Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Biaya pelayanan kesehatan di Indonesia terus mengalami peningkatan sehingga perlu


adanya kajian farmakoekonomi yang dapat dijadikan dasar dalam pemilihan pengobatan di
Indonesia. Pemahaman mengenai farmakoekonomi sangat diperlukan oleh banyak pihak
terutama oleh seorang apoteker untuk menentukan pengobatan terbaik yang akan diberikan
kepada pasien. Kajian farmakoekonomi bertujuan untuk memberikan pengobatan yang efektif
dengan peningkatan kualitas kesehatan. Kajian farmakoekonomi yang dilakukan meliputi
Analisis Efektivitas Biaya (AEB); Analisis Minimalisasi Biaya (AMiB); Analisis Utilitas Biaya (AUB)
dan Analisis Manfaat Biaya. Tujuan dari literatur review ini adalah untuk memberikan kajian
farmakoekonomi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk pertimbangan pemilihan
pengobatan di Indonesia. Metode yang digunakan dalam pengerjaan literatur review ini adalah
studi literatur yang bersumber dari jurnal nasional dan internasional dengan tahun terbit
maksimal 5 tahun terakhir. Kajian farmakoekonomi menjadi salah satu hal sangat diperlukan
dalam pemilihan pengobatan di Indonesia karena memberikan informasi mengenai pengobatan
yang paling efektif, efisien, utilitas dan bermanfaat diantara banyak pengobatan.
Biaya pelayanan kesehatan di Indonesia dirasakan semakin meningkat sehinga perlu
adanya kajian-kajian mengenai peningkatan efisiensi dan efektivitas biaya pelayanan kesehatan.
Kajian-kajian ini berkaitan dengan bidang farmakoekonomi yang memiliki peran penting dalam
mendeskripsikan dan menganalisis biaya terapi pada suatu sistem pelayanan kesehatan(1).
Farmakoekonomi merupakan multidisiplin ilmu yang mencakup ilmu ekonomi dan
kesehatan yang bertujuan meningkatkan taraf kesehatan dengan meningkatkan efektivitas
perawatan kesehatan. Pemahaman tentang konsep farmakoekonomi sangat dibutuhkan oleh
banyak pihak seperti industri farmasi, farmasi klinik, pembuat kebijakan. Pemahaman mengenai
farmakoekonomi dapat membantu apoteker membandingkan input (biaya untuk produk dan
layanan farmasi) dan output (hasil pengobatan). Analisis farmakoekonomi memungkinkan
apoteker untuk membuat keputusan penting tentang penentuan formularium, manajemen
penyakit, dan penilaian pengobatan(2).
Farmakoekonomi juga dapat menbantu pembuat kebijakan dan penyedia pelayanan
kesehatan dalam membuat keputusan dan mengevaluasi keterjangkauan dan akses pengunaan
obat yang rasional. Kunci utama dari kajian farmakoekonomi adalah efisiensi dengan berbagai
strategi yang dapat dilakukan untuk mendapatkan manfaat semaksimal mungkin dengan
sumber daya yang digunakan. Terdapat empat jenis utama analisis farmakoekonomi yaitu Cost
Effectiveness Analysis (CEA); Cost Minimization Analysis (CMA); Cost Utility Analysis (CUA) dan
Cost Benefit Analysis (CBA (3). Berdasarkan pemaparan diatas, perlu adanya kajian lebih lanjut
mengenai pemilihan pengobatan dari sudut pandang farmakoekonomi. Maka dari itu penulisan
literatur review ini bertujuan untuk memberikan kajian farmakoekonomi yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk pertimbangan pemilihan pengobatan di Indonesia.
B. RumusanMasalah
1. Jelaskan Jenis-jenis analisis metode farmakoekonomi?
2. Apa yang dimaksud dengan Cost Benefit Analysis?
3. Apa tujuan dilakukan Cost Benefit Analysis?
4. Apa manfaat dari Cost Benefit Analysis?
5. Apa saja kelebihan dan kekurangan Cost Benefit Analysis?
6. Apa saja tahapan Cost Benefit Analysis?
7. Bagaimana aplikasi Cost Benefit Analysis?
C. Tujuan
1. Memahami pengertian Cost Benefit Analysis
2. Memahami tujuan Cost Benefit Analysis
3. Memahami manfaat dari Cost Benefit Analysis
4. Memahami kelebihan dan kekurangan dari Cost Benefit Analysis
5. Memahami langkah-langkah Cost Benefit Analysis
6. Memahami aplikasi Cost Benefit Analysis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jenis-jenis Analisis Farmakoekonomi


