Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya alasan mengapa suatu penelitian dilakukan adalah karena adanya suatu
masalah. Tanpa adanya masalah, penelitian tidak dapat dilaksanakan. Namun pekerjaan peneliti
yang paling sulit adalah menemukan dan merumuskan permasalahan. Masalah dalam penelitian
sebaiknya dirumuskan dalam kalimat pertanyaan yang menunjukan hubungan antara dua variabel
atau lebih.

Berkaitan dengan itu maka langkah awal dalam sebuah penelitian adalah kegiatan
menemukan masalah. Langkah berikutnya adalah kegiatan merumuskan masalah yang
ditemukan dalam kalimat yang sederhana, jelas, spesifik, dan operasional, karena seluruh unsur
penelitian akan akan berpangkal pada rumusan masalah itu. Selain itu, rumusan masalah yang
baik dapat menuntun peneliti untuk menentukan langkah – langkah penelitian yang sistematis
dalam rangka memecahkan masalah tersebut dengan prosedur yang benar. Oleh sebab itu pada
makalah ini kami membahass tentang Perumusan Masalah pada Penelitian Kualitatif.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimanakah prinsip – prinsip dalam perumusan masalah?
b. Bagaimanakah menentukan fokus dalam masalah
c. Bagaimanakah analisis dalam perumusan masalah
d. Bagaimanakah model dalam perumusan masalah

1.3 Tujuan
a. Mengetahui prinsip – prinsip dalam perumusan masalah
b. Mengetahui cara menentukan fokus dalam masalah
c. Mengetahui analisis dalam perumusan masalah
d. Mengetahui model dalam perumusan masalah
BAB II

PEMBAHASAN

Permasalahan yang akan diteliti harus dirumuskan dengan benar agar dapat dicarikan
jawabannya melalui penelitian yang dilakukan. Pada tahap tahap penemuan masalah ini perlu
dipahami bagaimana cara menyederhanakan masalah untuk dapat dinyatakan dalam rumusan
masalah penelitian. Rumusan masalah awal merupakan panduan yang akan mengarahkan peneliti
dalam mengamati tindakan tertentu, mengamati tempat berlangsungnya peristiwa, menganalisis
dokumen, dan mewawancarai informan. Rumusan masalah ini akan membimbing peneliti
terfokus pada penelitiannya. Selain itu, cara peneliti mengajukan pertanyan penelitian sangat
penting untuk memandu langkah dalam melakukan penelitian, sekaligus menentukan metode
penelitian yang digunakan. Seorang peneliti dapat memilih metode penelitiannya terlebih dahulu
karena cakupan masalah dan rumusannya mengarah pada penentuan metode yang harus
digunakan. Jawaban atas pertanyaan bagaimana memilih metode penelitian yang tepat tidak
sederhana, walaupun rumusan masalah penelitian sudah secara otomatis mengacu dan
menyiratkan pada pendekatan, metode, dan bahkan model tertentu dari penelitian yang
dilakukan.1
Atas berbagai alasan peneliti yang cukup pribadi, seperti orientasi peneliti, pelatihan yang
diikuti, ataupun kemantapan pribadi, beberapa peneliti cenderung melihat masalah dari sudut
pandang kualitatif. Meskipun ada kemungkinan, seorang peneliti mengajukan rumusan masalah
yang sesuai dengan landasan kualitatif hanya karena tidak sanggup mengamati masalah-masalah
tersebut dari sudut pandang kuantitatif. Penelitian kualitatif dapat dihasilkan dari berbagai
bidang, dengan permasalahan yang harus ditangani secara objektif. Rumusan masalah yang
benar dapat menuntun peneliti menentukan metode penelitian dengan benar, sehingga
memungkinkan pelaksanaan penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan.2

