BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Konsep Teori Masa Nifas
a. Definisi Masa Nifas
Masa nifas (postpartum / puerpurium) barasal dari kata latin yaitu dari kata
“puer” yang artinya bayi dan “parous” yang berarti melahirkan, yaitu masa pulih
kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra
hamil lama masa nifas berkisar sekitar 6-8 minggu (Sujiyatini, 2010). Masa nifas
(puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta berakhir dan ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas atau puerpurium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Anggraini, 2010). Masa setelah
melahirkan plasenta lahir dan berakhir katika alat alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saleha,
2011). Masa puerperium atau masa nifas mulai setelah partus selesai, dan berakhir
kira-kira setelah 6 minggu akan tetapi seluruh alat genital akan pulih kembali seperti
sebelum kehamilan dalam 3 bulan (Wiknjosastro, 2010). Masa Nifas adalah masa
setelah seorang ibu melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan
kesehatannya kembali yang umumnya memerlukan waktu 6- 12 minngu (Varney, dkk,
2012).
6
pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan
ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.
Dengan involusi uterus, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi
tempat atau situs placenta akan menjadi nekrotik (layu/ mati), pelepasan jaringan
nekrotik disebabkan karena pertumbuhan endometrium. Decidua yang mati akan
keluar bersama sisa cairan suatu campuran antara darah yang dinamakan lochea,
yaitu suatu ekskresi cairan rahim selama masa nifas yang mempunyai reaksi basa
atau alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada
kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea mempunyai bau amis (anyer),
meskipun tidak terlalu menyengat, dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita.
Lochea mengalami perubahan karena proses involusi. Lochea adalah cairan sekret
yang berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
4) Perubahan Sistem Pencernaan
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya
disebabkan karena makanan padat dan kurangnya bersarat selama persalinan.
Disamping itu rasa takut untuk buang air besar, sehubungan dengan jahitan pada
perinium, jangan sampai lepas dan juga takut akan rasa nyeri. Buang air besar harus
dilakukan 3-4 hari setelah persalinan. Bilamana masih juga terjadi konstipasi dan
beraknya mungkin keras dapat diberikan obat per oral atau per rektal (Suherni,
2010).
5) Perubahan Sistem Perkemihan
Menurut Suherni (2010), Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2
sampai 8 minggu,tergantung pada : Keadaan atau status sebelum persalinan,
Lamanya partus kala 2 dilalui, Besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat
persalinan.
6) Perubahan Hormon
Steroid : Dengan ekspulsi plasenta, kadar steroid akan turun mendadak dan
waktu paruh dapat terukur beberapa menit atau jam. Akibat produksi kontinu
progesteron dalam kadar rendah oleh korpus luteum, maka kadarnya dalam darah
tidak segera mencapai kadar basal pranatal, seperti halnya estradiol. Progesteron
plasma menurun mencapai kadar fase luteal dalam 24 jam setelah persalinan, namun
baru mencapai kadar folikular setelah beberapa hari. Pengangkatan korpus luteum
7
berakibat penurunan mencapai kadar fase folikular dalam 24 jam. Estradio mencapai
kadar fase folikular dalam 1-3 hari setelah persalinan.
Hormon-hormon Hipofisis : Kelenjar hipofisis yang mengalami pembesaran
selama kehamilan terutama akibat peningkatan laktotrof, tidak akan mengecil
sampai selesai menyusui. Sekresi FSH dan LH terus ditekan pada minggu-minggu
pertama nifas, dan stimulus dengan bolus GnRH menyebabkan pelepasan FSH dan
LH subnormal. Dalam minggu-minggu berikutnya, kepekaan terhadap GnRH
kembali pulih dan banyak wanita memperlihatkan kadar LH, dan FSH serum fase
folikular pada minggu ketiga atau keempat postpartum.