1. Cost Effectiveness Analysis (CEA)
CEA merupakan suatu analisis yang digunakan untuk memilih dan menilai suatu
program kesehatan atau pengobatan yang terbaik dari beberapa pilihan pengobatan yang
memiliki tujuan pengobatan yang sama. CEA mengonversi biaya dan efektivitas dalam bentuk
rasio(13). Pengobatan yang dibandingkan dengan CEA merupakan alternatif pengobatan dengan
efikasi dan keamanan yang berbeda. CEA dapat dilakukan dengan membandingkan atara dua
atau lebih alternatif pengobatan. Untuk melakukan CEA perlu adanya data mengenai biaya
pengobatan dan parameter efektivitas dari pengobatan atau outcome pengobatan. Biaya
pengobatan yang dimaksud merupakan biaya langsung yang dikeluarkan oleh pasien selama
perawatan. Biaya yang dimaksud dapat meliputi biaya rekam medis, biaya konsultasi dokter,
biaya alat kesehatan, biaya laboratorium, biaya ruangan dan biaya pelayanan kamar (untuk
pasien rawat inap). Kajian farmakoekonomi CEA ini memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan
dengan metode farmakoekonomi lainnya. Hasil pengobatan pada CEA tidak disajikan dalam nilai
moneter. Selain memiliki keunggulan CEA juga memiliki kekurangan dimana pengobatan atau
program kesehatan yang akan dibandingkan dengan CEA harus memiliki hasil yang sama atau
berkaitan (contoh: antihipertensi). Selain itu pada CEA pengukuran unit kesehatan harus sama.
2. Cost Minimization Analysis (CMA)
Pemilihan pengobatan dewasa ini telah mengalami peningkatan dimana pemilihan
alternatif pengobatan semakin banyak. Banyak aspek yang mempengaruhi pemilihan
pengobatan, salah satunya adalah dari segi biaya. CMA merupakan analisis yang dilakukan
dengan membandingkan biaya yang dibutuhkan oleh dua atau lebih program kesehatan atau
pengobatan yang bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi pengobatan dengan biaya
paling rendah dengan outcome yang sama. CMA juga dapat meningkatkan efisiensi, kendali
mutu dan kendali biaya. CMA merupakan metode kajian farmakoekonomi yang paling
sederhana sehingga hal ini menjadi kelebihan tersendiri dari CMA dibandingkan dengan kajian
farmakoekonomi lainnya. Namun CMA sendiri tidak terlepas dari kekurangan, dimana jika
asumsi outcome yang ditetapkan tidak benar dapat menyebabkan hasil analisis yang didapat
menjadi tidak akurat dan tidak bernilai. CMA berfokus pada penentuan pengobatan yang
memiliki biaya perhari yang paling rendah dengan outcome yang sama, serupa, setara atau
dianggap setara. Outcome yang biasanya dicapai pada CMA berupa waktu yang di butuhkan
untuk menghilangkan gejala seperti tercapaikan penurunan tekanan darah yang stabil atau
Lama perawatan (Length of Stay). Total biaya pengobatan yang dimaksud pada CMA merupakan
biaya langsung yang dikeluarkan oleh pasien yang dapat meliputi biaya obat, biaya alat
kesehatan, biaya terapi penunjang, biaya laboratorium, biaya adverse effect, biaya konsultasi
dokter, biaya jasa perawatan, biaya administrasi dan biaya rawat inap (pada pasien rawat inap).
3. Cost Utility Analysis (CUA)
CUA merupakan suatu metode analisis dalam farmakoekonomi yang membandingkan
biaya pengobatan dengan kualitas hidup yang didapat dari pengobatan yang diberikan. CUA
merupakan metode lanjutan dari CEA. CUA merupakan satu-satunya metode analisis dalam
farmakoekonomi yang menggunakan kualitas hidup dalam perhitungannya yang menjadikan
keunggulan dari metode ini. Namun perlu digaris bawahi bahwa tidak adanya standarisasi
standarisasi dalam metode ini dapat menyebabkan inkonsistensian dalam penyajian data.
