang dahak di RS saat menyerahkan hasil
sputum yang Pagi
minimal 2 dari 3x pemeriksaan hasilnya positif (+)
• Rontgen dada

• Uji tuberkulin/tes mantoux (tidak terlalu bermakna)

Uji tuberkulin menunjukkan sesorang pernah terpapar dan pd


kondisi imunocompromise hasil bisa negatif

• Reaksi cepat BCG (3-7 hari kemerahan)  d>5 mm

• Respon pengobatan OAT 2 bulan


Tahap awal  2 bulan, dilihat apakah masih ada bakterinya atau
tidak

Klasifikasi

- TB paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
- TB ekstraparu
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.
TB Ekstraparu dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu :
o TB ekstraparu ringan, misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
o TB ekstraparu berat, misalnya : meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
- TB aktif
Infeksi TBC aktif adalah infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yang dibuktikan dengan kultur konfirmatori, atau, jika
tidak ada kultur, gejala klinis sugestif, termasuk batuk produktif yang
berlangsung >3 minggu, nyeri dada, hemoptisis, demam, keringat
malam, penurunan berat badan, dan mudah lelah. Sifatnya bisa
menular.
- TB laten
TB yang tidak disertai dengan gejala
Proses replikasi Mycobacterium lebih lama dari bakteri lain yaitu sekitar
20 jam

Definisi berdasarkan Riwayat

 Baru
belum pernah mendapatkan OAT atau mendapatkan OAT < 1 bln
 Kambuhan
pernah OAT & sembuh, kembali dengan BTA +
 Pindahan
Pasien OAT pindah wilayah pengobatan
 Lalai
OAT 1 bulan, stop ≥ 2 bln, datang lg berobat
 Gagal
BTA + tetap/kembali BTA + stlah ≥ 5 bln ; BTA - à BTA + pada akhir
bln ke-2 pengobatan
 Kronis
BTA + setelah selesai OAT ulang kategori 2

*seseorang yang pernah kena TB yang kemudian terjadi kerusakan pada paru
akan membentuk jaringan parut atau jaringan fibrosa, yang ketika dirontgen
jaringan tersebut tidak dapat hilang*

BP4 à Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru

Terapi

Tujuan dari terapi penggunaan obat-obat antituberkulosis

1. Menyembuhkan penderita
Beda dengan HIV/AIDS yang tidak/belum bisa disembuhkan
2. Mencegah kematian
TB jika tidak diobati dapat menyebabkan kematian
3. Mencegah kekambuhan
4. Menurunkan tingkat penularan

Prinsip Terapi

a. Memberikan OAT dengan benar dan cukup


Benar di sini dari sisi tepat DOSIS, karena pasien TB didasarkan
pada BERAT BADAN. Semakin besar BB, maka DOSIS yang
dibutuhkan juga semakin besar. Ini terkait dengan luas permukaan
tubuh.
b. Menghindari monoterapi untuk mencegah resistensi
Obat TB tidak diperbolehkan dengan terapi tunggal, harus
kombinasi.
c. Kepatuhan  DOT/PMO
Penting untuk meningkatkan kepatuhan dari pasien
PMO  Pengawas Minum Obat
DOT  Directly Observed Treatment
d. 2 tahap  intensif dan lanjutan
o Fase intensif : 2 bulan
o Fase lanjutan : 4 bulan

Contoh :

- KOMBIPAK
4 rejimen obat diminum satu-satu
- FDC (Fixed Dose Combination)
1 kapsul berisi 4 obat
Mekanisme OAT

Empat rejimen utama pengobatan TB (first line) :


1. Isoniazid (1952)
2. Ethambutol (1961)
3. Pyrazinamide (1952)
4. Rifampin/Rifampisin (1966)
Termasuk golongan antibiotik yang berfungsi untuk menghambat
sintesis asam nukleat.
 Dari tahun penemuannya, sudah sangat tua sekali sehingga rentan
sekali terjadi resistensi.
 Tiga obat yang lain selain rifampisin berfokus pada dinding sel

Second line TB drugs

• Aminoglikosida

Yang terkenal sering digunakan  STREPTOMYCIN

• Polipeptida

• PAS (p-aminosalicyclic acid)

• Fluoroquinolon

Contohnya LEVOFLOXACIN, CIPROFLOXACIN


• Thioamids

• Cyclosering

Multi Drug Resistence TB (MDR TB)??


Ditemukan tahun 2000-an
Sebagian besar resisten terhadap ISONIAZID dan RIFAMPISIN

Extensively Drug Resistant TB (XDR TB)??