Prolaktin : Prolaktin (PRL) serum yang meningkat selama kehamilan akan
menurun pada saat persalinan dimulai dan kemudian memperlihatkan pola sekresi
yang bervariasi tergantung apakah ibu menyusui atau tidak. Persalinan dikaitkan
dengan suatu lonjakan PRL yang diikuti suatu penurunan cepat kadar serum dalam
7-14 hari pada ibu-ibu yang tidak menyusui (Bahiyatun, 2012).
8
b. Manfaat Menyusui
Manfaat menyusui ternyata tidak hanya untuk bayi, tetapi juga bermanfaat bagi ibu.
Adapun manfaat yang diperoleh dengan menyusui untuk ibu menurut Astuti (2015)
adalah :
1) Menyusui membantu mempercepat pengembalian rahim ke bentuk semula dan
mengurangi perdarahan setelah kelahiran. Ini karena isapan bayi pada payudara
dilanjutkan melalui saraf ke kelenjar hipofise di otak yang mengeluarkan hormon
oksitosin. Oksitosin selain bekerja untuk mengkontraksikan saluran ASI pada
kelenjar air susu juga merangsang uterus untuk berkontraksi sehingga mempercepat
proses involusio uteri.
2) Menyusui secara teratur akan menurunkan berat badan secara bertahap karena
pengeluaran energi untuk ASI dan proses pembentukannya akan mempercepat
seorang ibu kehilangan lemak yang ditimbun selama kehamilan
3) Bagi ibu, pemberian ASI mudah karena tersedia dalam keadaan segar dengan suhu
selalu siap jika diperlukan pada malam hari.
4) Mengurangi biaya pengeluaran karena ASI tidak perlu dibeli
5) Menyusui dapat meningkatkan kedekatan antara ibu dan bayi. Bayi yang sering
berada dalam dekapan ibu karena menyusui akan merasakan kasih sayang ibunya.
Bayi juga akan merasa aman dan tentram, terutama karena masih dapat mendengar
detak jantung ibunya yang telah dikenal selama dalam kandungan. Perasaan
terlindung ini akan menjadi dasar perkembangan emosi dan membentuk kepribadian
yang percaya diri dan dasar spiritual yang baik
6) Pemberian ASI secara eksklusif dapat menunda proses menstruasi dan ovulasi
selama 20 sampai 30 minggu atau lebih karena isapan bayi merangsang hormon
prolaktin yang menghambat terjadinya ovulasi/pematangan telur sehingga menunda
kesuburan.
7) Menyusui menurunkan resiko kanker ovarium dan kanker payudara pramenopause,
serta penyakit jantung pada ibu. Hasil penelitian menemukan bahwa resiko kanker
payudara turun 4,3% pada ibu yang menyusui, menyusui juga dapat menurunkan
osteoporosis.
9
8) Wanita menyusui yang tidak memiliki riwayat diabetes gestasional akan
kemungkinan yang lebih kecil untuk mengalami diabetes tipe 2 di kemudian hari
(Astuti, 2015).
c. Mekanisme Menyusui
Reflek yang penting dalam mekanisme isapan bayi terbagi menjadi tiga menurut
Marliandiani& Ningrum (2015) yaitu:
1) Refleks Menangkap (Rooting Refleks)
Timbul saat bayi baru lahir, pipi disentuh, dan bayi akan menoleh kearah sentuhan.
Bibir bayi dirangsang dengan puting susu, maka bayiakan membuka mulut dan
berusaha menangkap puting susu.
2) Refleks Menghisap (Sucking Refleks)
Refleks ini timbul apabila langit-langit mulut bayi tersentuh oleh puting. Agar
puting mencapai palatum, maka sebagian besar areola harus masuk kedalam mulut
bayi. Dengan demikian, sinus laktiferus yang berada di bawah areola tertekan
antara gusi, lidah, dan palatum sehingga ASI keluar.
3) Refleks Menelan (Swallowing Refleks)
Refleks ini timbul apabila mulut bayi terisi oleh ASI, maka bayi akan menelannya
d. Teknik Menyusui
Teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan
perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar. Untuk mencapai keberhasilan
menyusui diperlukan pengetahuan mengenai teknik-teknik menyusui yang benar.
