Anda di halaman 1dari 51

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/267156359

Conference Proceeding - Rapat Koordinasi TPID Wilayah Eks Karesidenan


Kediri dan Madiun

Conference Paper · June 2014


DOI: 10.13140/2.1.1091.8404

CITATIONS READS

0 1,442

1 author:

Rika Savitri
Bank Indonesia
1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Rika Savitri on 22 October 2014.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


RAPAT KOORDINASI TPID WILAYAH EKS KARESIDENAN
KEDIRI DAN MADIUN

Magetan, 11 – 13 Juni 2014


Halaman ini sengaja dikosongkan.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 1


KATA PENGANTAR

Inflasi yang rendah dan stabil merupakan salah satu prasyarat


tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sementara itu,
sumber tekanan inflasi di Indonesia tidak hanya berasal dari sisi
permintaan yang dapat dikelola oleh Bank Indonesia, tetapi juga berasal
dari sisi penawaran yang terkait dengan masalah pada produksi,
distribusi, kebijakan pemerintah, maupun faktor eksternal seperti
terjadinya inflasi di negara lain (imported inflation). Oleh karenanya,
untuk mencapai tingkat inflasi yang rendah dan stabil tersebut
diperlukan koordinasi dari seluruh otoritas yang terkait yang
diwujudkan dengan pembentukan Tim Pengendalian Inflasi (TPI) di
tingkat pusat dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di tingkat
daerah.

Tingkat kesadaran pemerintah daerah akan pentingnya


pengendalian inflasi semakin membaik. Hal ini tercermin dari pesatnya
pertumbuhan jumlah TPID, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat
kabupaten/kota. Hal ini salah satunya didukung oleh dikeluarkannya
Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 027/1696/SJ Tanggal 2
April 2013 tentang Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa di Daerah
sehingga pembentukan dan pengelolaan TPID mempunyai payung
hukum yang jelas. Di Jawa Timur, dasar hukum pembentukan TPID
tersebut diperkuat dengan Keputusan Gubernur Jawa Timur No.
188/266/KPTS/013/2013 yang mengamanatkan pembentukan TPID di
tingkat provinsi Jawa Timur.

Dalam tataran yang lebih spesifik, di wilayah eks Karesidenan


Kediri dan Madiun telah diselenggarakan pula Focus Group Discussion
pada tanggal 22 Oktober 2013 yang membahas mengenai pembentukan
TPID tingkat kabupaten/kota di wilayah tersebut. Forum tersebut
ditindaklanjuti dengan diselenggarakannya Rapat Koordinasi TPID
wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun pada tanggal 11-13 Juni

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 2


2014 yang membahas mengenai perkembangan TPID di wilayah eks
Karesidenan Kediri dan Madiun beserta kendala-kendala yang dihadapi
dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya.

Ke depan, berbagai upaya pengendalian inflasi yang saat ini


masih menghadapi banyak tantangan perlu diperkuat, salah satunya
melalui pengoptimalan berbagai forum koordinasi antarotoritas dalam
mengatasi berbagai kendala struktural perekonomian yang turut
berkontribusi pada angka inflasi. Conference Proceeding Rapat
Koordinasi TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun ini
diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam pemantauan
perkembangan dan pengelolaan TPID, khususnya di wilayah eks
Karesidenan Kediri dan Madiun.

Magetan, 13 Juni 2014

Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Bank Indonesia,

Siswo Heroetoto Gatot Kurniawan


Kepala Bakorwil I Deputi Kepala Perwakilan
Jawa Timur Bank Indonesia Kediri

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 3


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................... 1
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... 5
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ 6
BAGIAN I – PENDAHULUAN ................................................................................... 7
I.1 Latar Belakang..................................................................................................... 7
I.2 Tujuan................................................................................................................... 9
I.3 Tempat, Waktu, Peserta, dan Agenda .......................................................... 10
BAGIAN II - PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI..............................................13
II.1 Sambutan Deputi Kepala Perwakilan BI Kediri ........................................13
II.2 Overview Inflasi dan Hasil Rakornas TPID ............................................... 16
BAGIAN III – RAPAT KOORDINASI ..................................................................... 23
III.1 Pemaparan Progress, Program Kerja, dan Kendala yang Dihadapi
TPID ............................................................................................................................ 23
III.2 Workshop Penghitungan Inflasi ..................................................................26
III.3 Hasil Rapat Koordinasi ................................................................................. 34
BAGIAN IV – PENUTUP .......................................................................................... 37
LAMPIRAN ................................................................................................................. 38

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 4


DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Disagregasi Inflasi ................................................................................ 8
Gambar 2 Rumus Penghitungan Inflasi ............................................................ 27
Gambar 3 Skema Penghitungan Inflasi Menguunakan Data Siskaperbapo
.....................................................................................................................................28

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 5


DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pencapaian Inflasi Nasional Indonesia ............................................... 17


Tabel 2 Perbandingan Inflasi Antarprovinsi di Jawa ..................................... 19
Tabel 3 Klasifikasi Inflasi Berdasarkan Derajatnya ....................................... 27

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 6


BAGIAN I – PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Inflasi yang rendah dan stabil merupakan salah satu prasyarat
bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan selanjutnya
mempengaruhi kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Hal ini sejalan
dengan hasi penelitian yang dilakukan oleh Ghosh dan Phillips (1998) di
mana terdapat hubungan positif antara inflasi dengan pertumbuhan
ekonomi suatu negara. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa
pertumbuhan ekonomi hanya terjadi pada negara dengan tingkat inflasi
2-3%. Di samping itu, inflasi yang tinggi dan tidak stabil cenderung
memberikan dampak negatif pada kondisi sosial ekonomi masyarakat,
seperti menurunnya daya beli masyarakat, mlebarnya distribusi
pendapatan, terhambatnya investasi, dan dalam jangka panjang dapat
memperlambat pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa
pengendalian inflasi merupakan isu kritikal yang perlu mendapat
perhatian dari masyarakat, khususnya regulator yang terlibat langsung
dalam upaya pengendalian inflasi.

Pada tahun 2005 Bank Indonesia (BI) mengimplementasikan


Inflation Targeting Framework (ITF) sebagai kerangka kebijakan moneter.
Sejak diimplementasikannya ITF tersebut, inflasi merupakan leading
indicator.1 Sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas, melalui
kerangka tersebut BI mengumumkan sasaran inflasi yang telah
ditetapkan bersama pemerintah kepada publik. Selanjutnya, kebijakan
moneter diarahkan untuk mencapai sasaran tersebut.

Berdasarkan disagregasinya, inflasi terbagi menjadi: (1) inflasi inti


(core inflation), (2) inflasi volatile foods, dan (3) inflasi administered price.
Inflasi inti merupakan komponen inflasi yang dipengaruhi faktor
fundamental sehingga cenderung persisten; Inflasi volatile foods

1Leading indicator merupakan indikator penuntun yang menunjukkan arah kebijakan ke


depan.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 7


merupakan komponen inflasi yang dipengaruhi oleh bergejolaknya harga
pangan seperti musim panen, bencana alam dan sebagainya; Sedangkan
inflasi administered price merupakan komponen inflasi yang dipengaruhi
oleh kebijakan harga yang ditetapkan oleh pemerintah seperti harga
Bahan Bakar Minyak (BBM), tarif angkutan umum, dan sebagainya.

Faktor fundamental:
1. Ekspektasi inflasi
Inflasi Inti 2. Kesenjangan permintaan
dan penawaran
3. Eksternal
Inflasi IHK

Faktor non-fundamental:
Inflasi Non-
1. Volatile foods:
inti
2. Admnistered price:

Gambar 1 Disagregasi Inflasi


Sumber: Buku Panduan TPID

Mengingat beragamnya pemicu inflasi tersebut, diperlukan


koordinasi berbagai instansi pemerintah untuk mencapai sasaran inflasi.
Oleh karenanya, sejalan dengan diimplementasikannya ITF, dibentuklah
Tim Pengendalian Inflasi (TPI) melalui Surat Keputusan Bersama (SKB)
antara Menteri Keuangan No. 88/KMK.02/2005 dan Gubernur BI No.
7/9/KEP.GBI/2005 dalam rangka pencapaian target inflasi.

Dalam konteks yang lebih luas, terdapat pemahaman bahwa


inflasi nasional terbentuk dari inflasi daerah (Arimurti dan Trisnanto,
2011) sehingga pengendalian inflasi nasional perlu didukung oleh
pengendalian inflasi di daerah. Oleh sebab itu, penguatan koordinasi
dalam rangka pencapaian inflasi yang rendah dan stabil perlu dilakukan
hingga ke level daerah. Sebagai upaya nyata dalam pengendalian inflasi,
sejak tahun 2008 dibentuklah Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di
beberapa kota yang merupakan wadah koordinasi BI dan pemerintah
daerah.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 8


Saat ini di wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun sudah
terbentuk 11 TPID, yaitu Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Blitar,
Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Nganjuk,
Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ponorogo,
Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Ngawi. Terbentuknya TPID-TPID
tersebut menunjukkan adanya respon positif dari stakeholders di
masing-masing daerah. Selain itu, hal ini merupakan salah satu wujud
peningkatan kesadaran dan pemahaman akan pentingnya pengendalian
inflasi bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Ke depan diharapkan tercipta
penguatan koordinasi antar-TPID sehingga upaya pengendalian inflasi
dapat dilakukan dengan lebih efektif.
Menindaklanjuti arahan Kepala Perwakilan BI Wilayah IV Jawa
Timur pada Rapat Koordinasi TPID se-Jawa Timur, diselenggarakanlah
Rapat Koordinasi TPID se-eks Karesidenan Kediri dan Madiun. Pada
rapat tersebut diadakan pula workshop penghitungan inflasi
menggunakan data Survei Biaya Hidup (SBH) dan Sistem Informasi
Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok (Siskaperbapo).
Melalui rapat koordinasi dan workshop ini diharapkan pemerintah
daerah memahami tingkat inflasi di daerahnya, sumber tekanannya, dan
cara memperkirakan kemungkinan terjadinya kenaikan harga.