Outcome pengobatan pada CUA dinyatakan dalam life years (LY) dan quality adjusted life years
(QALY) yang didapat dari perkalian LY dengan nilai utilitas(12). Nilai utilitas dapat diperoleh dari
Pubmed and Cochrane database(11). Nilai utilitas merupakan presentasi preferensi yang
dinyatakan untuk suatu kondisi kesehatan tertentu. Nilai utilitas berkisar pada angka 0-1 dimana
nilai 0 menyatakan kematian sedangkan 1 menyatakan sehat sempurna(5). Hasil utama dari CUA
adalah biaya per QALY atau Incremental Cost Utility Ratio (ICUR) yang didapat dengan
membandingkan perbedaan biaya dengan perbedaan QALY dari pengobatan yang di
bandingkan. Hasil dari analisis farmakoekonomi dengan metode CUA dapat memberikan
informasi mengenai efektivitas biaya pengobatan yang nantinya dapat dijadikan pertimbangan
bagi penyedia pelayanan kesehatan dan juga pemerintah sebagai pembuat kebijakan dalam
nentukan pengobatan yang paling efektif untuk diberikan. CUA juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi kebijakan pemerintah mengenai biaya pengobatan yang ditanggung oleh negara.
Salah satu penelitian mengenai penerapan CUA pada kebijakan kesehatan pemerintah dilakukan
oleh Tantai et al (2014) yang melakukan CUA pada pengobatan hepatitis B kronis di Thailand
dengan membandingkan biaya pengobatan dan palliative care menunjukkan bahwa pengobatan
dengan Lamivudine sebagai lini pertama pengobatan dan tenofovir sebagai obat tambahan yang
diberikan.
4. Cost Benefit Analysis (CBA)
CBA merupakan analisis farmakoekonomi yang membandingkan manfaat yang
diberikan dari suatu pengobatan dengan biaya yang harus dikeluarkan dalam pemberian
pengobatan. CBA dapat digunakan untuk efisiensi penggunaan sumber daya. CBA dapat
dilakukan dengan membandingkan dua atau lebih suatu produk farmasi atau jasa farmasi yang
tidak saling berhubungan dan memiliki outcome berbeda yang menjadi kelebihan tersendiri dari
CBA dibandingkan dengan kajian farmakoekonomi lainnya. Selain memiliki kelebihan, CBA juga
memiliki kekurangan dimana sulitnya menentukan nilai noneter dari manfaat yang diberikan
terutama manfaat yang dirasakan oleh penerima pengobatan.
Untuk melakukan CBA perlu adanya data manfaat dan biaya dari pengobatan yang
diberikan yang keduanya dinyatakan dalam nilai moneter. Nilai manfaat yang diberikan dapat
berupa pendapatan yang didapat oleh pemberi pelayanan kesehatan dari suatu intervensi.
Penelitian yang dilakukan Nuryadi dkk (2014) yang melakukan Cost Benefit Analysis antara
pembelian alat CT-Scan dengan Alat Laser Dioda Photocoagulator di RSD Balung Jember dengan
menjadikan pendapatan Rumah Sakit yang didapat dari pemakaian alat kesehatan sebagai nilai
manfaat.
Pada CBA untuk mengetahui besaran bersih dari manfaat dalam nilai moneter perlu
dilakukan perhitungan manfaat bersih (net benefit) yang didapat dengan cara biaya dikurangi
dengan manfaat dalam nilai moneter. Hasil perhitungan CBA disajikan dalam Cost Benefit Ratio,
dimana Cost Benefit Ratio didapat dengan membagi biaya dengan nilan manfaat dalam nilai
moneter.
Jika hasil dari perhitungan Cost Benefit Ratio >1 maka manfaat yang didapat dari suatu
pengobatan lebih besar dari biaya yang dibutuhkan. Jika Cost Benefit Ratio = 1 maka manfaat
yang dihasilkan dengan biaya yang dibutuhkan sama besar. Jika Cost Benefit Ratio <1 maka biaya
yang dibutuhkan lebih besar daripada manfaat yang didapat. Maka pengobatan dengan nilai
Cost Benefit Ratio paling besar merupakan pengobatan paling Cost Benefit.