Indikator dalam proses menyusui yang efektif meliputi posisi ibu dan bayi yang benar
(body position), perlekatan bayi yang tepat (latch), keefektifan hisapan bayi pada
payudara (effective sucking) (Rinata, dkk, 2016).
Menyusui dengan teknik yang salah menimbulkan masalah seperti puting susu
menjadi lecet dan ASI tidak keluar secara optimal sehingga mempengaruhi produksi
ASI selanjutnya enggan menyusu. Hal ini menyebabkan kebutuhan ASI bayi tidak
tercukupi.Menurut Riksani dengan teknik menyusui yang benar akan mendorong
keluarnya ASI secara maksimal sehingga keberhasilan menyusui bisa tercapai (Rinata,
dkk, 2016).
10
Adapun langkah-langkah teknik menyusui dengan benar sebagai berikut :
1) Tempatkan ibu pada posisi yang nyaman: duduk bersandar, tidur miring, atau
berdiri. Bila duduk, jangan sampai kaki menggantung.
2) Minta ibu untuk mengeluarkan sedikit ASI dengan cara meletakkan ibu jari dan jari
telunjuk sejajar di tepi areola, kemudian tekan ke arah dinding dada lalu dipencet
sehingga ASI mengalir keluar. Minta ibu untuk mengoleskan ASI tersebut pada
puting susu dan areola sekitarnya. Menjelaskan ke ibu bahwa hal ini bermanfaat
sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu.
3) Minta ibu untuk menempatkan kepala bayi pada lengkung siku ibu, kepala bayi tidak
boleh tertengadah, sokong badan bayi dengan lengan dan bokong bayi ditahan
dengan telapak tangan ibu. Minta ibu untuk memegang bayi dengan satu lengan saja.
4) Minta ibu untuk menempatkan satu lengan bayi di bawah ketiak ibu dan satu di
depan
5) Minta ibu untuk meletakkan bayi menghadap perut/payudara ibu, perut bayi
menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara sehingga telinga dan lengan
bayi berada pada satu garis lurus.
6) Minta ibu untuk menatap bayinya dengan kasih sayang
11
Perlekatan Bayi
1) Minta ibu untuk memegang payudara dengan ibu jari di atas dan jari yang lain
menopang di bawah. Jangan menekan puting susu atau areolanya saja
2) Minta ibu untuk memberi rangsangan kepada bayi agar membuka mulut (rooting
reflex) dengan cara : menyentuh pipi dengan puting susu, atau menyentuh sisi mulut
bayi
3) Setelah bayi membuka mulut, minta ibu untuk dengan cepat mendekatkan kepala
bayi ke payudara ibu dengan puting serta areola dimasukkan ke mulut bayi:
Usahakan sebagian besar areola dapat masuk ke dalam mulut bayi, Setelah bayi
mulai mengisap, payudara tak perlu dipegang atau ditopang lagi
4) Perhatikan tanda-tanda perlekatan bayi yang baik: dagu bayi menempel di payudara
(C = chin) sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi, terutama areola bagian
bawah (A= areola) bibir bayi terlipat keluar (bibir atas terlipat ke atas dan bibir
bawah, terlipat ke bawah) sehingga tidak mencucu (L= lips), mulut terbuka lebar
(M = Mouth)
12
Melepas Isapan
1) Minta ibu untuk ganti menyusui pada payudara yang lain apabila pada satu payudara
sudah terasa kosong. Minta ibu melepas isapan dengan cara: jari kelingking
dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut, atau dagu bayi ditekan ke bawah
2) Minta ibu agar menyusui berikutnya dimulai dari payudara yang belum
terkosongkan (yang diisap terakhir)
3) Setelah selesai menyusui, minta ibu untuk mengeluarkan ASI sedikit kemudian
oleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Biarkan kering dengan sendirinya
(Rinata, 2016).