I.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan pada bagian
sebelumnya, maka tujuan diselenggarakannya Rapat Koordinasi TPID
se-eks Karesidenan Kediri dan Madiun adalah:
1. Sebagai tindak lanjut atas Rapat Koordinasi TPID se-Jawa Timur dan
Focus Group Discussion (FGD) yang telah dilaksanakan pada tanggal
22 Oktober 2013;
2. Meningkatkan pemahaman stakeholders mengenai kondisi inflasi
terkini, sumber tekanannya, dan mekanisme penghitungannya;
3. Mengkomunikasikan strategi pengendalian inflasi yang telah
dilakukan dan pencapaiannya, khususnya di Jawa Timur; dan

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 9


4. Membangun koordinasi antar-stakeholders terkait perumusan
kebijakan untuk mengendalikan inflasi.

I.3 Tempat, Waktu, Peserta, dan Agenda


Rapat Koordinasi TPID wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun
diselenggarakan di Red Hotel, Jalan Raya Telaga Sarangan, Kabupaten
Magetan, Jawa Timur. Acara berlangsung pada tanggal 11-13 Juni 2014
dan dihadiri oleh Sekretaris Daerah (Sekda)/Asisten Bidang
Perekonomian di wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun, Kepala
Bakorwil Madiun, dan Deputi Kepala Perwakilan BI Kediri.

Secara garis besar, rapat koordinasi tersebut terbagi menjadi tiga


sesi, yaitu sebagai berikut:

Sesi I: Pada sesi ini dilakukan pembukaan acara oleh Deputi Kepala
Perwakilan BI Kediri (Bapak Gatot Kurniawan) dan Kepala Badan
Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan (Bakorwil) Madiun
(Bapak Siswo Heroetoto). Usai pembukaan, acara dilanjutkan dengan
pengarahan dari Deputi Kepala Perwakilan BI Kediri dan Kepala
Bakorwil Madiun. Acara selanjutnya adalah presentasi mengenai
overview inflasi dan hasil Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPID
oleh Deputi Kepala Perwakilan BI Kediri.

Sesi II: Sesi ini merupakan kegiatan inti dari Rapat Koordinasi TPID
wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun. Pada sesi ini dilakukan
pemaparan dan diskusi mengenai progress, program kerja, dan kendala
yang dihadapi TPID masing-masing kabupaten/kota. Pada sesi ini
diselenggarakan pula workshop penghitungan inflasi menguunakan data
SBH yang dipandu oleh narasumber dari Badan Pusat Statistik (BPS)
dan Siskaperbapo yang dipandu oleh narasumber dari Kantor
Perwakilan BI Wilayah IV Jawa Timur.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 10


Sesi III: Sesi ini merupakan sesi penutup yang diisi dengan kapita
selekta dan wrap up hasil rapat koordinasi oleh Deputi Kepala
Perwakilan BI Kediri dan Kepala Bakorwil Madiun.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 11


Halaman ini sengaja dikosongkan.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 12


BAGIAN II - PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI

II.1 Sambutan Deputi Kepala Perwakilan BI Kediri

SAMBUTAN DEPUTI KEPALA PERWAKILAN


BANK INDONESIA KEDIRI

Assalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Selamat malam dan salam sejahtera bagi kita semua.

Yang Terhormat Kepala Bakorwil Madiun, Bapak Siswo Heroetoto,


S.H., M. Hum., M.M. beserta jajarannya;

Yang Kami Hormati:


1. Ketua Tim Asesmen Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Wilayah IV Jawa Timur, Bpk. Warsono;
2. Ketua TPID Kota/Kabupaten Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan
Madiun beserta anggotanya;
3. Kasie Distribusi BPS Kota Kediri, Bpk. Lulus Haryono; serta
4. Hadirin sekalian yang berbahagia.

Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT


karena pada kesempatan ini kita semua dapat hadir disini pada acara
“Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah dan Workshop
Perhitungan Inflasi Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun.”

Hadirin yang Kami Hormati,


Inflasi atau kecenderungan naiknya harga barang dan jasa secara
umum dan terus menerus saat ini telah menjadi concern bersama antara
Bank Indonesia beserta pemerintah baik ditingkat pusat maupun
daerah. Hal ini disebabkan peran penting inflasi dalam perekonomian
yang berujung pada kesejahteraan masyarakat.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 13


Sebagaimana kita ketahui, inflasi yang tinggi akan menyebabkan
turunnya pendapatan riil masyarakat dan mendorong penurunan daya
beli masyarakat serta menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi
pelaku ekonomi sehingga menghambat investasi produktif. Selain itu,
dalam jangka panjang inflasi yang tinggi juga menghambat
pertumbuhan ekonomi.
Bank Indonesia selaku otoritas moneter yang memiliki tujuan
menjaga kestabilan nilai Rupiah, termasuk kestabilan inflasi, selama ini
telah berupaya untuk mengendalikan inflasi menuju pada tingkat yang
rendah dan stabil. Namun demikian, BI selama ini hanya mampu
mengendalikan inflasi dari sisi permintaan salah satunya dengan
menetapkan suku bunga acuan atau BI rate. Padahal, analisis dan
bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa karakteristik inflasi di
Indonesia lebih dipengaruhi oleh sisi penawaran seperti peningkatan
harga-harga komoditas yang diatur pemerintah (administered price)
maupun terjadinya negative supply shocks akibat bencana alam, gagal
panen, dan terganggunya jalur distribusi dan tata niaga.

Hadirin yang Kami Muliakan,


Mengingat inflasi nasional disumbang oleh lebih dari 60% inflasi
daerah, pemerintah pusat mulai menumbuhkan kepedulian pemerintah
daerah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan
No.198/PMK.07/2009 tentang Alokasi dan Pedoman Umum Penggunaan
Dana Insentif Daerah, di mana salah satu kriteria kinerja ekonomi dan
kesejahteraan yang ditetapkan sebagai unsur penilaian kinerja dan
upaya daerah adalah daerah yang memiliki tingkat inflasi di bawah rata-
rata tingkat inflasi nasional.
Selain itu, Kementerian Dalam Negeri juga telah mengeluarkan
Instruksi Mendagri No 27/1696/SJ tentang Menjaga Keterjangkauan
Barang dan Jasa di Daerah yang mewajibkan setiap kepala daerah
untuk membentuk Tim Pengendalian Inflasi Derah (TPID) di wilayahnya
masing-masing.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 14


Bank Indonesia selama ini juga telah berperan aktif dalam
pengendalian inflasi melalui forum TPI (Tim Pengendalian Inflasi) dan
Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) di tingkat pusat serta Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk merumuskan rekomendasi
kebijakan yang perlu ditempuh Pemerintah (Pusat dan Daerah) agar
inflasi tetap berada dalam lintasan target yang ditetapkan. Namun
demikian, dukungan dari Pemerintah Pusat dan Daerah sangatlah
penting mengingat permasalahan struktural inflasi membutuhkan
sinergi kebijakan untuk mengatasinya.

Hadirin yang Kami Banggakan,


Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri yang membawahi 13
Kota/Kabupaten di wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun selama
ini telah berupaya dan berperan aktif dalam pengendalian inflasi di
wilayah kerjanya.
Dilatarbelakangi hal tersebut maka KPw BI Kediri mengadakan
acara Rapat Koordinasi TPID se-wilayah kerja sekaligus workshop
perhitungan inflasi selama 3 (tiga) hari kedepan, sebagai sarana
pertukaran informasi pengendalian inflasi di masing-masing
kota/kabupaten serta untuk mengetahui bagaimana mekanisme
perhitungan inflasi.
Kami juga akan menghadirkan narasumber dari BPS Kota Kediri
yang akan menyampaikan tentang penghitungan inflasi berdasarkan
Survei Biaya Hidup (SBH) utamanya bagi kota penghitung inflasi
nasional seperti Kota Kediri dan Madiun serta narasumber dari Kantor
Perwakilan BI Wilayah IV untuk menghitung arah inflasi melalui
pendekatan harga dari data Sistem Informasi Ketersediaan dan
Perkembangan Harga Bahan Pokok (Siskaperbapo) utamanya bagi
kota/kabupaten yang tidak termasuk penghitung inflasi nasional.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan agar Bapak/Ibu
sekalian dapat mengikuti kegiatan ini dengan sungguh-sungguh,
menyampaikan kendala yang dihadapi, mengeluarkan pendapat dan ide-

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 15


idenya sehingga dapat dihasilkan rekomendasi-rekomendasi yang
berguna dan perlu ditindaklanjuti bersama.