B. Jenis-jenis Biaya
Pada analisis farmakoekonomi biaya merupakan salah satu hal yang penting yang
nantinya di jadikan sebagai perhitungan dalam setiap metode analsis. Biaya sendiri terdiri dari
biaya langsung, biaya tidak langsung dan biaya akibat sakit (Cost of ilness). Biaya langsung
sendiri terbagi menjadi biaya langsung medis dan non medis. Biaya langsung medis merupakan
biaya yang berkaitan secara langsung dengan proses pengobatan, pendeteksian dan pencegahan
suatu penyakit. Contoh biaya langsung adalah biaya obat, biaya jasa tenaga kesehatan, biaya uji
laboratorium dan sebagainya. Biaya langsung non medis merupakan biaya langsung yang
berkaitan dengan penerimaan suatu jasa atau produk. Contoh biaya langsung non medis seperti
biaya ambulans dan pelayanan informal (tambahan). Biaya tidak langsung adalah biaya yang ada
karena hilangnya produktivitas dari pasien dikarenakan suatu penyakit. Contoh dari pengobatan
tidak langsung seperti biaya pedampingan pasien(5). Biaya akibat sakit (Cost of ilness)
merupakan biaya yang harus dikeluarkan karena proses sakit, dimana biaya akibat sakit ini
meliputi biaya langsung dan biaya tidak langsung. Jenis-jenis biaya yang diapakai pada kajian
farmakoekonomi akan tergantung pada hasil yang diinginkan dari setiap kajian
farmakoekonomi. Biaya dapat dihitung berdasarkan 3 perseptif yaitu masyarakat, kelembagaan
(penyedia yankes, pemerintah, asuransi) dan individu.
C. Pengertian Cost Benefit Analysis
Cost Benefit Analysis merupakan salah satu jenis evaluasi ekonomi. Evaluasi ekonomi adalah
cara untuk melakukan perbandingan terhadap tingkat efisiensi beberapa intervensi (Probandari,
2007). Adapun pengertian Cost Benefit Analysis menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
a. Menurut Siegel dan Shimp (1994), Cost Benefit Analysis merupakan cara untuk menentukan
apakah hasil yang menguntungkan dari sebuah alternatif, akan cukup untuk dijadikan alasan
dalam menentukan biaya pengambilan alternatif. Analisis ini telah dipakai secara luas dalam
hubungannya dengan proyek pengeluaran modal. b. Vogenberg (2001) mendefinisikan Cost
Benefit Analysis sebagai tipe analisis yang mengukur biaya dan manfaat suatu intervensi dengan
beberapa ukuran moneter. CBA merupakan tipe penelitian farmakoekonomi yang komprehensif
dan sulit dilakukan karena mengkonversi benefit atau manfaat ke dalam nilai uang. c. Menurut
Keen (2003), Cost Benefit Analysis merupakan analisis bisnis untuk memberikan gambaran
kenapa harus memilih atau tidak memilih spesifikasidari suatu investasi. d. Menurut
Schniedrjans, et. al. (2004), Cost Benefit Analysis adalah suatu teknik untuk menganalisis biaya
dan manfaat yang melibatkan estimasi dan mengevaluasi dari manfaat yang terkait dengan
alternatif tindakan yang akan dilakukan. Seperti disebutkan sebelumnya, Cost Benefit Analysis
atau Benefit-Cost Analysis merupakan salah satu metode yang digunakan pada proses evaluasi
manajemen. Tidak menutup kemungkinan juga analisis ini digunakan dalam tahap perencanaan.
Analisis ini digunakan untuk menilai beberapa alternatif sumber daya maupun program yang
memiliki manfaat lebih besar atau lebih baik dari alternatif Cost Benefit Analysis adalah tipe
analisis yang mengukur biaya dan manfaat suatu intervensi dengan beberapa ukuran moneter
dan pengaruhnya terhadap hasil perawatan kesehatan. Tipe analisis ini sangat cocok untuk
alokasi beberapa bahan jika keuntungan ditinjau dari perspektif masyarakat. Analisis ini sangat
bermanfaat pada kondisi antara manfaat dan biaya mudah dikonversi ke
dalam bentuk rupiah (Orion, 1997) Jadi, Cost Benefit Analysis (CBA) adalah suatu analisis
sistematis yang digunakan untuk menghitung serta membandingkan biaya dan manfaat dari