13
3) Diatas 12 bulan ASI saja hanya memenuhi sekitar 30% kebutuhan bayi dan
makanan padat sudah menjadi makanan utama. Namun, ASI tetap dianjurkan
pemberiannya sampai paling kurang 2 tahun untuk manfaat lainnya
14
a) Refleks Prolaktin
Refleks prolaktin merupakan stimulasi produksi ASI yang membutuhkan
impuls saraf dari puting susu, hipotalamus, hipofise anterior, prolaktin,
alveolus, dan ASI. Pada akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan
untuk membuat kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas prolaktin dihambat
oleh ekstrogen dan progesteron yang masih tinggi. Faktor pencetus sekresi
prolaktin akan merangsang hipofisis anterior sehingga keluar prolaktin.
Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu.
Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal tiga bulan setelah
melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada
peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun mengeluaran air susu tetap
berlangsung. Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi
normal pada minggu ke 2-3. Sementara pada ibu menyusui, prolaktin akan
meningkat dalam keadaan seperti stres atau pengaruh psikis, anestesi, operasi,
dan rangsangan puting susu (Marlindiani& Ningrum, 2015).
b) Refleks Aliran (Let Down Refleks)
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofisis anterior,
rangsangan yang berasal dari isapan bayi dilanjutkan ke hipofisis posterior
(neurohipofsis) yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah,
hormon ini menuju uterus sehingga menimbulkan kontraksi. Kontraksi dari sel
akan memeras air susu yang telah terbuat, keluar dari alveoli dan masuk ke
sistem duktus dan selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus ke mulut bayi
(Marlindiani, 2015).
faktor -faktor yang meningkatkan let down refleks adalah sebagai berikut
: 1) Ibu dalam keadaan tenang. 2) Dengan melihat, mengamati bayi
Mendengarkan suara/ tangisan bayi. 4) Mencium dan mendekap bayi. 5)
Memikirkan untuk menyusui bayi.
Kondisi yang dapat menghambat let down refleks adalah ibu dalam keadaan
stress takut, cemas, khawatir/bingung, ragu terhadap kemampuannya merawat
bayi (Marlindiani&Ningrum, 2015).
15
2) Pengeluaran ASI (oksitosin)
Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang berirama akan
menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat pada glandula pituitari posterior,
sehingga keluar hormon oksitosin. Hal ini menyebabkan sel-sel miopitel di sekitar
alveoli akan berkontraksi dan mendorong ASI masuk dalam pembuluh ampula.
Pengeluaran oksitosin selain dipengaruhi oleh isapan bayi, juga oleh reseptor yang
terletak pada duktus. Apabila duktus melebar, maka secara reflektoris oksitosin
dikeluarkan oleh hipofisis (Marliandiani & Ningrum, 2015).
16
3) ASI matur
ASI matur keluar setelah hari ke-14 dan seterusnya. ASI matur akan terlihat
lebih encer daripada susu sapi. pada tahap ini, ASI banyak mengandung nutrisi
yang sangat dibutuhkan oleh bayi. Air susu matur merupakan nutrisi yang terus
berubah disesuaikan dengan stimulasi saat laktasi. ASI merupakan makanan satu-
satunya paling baik bagi bayi sampai usia enam bulan. Air susu matur memiliki
dua tipe yaitu foremilk dan hindmilk. Foremilk merupakan ASI yang keluar lebih
dulu saat ibu menyusui. Sifat foremilk lebih encer, tinggi laktosa, dan protein yang
penting untuk pertumbuhan otak dan berfungsi sebagai penghilang rasa haus pada
bayi. Hindmilk keluar beberapa saat setelah foremilk , sifatnya lebih kental dan
kandungan lemak lebih tinggi sehingga memberikan efek kenyang pada bayi, serta
bermaanfaat untuk pertumbuhan fisik (Marlindiani&Ningrum, 2015).
d. Manfaat ASI
Pemberian ASI eksklusif bertujuan untuk menjamin pemenuhan hak bayi untuk
mendapatkan ASI eksklusif sejak lahir sampai berusia 6 bulan dengan memperhatikan
pertumbuhan dan perkembangannya (Astuti, 2015). Dampak yang terjadi jika bayi
tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu bayi memiliki resiko kematian karena diare
3,94 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.
Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan bahwa bayi yang diberikan susu formula lebih
sering mengalami diare dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif
(Khrist & Margawati, 2011 dalam Marlindiani&Ningrum, 2015). Di Amerika, tingkat
kematian bayi pada bulan pertama berkurang sebesar 21% pada bayi yang disusui. Bayi
yang tidak memperoleh zat kekebalan tubuh tidak mendapatkan makanan yang bergizi
tinggi serta berkualitas dapat menyebabkan bayi mudah mengalami sakit yang
mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan kecerdasannya terhambat (Mursyida,
2013 dalam Astuti, 2015).
Manfaat pemberian ASI menurut Astuti (2015) dibagi menjadi 4 yaitu :
1) Manfaat ASI untuk bayi
a) Kualitas dan kuantitas nutrisi yang optimal, namun tidak meningkatkan risiko
kegemukan.
b) Antibodi tinggi sehingga aak lebih sehat.
17
c) Tidak menimbulkan alergi dan menurunkan resiko kencing manis.
d) Menimbulkan efek psikologis untuk pertumbuhan.
e) Mengurangi resiko karies gigi.
f) Mengurangi resiko infeksi saluran pencernaan (muntah, diare)
g) Mengurangi resiko infeksi saluran pernapasan dan asma.
h) Meningkatkan kecerdasan.
i) Mudah dicerna, sesuai kemampuan pencernaan bayi.
2) Manfaat ASI untuk Ibu
a) Isapan bayi merangsang terbentuknya oksitosin sehingga meningkatkan
kontraksi rahim.
b) Mengurangi jumlah pendarahan nifas.
c) Mengurangi resiko karsinoma mammae.
d) Mempercepat pemulihan kondisi ibu nifas.
e) Berat badan lebih cepat kembali normal.
f) Metode KB paling aman, kadar prolaktin meningkatkan sehingga akan
menekan hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan ovulasi.
g) Suatu kebanggaan bagi ibu jika dapat menyusui dan merasa menjadi sempurna
3) Manfaat bagi Keluarga
a) Aspek ekonomi dan psikologi
Tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli susu formula, bayi
yang sehat karena diberi ASI dapat menghemat biaya kesehatan dan
mengurangi kekhawatiran keluarga.
b) Aspek kemudahan Lebih praktis saat berpergian karena tidak perlu membawa
botol, susu, air panas, dan segala macam perlengkapan (Marlindiani&Ningrum,
2015).
18
1) Faktor makanan ibu
Makanan yang dikonsumsi ibu menyusui berpengaruh terhadap produksi
ASI. Apabila makanan yang ibu makan mengandung cukup gizi dan pola makan
yang teratur, maka produksi ASI akan berjalan lancar (Dewi& Sunarsih, 2011).
Kelancaran produksi ASI akan terjamin apabila makanan yang dikonsumsi ibu
setiap hari cukup akan zat gizi dibarengi pola makan teratur (Riksani, 2012). Nutrisi
dan gizi memegang peranan penting dalam hal menunjang produksi ASI yang
maksimal. Penyebab produksi ASI tidak maksimal karena asupan nutrisi ibu yang
kurang baik, menu makanan yang tidak seimbang dan juga mengkonsumsi
makanan yang kurang teratur maka produksi ASI tidak mencukupi untuk bayi.
karena produksi dan pengeluaran ASI dipengaruhi oleh hormon prolaktin yang
berkaitan dengan nutrisi ibu (Wiknjosastro, dkk. 2012). Seorang Ibu dengan gizi
baik akan memproduksi ASI sekitar 600 – 800 ml pada bulan pertama, sedangkan
ibu dengan gizi kurang hanya memproduksi ASI sekitar 500 – 700 ml (Marmi,
2015).