Hadirin yang Berbahagia,


Sebelum mengakhiri sambutan ini, kami menyampaikan apresiasi
yang sedalam-dalamnya bagi pemerintah 13 kota/kabupaten di wilayah
eks Karesidenan Kediri dan Madiun atas kerja sama yang baik selama
ini. Selanjutnya kami sampaikan terimakasih kepada seluruh
narasumber, hadirin, dan tamu undangan yang berkenan hadir pada
acara ini. Semoga acara ini memberikan manfaat yang besar bagi upaya
stabilisasi harga dan pengendalian inflasi di daerah serta memberikan
kontribusi positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Akhir kata, dengan mengucapkan bismillahirrahmaanirahiim,
acara ini secara resmi saya buka.

Wabillahitaufik wal hidayah. Wassalaamualaikum Warahmatullahi


Wabarakatuh.

II.2 Overview Inflasi dan Hasil Rakornas TPID


Stabilitas harga merupakan salah satu indikator yang
mempengaruhi keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti
bahwa stabilitas harga turut menentukan tingkat kesejahteraan
masyarakat. Sementara itu, stabilitas harga dapat tercermin dari tingkat
inflasi.

Pada dasarnya, inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga-


harga secara umum dan terus-menerus. Hagger (1977) mendefinisikan
inflasi sebagai “…a situation in which a persistent upward movement in
the general price level…”. Oleh karenanya, kenaikan harga satu atau dua
komoditas belum dapat disebut sebagai inflasi kecuali apabila kenaikan
tersebut meluas (menyebabkan kenaikan harga komoditas lainnya).
Sebaliknya, penurunan harga-harga secara umum dan terus-menerus
disebut deflasi. BPS menghitung inflasi berdasarkan Indeks Harga

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 16


Konsumen (IHK)2 yang menunjukkan harga rata-rata barang dan jasa
yang dikonsumsi rumah tangga (household). IHK sendiri dihitung
berdasarkan harga barang dan jasa yang telah ditetapkan dalam SBH.
Komponen barang dan jasa tersebut dipantau oleh BPS dan diperbarui
setiap lima tahun. Sebagai informasi, angka inflasi 2014 dihitung
berdasarkan SBH 2012.

Tahun Target Realisasi Pencapaian

2000 3 - 5% 9,35% Tidak tercapai


2001 4 - 6% 12,55% Tidak tercapai
2002 9 - 10% 10,03% Tidak tercapai
2003 9 - 10% 5,06% Tidak tercapai
2004 5,5 6,40% Tercapai
2005 6 17,11% Tidak tercapai
2006 8 6,60% Tidak tercapai
2007 6 6,59% Tercapai
2008 5 11,06% Tidak tercapai
2009 4,5 2,78% Tidak tercapai
2010 5 6,96% Tidak tercapai
2011 5 3,79% Tidak tercapai
2012 4,5 4,30% Tercapai
2013 4,5 8,38% Tidak tercapai

Tabel 1 Pencapaian Inflasi Nasional Indonesia


Sumber: BPS (data diolah)

Sementara itu, data time series Laporan Keuangan Bank Indonesia


(LKBI) selama lima belas tahun terkahir menunjukkan bahwa target
inflasi Indonesia belum tercapai. Perkembangan pencapaian inflasi
nasional Indonesia tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan hasil penelitian yang dimuat dalam Buku Petunjuk
TPID, secara umum inflasi di Indonesia disebabkan oleh:
1. Kendala pasokan distribusi

2 IHK merupakan salah satu (bukan satu-satunya) indikator pengukuran inflasi.


Indikator pengukuran inflasi lainnya menurut international best practice adalah Indeks
Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan Deflator Produk Domestik Bruto (PDB).

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 17


Terdapat hubungan saling ketergantungan dalam rantai pemenuhan
kebutuhan barang atau jasa yang tercermin dalam keterkaitan
ekonomi antardaerah. Kondisi geografis Indonesia memungkinkan
timbulnya risiko kendala pasokan dan distribusi yang besar sehingga
berpotensi meningkatkan biaya dan risiko harga.
2. Terbatasnya infrastruktur
Terbatasnya infrastruktur, khususnya pada sektor energi dan
transportasi, telah menurunkan kapasitas potensial dan
produktivitas yang berdampak pada terbatasnya supply dalam
merespon permintaan.
3. Struktur pasar dan mekanisme pembentukan harga
Struktur pasar yang terdistorsi (bukan persaingan sempurna)
cenderung memiliki tingkat rigiditas harga yang lebih tinggi, terutama
pada fase penurunan harga. Pada kondisi ini, harga cenderung lebih
mudah naik dan sulit untuk turun.
4. Ekspektasi inflasi
Unfavorable shocks sering terjadi pada perekonomian Indonesia. Hal
ini diperparah oleh adanya perilaku backward looking dalam
memproyeksikan inflasi sehingga ekspektasi masyarakat terhadap
inflasi tinggi. Apabila ekspektasi inflasi masyarakat lebih tinggi dari
aktualnya, dikhawatirkan terjadi self-fulfilling inflation3. Oleh
karenanya, diperlukan adanya perubahan persepsi masyarakat dari
backward looking ke forward looking. Hal ini difasilitasi dengan
diimplementasikannya ITF di mana target inflasi ditetapkan sebagai
single target yang menjadi anchor bagi ekspektasi inflasi ke depan.
Di Jawa Timur, SBH dilakukan pada delapan kota, yaitu Surabaya,
Malang, Kediri, Jember, Probolinggo, Madiun, Banyuwangi, dan
Sumenep. Tingkat inflasi Jawa Timur pada bulan Mei 2014 adalah
sebesar 7,04% year-on-year (yoy). Angka tersebut menunjukkan
penurunan sebesar 55 bps dari tahun sebelumnya. Lebih jauh, tingkat

3Self-fulfilling inflation merupakan inflasi yang bersumber dari kekhawatiran masyarakat


sebagai dampak dari tidak tersedianya informasi yang memadai mengenai inflasi.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 18


inflasi Jawa Timur ini lebih rendah dibandingkan dengan tingkat inflasi
nasional, yaitu sebesar 7,32%. Perbandingan tingkat inflasi masing-

masing daerah di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 2.

Wilayah 2012 (%) 2013 (%) Mei - 2014 (%)


Nasional 4,30 8,38 7,42
DIY 4,31 7,32 6,65
Jawa Barat 4,24 7,99 7,47
Jawa Timur 4,50 7,59 7,04
Jawa Tengah 4,24 7,99 7,47
Banten 4,36 9,65 9,68

Tabel 2 Perbandingan Inflasi Antarprovinsi di Jawa


Sumber: BPS (data diolah)

Meskipun demikian, secara month-to-month (mtm), tingkat inflasi


Jawa Timur lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi nasional.
Angka inflasi mtm Jawa Timur adalah 0,21% sementara inflasi nasional
mtm adalah 0,16%. Inflasi tertinggi dialami oleh kota Surabaya, yaitu
sebesar 0,50%, diikuti Malang, yaitu sebesar 0,35%, Sumenep 0,31%,
Probolinggo 0,07%, dan inflasi terendah terjadi di Kediri, yaitu sebesar
0,02%. Sementara itu, deflasi terjadi di Banyuwangi sebesar 0,12% dan
di Jember 0,06%. Secara kumulatif atau year-to-date, inflasi Jawa Timur
berada pada level 1,80%.

Berdasarkan disagregasinya, sumber tekanan utama inflasi di


Jawa Timur berasal dari kelompok administered price, yakni kenaikan
tarif kereta api dan angkutan udara. Sumber tekanan inflasi yang lain
adalah naiknya harga telur ayam ras dan daging ayam ras. Lebih jauh,
berlanjutnya persepsi masyarakat akan kenaikan harga barang dan
adanya peningkatan transaksi ekonomi mendorong kenaikan harga pada
kelompok inflasi inti. Di sisi lain, deflasi bersumber dari kelompok
volatile foods, yaitu cabai rawit, beras, dan cabai merah.

Saat ini, strategi pengendalian inflasi yang dilakukan oleh TPID di


seluruh Jawa Timur diarahkan pada lima strategi utama, yaitu: (1)
Penguatan kelembagaan; (2) Penguatan strategi produksi, distribusi,

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 19


dan konektivitas; (3) Regulasi dan monitoring; (4) Kajian dan
rekomendasi; dan (5) Upaya pengendalian ekspektasi. Wujud nyata dari
strategi penguatan kelembagaan adalah dengan mendorong
pembentukan TPID di lingkup kabupaten/kota.

Dalam tataran nasional, pada Rakornas V TPID yang


diselenggarakan di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada tanggal 21
Mei 2014, disampaikan bahwa pemerintah menetapkan sasaran inflasi
dengan lintasan target yang menurun, yaitu 4,5±1% untuk tahun 2014
dan 4±1% untuk tahun 2015. Lebih jauh, pada pembahasan high-level
meeting yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 6 Desember 2013
dan berdasarkan surat rekomendasi Gubernur BI kepada pemerintah,
lintasan target inflasi ditetapkan sebesar 4±1% untuk tahun 2016 dan
2017 lalu diturunkan menjadi 3,5±1% untuk tahun 2018. Dengan
melihat kondisi saat ini, pencapaian target tersebut dihadapkan pada
tantangan yang cukup berat. Beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian yaitu masih besarnya risiko terkait harga pangan sebagai
dampak permasalahan struktural yang mempengaruhi produksi,
distribusi, dan pembentukan harga. Risiko lain yang harus dihadapi
adalah risiko terkait energi yang bersumber dari ketergantungan
terhadap sumber energi minyak. Selain itu, pencapaian target inflasi
tersebut harus dihadapkan pada adanya faktor uncertainty pada
pemulihan ekonomi global yang berpengaruh pada stabilitas nilai tukar
dan harga minyak dunia.