A. Prinsip – Prinsip dalam Perumusan Masalah


1. Kaitannya dengan Teori Dasar

1
Farida Nugrahani, Metode Penelitian Kualititif dalam Penelitian Pendidikan Bahasa. (Solo: Cakra Books,
2014), hlm. 77
2
Ibid.,
Perlu dipahami dari awal penelitian, bahwa rumusan masalah dalam penelitian kualitatif itu
diangkat dalam rangka menemukan jawabannya yang diharapkan menjadi embrio daripenemuan
teori dasar yang dapat digunakan sebagai acuan.3
2. Maksud Perumusan Masalah
Pada prinsipnya penelitian kualitatif itu bertujuan untuk penemuan atau penyusunan teori
baru. Peneliti perlu menyadari dari awal jika penelitian yang dilakukan bukan untuk menguji
atau mengkonfirmasikan teori, atau melakukan verifikasi terhadap suatu teori yang sedang
berlaku. Oleh sebab itu, rumusan masalahnya harus menunjang upaya penemuan teori substantif
yang merupakan temuan teori baru yang berakar pada data-data di lapangan.
3. Hubungan Faktor-Faktor
Masalah dalam penelitian merupakan gambaran tentang adanya kesenjangan antarfaktor yang
mengganggu. Faktor - faktor itu dapat berupa konsep, peristiwa, pengalaman, atau fenomena.
Untuk merumuskan masalah perlu mempertimbangkan hal-hal berikut: (1) adanya dua faktor
atau lebih; (2) faktor – faktor tersebut berhubungan secara logis dan bermakna; (3) akibat dari
hubungannya muncul pertanyaan (?) yang memerlukan pemecahan untuk mencari jawabannya.
4. Fokus Kajian
Penelitian kualitatif tidak dimulai dari sesuatu yang kosong. Oleh sebab itu penelitian perlu
dimulai dengan fokus, yaitu masalah yang bersumber pada pengalaman peneliti atau melalui
pengetahuan yang diperoleh dari kepustakaan dan sebagainya. Fokus penelitian ini akan
memenuhi kriteria untuk membatasi bidang inkuiri dan kriteria inklusi- eksklusi. Dengan fokus
penelitian, peneliti juga lebih mudah untuk memilah antara data yang diperlukan dan tidak
diperlukan.4
5. Latar Belakang Masalah
Uraian tentang latar belakang masalah sangat penting untuk disampaikan sebelum masalah
dirumuskan. Latar belakang masalah memberikan ancangan dan alasan yang kuat bagi
dilaksanakannya penelitian. Untuk itu pekerjaan terberat dalam menyusun rencana penelitian
adalah menguraikan latar belakang masalah. Uraian latar belakang masalah yang baik perlu
dilengkapi dengan argumen yang kuat, data empirik, fakta yang tercatat dalam dokumen-
dokumen, dan hasil penelitian terdahulu maupun penelitian penjajakan.

3
Farida Nugrahani, Metode Penelitian Kualititif dalam Penelitian Pendidikan Bahasa. (Solo: Cakra Books,
2014), hlm. 73
4
Ibid., 74
6. Hasil Kajian Kepustakaan
Pada umumnya hasil kajian kepustakaan itu dapat mengarahkan peneliti dalam menentukan
masalah dan membentuk katagori subtantif berdasarkan data yang ditemukan. Oleh sebab
peneliti perlu membaca kepustakaan yang relevan sebelum meumuskan masalah penelitiannya.
7. Penggunaan Bahasa
Dalam merancang dan melaporkan hasil penelitian secara tertulis, peneliti perlu
menggunakan bahasa sebagai alat dalam mengekspresikan ide dan gagasannya. Untuk itu bahasa
memiliki fungsi yang sangat penting agar pembaca memahami dengan baik isi tulisan yang
disampaikan. Dalam penulisan karya ilmiah bahasa yang digunakan adalah bahasa formal yang
memiliki ciri lugas, dan bersih, dan mengikuti peraturan yang standar yaitu taat azas kepada
kaidah ejaan dan ketatabahasaan. Selain itu tidak boleh berbelit belit dan memiliki makna
rujukan yang lain (bermakna ganda). Untuk kepentingan yang lainnya, misalnya menyampaikan
hasil penelitian dalam media massa, bahasa yang digunakan dapat disesuaikan ragamnya sesuai
dengan khalayak pembaca atau pendengarnya.5

B. Fokus Masalah

Memilih topic dan merumuskan focus pertanyaan dalam proses penelitian adalah tahap awal
yang harus dilakukan seorang peneliti sebelum memulai melakukan rentetan kegiatan penelitian
berikutnya.

Dalam pandangan penilitian kualitatif, gejala itu bersifat holistic (menyeluruh, tidak dapat
dipisah-pisahkan), sehingga peneliti kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya
berdasarkan variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang meliputi aspek
tempat (place), pelaku (actor) dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.

Batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut focus, yang berisi pokok masalah yang
masih bersifat umum. Spradley dalam Sanapiah Faisal (1988) mengemukakan empa alternaif
untuk menetapkan focus :

5
Farida Nugrahani, Metode Penelitian Kualititif dalam Penelitian Pendidikan Bahasa. (Solo: Cakra Books,
2014), hlm. 75
1. Menetapkan focus pada permasalahan yang disarankan oleh informan. Informan ini
dalam lembaga pendidikan, bisa kepala sekolah, guru, orang tua murid, pakar pendidikan
dan sebagainya.
2. Menetapkan focus berdasarkan domain-domain tertentu organizing domain. Domain
dalam pendidikan ini bisa kurikulum, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana,
tenaga pendidik, dan kependidikan, manajemen, pembiayaan, sistem evaluasi, pandangan
hidup kompetensi dan sebagainya.
3. Menetapkan focus yang memiliki nilai temuan untuk mengembangakan iptek. Temuan
berarti sebelumnya belum pernh ada. Temuan ini dalam pendidikan misalnya
menemukan metode mengajar matematika yang mudah difahami dan menyenangkan.
4. Menetapkan focus berdasarkan permasalahan yang terkait dengan teori-teori yang telah
ada. Penelitian ini bersifat pengembangan yaitu ingin melengkapi dan memperluas teori
yang telah ada.

C. Analisis Perumusan Masalah

Penelitian yang dilakukan, agar dapat berjalan dengan baik, maka masalah yang telah dipilih
sebaiknya dianalisis terlebih dahulu dari segi proses dan tujuannya. Analisis itu dapat dilihat
dalam perspektif subtansi, teori dan metode, juga proses penelitian dan manfaatnya.

Ada enam patokan dalam melakukan analisis perumusan masalah yaitu :6


1.      Apakah rumusan masalah tesebut telah menghubungkan dua atau lebih faktor? Jika ya,
apakah dirumuskan secara proporsional ataukah dalam bentuk diskusi atau gabungan kedua-
duanya?
2.     Apakah rumusan masalah itu dipisahkan dari tujuan penelitian? Jika ya, apakah hanya
terdapat rumusan masalah atau dicampuradukkan dengan memtode penelitian? Jika
disatukan dengan tujuan penelitian, apakah masalah dipandang sama dengan tujuan
penelitian ataukah tujuan penelitian dimaksudkan untuk memecahkan masalah? Apakah
rumusan masalah yang disatukan dengan tujuan penelitian, pada “masalah penelitian”
dibahas juga metode penelitianya?
3.     Apakah uraianya dalam bentuk deskriptif saja atau deskriptif disertai pertanyaan penelitian,
ataukah dalam bentuk pertanyaan penelitian saja?
6
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h.95
4.     Apakah uraian masalah dipaparkan secara khusus sehingga telah dapat memenuhi criteria
“inklusi-ekslusi” ataukah masih demikian umumnya sehingga criteria itu tidak terpenuhi?
5.     Apakah kata “hipotesis kerja” dinyatakan secara eksplisit berkaitan dengan masalah
penelitian? Ataukah hanya dinyatakan secara implicit?
6.     Apakah secara tegas pembatasan studi dinyatakan dengan istilah ”fokus” secara eksplist atau
tidak, dan apakah fokus itu merupakan masalah?
Adapun Suprayogo dan Tobroni, mengemukakan bahwa sekurang-kurangnya terdapat
lima hal perlu dianalisis dari permasalahan penelitian, yaitu:7

Pertama, analisis terhadap substansi dari masalah itu sendiri. Masalah yang dipilih
memiliki relevansi akademik dalam arti termasuk bidang keilmuan apa; misalnya sosiologi,
antropologi, manajemen, teologi, hukum dan sebagainya. Dengan mengetahui kedudukan
masalah dalam konteks keilmuan yang ada, peneliti dapat menelusuri dan mendalami
permasalahan itu dan menempatkannya dalam pokok bahasan atau sub pokok bahasan bidang
ilmu tersebut.
Kedua, analisis teori dan metode. Masalah yang dipilih hendaknya dapat dicari rujukan
kepustakaan, perspektif teoritik, dan metodenya. Dengan pertimbangan ini dapat ditelusuri kajian
kepustakaan baik berupa jurnal, maupun hasil penelitian terdahulu sehingga peneliti akan
semakin tajam dan terarah dalam membangun pisau analisanya terhadap fokus penelitiannya.
Sementara perspektif teoritik bermanfaat bagi peneliti agar memiliki starting point dan point of
view yang jelas sehingga dapat semakin peka dan kritis dalam mencermati setiap fenomena yang
berkaitan dengan penelitiannya.
Ketiga, analisis intitusional. Jenis, bobot dan tujuan penelitian hendaknya disesuaikan
dengan institusi dimana peneliti mempersembahkan hasil penelitiannya. Penelitian untuk
persyaratan gelar akademik tentu berbeda dengan penelitian pesanan atau penelitian tindakan
(action research).
Keempat, analisis metodologis. Masalah yang diangkat hendaklah terjangkau, baik dari
aspek metode pengumpulan data maupun datanya sendiri. Penelitian yang melibatkan kaum elite
atau pejabat biasanya akan lebih sulit jika dibandingkan dengan masyarakat awam. Itulah