2) Faktor isapan bayi
Isapan mulut bayi akan menstimulus hipotalamus pada bagian hipofisis
anterior dan posterior. Hipofisis anterior menghasilkan rangsangan (rangsangan
prolaktin) untuk meningkatkan sekresi prolaktin. Prolaktin bekerja pada kelenjar
susu (alveoli) untuk memproduksi ASI. Isapan bayi tidak sempurna atau puting
susu ibu yang sangat kecil akan membuat produksi hormon oksitosin dan hormon
prolaktin akan terus menurun dan ASI akan terhenti (Dewi & Sunarsih, 2011).
3) Frekuensi penyusuan
Menyusui bayi direkomendasi 8 kali sehari pada bulan-bulan pertama
setelah melahirkan untuk menjamin produksi dan pengeluaran ASI. Frekuensi
menyusui berkaitan dengan kemampuan stimulasi kedua hormon dalam kelenjar
payudara, yakni hormon prolaktin dan oksitosin (Riksani, 2012). Produksi ASI
kurang di akibatkan frekuensi penyusuan pada bayi yang kurang lama dan
terjadwal. Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi
sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI. Penelitian yang dilakukan
Dewi dan Sunarsih mengatakan bahwa produksi ASI bayi premature akan optimal
dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama bulan pertama setelah
19
melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi premature belum dapat menyusu.
Bayi cukup bulan frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali per hari selama 2 minggu
pertama setelah melahirkan, berhubungan dengan produksi ASI yang cukup.
4) Riwayat penyakit
Penyakit infeksi baik yang kronik maupun akut yang mengganggu produksi
ASI dapat mempengaruhi produksi ASI (Dewi dan Sunarsih, 2011).
5) Faktor psikologis
Produksi ASI dipengaruhi oleh faktor psikologis, kejiwaan ibu yang selalu
dalam keadaan tertekan, sedih, kecemasan, kurang percaya diri dan berbagai
bentuk ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI. Untuk memproduksi
ASI yang baik, ibu harus dalam keadaan tenang (Kristiyansari, 2009). Kondisi ibu
yang mudah cemas dan stres dapat mengganggu laktasi sehingga dapat
berpengaruh pada produksi ASI. Hal ini di karenakan kecemasan dapat
menghambat pengeluaran ASI (Kodrat, 2010). Menurut penelitian Mittra Jalal
(2017) kecemasan dan stress dapat menurunkan hormone prolaktin dan sekresi
oksitosin, sehingga aliran susu berkurang ketika ibu menyusui
6) Berat badan lahir
Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI
yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr). Kemampuan
mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang
lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi stimulasi
hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI (Dewi & Sunarsih, 2011)
7) Perawatan payudara
Perawatan payudara bermanfaat untuk mempelancarkan sirkulasi darah dan
mencegah tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancar pengeluaran 24 ASI
dengan ASI dengan cara menjaga agar payudara senantiasa bersih dan terawat
(puting susu) karena saat menyusui payudara ibu akan kontak langsung dengan
mulut bayi menurut (Maryunani, 2012). Perawatan payudara dapat merangsang
hipofsis untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan oksitosin. Kedua hormon inilah
yang berperan besar dalam produksi ASI. Perawatan payudara yang dimulai dari
kehamilan bulan ke 7-8 memegang peranan penting dalam menyusui bayi.
Payudara yang terawat akan memproduksi ASI yang cukup untuk memenuhi
20
kebutuhan bayi dan dengan perawatan payudara yang baik, maka putting tidak akan
lecet sewaktu diisap bayi (Dewi & Sunarsih, 2011).
8) Pola tidur
Ibu Menyusui memiliki pola istirahat kurang baik dalam jumlah jam tidur
maupun gangguan tidur. Faktor istirahat mempengaruhi produksi dan pengeluaran
ASI. Apabila kondisi ibu terlalu capek, kurang istirahat maka ASI juga berkurang
(Rini Susilo, 2011)
9) Jenis persalinan
Pada persalinan normal proses menyusui dapat segera dilakukan setelah bayi
lahir. Biasanya ASI sudah keluar pada hari pertama persalinan. Sedangkan pada
persalinan tindakan sectio ceasar seringkali sulit menyusui bayinya segera setelah
lahir, terutama jika ibu diberikan anestesi umum. Ibu relatif tidak dapat menyusui
bayinya di jam pertama setelah bayi lahir. Kondisi luka operasi di bagian perut
membuat proses menyusui sedikit terhambat. (Prawirohardjo dalam Marmi, 2012)
10) Umur kehamilan saat melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi produksi ASI. Hal ini
disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu)
sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif sehingga produksi ASI
lebih rendah dari pada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan
mengisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum
sempurnanya fungsi organ (Dewi dan Sunarsih, 2011).