Oleh karenanya, dalam pidatonya, Presiden Republik Indonesia


menekankan pentingnya meningkatkan ketahanan pangan dan menjaga
stabilitas harga pangan bagi kesejahteraan masyarakat di tengah masih
tingginya risiko yang dapat mempengaruhi produksi dalam negeri dan
ketidakpastian global tersebut. Penguatan koordinasi dan sinergi dalam
pengendalian inflasi juga perlu terus dilakukan karena inflasi di
Indonesia banyak dipengaruhi oleh karakteristik daerah dan
penyelesaian masalah struktural.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 20


Pada kesempatan yang sama, Gubernur BI dalam laporannya juga
menyampaikan bahwa untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan
komitmen yang kuat dari kepala daerah. Selain itu, diperlukan pula
ketersediaan data dan informasi yang akurat sebagai dasar untuk
menjajaki kerja sama antara daerah satu dengan daerah yang lain.
Gubernur BI juga menyampaikan perlunya empat langkah strategi
dalam pengendalian daerah yang diarahkan pada terciptanya 4K, yaitu
Ketersediaan pasokan, Keterjangkauan harga, Kelancaran distribusi,
dan Komunikasi ekspektasi.

Menanggapi hal tersebut, dalam arahannya, Menteri Dalam Negeri


menyampaikan langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh gubernur,
bupati, dan walikota melalui TPID. Langkah-langkah tersebut antara
lain:
1. Melakukan koordinasi yang intensif antar-SKPD dalam satu wilayah
dan kerja sama dengan SKPD di wilayah lainnya untuk (a) menjamin
produksi, (b) menjaga ketersediaan pasokan, dan (c) menjaga
kelancaran distribusi kebutuhan pangan pokok antardaerah dengan
berpedoman pada Inmendagri No. 027/1696/SJ Tanggal 2 April
2013;
2. Mengefektifkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan antar-TPID
dalam menjaga keterjangkauan barang dan jasa di daerah;
3. Mengantisipasi gejolak harga pangan dengan melakukan pasokan
langusng antara daerah surplus dengan dengan daerah defisit untuk
mengurangi biaya distribusi;
4. Menginisiasi kerja sama antardaerah dalam penyediaan dan
pertukaran informasi terkait produksi, ketersediaan, dan harga
bahan pangan pokok yang kredibel, terkini, dan mudah diakses;
5. Melakukan kerja sama antardaerah dalam mengantisipasi
kekurangan pasokan bahan pangan akibat gangguan musim
produksi, perubahan iklim dan cuaca, gejolak harga pangan dunia,
meningkatnya permintaan pada hari-hari besar keagamaan, dan
bencana alam; dan

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 21


6. Mendorong dan memfasilitasi pembentukan TPID kabupaten/kota di
wilayah masing-masing untuk menjaga keterjangkauan barang dan
jasa di daerah.

Selanjutnya, pada Rakornas tersebut disepakati tiga hal penting,


yaitu: (1) Meningkatkan kerja sama antardaerah di bidang ketahanan
pangan melalui dukungan perencanaan program kerja dan penyediaan
anggaran di daerah; (2) Meningkatkan ketersediaan dan kualitas data
dan informasi surplus defisit pangan di setiap daerah oleh TPID sebagai
acuan dalam melakukan kerja sama antardaerah; dan (3) Meningkatkan
kapasitas pengelolaan kerja sama antardaerah, antara lain melalui
bimbingan dan konsultasi bagi TPID yang difasilitasi oleh Kelompok
Kerja Nasional (Pokjanas) TPID.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 22


BAGIAN III – RAPAT KOORDINASI

III.1 Pemaparan Progress, Program Kerja, dan


Kendala yang Dihadapi TPID
Pascarilis Inmendagri No. 027/1696/SJ Tanggal 2 April 2013,
pendirian TPID mengalami peningkatan. Per 13 Juni 2014, di wilayah
eks Karesidenan Kediri dan Madiun telah terbentuk 11 TPID melalui SK
Bupati/Walikota. Kesebelas TPID tersebut adalah TPID Kota Kediri, Kota
Madiun, Kota Blitar, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek,
Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Madiun,
Kabupaten Magetan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Pacitan, dan
Kabupaten Ngawi. Pembentukan TPID di Kabupaten Kediri masih dalam
proses dan direncanakan akan disahkan pada bulan Juni 2014.
Sementara itu, Kabupaten Blitar belum membentuk TPID karena
terdapat pemahaman bahwa ada kesamaan tugas antara TPID dengan
Dewan Ketahanan Pangan dan Ketahanan Ekonomi Kabupaten Blitar.
Meskipun demikian, pembentukan TPID tetap dipertimbangkan
mengingat pembentukan TPID ini telah diamanatkan dalam Inmendagri
No. 027/1696/SJ Tanggal 2 April 2013.

Lebih lanjut, Inmendagri No. 027/1696/SJ Tanggal 2 April 2013


pada pokoknya menguraikan langkah-langkah yang perlu dilakukan
daerah dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian daerah,
mengatasi berbagai permasalahan sektor riil, dan menjaga stabilitas
harga barang dan jasa. Langkah-langkah tersebut mencakup hal-hal
berikut:
1. Menjaga dan meningkatkan produktivitas, ketersediaan pasokan,
kelancaran distribusi hasil pertanian khususnya komoditas bahan
pangan pokok.
2. Mendorong pembangunan dan pengembangan infrastruktur yang
mendukung kelancaran produksi dan distribusi hasil pertanian
khususnya komoditas bahan pangan pokok.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 23


3. Mendorong terciptanya struktur pasar dan tata niaga yang kompetitif
dan efisien, khususnya untuk komoditas yang menjadi kebutuhan
pokok masyarakat.
4. Mengelola dampak dari penyesuaian harga barang dan jasa yang
ditetapkan pemerintah pusat dan daerah antara lain harga bahan
bakar minyak, tarif tenaga listrik, harga liquefied petroleum gas, upah
minimum (UMP/UMR), bea balik nama kendaraan bermotor, cukai
rokok, tarif tol, tarif pelabuhan, dan tarif angkutan.
5. Mendorong ketersediaan informasi terkait produksi, ketersediaan
(stok) dan harga bahan pangan pokok yang kredibel, terkini, dan
mudah diakses oleh masyarakat.
6. Melakukan koordinasi yang intensif di antara Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dalam satu wilayah dan kerjasama dengan SKPD di
wilayah lainnya, Kantor Perwakilan Bank Indonesia, kantor
perwakilan kementerian/lembaga negara lainnya di daerah, serta
berbagai pihak terkait untuk menjamin produksi, ketersediaan
pasokan dan kelancaran distribusi kebutuhan bahan pangan pokok.
7. Segera membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah yang selanjutnya
disingkat dengan TPID sebagai suatu wadah koordinasi dalam
menjaga agar tidak terjadi inflasi di daerah dengan susunan
organisasi serta tugas dan kewajiban sebagaimana tercantum dalam
lampiran Instruksi Menteri.
Sementara itu, susunan keanggotaan TPID berdasarkan Instruksi
Menteri tersebut adalah sebagai berikut:
Pengarah : Kepala Daerah
Ketua : Sekretaris Daerah
Wakil Ketua : Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Sekretaris : Asisten Sekretariat Provinsi dan Kabupaten/Kota yang
membidangi ekonomi
Anggota :
a. Anggota Kepala SKPD yang membidangi urusan
pertanian;

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 24


b. Kepala SKPD yang membidangi urusan
perhubungan;
c. Kepala SKPD yang membidangi urusan perdagangan
dan perindustrian;
d. Unsur pemangku kepentingan lainnya.
Dalam tataran yang lebih spesifik, SKPD yang menjadi anggota
TPID hendaknya disesuaikan dengan karakteristik perekonomian
masing-masing daerah. Apabila perekonomian suatu daerah didominasi
oleh sektor pertanian, maka peran Dinas Pertanian sangat strategis
dalam keanggotaan TPID. Demikian halnya apabila perekonomian suatu
daerah didominasi sektor pariwisata, hotel, dan restauran, maka peran
Dinas Pariwisata sangat diharapkan.
Susunan keanggotaan TPID dharapkan juga mencerminkan
urgensi penanganan inflasi di masing-masing daerah. Misalnya, apabila
sumber utama tekanan inflasi di daerah tersebut adalah masalah
distribusi, diharapkan Dinas Perhubungan turut berpartisipasi dalam
TPID.
Selanjutnya, dalam menjalankan fungsinya, terdapat beberapa
kendala yang dihadapi TPID. Kendala-kendala tersebut antara lain:
1. Belum adanya pemahaman yang memadai mengenai pedoman teknis
pelaksanaan TPID;
2. Belum dialokasikannya anggaran penghitungan inflasi dan anggaran
operasional TPID dalam APBD bagi kabupaten/kota yang tidak
termasuk penghitung inflasi nasional;
3. Sebagian besar struktur TPID kabupaten/kota yang tercantum di
dalam SK belum sesuai dengan Inmendagri dan Nota Kesepahaman
Pembentukan Inflasi di Provinsi Jawa Timur pada tanggal 19
November 2013.; dan
4. Belum tersedianya database surplus dan defisit pangan sebagai
acuan kerjasama antardaerah.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 25