suatu proyek, keputusan maupun kebijakan pemerintah.
Tujuan dari metode Cost Benefit Analysis yaitu :
a. Menentukan apakah suatu proyek merupakan suatu investasi yang baik.
b. Memberikan dasar untuk membandingkan suatu proyek, termasuk membandingkan
biaya total yang diharapkan dari setiap pilihan dengan total keuntungan yang
diharapkan, untuk mengetahui apakah keuntungan melampaui biaya serta berapa
banyak.
c. Untuk mengetahui besaran keuntungan atau kerugian serta kelayakan suatu proyek.
Analisis ini memperhitungkan biaya serta manfaat yang akan diperoleh dari
pelaksanaan program. Perhitungan manfaat dan biaya merupakan satu kesatuan
yang tidak bisa dipisahkan.
d. Untuk mengetahui seberapa baik atau seberapa buruk tindakan yang akan
direncanakan akan berubah. Analisis ini sering digunakan oleh pemerintah dan
organisasi lainnya, seperti perusahaan swasta, untuk mengevaluasi kelayakan dari
kebijakan yang diberikan.
Manfaat Cost Benefit Analysis adalah dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan
baik pemerintah maupun sumber dana. Dengan adanya CBA sumber dana dapat yakin untuk
menginvestasikan dana dalam berbagai proyek. Selain itu, CBA dapat dilakukan untuk
mengontrol perkembangan proyek yang bersangkutan pada tahun-tahun ke depannya. CBA juga
bermanfaat untuk mengevaluasi suatu proyek yang telah selesai dikerjakan. Tujuan
dilakukannya evaluasi ini adalah untuk mengetahui kinerjasuatu proyek dan hasil analisis yang
telah dilakukan dapat digunakan untuk perbaikan program yang selanjutnya.
D. Kekuatan dan Kelemahan CBA
Kekuatan Cost Benefit Analysis
1. Penggunaan sumber – sumber ekonomi menjadi lebih efisien. Jika efisiensi meningkat,
pencapaian kesejahteraan masyarakat dari kebijakan publik yang diimplementasikan lebih
maksimal. Analisis biaya manfaat dalam pengitungan biaya maupun manfaat diukur dengan
mata uang sebagai unit nilai, sehingga memudahkan efisiensi.
2. Sebagai dasar yang kuat guna mempengaruhi pengambilan keputusan contohnya seperti
pemerintah atau sumber dana serta meyakinkan mereka untuk mengivestasikan dana dalam
berbagai proyek
3. Dapat mengukur efisiensi ekonomi (ketika satu pilihan dapat meningkatkan efisiensi,
pilihan tersebut harus diambil).
4. Tidak hanya membantu mengambil kebijakan untuk memilih alternatif
terbaik dari pilihan yang ada, yang dalam hal ini pemilihan alternatif terbaik dilakukan
berdasarkan alasan perbandingan antara life cycle’s benefit dengan biaya yang dikeluarkan,
melainkan juga dapat membandingkan alternatif-alternatif tersebut.
5. Dapat mengontrol perkembangan dari proyek yang bersangkutan pada tahun-tahun ke depan.
6. Dapat mengkuantifikasikan biaya dan manfaat yang bersifat kualitatif maupun intangible.
Kelemahan Cost Benefit Analysis
1. Analisis ini membutuhkan waktu dan proses yang lama
2. Tidak memiliki fleksibilitas tinggi, karena semua penghitungan dilakukan secara kuantitatif.
Hal ini menimbulkan interpretasi jika analisis ini dilaksanakan terlalu jauh, pemerintah tidak lagi
dilaksanakan oleh wakil wakil rakyat yang membawa aspirasi rakyat, melainkan seakan akan
dilaksanakan oleh robot computer
3. Tidak dapat mengukur aspek multidimensional seperti keberlangsungan, etika, partisipasi
publik dalam pembuatan keputusan dan nilai-nilai sosial yang lain.
4. CBA juga lebih berfungsi memberikan informasi kepada pengambil keputusan, tapi tidak
dengan sendirinya membuat keputusan.
5. Tidak ada standar dalam kuantifikasi biaya-manfaat. Subjektivitas yang terlibat ketika
mengidentifikasi, mengukur, dan memperkirakan biaya dan manfaat yang berbeda dapat
menimbulkan penafsiran biaya manfaat yang berbeda pula.