11) Konsumsi rokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon
prolaktin dan oksitosin untuk memproduksi ASI. Merokok akan menstimulasi
pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin
(Dewi dan Sunarsih, 2011)
21
susu demikian sebenarnya bukanlah halangan bagi ibu untuk menyusui dengan baik
dengan mengetahui sejak awal, ibu mempunyai waktu untuk mengusahakan agar
puting susu lebih mudah sewaktu menyusui. Disamping itu juga sangat penting
memperhatikan kebersihan personal hygiene (Rustam, 2009). Payudara adalah
pelengkap organ reproduksi wanita dan pada masa laktasi akan mengeluarkan air susu.
Payudara mungkin akan sedikit berubah warna sebelum kehamilan, areola (area yang
mengelilingi puting susu) biasanya berwarna kemerahan, tetapi akan menjadi coklat
dan mungkin akan mengalami pembesaran selama masa kehamilan dan masa menyusui
(Manuaba, 2011).
22
b) Lanjutkan mengurut dari dinding dada kearah payudara diseluruh bagian
payudara.
c) Ini akan membuat ibu lebih rileks dan merangsang pengaliran ASI (hormon
oksitosin).
3) Shake (goyang)
Dengan posisi condong kedepan, goyangkan payudara dengan lembut, biarkan gaya
tarik bumi meningkatkan stimulasi pengaliran.
23
3) Penanganan putting susu lecet
Bagi ibu yang mengalami lecet pada puting susu, ibu bias mengistirahatkan
24 jam pada payudara yang lecet dan memerah ASI secara manual dan ditampung
pada botol steril lalu di suapkan menggunakan sendok kecil . Olesi dengan krim
untuk payudara yang lecet. Bila ada madu, cukup di olesi madu pada puting yang
lecet.
4) Penanganan Pada Payudara Yang Terasa Keras Sekali Dan Nyeri, Asi Menetes
Pelan Dan Badan Terasa Demam.
Pada hari ke empat masa nifas kadang payudara terasa penuh dan keras, juga
sedikit nyeri. Justru ini pertanda baik. Berarti kelenjar air susu ibu mulai
berproduksi. Tak jarang diikuti pembesaran kelenjar di ketiak, jangan cemas ini
bukan penyakit dan masih dalam batas wajar. Dengan adanya reaksi alamiah tubuh
seorang ibu dalam masa menyusui untuk meningkatkan produksi ASI,maka tubuh
memerlukan cairan lebihbanyak. Inilah pentingnya minum air putih 8 sampai
dengan 10 gelas sehari
24
7) Pengurutan kedua. Tangan kiri menopang payudara kiri dan tangan kanan
melakukan pengurutan dengan menggunakan sisi kelingking. Dilakukan sebanyak
20 – 30 kali. Lakukan pada kedua payudara kanan-kiri
8) Pengurutan ketiga dengan menggunakan sendi-sendi jari. Posisi tangan mengepal.
Tangan kiri menopang payudara dan tangan kanan melakukan pengurutan dari
pangkal kea rah putting. Dilakukan sebanyak 20 – 30 kali pada tiap payudara.
9) Meletakkan baskom dibawah payudara dan menggunakan waslap yang di basahi
air hangat.
10) Mengguyur payudara sebanyak ± 5 kali. Kemudian di lap dengan waslap tersebut,
dan bergantian dengan air dingin. Masing-masing 5 kali guyuran (diakhiri dengan
air hangat)
11) Mengeringkan payudara dengan handuk yang dipasang di bahu
12) Memakai BH dan pakaian atas pasien dan menganjurkan pada pasien memakai BH
yang menopang
25
2) Keluhan utama
3) Riwayat Kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
4) Data Riwayat Penyakit
a) Riwayat kesehatan sekarang
b) Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit yang
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah klien operasi.
c) Riwayat kesehatan dahulu
d) Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang, maksudnya
apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama (plasenta previa)
e) Riwayat kesehatan keluarga
f) Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien ada juga
mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).
5) Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
c) Pola aktifitas
Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas
pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien
nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
d) Pola eleminasi
Pada klien postpartum sering terjadi adanya perasaan sering / susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema, yang
menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena
penderita takut untuk melakukan BAB.
e) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
26
f) Pola hubungan dan peranPeran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien
dengan keluarga dan orang lain.
g) Pola penagulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
h) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka jahitan dan nyeri
perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri oleh kontraksi uteri), pada pola
kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
i) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri
antara lain dan body image dan ideal diri
j) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi
dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
6) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi rambut, warna rambut,
ada atau tidak adanya edem, kadang-kadang terdapat adanya cloasma
gravidarum, dan apakah ada benjolan.
b) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-
kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang
mengalami perdarahan, sklera kunuing.
c) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah
cairan yang keluar dari telinga.
d) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan
pernapasan cuping hidung.
e) Leher
Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abstensi vena jugularis.
27
f) Dada dan payudara
Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada bisisng usus atau
tiak ada. Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi areola
mamae dan papila mamae
g) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri.
Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
h) Ginetelia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
i) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur, adanya
hemoroid.
j) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fiik
2) Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan suplai ASI
3) Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi tentag
ASI eksklusif
4) Resiko Infeksi berhubungan dengan respon hormonal psikologis
c. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan pada ibu Postpartum Spontan
Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Kaji karakteristik nyeri
dengan agen cidera diharapkan nyeri berkurang dengan 2. Ajarakn teknik distraksi dan
fisik kriteria hasil: relaksasi
1. Nyeri berkurang 3. Berikan posisi senyaman pasien
2. Klien terlihat rileks, ekspresi 4. Memotifasi untuk mobilisasi dini
wajah tidak tegang sesuai index
3. Klien tidur nyaman
28
Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
2. Menyusui tidak Setelah dilakukan tindakan Supresi Laktasi
efektif berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji kondisi payudara
dengan suplai ASI diharapkan ASI dapat keluar dengan 2. Kaji pengetahua pengalaman
kriteria hasil : menyusui
1. Klien sudah tahu cara menyusui 3. Lakukan perawatan payudara
yang benar (breast care)
2. Bayi mendapat asupan ASI dari 4. Kolaborasi dalam pemberian
ibu pelancar ASI
ASI ibu keluar dengan lancar
3. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji daerah luka
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 2. Kaji pengetahuan klien mengenai
dengan prosedur diharapkan tidak terjadi infeksi cara perawatan luka post
invasif dengan kriteria hasil : episiotomy
1. Tidak ada tanda infeksi 3. Ajarkan klien perawatan luka
2. Luka bersih 4. Minimalkan terjadinya infeksi
3. Vial sign dalam batas normal 5. Anjurkan klien menjaga
kebersihan lokasi luka
29
Perintah menyusui pertama kali ditemukan dalam urutan mushaf Alquran pada surat Al
Baqarah ayat 233
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberikan makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf”, (QS. Al-Baqarah [2]: 233)
30
C. Pathway
POSTPARTUM NORMAL
Tertahannya urine
Prolaktin Peningkatan kadar
Belajar Kondisi meningkat ocytosin Kantong urin
mengenal mengalami Penuh
perawatan diri perubahan Peningkatan
dan bayi Produksi ASI kontraksi uterus
meningkat Gangguan
Eliminasi
Defiit Nyeri Akut
Butuh Informasi Urin
pengetahuan Stimulus hisapan
bayi kurang
31