III.2 Workshop Penghitungan Inflasi
Pada dasarnya, terdapat beberapa indikator yang dapat
digunakan dalam penghitungan inflasi. Menurut Mishkin (2004),
kenaikan harga-harga tersebut dapat dihitung melalui: (1) Produk
Domestik Bruto (PDB) deflator; (2) Personal Consumption Expenditure
(PCE) deflator; dan (3) Indeks Harga Konsumen (IHK). PDB deflator
merupakan perbandingan antara PDB nominal dengan PDB riil di mana
PDB nominal adalah PDB pada tahun berjalan sementara PDB riil
merupakan angka PDB pada tahun dasar. Sejalan dengan PDB deflator,
PCE deflator merupakan perbandingan antara PCE nominal dengan PCE
riil di mana PCE nominal merupakan jumlah konsumsi individu pada
tahun berjalan sedangan PCE riil merupakan jumlah konsumsi individu
pada tahun dasar. Sementara itu, seperti yang sempat disebutkan pada
bagian sebelumnya, IHK merupakan suatu indeks yang menghitung
rata-rata perubahan harga sekelompok barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat secara umum selama periode tertentu.

Dalam penghitungan angka inflasi, BPS menggunakan IHK. Di


Indonesia, IHK dihitung menggunakan rumus Laspeyres yang telah
dimodifikasi. Melalui penghitungan ini, kenaikan harga-harga komoditas
tertentu dihitung menggunakan rata-rata aritmatik sedangkan kenaikan
harga komoditas lainnya dihitung menggunakan rata-rata geometri. Per
2014, IHK tersebut dihitung berdasarkan SBH 2012 yang
mengelompokkan pengeluaran masyarakat ke dalam tujuh kelompok
pengeluaran, yaitu: (1) Kelompok bahan makanan; (2) Kelompok
makanan jadi, minuman, dan tembakau; (3) Kelompok perumahan; (4)
Kelompok sandang; (5) Kelompok kesehatan; (6) Kelompok pendidikan
dan olahraga; dan (7) Kelompok transportasi dan komunikasi. Di Jawa
Timur, SBH dilakukan pada 8 kabupaten/kota, yaitu Surabaya, Malang,
Kediri, Jember, Madiun, Probolinggo, Sumenep, dan Banyuwangi. Di
samping itu, BPS juga mengumumkan angka inflasi berdasarkan
disagregasinya, yakni inflasi inti (core inflation), inflasi kelompok

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 26


makanan bergejolak (volatile foods inflation), dan komponen harga yang
diatur pemerintah (administered price inflation).

Angka inflasi dinyatakan dalam indeks, baik bulanan (month-to-


month), tahun ke tahun (year-on-year), maupun tahun kalender (year-to-
date). Indeks bulanan mencerminkan kenaikan IHK bulan berjalan
terhadap bulan sebelumnya, indeks tahun ke tahun mencerminkan
kenaikan IHK bulan berjalan terhadap IHK periode yang sama pada
tahun sebelumnya, sedangkan IHK tahun kalender merupakan
persentase perubahan IHK bulan berjalan terhadap IHK bulan Desember
tahun sebelumnya. Secara matematis, rumus perhitungan inflasi
ditampilkan pada Gambar 2.

IHK bulan n − IHK bulan n − x 00


𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑚𝑡𝑚 =
IHK bulan n −

IHK bulan n tahun t − IHK bulan n tahun t − x 00


𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑜𝑦 =
IHK bulan n tahun t −

IHK bulan n tahun t − IHK bulan Desember tahun t − x 00


𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑡𝑑 =
IHK bulan Desember tahun t −

Gambar 2 Rumus Penghitungan Inflasi


Sumber: Departemen Statistik BI

Setelah didapatkan angka inflasi, angka inflasi tersebut


diklasifikasikan berdasarkan derajatnya. Klasifikasi inflasi berdasarkan
derajatnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tahun Target

Inflasi rendah < 10%

Inflasi sedang 10 – 30%

Inflasi tinggi 30-100%

Hiperinflasi > 100%


Tabel 3 Klasifikasi Inflasi Berdasarkan Derajatnya
Sumber: Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 1, No. 1, Mei 1999 hal. 58

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 27


Sementara itu, Siskaperbapo merupakan aplikasi berbasis web
dan Short Message Service (SMS) yang dikembangkan oleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur. Aplikasi tersebut
memuat harga 29 komoditas di 38 kabupaten/kota di Jawa Timur. Data
pada aplikasi tersebut diperoleh dari survei terhadap tingkat harga pada
110 pasar di Jawa Timur. Siskaperbapo dapat diakses melalui situs
www.siskaperbapo.com dan SMS ke nomor 081217000021 dengan
format: nama kabupaten/kota (spasi) nama komoditas. Contoh: MADIUN
KAB (spasi) BERAS.

Dengan dirilisnya Siskaperbapo diharapakan masyarakat dapat


mengakses perkembangan harga di pasar dengan lebih cepat dan
mudah. Selain itu, dengan adanya Siskaperbapo ini diharapakan
pemerintah, khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang tergabung
dalam TPID, memperoleh informasi yang memadai mengenai
perkembangan harga barang atau jasa, termasuk kemungkinan
terjadinya fluktuasi harga, sebagai salah satu pertimbangan dalam
menentukan kebijakan dalam rangka upaya pengendalian harga itu
sendiri.

Skema penghitungan inflasi menggunakan data Siskaperbapo


dapat dilihat pada Gambar 3.

1. Unduh series data harga mingguan

2. Hitung perubahan harga (bulanan)

3. Hitung sumbangan inflasi : perubahan harga x bobot

4. Jumlahkan sumbangan inflasi 29 komoditas

5. Ukur inflasi kabupaten/kota

Gambar 3 Skema Penghitungan Inflasi Menguunakan Data Siskaperbapo


Sumber: Materi Workshop Penghitungan Inflasi Menggunakan Siskaperbapo yang
disampaikan oleh Warsono

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 28


Keterangan Gambar 3:
1. Series data harga yang dimaksud adalah series data harga komoditas
pada Siskaperbapo mulai tanggal 1 Januari 2012. Series harga
tersebut ditetapkan dengan memilih satu hari tertentu dalam satu
minggu sebagai dasar penetapan.
2. Tingkat harga bulanan yang diperoleh merupakan rata-rata harga
mingguan
3. Bobot komoditas yang digunakan adalah bobot komoditas di kota
penghitung inflasi terdekat atau yang memiliki karakteristik daerah
serupa dengan daerah yang akan dihitung inflasinya.
Secara teknis, langkah-langkah penghitungan inflasi
menggunakan data Siskaperbapo adalah sebagai berikut:

1. Buka website Siskaperbapo, klik “Tabel”

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 29


2. Pilih “Tanggal”, “Area”, dan “Pasar”

3. Masukkan harga yang terjadi setiap hari Kamis pada kabupaten/kota


yang dipilih
Contoh : untuk bulan April 2014 = tanggal 3, 10, 17 dan 24 April
6
SERIES DATA HASIL SURVEI PEMANTAUAN HARGA (SPH)

KABUPATEN PAMEKASAN
PASAR Kolpajung, Gurem, 17 Agustus

HARGA KOMODITI
201404 201405
No. Komoditi Jenis/Merk/Kualitas Satuan
MI M II M III M IV MI M II M III M IV MV
1 BERAS Bengawan Kg 9,000 9,000 9,000 9,000 9,000 9,000 9,000 9,000 9,000
Mentik Kg 10,500 10,500 10,500 10,500 10,500 10,500 10,500 10,500 10,500
IR 64 Kg 7,250 7,250 7,250 7,250 7,250 7,250 7,250 7,250 7,250
2 GULA PASIR Dalam negeri Kg 10,750 10,750 10,750 10,750 10,750 10,750 10,750 10,750 10,750
3 MINYAK GORENG Bimoli botol 620 ml liter 13,000 13,000 13,000 13,000 13,000 13,000 13,000 13,000 13,000
Bimoli botol 2 L liter 23,500 23,500 23,500 23,500 23,500 25,000 25,000 25,000 25,400
Curah liter 12,750 12,500 12,500 12,500 12,500 12,000 12,500 11,500 12,000
4 DAGING SAPI Murni Kg 90,000 90,000 90,000 90,000 90,000 90,000 90,000 90,000 90,000
5 DAGING AYAM RAS Ayam broiler Kg 27,000 27,000 27,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000
6 DAGING AYAM KAMPUNG Ayam kampung Kg 45,000 45,000 45,000 45,000 45,000 45,000 45,000 45,000 45,000
7 TELUR AYAM RAS Kg 15,000 14,000 14,000 13,000 13,500 14,000 14,000 15,000 16,000
8 TELUR AYAM KAMPUNG Kg 27,000 27,000 27,000 27,000 27,000 27,000 27,000 27,000 27,000
9 SUSU KENTAL MANIS Bendera kaleng 9,500 9,500 9,500 9,500 9,500 9,500 9,500 9,500 9,500
Indomilk kaleng 9,000 9,000 9,000 9,000 9,000 9,000 9,000 9,000 9,150
8 SUSU BUBUK Bendera Instant Pack 33,750 33,750 33,750 33,750 33,750 33,750 33,750 33,750 33,750
Indomilk Instant Pack 34,750 34,750 34,750 34,750 34,750 34,750 34,750 34,750 34,750
9 JAGUNG PIPILAN Jagung pipilan kering Kg 3,500 3,500 3,250 3,250 3,250 3,250 3,250 3,250 3,250
10 GARAM Bata Buah 500 500 500 500 500 500 500 500 500
Halus Kg 2,600 2,600 2,600 2,600 2,600 2,600 2,600 2,600 2,600
11 TEPUNG TERIGU Segitiga biru Kw Medium Kg 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 8,000 8,000 8,000 8,000
KEDELAI Eks Impor Kg 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000
Lokal Kg 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 30