Ditemukan tahun 2008

Resistensi bisa terjadi karena dua faktor :

1. Sisi pasien
Adanya kelalaian dalam mengkonsumsi obat
2. Sisi bakteri
Bakteri semakin berkembang kecerdasannya untuk melawan antibiotik
yang diberikan
*terdapat pertanyaan, apakah jika kita sebagai farmasis di rumah sakit
meracik obat TB misalnya puyer, apakah dapat terkena TB?
Yang mungkin terjadi bukanlah terkena TB tapi memacu terjadinya
resistensi obat karena tubuh kita sering terpapar oleh obat TB. Pun juga
yang bekerja di QC di Industri Farmasi ketika menangani obat TB harus
mengikuti SOP yang benar.

MDR TB
MDR TB  resisten terhadap 2 dari 4 obat lini pertama untuk TB yaitu
yang sering terjadi adalah ISONIAZID dan RIFAMPISIN/RIFAMPIN
Jika terjadi MDR-TB upaya yang bisa dilakukan adalah penambahan SECOND
LINE, kalau di Indonesia yang sering dipakai adalah fluoroquinolon

XDR TB

• Pasien yang mengalami MDR (isoniazid dan rifampin) + fluoroquinolon


+ 1 dari 3 parenteral OAT

• 3 parenteral OAT adalah :

▫ Kanamisin

▫ Amikasin

▫ Capreomisin

• Jika seseorang masuk ke dalam kategori XDR-TB sampai saat ini (2013)
belum ada guideline-nya.

*di Indonesia kasus resistensi seperti ini risiko kejadiannya besar sekali
terkait dengan penggunaan antibiotik yang tidak rasional terutama
penggunaan obat-obat golongan fluoroquinolon

*realitanya pasien dengan Infeksi Saluran Pernapasan, bukannya diberikan


amoxicilin terlebih dahulu tapi langsung diberikan ciprofloxacin.
Kemudian pada ISK, bukannya diberikan kotrimoksazol malah diberikan
ciprofloxacin. Karena sering digunakan inilah, fluoroquinolon risiko
resistensinya besar.
KOMBIPAK

2HRZE/4H3R3
Kategori 1 2HRZE/4HR
2HRZE/6HE

2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Kategori 2
2HRZES/HRZE/5HRE

2HRZ/4H3R3
Kategori 3 2HRZ/4HR
2HRZ/6HE

2HRZE  selama 2 bulan (lama terapi fase awal) diberikan HRZE (Isoniazid,
Rifampin, Pirazinamid, Etambutol) tiap hari 1 kali

4H3R3  untuk fase lanjutan selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu


untuk obat Isoniazid dan Rifampin (misal : Senin, Rabu, Jum’at) 1x sehari

Yang berlaku di Indonesia hanya baris pertama tiap kategori

Kategori 1 à 2HRZE

Kateogri 2 à 2HRZES

Kategori 3 à 2HRZ

H à Isoniazid

R à Rifampin

Z à Pirazinamide

E à Ethambutol
Kategori 1

 Penderita baru TB Paru BTA Positif


 Penderita baru TB Paru BTA negatif tapi Röntgen Positif yang “sakit
berat”
 Penderita TB Ekstra Paru berat  kortikosteroid

Kategori 2

 Obat ini diberikan untuk penderita TB paru


 BTA(+) yang sebelumnya pernah diobati, yaitu :
o Penderita kambuh (relaps)
o Penderita gagal (failure)
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai

Kategori 3

- Penderita baru BTA negatif dan röntgen positif sakit ringan


- Penderita TB ekstra paru ringan

OAT sisipan

- Diberikan setelah fase intensif. Diperiksa setelah 2 bulan kok masih (+)
maka ditambah 1 bulan untuk fase sisipan. Ini untuk penderita dengan
BB 33-50 kg. Untuk BB yang lebih dari 33-50 kg maka dosis bisa
berubah.
- Digunakan untuk Pasien BTA + kategori 1 dan 2 yang pada akhir
pengobatan intensif masih menunjukkan hasil BTA (+)
- Berat badan antara 33 – 50 kg :
o 1 tablet Isoniazid 300 mg,
o 1 kaplet Rifampisin 450 mg,
o 3 tablet Pirazinamid 500 mg,
o 3 tablet Etambutol 250 mg

Fix Dose Combination (FDC)

 Kombinasi obat dalam satu sediaan


 FDC lebih meningkatkan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
 Kategori 1 dan 3 : 2(HRZE)/4(HR)3
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/1(HRZE)/5(HR)3E3
 Namun harus hati-hati karena bila pasien alergi obat, kita tidak bisa
menentukan pasien alergi obat yang mana.

*Bagaimana dengan bayi? Apakah boleh dibuat puyer?


BOLEH...