E. Langkah Pengukuran Cost Benefit Analysis (CBA)


Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam melakukan CBA adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi Alternatif dan Intervensi yang Akan Dianalisis
Intervensi yang dipilih untuk dilakukan analisis dapat lebih dari dua. Semakin banyak
intervensi yang akan dianalisis semakin baik hasilnya karena akan memberikan pilihan yang
bervariasi dan analisis yang lebih lengkap. Definisi operasional dari masing- masing
alternatif atau intervensi harus dijabarkan agar tampak perbedaan dari masing-masing
intervensi yang akan dianalisis. Contohnya : Poli Mata vs Poli THT, dalam hal ini kita akan
membandingkan mana yang lebih besar manfaatnya.
2. Identifikasi Biaya dari Masing-Masing Alternatif atau Intervensi
Dalam melakukan identifikasi biaya terlebih dahulu dilakukan pengklasifikasian komponen-
komponen seluruh biaya dari masingmasing alternatif. Semua komponen biaya harus
teridentifikasi baik yang bersumber dari anggaran proyek maupun dari anggaran lainnya.
Klasifikasi biaya bisa dilakukan menurut beberapa cara lain meliputi biaya investasi, biaya
operasional dan biaya pemelliharaan, biaya risiko kehilangan dan kerusakan.
3. Menghitung Total Biaya dari Masing-Masing Alternatif atau Intervensi
Setelah seluruh komponen biaya teridentifikasi dan diklasifikasikan kemudian dilakukan
penghitungan total seluruh biaya setiap intervensi. Cara penghitungan biaya total sama
seperti dalam penghitungan unit cost. Perhitungan biaya investasi membutuhkan
perhitungan AIC (Annual Investment Cost) yaitu membandingkan biaya investasi barang
sesuai masa pakai dengan masa hidup barang tersebut.
Perhitungan biaya non investasi hanya dengan menjumlahkan seluruh biaya pertahun. Hasil
akhir penjumlahan seluruh biaya adalah Present Value Cost (PV cost) atau total biaya.
4. Mentransformasi Manfaat dalam Bentuk Uang
Dalam mengidentifikasi manfaat dari masing-masing biaya alternatif terdapat dua
komponen, yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.
5. Menghitung Total Benefit
Mentransformasi manfaat dalam bentuk uang, untuk manfaat langsung kita dapat menghitung
dengan menguangkan biaya keuntungannya. Sedangkan manfaat tidak langsung dapat
menguangkan biaya akibat kerugian yang ditimbulkan. Hasil dari tahap ini adalah jumlah
dari benefit langsung dan tidak langsung yang berupa PV Benefit atau Present Value Benefit.
6. Menghitung Rasio Benefit (Discounting)
Penjumlahan antara benefit langsung dan tidak langsung dari masingmasing alternatif atau
intervensi dengan mengkonversikannya dalam bentuk uang. Dalam menghitung manfaat
tentunya harus mempertimbangkan discount rate bila manfaatnya akan diperoleh untuk
periode waktu kedepan.