4. Gabungkan harga untuk periode yang sama
Contoh: Beras Bengawan, Mentik, IR 64 menjadi komoditas “Beras”

SERIES DATA HASIL SURVEI PEMANTAUAN HARGA (SPH)

KOTA PAMEKASAN
PASAR TRADISIONAL Kolpajung, Gurem, 17 Agustus

HARGA KOMODITI
201404
No. Komoditi Jenis/Merk/Kualitas Satuan
MI M II M III M IV
1 BERAS Beras Medium I (IR 64 I) * Kg 8,917 8,917 8,917 8,917
2 GULA PASIR Curah liter 10,750 10,750 10,750 10,750
3 MINYAK GORENG Indomie Rasa Ayam BawangBungkus 16,417 16,333 16,333 16,333
4 DAGING SAPI Bendera Instan 300 grm Pack 90,000 90,000 90,000 90,000
5 DAGING AYAM RAS Has Dalam Kg 27,000 27,000 27,000 30,000
6 DAGING AYAM KAMPUNG Tanpa Jeroan Kg 45,000 45,000 45,000 45,000
7 TELUR AYAM RAS Baik Kg 15,000 14,000 14,000 13,000
8 TELUR AYAM KAMPUNG Besar - Segar Kg 27,000 27,000 27,000 27,000
9 SUSU KENTAL MANIS Hijau - Segar Kg 9,250 9,250 9,250 9,250
10 SUSU BUBUK Ukuran Sedang Kg 34,250 34,250 34,250 34,250
11 JAGUNG PIPILAN Ukuran Sedang Kg 3,500 3,500 3,250 3,250
12 GARAM Segar Kg 1,550 1,550 1,550 1,550
13 TEPUNG TERIGU Segar Kg 7,500 7,500 7,500 7,500
14 KEDELAI Segar - lokal Kg 8,500 8,500 8,500 8,500
15 MIE KERING INSTANT Ukuran Sedang Kg 1,100 1,100 1,100 1,100
16 CABE MERAH Segar Kg 24,500 20,000 14,000 15,000
17 CABE RAWIT Segar Kg 60,000 40,000 36,500 27,500
18 BAWANG MERAH Segar Kg 20,000 20,000 19,500 16,500
19 BAWANG PUTIH Segar Kg 12,000 12,000 12,000 12,000

5. Tentukan kota acuan yang kan digunakan


Bobot Perubahan Harga (%)
No Komoditas Smnp
(%) Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 May-13 Dec-13 Jan-14 Feb-14
Volatile Food 19.06
1 Beras 6.69 - - (3.60) (2.49) - - 6.00 2.52
2 Minyak Goreng 1.48 (0.72) 1.03 (0.63) (1.74) (3.98) 4.21 4.16 -
3 Daging Sapi 2.59 4.17 - (0.80) - - 0.56 1.11 (1.10)
4 Daging Ayam Ras 1.09 20.41 (1.69) (7.59) (7.18) 2.11 (0.81) (5.69) 2.59
5 Daging Ayam Kampung 0.64 - - - - - (1.16) 5.88 -
6 Telur Ayam Ras 1.06 12.30 1.09 (14.45) (2.26) 2.25 2.74 12.33 0.15
7 Kedelai 2.87 - - - - - - - -
8 Mie Kering Instant 0.59 - - - - - - - -
9 Cabe Merah 0.25 54.65 (2.26) 6.46 (19.08) 36.43 95.15 44.65 (10.50)
10 Cabe Rawit 0.08 86.73 (9.29) 56.14 (24.00) (56.14) 29.35 18.46 49.55
11 Bawang Merah 0.86 26.67 5.26 97.71 0.07 (23.47) 9.78 (4.55) (16.49)
12 Bawang Putih 0.39 60.00 27.27 31.07 (59.13) (2.00) 1.52 - 2.50
13 Kacang Tanah 0.16 12.23 7.05 (7.07) (11.08) (7.25) (3.04) 2.48 -
14 Kol/Kubis 0.00 (13.58) (20.00) 34.29 38.30 1.54 30.07 48.57 (2.97)
15 Kentang 0.19 24.07 (8.21) (12.85) 5.41 (6.55) 2.76 113.73 (45.18)
16 Tomat 0.06 36.51 62.79 (8.57) (14.06) (17.09) 150.00 17.58 (52.96)
17 Wortel 0.05 2.38 (8.14) (17.97) (22.84) 5.60 8.55 36.57 34.62
18 Buncis 0.00 (18.00) - 1.46 (1.44) 3.41 3.77 1.82 20.54

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 31


6. Hitung perubahan harga tiap komoditas secara bulanan (mtm)
Bobot Perubahan Harga (%)
No Komoditas Smnp
(%) Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 May-13 Dec-13 Jan-14 Feb-14
Volatile Food 19.06
1 Beras 6.69 - - (3.60) (2.49) - - 6.00 2.52
2 Minyak Goreng 1.48 (0.72) 1.03 (0.63) (1.74) (3.98) 4.21 4.16 -
3 Daging Sapi 2.59 4.17 - (0.80) - - 0.56 1.11 (1.10)
4 Daging Ayam Ras 1.09 20.41 (1.69) (7.59) (7.18) 2.11 (0.81) (5.69) 2.59
5 Daging Ayam Kampung 0.64 - - - - - (1.16) 5.88 -
6 Telur Ayam Ras 1.06 12.30 1.09 (14.45) (2.26) 2.25 2.74 12.33 0.15
7 Kedelai 2.87 - - - - - - - -
8 Mie Kering Instant 0.59 - - - - - - - -
9 Cabe Merah 0.25 54.65 (2.26) 6.46 (19.08) 36.43 95.15 44.65 (10.50)
10 Cabe Rawit 0.08 86.73 (9.29) 56.14 (24.00) (56.14) 29.35 18.46 49.55
11 Bawang Merah 0.86 26.67 5.26 97.71 0.07 (23.47) 9.78 (4.55) (16.49)
12 Bawang Putih 0.39 60.00 27.27 31.07 (59.13) (2.00) 1.52 - 2.50
13 Kacang Tanah 0.16 12.23 7.05 (7.07) (11.08) (7.25) (3.04) 2.48 -
14 Kol/Kubis 0.00 (13.58) (20.00) 34.29 38.30 1.54 30.07 48.57 (2.97)
15 Kentang 0.19 24.07 (8.21) (12.85) 5.41 (6.55) 2.76 113.73 (45.18)
16 Tomat 0.06 36.51 62.79 (8.57) (14.06) (17.09) 150.00 17.58 (52.96)
17 Wortel 0.05 2.38 (8.14) (17.97) (22.84) 5.60 8.55 36.57 34.62
18 Buncis 0.00 (18.00) - 1.46 (1.44) 3.41 3.77 1.82 20.54

7. Hitung sumbangan inflasi untuk masing-masing komoditas dengan


rumus : bobot x perubahan harga

Bobot Perubahan Harga Sumbangan Inflasi


No Komoditas Smnp SPH SPH

(%) Mar-14 Apr-14 May-14 Mar-14 Apr-14 May-14


Volatile Food 19.06 (0.37) 1.12 (0.12)
1 Beras 6.69 0.52 (0.05) - 0.0346 (0.0031) -
2 Minyak Goreng 1.48 3.72 0.64 1.67 0.0550 0.0095 0.0246
3 Daging Sapi 2.59 3.47 (3.36) - 0.0901 (0.0871) -
4 Daging Ayam Ras 1.09 (7.14) 0.45 8.11 (0.0782) 0.0050 0.0887
5 Daging Ayam Kampung 0.64 (1.39) 1.41 - (0.0089) 0.0090 -
6 Telur Ayam Ras 1.06 (19.26) 2.75 3.57 (0.2049) 0.0293 0.0380
7 Kedelai 2.87 - - - - - -
8 Mie Kering Instant 0.59 (33.33) - - (0.1966) - -
9 Cabe Merah 0.25 (21.29) (22.02) (35.78) (0.0533) (0.0551) (0.0895)
10 Cabe Rawit 0.08 25.37 (29.00) (66.51) 0.0207 (0.0237) (0.0544)
11 Bawang Merah 0.86 (3.11) (2.56) (8.42) (0.0268) (0.0221) (0.0727)
12 Bawang Putih 0.39 14.63 2.13 (1.25) 0.0567 0.0082 (0.0048)
13 Kacang Tanah 0.16 0.81 (2.40) (0.33) 0.0013 (0.0039) (0.0005)
14 Kol/Kubis 0.00 5.41 (16.75) (0.62) - - -
15 Kentang 0.19 (13.38) 2.06 5.24 (0.0249) 0.0038 0.0098