*Pertanyaan : tadinya pasien menggunakan KOMBIPAK, ternyata tidak


ada alergi, bolehkah nanti fase lanjutan diganti FDC? BOLEH...hanya saja
biasanya kalau di awal dapat KOMBIPAK, seterusnya dapat KOMBIPAK.

*Yang ada malah, kalau di awal dapat FDC kemudian di fase lanjutan bisa
diganti dengan KOMBIPAK karena pada fase lanjutan sebelumnya
mengalami gejala efek samping.

*Efek samping yang sering terjadi adalah MUAL dan MUNTAH. Salah satu
upaya untuk meminimalisir efek samping tersebut biasanya obat
dianjurkan untuk dikonsumsi pada malam hari.

*Jika tetap saja mual muntah ada kemungkinan ditambahkan dengan


antiemetik.

*Bagaimana dengan lupa minum obat? Apakah diulang dari awal lagi?
Jika lupa minum obat, dilihat durasi jadwal dengan jadwal minum
berikutnya. Misalnya pasien rutin minum 2 bulan setiap hari pukul 22.00
kemudian pada suatu hari pasien tsb lupa dengan jadwal berikutnya
berdekatan atau tidak? Jika berdekatan, maka jadwalnya saat itu di-skip.
Lalu dilanjutkan jadwal berikutnya.
Kondisi Khusus

- BUMIL à hindari streptomisin


Dapat menyebabkan ototoksik permanen (ketulian total) yang
sifatnya irreversible pada janin.
- BUSU à aman semua OAT, kepatuhan perlu
- Rifampisin menurunkan efektivitas kontrasepsi
Jika ada pasien ada yang sedang menjalani kontrasepsi maka
dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi nonhormonal
- TB + HIV : sama dengan TB pada umumnya
Pilihan obat sama dengan TB pada umumnya. Bedanya bukan pada
pemilihan obat tapi pada KAPAN pengobatan mulai diberikan.
Ada obat TB yang bisa dibarengkan dengan obat HIV ada yang tidak
tergantung pada nilai CD4.
o Jika CD4 (baseline : 200) > 200 maka obat TB masuk dulu
sampai fase intensif selesai
o Jika CD4 < 200 maka tidak sampai dua minggu, obat HIV harus
masuk tubuh
- Gangguan ginjal à hati2 thd SE (Streptomisin dan Etambutol)
Hati-hati bukan berarti tidak boleh tapi memerlukan monitoring
khusus terutama untuk pasien dengan gangguan ginjal
Terutama nilai klirens kreatinin sehingga perlu dilakukan
adjustment dose pada pasien yang membutuhkan Streptomisin dan
Etambutol tapi punya gangguan ginjal. Kecuali terjadi
kontraindikasi maka harus dihentikan dan diganti.
- Hepatitis akut à 3 bulan SE dilanjutkan 6 RH
Dilihat fungsi ALT/AST untuk mengetahui fungsi hepar.
AST = SGOT
ALT = SGPT
- Gangguan hepar à pirazinamid stop, OAT lain dberikan selama < 3 x
range normal
Range normal AST/ALT kira-kira 30.
Pada kondisi AST/ALT meningkat lebih dari 3x (±90) tidak ada
satupun OAT yang boleh dikonsumsi. Tunggu dulu sampai turun
AST/ALT nya kurang dari 3x peningkatan baru dikasih lagi OAT.
AST/ALT bisa naik karena keracunan atau alergi obat.
Cara paling cepat menurunkan nilai AST/ALT adalah dengan
mengkonsumsi TEMULAWAK, KUNYIT (hepatoprotektor)
- DM à Rifampisin menurunkan efektivitas sulfonilurea
Kemungkinan 1  dosis dinaikkan
Kemungkinan 2  diganti dengan insulin

Monitoring Efektivitas

- Minimal 2 kali pemeriksaan sputum saat :


o Akhir fase intensif (setelah 2 bulan pertama)
o Akhir bulan kelima à kalau masih (+) : GAGAL
o Akhir pengobatan
- Biasanya kalau udah mau sembuh, pemeriksaan akhir fase intensif
sudah negatif (-), akan tetapi pengobatan tidak langsung berhenti.
Tetap lanjut selama 6 bulan karena bakterinya bisa saja dormant.
Kalau tidak patuh, bisa saja nanti kambuh. Kalau kambuh tidak bisa
lagi pakai kategori 1, harus pakai kategori 2.
- MDR TB pengambilan sputum tiap bulan
Karena resistensi maka perlu dilakukan pengambilan sputum secara
intens ditakutkan masuk ke XDR-TB.
Lama terapi MDR-TB bisa sampai 20 bulan
*Efek samping yang bisa muncul setelah pemakaian panjang berupa
gangguan sistem saraf perifer  diberikan vitamin B kompleks

Anda mungkin juga menyukai