7. Melakukan Analisis Untuk Menentukan Pilihan dari Alternatif atau Intervensi yang Paling
Menguntungkan Setelah data tentang total biaya dan manfaat sudah tersedia maka
dilakukan perhitungan NPV (Nett Present Value) = PV Benefit - PV Cost Kemudian dihitung Rasio
Biaya Manfaat (Cost Benefit Ratio) untuk setiap intervensi. Bila intervensi yang dianalisa lebih
dari 2 maka dapat dibuat tabel untuk memudahkan dilakukannya analisis setiap intervensi.
BAB 3
STUDI KASUS, ANALISIS CBA, DAN PEMBAHASAN

A. Studi Kasus
Dilakukan pengukuran pada Poliklinik Kurma Bahagia yang telah berdiri pada tahun 2009.
Poliklinik Kurma Bahagia terdiri dari poli umum dan poli gigi. Kelompok kami ingin mengevaluasi
dua poli yang ada untuk mengetahui poli manakah yang memiliki benefit atau keuntungan
paling baik dari tahun 2009-2013. Evaluasi ini menggunakan metode Cost Benefit Analysis(CBA).
Poliklinik Kurma Bahagia memiliki luas bangunan total 200 m , dengan luas poli umum dan poli
gigi masing-masing 50 m. Pada awal pembangunan pada tahun 2009, harga satu meter persegi
bangunan Poliklinik Kurma Bahagia yaitu Rp 1.500.000,00. Tiap poli memiliki perlengkapan
medis tidak habis pakai juga perlengkapan non medis tidak habis pakai. Benda tidak habis pakai
ini termasuk dalam perhitungan biaya investasi, termasuk biaya gedung (dalam hal ini masing
masing ruangan poli). Biaya investasi dihitung melalui perhitungan Annual Investemnt Cost
(AIC). Operasional poli membutuh biaya gaji dokter, dokter gigi, perawat dan perawat gigi.
Kemudian material medis habis pakai serta nonmedis habis pakai untuk berlangsungnya sebuah
layanan. Selain itu, juga termasuk biaya umum yaitu listrik, air, dan telepon. Komponen biaya ini
termasuk biaya operasional poli yang dijumlahkan dalam waktu lima tahun. Komponen biaya
selanjutnya adalah biaya pemeliharaan yang besarnya 5% dari AIC. Selain itu dihitung pula biaya
risiko kehilangan dan kerusakan barang yang dihitung sebesar 0,1% dari biaya investasi. Seluruh
komponen biaya yang sudah dihitung dijumlahkan sehingga terdapat hasil PV Cost tiap poli.
Setelah seluruh komponen cost terhitung, kemudian menghitung total manfaat. Manfaat atau
benefit dibagi menjadi dua, yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat
langsung didapat dengan mengalikan jumlah pasien dengan rata-rata biaya pelayanan tiap
tindakan. Sedangkan manfaat tidak langsung adalah dengan mengalikan jumlah pasien sembuh
dengan biaya pengobatan rata-rata.
Berikut hasil pengukuran tingkat kesembuhan pasien Poli Umum dan Poli Gigi di Poliklinik Kurma
Bahagia:
A. Poli Umum
Tabel 3.1 Jumlah Kunjungan Poli Umum
B. POLI GIGI
Untuk mengetahui poli mana dari poli umum dan poli gigi yang paling
menguntungkan maka dapat dilihat dari dua sisi. Yang pertama dilihat dari nilai
rasio antara benefit dan cost, dan yang kedua dilihat dari nilai NPV. Sebuah
proyek dikatakan layak jika nilai rasio benefit terhadap biaya > 1. Jika nilai rasio
antara benefit dan cost >1, maka nilai benefit pasti lebih besar daripada cost, dan
sebaliknya. Jika kedua poli menunjukkan nilai rasio benefit dan cost yang sama
sama berada di nilai >1, maka pilih nilai rasio yang terbesar. Karena semakin
besar nilai rasio B/C maka paling menguntungkan. Kemudian nilai NPV yang
positif menunjukkan bahwa nilai present value benefit lebih besar daripada nilai
present value cost, dan sebaliknya.
Dari hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa, poli umum
memiliki nilai rasio B/C lebih besar daripada poli gigi. Hal tersebut menunjukkan
bahwa yang paling menguntungkan dari kedua poli tersebut adalah poli umum.
Kemudian jika dilihat dari NPV-nya, nilai NPV poli umum lebih besar dari pada
poli gigi. Jika dilihat present value dari masing-masing poli, PV benefit poli
umum sebesar Rp 5.874.967.550 dan PV cost + total investasi poli umum sebesar
Rp 1.222.287.083. Sedangkan PV benefit poli gigi Rp 4.731.129.532 dan PV cost
+ total investasi poli gigi sebesar Rp 2.459.014.834. Karena nilai PV benefit pada
poli umum lebih besar dari pada PV cost + total investasinya, dan memiliki selisih
yang lebih besar dari pada PV poli gigi, maka dapat disimpulkan bahwa poli umum lebih
menguntungkan daripada poli gigi. Dari kedua perhitungan tersebut
telah menyebutkan bahwa yang memiliki keuntungan lebih besar adalah poli
umum.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kajian farmakoekonomi sangat diperlukan dalam pemilihan pengobatan di Indonesia
karena memberikan informasi mengenai pengobatan yang paling efektif, efisien, utilitas dan
bermanfaat diantara banyak pengobatan. Kajian farmakoekonomi yang dilakukan meliputi Cost
Effectiveness Analysis (CEA); Cost Minimization Analysis (CMA); Cost Utility Analysis (CUA) dan
Cost Benefit Analysis (CBA).
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
Probandari, Ari. 2007. Cost Effectivess Analysis dalam penentuan Kebijakan Kesehatan: Sekedar Konsep
Atau Aplikatif?.Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan (10): 104-107

Hafidh, Aulia A. 2010. Cost Benefit Analysis. Modul Mata Kuliah Evaluasi Proyek. Fakultas Ilmu Sosial dan
Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta

Musdalipah, Setiawan MA, Santi E. Analisis Efektivitas Biaya Antibiotik Sefotaxime dan Gentamisin
Penderita Pneumonia pada Balita di RSUD Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara. J Ilm Ibnu
Sina. 2018;3(1):1–11.

Makhinova T, Rascati K. Pharmacoeconomics Education in US Colleges and Schools of Pharmacy. Am J


Pharm Educ. 2013;77(7):1–5.

Ahmad A, Patel I, Parimilakrishnan S, Mohanta GP. The Role of Pharmacoeconomics in Current Indian
Healthcare System. J Res Pharm Pr. 2013;2(1):3–9.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi. Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia; 2013.

Tjandrawinata RR. Peran Farmakoekonomi dalam Penentuan Kebjakan yang Berkaitan dengan Obat-
Obatan. MEDICINUS. 2016;29(1):46–52.

Merliana H, Sjaaf AC. Analisis Minimisasi Biaya Amlodipin Generik dan Bermerk pada Pengobatan
Hipertensi di RS X Pekanbaru Tahun 2015. J Ekon Kesehat Indones. 2017;1(3):114–9.

Faramitha A, Prihartanto B, Destiani DP. Analisis Minimalisasi Biaya Terapi Antihipertensi dengan
Kaptopril-Hidroklorotiazid dan Amlodipin-Hidroklorotiazid di Salah Satu Rumah Sakit Kota Bandung. J
Farm Klin Indones. 2017;6(3):220–30.

Purwanti OS, Sinuraya RK, Pradipta IS, Abdullah R. Analisis Minimalisasi Biaya Antibiotik Pasien Sepsis
Salah Satu Rumah Sakit Kota Bandung. J Farm Klin Indones. 2013;2(1):18–27.

Susono RF, Sudarso, Galistiani GF. Cost Effectiveness Analysis Pengobatan Pasien Demam Tifoid Pediatrik
menggunakan Cefotaxime dan Chloramphenicol di Instalasi Rawat Inap RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo. J Pharm. 2014;11(1):86–97.

Rahmawati C, Nurwahyuni A. Analisis Minimalisasi Biaya Obat Antihipertensi antara Kombinasi Ramipril-
Spironolakton dengan Valsartan pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di Rumah Sakit Pemerintah XY di
Jakarta Tahun 2014. J Ekon Kesehat Indones. 2017;1(4):119–200.

Anda mungkin juga menyukai