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 32


8. Jumlahkan sumbangan inflasi 29 komoditas

Bobot Perubahan Harga Sumbangan Inflasi


No Komoditas Smnp SPH SPH

(%) Mar-14 Apr-14 May-14 Mar-14 Apr-14 May-14


Core Inflation 2.84 0.03 0.00 0.03
20 Gula Pasir 1.01 - - - - - -
21 Telur Ayam Kampung 0.18 - - - - - -
22 Susu Kental Manis 0.14 - 4.71 0.95 - 0.0068 0.0014
23 Jagung Pipilan (5.00) (5.26) (3.70) - - -
24 Garam 0.06 - - - - - -
25 Tepung Terigu 0.05 (8.82) (3.23) 5.33 (0.0044) (0.0016) 0.0027
26 Ikan Asin Teri 0.13 - (8.33) (9.09) - (0.0108) (0.0118)
27 Kacang Hijau 0.12 23.68 6.38 - 0.0290 0.0078 -
28 Ketela Pohon 0.02 - 6.92 1.29 - 0.0013 0.0002
29 Semen 1.13 0.72 (0.24) 2.88 0.0082 (0.0027) 0.0326
Administered Price 3.58 0.01 0.01 0.01
30 Bensin 3.58 0.28 0.28 0.28 0.0101 0.0100 0.0100
29 Komoditas 25.48 (0.33) 1.13 (0.08)

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 33


III.3 Hasil Rapat Koordinasi

Rapat Koordinasi TPID wilayah eks Karesidenan Kediri dan


Madiun menghasilkan rekomendasi sebagai berikut:
1. Melaksanakan butir-butir kesepakatan Rakornas V TPID sebagai
berikut:
a. Memperkuat komitmen kepala daerah untuk menjamin kerja
sama, khususnya untuk mendukung ketahanan pangan dan
stabilitas harga pangan melalui perencanaan program kerja
(RKPD) dan dukungan anggaran yang sesuai (APBD);
b. Mempercepat penyediaan data dan informasi neraca pangan oleh
masing-masing daerah secara berkesinambungan untuk menjadi
acuan dalam melakukan kerja sama antar daerah;
c. Memfasilitasi peningkatan kapasitas pengelolaan kerja sama
antardaerah oleh Pokjanas TPID antara lain melalui bimbingan
dan konsultasi bagi TPID; dan
d. Pengendalian Inflasi di daerah diarahkan pada tercapainya “4K”
yakni Ketersediaan pasokan, Keterjangkauan harga, Kelancaran
distribusi dan Komunikasi ekspektasi.
2. Dalam pelaksanaan tugas dan kegiatannya, TPID kabupaten/kota
berpedoman pada Buku Manual TPID yang diterbitkan oleh
Pokajanas TPID.
3. Kota/kabupaten yang tidak termasuk penghitung inflasi nasional
dapat menggunakan penghitungan pendekatan inflasi melalui
analisis data Siskaperbapo.
4. Daerah dengan struktur TPID yang belum sesuai dengan Inmendagri
No.027/1696/SJ Tanggal 2 April 2013 diharapkan dapat segera
menyesuaikan agar tidak menyalahi ketentuan tersebut.
5. Perlu dilakukan pendampingan dan pembinaan yang intensif dari
Kantor Perwakilan BI Kediri terhadap kegiatan TPID kota/kabupaten
di wilayah kerjanya. Selanjutnya, perlu dilakukan rapat koordinasi
TPID wilayah eks Karesidenan Kediri dan Madiun secara rutin, dalam
hal ini tiap enam bulan.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 34


6. Masing-masing TPID kota/kabupaten diharapkan menyusun
program-program unggulan yang tertuang dalam Masterplan
Pengendalian Inflasi Daerah.
7. Memperkuat kerja sama antardaerah di wilayah eks Karesidenan
Kediri dan Madiun dalam rangka pengendalian harga dan kecukupan
pasokan barang/jasa pada kota/kabupaten serta berkoordinasi
dengan Bakorwil Madiun dan Biro Kerjasama Daerah Provinsi Jawa
Timur.
8. Melakukan diseminasi hasil Rapat Koordinasi TPID masing-masing
kota/kabupaten kepada publik melalui media massa untuk
mengarahkan ekspektasi masyarakat ke tingkat yang rasional.
9. Dalam menghadapi dampak musiman tahun ajaran baru, bulan
Ramadhan, dan hari raya Idul Fitri terhadap inflasi daerah,
pemerintah daerah perlu melakukan komunikasi dan atau sosialisasi
kepada pemuka agama setempat, misalnya kepada Majelis Ulama
Indonesia (MUI) atau Ikatan Dai Indonesia (IKADI), agar dapat
membantu mengarahkan masyarakat untuk mengendalikan
konsumsi ke tingkat yang wajar.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 35


Halaman ini sengaja dikosongkan.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 36


BAGIAN IV – PENUTUP

Pengendalian inflasi memerlukan koordinasi yang harmonis


antara otoritas moneter, dalam hal ini Bank Indonesia, dengan
pemerintah dan sektor riil yang dapat diwujudkan dengan bauran
kebijakan moneter, fiskal, maupun sektoral. Sebagaimana dipahami
bahwa inflasi nasional terbentuk dari inflasi daerah, partisipasi daerah
dalam upaya pengendalian inflasi sangatlah diharapkan. Oleh
karenanya, perlu dilakukan koordinasi dan kerja sama antarpihak yang
difasilitasi oleh TPID. Ke depan, koordinasi ini perlu diperkuat dalam
rangka pencapaian target inflasi yang telah ditetapkan serta dalam
rangka mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 37


LAMPIRAN

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 38


MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 027/1696/SJ

TENTANG

MENJAGA KETERJANGKAUAN BARANG DAN JASA DI DAERAH


MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian di daerah dan mengatasi


permasalahan ekonomi sektor riil serta menjaga stabilitas harga barang
dan jasa yang terjangkau oleh masyarakat dengan ini diinstruksikan:

Kepada : Gubernur di seluruh Indonesia; dan


Bupati dan Walikota di seluruh Indonesia

Untuk :

KESATU : Menjaga dan meningkatkan produktivitas, ketersediaan


pasokan, kelancaran distribusi hasil pertanian khususnya
komoditas bahan pangan pokok.
KEDUA : Mendorong pembangunan dan pengembangan infrastruktur
yang mendukung kelancaran produksi dan distribusi hasil
pertanian khususnya komoditas bahan pangan pokok.
KETIGA : Mendorong terciptanya struktur pasar dan tata niaga yang
kompetitif dan efisien, khususnya untuk komoditas yang
menjadi kebutuhan pokok masyarakat.
KEEMPAT : Mengelola dampak dari penyesuaian harga barang dan jasa
yang ditetapkan Pemerintah Pusat dan Daerah antara lain
harga bahan bakar minyak, tarif tenaga listrik, harga

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 39


liquefied petroleum gas, upah minimum (UMP/UMR), bea
balik nama kendaraan bermotor, cukai rokok, tarif tol, tarif
pelabuhan, dan tarif angkutan.
KELIMA: Mendorong ketersediaan informasi terkait produksi,
ketersediaan (stok) dan harga bahan pangan pokok yang
kredibel, terkini, dan mudah diakses oleh masyarakat.
KEENAM : Melakukan koordinasi yang intensif diantara Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dalam satu wilayah dan
kerjasama dengan SKPD di wilayah lainnya, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia, kantor perwakilan
kementerian/lembaga negara lainnya di daerah, serta
berbagai pihak terkait untuk menjamin produksi,
ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi kebutuhan
bahan pangan pokok.
KETUJUH : Segera membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah yang
selanjutnya disingkat dengan TPID sebagai suatu wadah
koordinasi dalam menjaga agar tidak terjadi inflasi di daerah
dengan susunan organisasi serta tugas dan kewajiban
sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Instruksi Menteri ini.
Instruksi Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 2 April 2013

MENTERI DALAM NEGERI


REPUBLIK INDONESIA,

GAMAWAN FAUZI

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 40


LAMPIRAN

INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 027/1696/SJ
TENTANG
MENJAGA KETERJANGKAUAN BARANG DAN JASA DI DAERAH

A. Susunan Keanggotaan TPID


1. Pengarah : Kepala Daerah.
2. Ketua : Sekretaris Daerah.
3. Wakil Ketua : Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi dan Kabupaten/Kota.
4. Sekretaris : Asisten Sekretariat Provinsi dan
Kabupaten/Kota yang membidangi ekonomi.
5. Anggota :
a. Kepala SKPD yang membidangi urusan
pertanian;
b. Kepala SKPD yang membidangi urusan
perhubungan;
c. Kepala SKPD yang membidangi urusan
perdagangan dan perindustrian;
d. Unsur pemangku kepentingan lainnya.