7
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2003), h.44
sebabnya hasil penelitian tentang elite, baik dalam bidang politik, ekonomi, agama, hukum dan
sebagainya lebih sedikit jumlahnya.
Kelima, masalah yang diangkat hendaklah yang actual disamping berarti dan bermakna.
Peneliti hendaklah menghindari masalah-masalah yang sudah banyak diteliti. Masalah-masalah
yang sepertinya menarik tetapi tidak fungsional, baik bagi peneliti, institusi, masyarakat maupun
pengembangan ilmu, sebaiknya ditinggalkan.

D. Model Rumusan Masalah


Sesuai dengan karakteristik dari penelitian kualitatif yang bersifat lentur dan terbuka,
rumusan masalah dalam penelitian kualitatif dapat bersifat tentatif. Sangat dimungkinkan dalam
prosesnya di lapangan rumusan masalah akan berubah sesuai dengan latar penelitiannya.
Berkaitan dengan hal itu, dikenal berbagai model rumusan masalah penelitian kualitatif sebagai
berikut: 8
1. Penyajian rumusan masalah secara proporsional;
2. Penyajian rumusan masalah dalam bentukdiskusi;
3. Penyajian rumusan masalah dalam bentuk gabungan (proporsional dan diskusi).

Mengingat bahwa tujuan penelitian itu pada dasarnya adalah untuk menjawab masalah,
maka disarankan agar masalah dalam penelitian dirumuskan secara proporsional, dan dalam
bentuk kalimat pertanyaan, sebagaimana contoh berikut. Masalah utama: ”Bagaimana pandangan
guru Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar terhadap Kurikukum 2013?”9

Rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan ke dalam berbagai rumusan sub-masalah, yang
lebih sempit, antara lain:
1. Apakah para guru di Sekolah Dasar memahami isi Kurikulum 2013?
2. Apakah para guru di Sekolah Dasar mengetahui perbedaan Kurikulum Tingkat satuan
Pendidikan (KTSP) 2006 dengan Kurikulum 2013?
3. Apakah para guru di Sekolah Dasar merasakan bahwa Kurikulum 2013 lebih baik
dibandingkan KTSP 2006?

8
Ibid., hlm. 76
9
Farida Nugrahani, Metode Penelitian Kualititif dalam Penelitian Pendidikan Bahasa. (Solo: Cakra Books,
2014), hlm. 75
Apabila dikaitkan dengan variabel penelitiannya, munculpendapat bahwa rumusan masalah
dapat dibedakan menjadi empat macam sebagai berikut.10
1. Rumusan permasalahan secara deskriptif, contohnya: ”Bagaimana ciri-ciri guru
profesional dalam kaitannya dengan tuntutan era globalisasi?”
2. Rumusan permasalahan secara kausal, contohnya: ”Bagaimana hubungan antara
pelatihan sertifikasi guru dengan profesionalismenya dalam melaksanakan tugas di
sekalah sesuai tuntutan globalisasi?”.
3. Rumusan permasalahan secara korelasional, contohnya ”Apakah pengalaman kerja guru
berpengaruh terhadap profesionalismenya dalam melaksanakan tugas sesuai tuntutan era
global?”
4. Rumusan permasalahan secara komparatif, contohnya: ”Apa bedanya hasil belajar siswa
yang diajar oleh guru yang profesional dan tidak profesional?”
Perumusan masalah tersebut di atas pada dasarnya hanya bersifat teoretis. Dalam praktiknya
keempat model perumusan masalah dapat melebur menjadi satu kesatuan. Selain itu,
permasalahan penelitian juga tidak terbatas pada hubungan antara dua variabel saja, namun bisa
banyak variabel (multivariat) sesuai luas lingkupnya.

Daftar Pustaka
Nugrahani, Farida. 2014. Metode Penelitian Kualititif dalam Penelitian Pendidikan Bahasa.
Solo:Cakra Books.

10
Ibid., hlm.76

Anda mungkin juga menyukai