B. Tugas dan Kewajiban


1. Memutuskan kebijakan yang akan ditempuh terkait pengendalian
inflasi daerah;
2. Memantau dan mengevaluasi atas efektivitas kebijakan yang diambil
terkait pengendalian inflasi daerah;
3. Merumuskan rekomendasi kebijakan yang bersifat sektoral terkait
dengan upaya menjaga keterjangkauan barang dan jasa di daerah
untuk ditindaklanjuti oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
terkait sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing;

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 41


4. Melakukan analisa terhadap sumber atau potensi tekanan inflasi
daerah;
5. Melakukan analisa permasalahan perekonomian daerah yang dapat
mengganggu stabilitas harga dan keterjangkauan barang dan jasa;
6. Melakukan inventarisasi data dan informasi perkembangan harga
barang dan jasa secara umum melalui pengamatan terhadap
perkembangan inflasi di daerahnya;
7. Mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan perekonomian
daerah yang dapat mengganggu keterjangkauan barang dan jasa di
daerah;
8. Menyampaikan rekomendasi yang dapat mendukung perumusan dan
penetapan standar biaya umum terkait dengan perencanaan dan
penganggaran serta upah minimum di daerah;
9. Melakukan komunikasi, sosialisasi, dan publikasi, serta memberikan
himbauan (moral suasion) kepada masyarakat mengenai hal-hal yang
diperlukan dalam upaya menjaga stabilitas harga;
10. Mengoptimalkan penyediaan, pemanfaatan, dan diseminasi
data/informasi mengenai produksi, pasokan dan harga, khususnya
komoditas bahan pangan pokok yang kredibel dan mudah diakses
masyarakat;
11. Melakukan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan daerah untuk
mengatasi permasalahan keterjangkauan barang dan jasa melalui
forum rapat koordinasi wilayah TPID, rapat koordinasi pusat dan
daerah, serta rapat koordinasi nasional TPID;
12. Menyusun laporan pelaksanaan tugas TPID setiap 6 bulan sekali
yang memuat:
a. Perkembangan dan prospek inflasi daerah;
b. Identifikasi dan analisa permasalahan ekonomi sektor riil;
c. Rumusan rekomendasi kebijakan;
d. Pelaksanaan kebijakan;
e. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan; dan
f. Rencana program kerja tahun berikutnya.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 42


13. TPID kabupaten/kota menyampaikan laporan pelaksanaan tugas
TPID kepada gubernur setiap minggu pertama bulan juli dan minggu
pertama bulan januari.
14. Gubernur menyampaikan laporan pelaksanaan tugas TPID provinsi
dan kabupaten/ kota di wilayahnya kepada menteri dalam negeri
melalui direktorat jenderal bina pembangunan daerah setiap minggu
pertama bulan agustus dan minggu pertama bulan februari.
15. TPID provinsi melakukan monitoring dan evaluasi serta memberikan
arahan kebijakan pengendalian inflasi daerah kepada TPID
kabupaten/kota yang berada di wilayahnya.

MENTERI DALAM NEGERI


REPUBLIK INDONESIA,

GAMAWAN FAUZI

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 43


GUBERNUR JAWA TIMUR

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR


NOMOR 188/ 266 /KPTS/013/2013

TENTANG

TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR


GUBERNUR JAWA TIMUR,

Menimbang : bahwa dalam rangka menciptakan perekonomian Jawa


Timur yang
berkelanjutan dengan tingkat inflasi yang stabil,
diperlukan koordinasi pengendalian inflasi di Jawa Timur
dengan menetapkan Tim Pengendalian Inflasi Daerah
Provinsi Jawa Timur dalam Keputusan Gubernur Jawa
Timur.

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang
Statistik (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor
39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3683);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3843) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4357);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4844);

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 44


4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentuka Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1998
tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor
10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah sebagaimana telah diuba
beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri
Dalam Neger Nomor 21 Tahun 2011;
9. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah Provinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah
Tahun 2007 Nomor 1, Seri E);
10. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor
13 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun
Anggaran 2013 (Lembaran Daerah Tahun 2012
Nomor 3, Seri A);
11. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 78
Tahun 2012 tentang Penjabaran Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa
Timur Tahun Anggaran 2013 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur
Nomor 17 Tahun 2013;
12. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 78
Tahun 2012 tentang Penjabaran Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa
Timur Tahun Anggaran 2013 sebagaimana telah

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 45


diubah dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur
Nomor 17 Tahun 2013.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
KESATU : Membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi
Jawa Timur dengan susunan keanggotaan sebagaimana
tersebut dalam Lampiran.
KEDUA: Menugaskan Tim Pengendalian Inflasi Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU, untuk:
a. mengevaluasi sumber-sumber dan potensi tekanan
inflasi serta dampaknya terhadap pencapaian target
inflasi;
b. menjelaskan kebijakan yang telah dilakukan dan
rencana kebijakan terhadap pencapaian target inflasi;
c. merekomendasikan pilihan kebijakan yang mendukung
pencapaian target inflasi;
d. melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan
kebijakan yang ditempuh dalam rangka pengendalian
inflasi;
e. melakukan diseminasi target dan upaya pencapaian
sasaran inflasi kepada masyarakat;
f. memberikan usulan target inflasi sesuai dengan periode
yang ditetapkan;
g. memberikan data dan informasi ekonomi Jawa Timur
kepada stakeholder;
h. melakukan survey dan penelitian jika diperlukan;
i. melakukan tugas-tugas lain sehubungan dengan
pemantauan dan pengendalian inflasi;
j. membentuk Sekretariat sesuai dengan kebutuhan;
k. melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada
Gubernur Jawa Timur.
KETIGA: Membebankan biaya pelaksanaan tugas Tim Pengendalian
Inflasi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Diktum
KEDUA pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2013, Biro
Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi
Jawa Timur, Program (055) Koordinasi, Sinkronisasi dan
Evaluasi Kebijakan Pemerintahan dan Pembangunan,
Kegiatan (060) Pemantauan dan Pengendalian Inflasi
Daerah, Kode Rekening 5.2.1.01.001 serta sumber dana
lainnya yang sah dan tidak mengikat.

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 46


KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Gubernur Jawa Timur

Ttd.

Dr. H. Soekarwo

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 47


LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR
NOMOR : 188/ 266 /KPTS/013/2013
TANGGAL : 15 APRIL 2013

SUSUNAN KEANGGOTAAN
TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
NO. JABATAN DALAM TIM KETERANGAN JABATAN/INSTANSI
1 2 3
1. Penasehat Gubernur Jawa Timur
Wakil Gubernur Jawa Timur

2. Pengarah Sekretaris Daerah Jawa Timur

3. a. Ketua I Asisten Perekonomian dan


Pembangunan Sekretaris Daerah
Provinsi Jawa TImur
b. Ketua II Pemimpin Bank Indonesia Surabaya

4. a. Sekretaris I Deputi Bidang Ekonomi Moneter Bank


Indonesia Surabaya
b. Sekretaris II Kepala Biro Administrasi Perekonomian
Sekretariat Daerah Provinsi Jawa TImur

a. Kepala Badan Perencanaan


5. Anggota: Pembangunan Daerah Jawa Timur
b. Kepala Badan Penanaman Modal
Provinsi Jawa Timur
c. Kepala Badan Ketahanan Pangan
Provinsi Jawa Timur
d. Kepala DInas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Jawa Timur
e. Kepala Dinas Perhubungan dan Lalu
Lintas Angkutan Jalan Provinsi Jawa
Timur
f. Kepala Dinas Pertanian Provinsi
Jawa Timur
g. Kepala Dinas Komunikasi dan
Informatika Provinsi Jawa Timur
h. Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil,
Mikro, dan Menengah Provinsi Jawa
Timur
i. Kepala Dinas Tenaga Kerja,
Transmigrasi, dan Kependudukan
Provinsi Jawa Timur

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 48


j. Kepala Kamar Dagang dan Industri
Jawa Timur
k. Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi
Indonesia Koordinator Jawa Timur
l. Kepala Unit Pemasaran V Pertamina
Jawa Timur
m. Kepala Perum Bulog Divisi Regional
Jawa Timur
n. Direktur PT Perusahaan Listrik
Negara Jawa Timur
o. Direskrim Kepolisian Jawa Timur
p. Kepala Bagian Preindustrian dan
Perdagangan, Biro Administrasi
Perekonomian Sekretariat Daerah
Provinsi Jawa Timur
q. Kepala Bagian Koperasi dan UMKM,
Biro Administrasi Perekonomian
Sekretariat Daerah Provinsi Jawa
Timur
r. Kepala Bagian Sarana Perekonomian,
Biro Administrasi Perekonomian
Sekretariat Daerah Provinsi Jawa
Timur
s. Kepala Bagian Penanaman Modal
dan BUMD, Biro Administrasi
Perekonomian Sekretariat Daerah
Provinsi Jawa Timur
t. Kepala Sub Bagian Perdagangan,
Biro Administrasi Perekonomian
Sekretariat Daerah Provinsi Jawa
Timur
u. Kepala Sub Bagian Perindustrian,
Biro Administrasi Perekonomian
Sekretariat Daerah Provinsi Jawa
Timur
v. Kepala Sub Bagian Promosi Daerah,
Biro Administrasi Perekonomian
Sekretariat Daerah Provinsi Jawa
Timur

GUBERNUR JAWA TIMUR

Ttd

Dr. H. SOEKARWO

Rakor TPID Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun 49

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai