Anda di halaman 1dari 94

LAMPIRAN : SURAT EDARAN BUPATI NDUGA

NOMOR : 900/09/BUP-ND/2013
TANGGAL : 05 Agustus 2013

PEDOMAN PENYUSUNAN
RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA
PERANGKAT DAERAH (RKA-SKPD)
DAN
RENCANA KERJA DAN ANGGARAN PEJABAT PENGELOLA
KEUANGAN DAERAH (RKA-PPKD)
TAHUN ANGGARAN 2014

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37


TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
TAHUN ANGGARAN 2015

URAIAN PEDOMAN PENYUSUNAN APBD TAHUN ANGGARAN 2015

I. Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dengan Kebijakan Pemerintah


Dalam Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja
Pemerintah Tahun 2015 dijelaskan bahwa tema Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) Tahun 2015 adalah “Melanjutkan Reformasi bagi Percepatan Pembangunan
Ekonomi yang Berkeadilan”, dengan sasaran yang harus dicapai pada Tahun 2015,
adalah:
1. Pertumbuhan ekonomi ditargetkan untuk tumbuh sekitar 5,8 persen;
2. Inflasi ditargetkan pada kisaran 3,0 persen sampai dengan 5,0 persen;
3. Jumlah penduduk miskin berkisar antara 9,0 persen sampai dengan 10,0 persen;
4. Tingkat pengangguran terbuka diperkirakan sebesar 5,5 persen sampai dengan
5,7 persen.

Berdasarkan tema dan sasaran tersebut di atas, dalam RKP Tahun 2015 dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2015 terdapat 9
(sembilan) bidang pembangunan sesuai Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 - 2025, dengan isu-
isu strategis pada masing- masing bidang sebagai berikut :

1. Bidang Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama


a. Pengendalian Jumlah Penduduk;
b. Reformasi Pembangunan Kesehatan:
1|Page
1) Sistem Jaminan Sosial Nasional (demand and supply);
2) Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi.
c. Reformasi Pembangunan Pendidikan;
d. Sinergi Percepatan.

2. Bidang Ekonomi
a. Transformasi Sektor Industri Dalam Arti Luas;
b. Peningkatan Daya Saing Tenaga Kerja
c. Peningkatan Daya Saing UMKM dan Koperasi;
d. Peningkatan Efisiensi Sistem Logistik dan Distribusi;
e. Reformasi Keuangan Negara.

3. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


a. Peningkatan Kapasitas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

4. Bidang Sarana dan Prasarana


a. Peningkatan Ketahanan Air;
b. Penguatan Konektivitas Nasional;
1) Keseimbangan Pembangunan Antar Wilayah;
2) Pendorong Pertumbuhan Ekonomi;
3) Pembangunan Transportasi Massal Perkotaan.

c. Peningkatan Ketersediaan Infrastruktur Pelayanan Dasar:


1) Peningkatan Rasio Elektrifikasi Nasional;
2) Peningkatan Akses Air Minum dan Sanitasi;
3) Penataan Perumahan/Permukiman.

5. Bidang Politik
a. Konsolidasi Demokrasi.

6. Bidang Pertahanan dan Keamanan


a. Percepatan Pembangunan MEF dan Almatsus POLRI dengan Pemberdayaan
Industri Pertahanan;
b. Peningkatan Ketertiban dan Keamanan Dalam Negeri.

7. Bidang Hukum dan Aparatur


a. Reformasi Birokrasi dan Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Publik;
b. Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

2|Page
8. Bidang Wilayah dan Tata Ruang
a. Pembangunan Daerah Tertinggal dan Perbatasan;
b. Pengelolaan Risiko Bencana;
c. Sinergi Pembangunan Perdesaan.

9. Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan


a. Perkuatan Ketahanan Pangan;
b. Peningkatan Ketahanan Energi;
c. Percepatan Pembangunan Kelautan;
d. Peningkatan Keekonomian Keanekaragaman Hayati dan Kualitas
Lingkungan Hidup.

Untuk itu, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten / kota harus


mendukung tercapainya sasaran dan bidang- bidang pembangunan nasional tersebut
sesuai dengan potensi dan kondisi masing- masing daerah, mengingat keberhasilan
pencapaian sasaran dan bidang-bidang pembangunan nasional dimaksud sangat
tergantung pada sinkronisasi kebijakan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah
dan antara pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah dan pemerintah provinsi
yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Sinkronisasi kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah lebih lanjut dituangkan
dalam rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan rancangan Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara (PPAS) yang disepakati bersama antara pemerintah daerah
dan DPRD sebagai dasar dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD Tahun Anggaran 2015. KUA dan PPAS pemerintah provinsi Tahun
2015 berpedoman pada RKPD provinsi Tahun 2015 yang telah disinkronisasikan
dengan RKP Tahun 2015, sedangkan KUA dan PPAS pemerintah kabupaten/ kota
berpedoman pada RKPD kabupaten/ kota Tahun 2015 yang telah disinkronisasikan
dengan RKP Tahun 2015 dan RKPD provinsi Tahun 2015.
Hasil sinkronisasi kebijakan tersebut dicantumkan pada PPAS sesuai Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, dalam bentuk Tabel 1 dan Tabel 2 sebagai berikut:

3|Page
Tabel 1
Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Provinsi / Kabupaten / Kota dalam Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2015 dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah
tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2015 dengan Bidang-Bidang Pembangunan
Nasional

Uraian Alokasi Anggaran Belanja Dalam


Rancangan APBD
Belanja
Belanja Pegawai,
Pegawai, Bunga,
Bunga, Subsidi, Hibah,
Subsidi, Hibah, Bantuan
Bidang-Bidang Bantuan Sosial, Bagi
Pembangunan Sosial, Bagi Hasil, Bantuan
No Nasional Hasil, Bantuan Program Keuangan,
Program Keuangan, (Rp) Belanja Tidak Jumlah
Belanja Tidak Terduga
1 2 3 4
Terduga 5 6 7=5+6
1 Bidang Sosial
Budaya dan
Kehidupan
Beragama, meliputi
urusan
pemerintahan
daerah:
a. ....;
b. ....;
c. dst ....
2 Bidang Ekonomi,
meliputi urusan
pemerintahan
daerah:
a. ....;
b. ....;
c. dst ....

4|Page
1 2 3 4 5 6 7=5+6
3 Bidang Ilmu
Pengetahuan dan
Teknologi, meliputi
urusan pemerintahan
daerah:
a. ....;
b. ....;
c. dst ....

4 Bidang Sarana dan


Prasarana,
meliputi urusan
pemerintahan
daerah:
a. ....;
b. ....;
c. dst ....

5 Bidang ...............,
meliputi urusan
pemerintahan
daerah:
a. ....;
b. ....;
c. dst .... dst .....

Keterangan:
1. Kolom 2 diisi dengan urusan pemerintahan daerah, baik urusan wajib maupun
urusan pilihan, yang disesuaikan dengan masing-masing bidang pembangunan
nasional;
2. Kolom 3 diisi dengan nama program pada urusan pemerintahan daerah tertentu
yang target kinerjanya terkait dengan bidang-bidang pembangunan nasional;
3. Kolom 4 diisi dengan jenis belanja pada kelompok belanja tidak langsung yang terkait
dengan urusan pemerintahan daerah dan bidang-bidang pembangunan nasional;
4. Kolom 5 diisi dengan alokasi anggaran belanja tersebut pada kolom 3;
5. Kolom 6 diisi dengan alokasi anggaran belanja tersebut pada kolom 4; dan
6. Kolom 7 diisi dengan jumlah antara kolom 5 dan kolom 6.

5|Page
Tabel 2

Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Rancangan Peraturan


Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD dengan Prioritas Provinsi

Anggaran Belanja Dalam


Rancangan APBD
Prioritas Provinsi
No. Belanja Tidak Jumlah
Belanja Langsung
Langsung
1 2 3 4 5=3+4
1.
2.
3.
4.
Dst

Keterangan:
1. Kolom 2 diisi dengan prioritas provinsi;
2. Kolom 3 dan kolom 4 diisi dengan jumlah anggaran belanja langsung dan tidak
langsung sesuai prioritas provinsi yang didasarkan pada urusan pemerintahan
kabupaten/kota; dan
3. Kolom 5 diisi dengan jumlah antara kolom 3 dan kolom 4.

6|Page
II. Prinsip Penyusunan APBD
Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2015 didasarkan prinsip sebagai berikut :
1. Sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan
urusan dan kewenangannya;
2. Tepat waktu, sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan;
3. Transparan, untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan mendapatkan
akses informasi seluas-luasnya tentang APBD;
4. Partisipatif, dengan melibatkan masyarakat;
5. Memperhatikan asas keadilan dan kepatutan; dan
6. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan
peraturan daerah lainnya.

III. Kebijakan Penyusunan APBD


Kebijakan yang perlu mendapat perhatian pemerintah daerah dalam penyusunan APBD
Tahun Anggaran 2015 terkait dengan pendapatan daerah, belanja daerah dan
pembiayaan daerah adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD Tahun
Anggaran2015 merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki
kepastian serta dasar hukum penerimaannya.
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari PAD memperhatikan
hal- hal sebagai berikut:
1) Penganggaran pajak daerah dan retribusi daerah :
a) Peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang
berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor
97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan
Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.
b) Perkiraan pertumbuhan ekonomi pada Tahun 2015 yang
berpotensi terhadap target pendapatan pajak daerah dan retribusi
daerah serta realisasi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah
tahun sebelumnya.
c) Pendapatan yang bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor paling
sedikit 10% (sepuluh persen), termasuk yang dibagihasilkan pada
kabupaten/ kota, dialokasikan untuk mendanai pembangunan dan/
atau pemeliharaan jalan serta peningkatan modal dan sarana
transportasi umum sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 8 ayat (5)
Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009.
7|Page
d) Pendapatan yang bersumber dari Pajak Rokok, baik bagian
provinsi maupun bagian kabupaten/ kota, dialokasikan paling sedikit
50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan
masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009.
e) Pendapatan yang bersumber dari Pajak Penerangan Jalan sebagian
dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 56 ayat (3) Undang- Undang Nomor 28
Tahun 2009.
f) Pendapatan yang bersumber dari Retribusi Perpanjangan Izin
MempekerjakanTenaga Kerja Asing (IMTA) dialokasikan untuk
mendanai penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan,
penegakan hukum, penatausahaan, biaya dampak negatif dari
perpanjangan IMTA, dan kegiatan pengembangan keahlian dan
keterampilan tenaga kerja lokal dan diatur dalam peraturan
daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 16 Peraturan
Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012.
g) Retribusi pelayanan kesehatan yang bersumber dari hasil klaim
kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang
diterima oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit
Kerja pada SKPD yang belum menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK- BLUD),
dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan PAD,
jenis pendapatan Retribusi Daerah, obyek pendapatan Retribusi
Jasa Umum, rincian obyek pendapatan Retribusi Pelayanan
Kesehatan.

2) Penganggaran hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan


memperhatikan rasionalitas dengan memperhitungkan nilai kekayaan
daerah yang dipisahkan dan memperhatikan perolehan manfaat ekonomi,
sosial dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu, dengan
berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun
2012 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Daerah.
Pengertian rasionalitas dalam konteks hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan:
a) Bagi perusahaan daerah yang menjalankan fungsi pemupukan laba
(profit oriented) adalah mampu menghasilkan keuntungan atau
deviden dalam rangka meningkatkan PAD; dan
8|Page
b) Bagi perusahaan daerah yang menjalankan fungsi kemanfaatan
umum (public service oriented) adalah mampu meningkatkan baik
kualitas maupun cakupan layanan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

3) Penganggaran Lain-lain PAD Yang Sah:


a) Pendapatan hasil pengelolaan dana bergulir sebagai salah satu
bentuk investasi jangka panjang non permanen, dianggarkan pada
akun pendapatan, kelompok PAD, jenis Lain-lain PAD Yang Sah,
obyek Hasil Pengelolaan Dana Bergulir, rincian obyek Hasil
Pengelolaan Dana Bergulir dari Kelompok Masyarakat Penerima
b) Pendapatan bunga atau jasa giro dari dana cadangan, dianggarkan
pada akun pendapatan, kelompok PAD, jenis Lain-lain PAD Yang
Sah, obyek Bunga atau Jasa Giro Dana Cadangan, rincian obyek
Bunga atau Jasa Giro Dana Cadangan sesuai peruntukannya.
c) Pendapatan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) milik pemerintah daerah
yang belum menerapkan PPK-BLUD mempedomani Peraturan
Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan
Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada
FKTP Milik Pemerintah Daerah dan Surat Edaran Menteri Dalam
Negeri Nomor 900/2280/SJ tanggal 5 Mei 2014 Hal Petunjuk
Teknis Penganggaran, Pelaksanaan dan Penatausahaan serta
Pertanggungjawaban Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional
pada FKTP Milik Pemerintah Daerah.

b. Dana Perimbangan
Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari dana
perimbangan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Penganggaran Dana Bagi Hasil (DBH) :


a) Pendapatan DBH- Pajak yang terdiri atas DBH- Pajak Bumi dan
Bangunan (DBH- PBB) selain PBB Perkotaan dan Perdesaan,
DBH- Pajak Penghasilan (DBH-PPh) dan DBH- Cukai Hasil
Tembakau (DBH-CHT) dianggarkan sesuai Peraturan Menteri
Keuangan mengenai Perkiraan Alokasi DBH- Pajak Tahun Anggaran
2015.

9|Page
Apabila Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan,
penganggaran pendapatan dari DBH- Pajak didasarkan pada :
(1) Realisasi pendapatan DBH- Pajak 3 (tiga) tahun terakhir
yaitu Tahun Anggaran 2013, Tahun Anggaran 2012 dan
Tahun Anggaran 2011; atau
(2) Informasi resmi dari Kementerian Keuangan mengenai daftar
alokasi transfer ke daerah Tahun Anggaran 2015.

Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan tentang perkiraan alokasi


DBH- Pajak diluar DBH- CHT ditetapkan setelah peraturan daerah
tentang APBD Tahun Anggaran 2015 ditetapkan, maka pemerintah
daerah harus menyesuaikan alokasi DBH- Pajak dimaksud pada
peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015
atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak
melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

Penggunaan DBH- CHT diarahkan untuk meningkatkan kualitas


bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial,
sosialisasi ketentuan dibidang cukai dan/ atau pemberantasan barang
kena cukai palsu (cukai illegal) sesuai dengan Peraturan Menteri
Keuangan yang dijabarkan dengan keputusan Gubernur.

b) Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH- SDA), yang
terdiri dari DBH- Kehutanan, DBH- Pertambangan Umum, DBH-
Perikanan, DBH- Minyak Bumi, DBH- Gas Bumi, dan DBH- Panas
Bumi dianggarkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai
Perkiraan Alokasi DBH- SDA Tahun Anggaran 2015.

Apabila Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan,


penganggaran pendapatan dari DBH- SDA didasarkan pada:
(1) Realisasi pendapatan DBH- SDA 3 (tiga) tahun terakhir, yaitu
Tahun Anggaran 2013, Tahun Anggaran 2012 dan Tahun
Anggaran 2011, dengan mengantisipasi kemungkinan tidak
stabilnya harga dan hasil produksi (lifting) minyak bumi dan
gas bumi Tahun Anggaran 2015; atau
(2) Informasi resmi dari Kementerian Keuangan mengenai daftar
alokasi transfer ke daerah Tahun Anggaran 2015.

10 | P a g e
Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan tentang Perkiraan Alokasi
DBH-SDA di luar Dana Reboisasi yang merupakan bagian dari DBH-
Kehutanan ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD
Tahun Anggaran 2015 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus
menyesuaikan alokasi DBH- SDA dimaksud pada peraturan daerah
tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 atau dicantumkan
dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan
APBD Tahun Anggaran 2015.

Apabila terdapat pendapatan lebih DBH- SDA di luar perkiraan


alokasi DBH- SDA Tahun Anggaran 2015 seperti pendapatan kurang
salur tahun- tahun sebelumnya atau selisih pendapatan Tahun
Anggaran 2014, maka pendapatan lebih tersebut juga dianggarkan
dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran
2015 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang
tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

Dalam rangka optimalisasi penggunaan DBH- DR tahun-tahun


anggaran sebelumnya yang belum dimanfaatkan dan/atau masih
ada di rekening kas umum daerah sampai akhir Tahun Anggaran
2014, pemerintah daerah menganggarkan kembali dalam APBD/
Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 untuk menunjang program
dan kegiatan yang terkait dengan rehabilitasi hutan dan lahan dengan
berpedoman pada peraturan perundang- undangan.

Pendapatan yang berasal dari DBH- Migas wajib dialokasikan untuk


menambah anggaran pendidikan dasar yang besarannya
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 25 Peraturan Pemerintah
Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

c) Pendapatan DBH- Pajak dan DBH- SDA untuk daerah induk dan
daerah otonom baru karena pemekaran, didasarkan pada informasi
resmi dari Kementerian Keuangan mengenai Daftar Perkiraan
Alokasi Transfer ke Daerah Tahun Anggaran 2015 dengan
mempedomani ketentuan peraturan perundang- undangan.

2) Penganggaran Dana Alokasi Umum (DAU):


DAU dialokasikan sesuai Peraturan Presiden tentang Dana Alokasi Umum
Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota Tahun Anggaran 2015.
11 | P a g e
Dalam hal Peraturan Presiden dimaksud belum ditetapkan, maka
penganggaran DAU didasarkan pada:
a) Alokasi DAU daerah provinsi, kabupaten dan kota Tahun Anggaran
2015 yang diinformasikan secara resmi oleh Kementerian Keuangan;
atau
b) Surat Edaran Menteri Keuangan setelah Rancangan Undang-
Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Tahun Anggaran 2015 disetujui bersama antara Pemerintah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI).

Apabila Peraturan Presiden atau informasi resmi oleh Kementerian


Keuangan atau Surat Edaran Menteri Keuangan dimaksud belum
diterbitkan, maka penganggaran DAU tersebut didasarkan pada alokasi
DAU Tahun Anggaran 2014.

Apabila Peraturan Presiden atau informasi resmi oleh Kementerian


Keuangan atau Surat Edaran Menteri Keuangan tersebut diterbitkan
setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2015
ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi DAU
dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2015 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah
yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

3) Penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK):


a) DAK dianggarkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan tentang
Alokasi DAK Tahun Anggaran 2015.
Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan,
maka penganggaran DAK didasarkan pada:
(1) Alokasi DAK daerah provinsi dan kabupaten/ kota Tahun
Anggaran 2015 yang diinformasikan secara resmi oleh
Kementerian Keuangan; atau
(2) Surat Edaran Menteri Keuangan setelah Rancangan Undang-
Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2015 disetujui
bersama antara Pemerintah dan DPR-RI.

Penyediaan dana pendamping atau sebutan lainnya hanya


diperkenankan untuk kegiatan yang telah diwajibkan oleh peraturan
perundang- undangan, seperti DAK sebagaimana diamanatkan
Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004, Penerimaan hibah dan
12 | P a g e
bantuan luar negeri sepanjang mempersyaratkan dana pendamping
dari APBD sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 2012 tentang Hibah Daerah.

b) Daerah penerima DAK Tahun Anggaran 2015 dapat melakukan


optimalisasi penggunaan DAK dengan merencanakan dan
menganggarkan kembali kegiatan DAK Tahun Anggaran 2015 dalam
APBD Tahun Anggaran 2015 untuk kegiatan DAK bidang yang sama
dengan mengacu pada petunjuk teknis yang telah ditetapkan
sepanjang akumulasi nilai kontrak kegiatan bidang DAK tersebut
lebih kecil dari pagu bidang DAK tersebut, sesuai maksud Pasal 26
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.07/2013 tentang
Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke
Daerah.

Sisa DAK yaitu dana DAK yang telah disalurkan pemerintah kepada
pemerintah daerah dan tidak seluruhnya habis digunakan, sedangkan
target kinerja kegiatan DAK sudah tercapai dan/ atau target kinerja
kegiatan DAK belum tercapai, dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran
2015 dengan ketentuan:

(1) Apabila target kinerja kegiatan DAK sudah tercapai, sisa DAK
dimaksud dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2015 untuk
menambah volume/ target capaian program dan kegiatan pada
bidang DAK yang sama dan/ atau untuk mendanai kegiatan pada
bidang DAK tertentu sesuai prioritas nasional dengan menggunakan
petunjuk teknis tahun anggaran sebelumnya atau petunjuk teknis
Tahun Anggaran 2015.

(2) Dalam hal target kinerja kegiatan DAK belum tercapai, sisa DAK
dimaksud dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2015 untuk
mendanai kegiatan yang sesuai pada bidang DAK yang sama sesuai
prioritas nasional dengan menggunakan petunjuk teknis tahun
anggaran sebelumnya.

Kegiatan yang dibiayai dari sisa DAK harus selesai dan dapat
dimanfaatkan pada akhir tahun anggaran berkenaan.

13 | P a g e
c. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari Lain- Lain Pendapatan
Daerah Yang Sah memperhatikan hal- hal sebagai berikut:
1) Penganggaran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dialokasikan
sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum
dan Alokasi Dana Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2015.
Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan,
penganggaraan dana BOS tersebut didasarkan pada alokasi dana BOS
Tahun Anggaran 2014.
Apabila Peraturan Menteri Keuangan tersebut diterbitkan setelah
peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2015 ditetapkan, maka
pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi Dana BOS dimaksud
pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015
atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak
melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran
2015.

2) Penganggaran Tunjangan Profesi Guru (TPG) dialokasikan sesuai dengan


Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi
Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah Tahun Anggaran
2015.

Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan,


penganggaraan TPG tersebut didasarkan pada alokasi TPG Tahun
Anggaran 2014 dengan memperhatikan realisasi Tahun Anggaran 2013.

Apabila Peraturan Menteri Keuangan tersebut diterbitkan setelah


peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2015 ditetapkan, maka
pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi TPG dimaksud pada
peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 atau
dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan
Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan tersebut diterbitkan setelah


peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2015 ditetapkan, maka
pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi Dana Otonomi Khusus
dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2015 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah
yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.
14 | P a g e
3) Penganggaran Dana Otonomi Khusus dialokasikan sesuai dengan
Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi
Dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2015.

Apabila Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan, maka


penganggaran Dana Otonomi Khusus tersebut didasarkan pada alokasi
Dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2014 dengan memperhatikan
realisasi Tahun Anggaran 2013.

Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan tersebut diterbitkan setelah


peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2015 ditetapkan, maka
pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi Dana Otonomi Khusus
dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2015 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah
yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

4) Pendapatan Pemerintah Aceh yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus


atau sebesar 2% (dua persen) dari pagu Dana Alokasi Umum Nasional
Tahun 2015, penggunaannya agar ditujukan untuk membiayai
pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur,
pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta
pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan, sebagaimana diamanatkan
dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh.

5) Pendapatan Pemerintah Aceh dari tambahan DBH-Minyak dan Gas


Bumi yaitu bagian dari pertambangan minyak sebesar 55% (lima
puluh lima persen) dan bagian pertambangan gas bumi sebesar 40%
(empat puluh persen) sebagaimana dimaksud Pasal 181 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2006, paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dialokasikan untuk membiayai pendidikan di Aceh dan paling
banyak 70% (tujuh puluh persen) dialokasikan untuk membiayai
program pembangunan yang disepakati bersama antara Pemerintah
Aceh dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. Program pembangunan
yang sudah disepakati bersama dimaksud dilaksanakan oleh Pemerintah
Aceh.

6) Pendapatan Provinsi Papua dan Papua Barat serta Kabupaten/ Kota di


Provinsi Papua dan Papua Barat yang bersumber dari Dana Otonomi
15 | P a g e
Khusus atau sebesar 2% (dua persen) dari pagu Dana Alokasi Umum
Nasional Tahun 2015, harus digunakan terutama untuk pembiayaan
pendidikan dan kesehatan, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Papua.

7) Pendapatan Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat serta


Pemerintah Kabupaten/ Kota di lingkungan Provinsi Papua dan Papua
Barat dalam rangka otonomi khusus yang bersumber dari DBH- SDA
Pertambangan Minyak Bumi dan Pertambangan Gas Alam sekurang-
kurangnya 30% (tiga puluh persen) dialokasikan untuk biaya pendidikan
dan sekurang- kurangnya 15% (lima belas persen) untuk kesehatan dan
perbaikan gizi, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2001.

8) Penganggaran Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka Otonomi


Khusus Provinsi Papua dan Papua Barat dialokasikan sesuai dengan
Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi
Dana Tambahan Infrastruktur Tahun Anggaran 2015.
Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan, maka
penganggaran Dana Tambahan Infrastruktur didasarkan pada:
a) Alokasi Dana Tambahan Infrastruktur Tahun Anggaran 2015 yang
diinformasikan secara resmi oleh Kementerian Keuangan; atau
b) Surat Edaran Menteri Keuangan setelah Rancanga Undang- Undang
tentang APBN Tahun Anggaran 2015 disetujui bersama antara
Pemerintah dan DPR-RI.

Apabila Peraturan Menteri Keuangan tersebut diterbitkan setelah


peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2015 ditetapkan, maka
pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi Dana Tambahan
Infrastruktur dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD
Tahun Anggaran 2015 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah
daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

9) Pendapatan Provinsi Papua dan Papua Barat yang bersumber dari Dana
Tambahan Infrastruktur dalam rangka otonomi khusus yang besarnya
ditetapkan antara Pemerintah dan DPR- RI berdasarkan usulan Provinsi
pada setiap tahun anggaran supaya digunakan terutama untuk
pembiayaan Pembangunan Infrastruktur. Hal ini dimaksudkan agar
16 | P a g e
sekurang- kurangnya dalam 25 (dua puluh lima) tahun seluruh kota-kota
Provinsi, Kabupaten/ Kota, Distrik atau pusat - pusat penduduk lainnya
terhubungkan dengan transportasi darat, laut atau udara yang berkualitas,
sehingga Provinsi Papua dan Papua Barat dapat melakukan aktivitas
ekonominya secara baik dan menguntungkan sebagai bagian dari sistem
perekonomian nasional dan global, sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001
.
10) Penganggaran Dana Keistimewaan Pemerintahan Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) dialokasikan sesuai dengan Peraturan Menteri
Keuangan mengenai Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun Anggaran 2015.
Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan, maka
penganggaran Dana Keistimewaan Pemerintahan DIY didasarkan pada :
a) Alokasi Dana Keistimewaan Pemerintahan DIY Tahun Anggaran
2015 yang di informasikan secara resmi oleh Kementerian Keuangan;
atau
b) Surat Edaran Menteri Keuangan setelah Rancangan Undang-
Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2015 disetujui bersama
antara Pemerintah dan DPR-RI.

Apabila Peraturan Menteri Keuangan atau informasi resmi oleh


Kementerian Keuangan atau Surat Edaran Menter i Keuangan tersebut
diterbitkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran
2015 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi
Dana Keistimewaan Pemerintahan DIY dimaksud pada peraturan daerah
tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 atau dicantumkan dalam
LRA apabila tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

Pendapatan Pemerintah DIY yang bersumber dari Dana Keistimewaan


DIY, penggunaannya ditujukan untuk melaksanakan urusankeistimewaan
yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Istimewa dengan
mempedomani Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

11) Penganggaran Dana Insentif Daerah (DID) dialokasikan sesuai dengan


Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi
Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2015. Apabila Peraturan Menteri
Keuangan tersebut diterbitkan setelah peraturan daerah tentang APBD

17 | P a g e
Tahun Anggaran 2015 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus
menyesuaikan alokasi DID dimaksud pada peraturan daerah tentang
Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 atau dicantumkan dalam LRA
bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2015.

12) Pendapatan yang diperuntukan bagi desa dan desa adat yang
bersumber dari APBN dalam rangka membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan serta pemberdayaan masyarakat, dan
kemasyarakatan sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (1) huruf b dan
ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
dianggarkan dalam APBD pemerintah kabupaten/kota Tahun Anggaran
2015 dengan mempedomani peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai alokasi APBN yang diperuntukan bagi desa dan desa
adat.

13) Penganggaran Dana Transfer lainnya dialokasikan sesuai dengan


Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi
Dana Transfer lainnya Tahun Anggaran 2015.
Apabila Peraturan Menteri Keuangan tersebut diterbitkan setelah
peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2015 ditetapkan, maka
pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi Dana Transfer lainnya
dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2015 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah
yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

Pendapatan Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/ Kota yang bersumber dari


dana transfer lainnya, penggunaannya harus berpedoman pada
masing-masing Peraturan/ Petunjuk Teknis yang melandasi penerimaan
dana transfer lainnya dimaksud.

14) Penganggaran pendapatan kabupaten/ kota yang bersumber dari Bagi


Hasil Pajak Daerah yang diterima dari pemerintah provinsi didasarkan
pada alokasi belanja Bagi Hasil Pajak Daerah dari pemerintah provinsi
Tahun Anggaran 2015. Dalam hal penetapan APBD kabupaten/ kota
Tahun Anggaran 2015 mendahului penetapan APBD provinsi Tahun
Anggaran 2015, penganggarannya didasarkan pada alokasi Bagi Hasil
Pajak Daerah Tahun Anggaran 2014 dengan memperhatikan realisasi
Bagi Hasil Pajak Daerah Tahun Anggaran 2013, sedangkan bagian
18 | P a g e
pemerintah kabupaten/ kota yang belum direalisasikan oleh pemerintah
provinsi akibat pelampauan target Tahun Anggaran 2014, ditampung
dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran
2015 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak
melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

15) Pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan, baik yang
bersifat umum maupun bersifat khusus yang diterima dari pemerintah
provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota lainnya dianggarkan dalam
APBD penerima bantuan, sepanjang sudah dianggarkan dalam APBD
pemberi bantuan.

Apabila pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan


tersebut diterima setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun
Anggaran 2015 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan
alokasi bantuan keuangan dimaksud pada peraturan daerah tentang
Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 atau dicantumkan dalam LRA
bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2015.

Dalam hal bantuan keuangan tersebut diterima setelah penetapan


peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015,
maka bantuan keuangan tersebut ditampung dalam LRA pemerintah
provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota penerima bantuan.

16) Penganggaran pendapatan hibah yang bersumber dari pemerintah,


pemerintah daerah lainnya atau pihak ketiga, baik dari badan, lembaga,
organisasi swasta dalam negeri/ luar negeri, kelompok masyarakat
maupun perorangan yang tidak mengikat dan tidak mempunyai
konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban pihak ketiga
atau pemberi hibah, dianggarkan dalam APBD setelah adanya
kepastian pendapatan dimaksud untuk kepastian pendapatan hibah yang
bersumber dari pemerintah daerah lainnya tersebut didasarkan pada
perjanjian hibah antara Kepala Daerah/ pejabat yang diberi kuasa selaku
pemberi dengan Kepala Daerah/ pejabat yang diberi kuasa selaku
peneriman sedangkan untuk penerimaan hibah yang bersumber dari
pihak ketiga juga didasarkan pada perjanjian hibah antara pihak ketiga
selaku pemberi dengan Kepala Daerah/pejabat yang diberi kuasa selaku
penerima. Dari aspek teknis penganggaran, pendapatan tersebut di
19 | P a g e
atas dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan Lain-
Lain Pendapatan Daerah Yang Sah, dan diuraikan ke dalam jenis, obyek
dan rincian obyek pendapatan sesuai kode rekening berkenaan.

17) Penganggaran pendapatan yang bersumber dari sumbangan pihak ketiga,


baik dari badan, lembaga, organisasi swasta dalam negeri, kelompok
masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat dan tidak
mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban pihak
ketiga atau pemberi sumbangan, dianggarkan dalam APBD setelah
adanya kepastian pendapatan dimaksud.
Dari aspek teknis penganggaran, pendapatan tersebut diatas dianggarkan
pada akun pendapatan, kelompok pendapatan Lain- lain Pendapatan
Daerah Yang Sah, dan diuraikan kedalam jenis, obyek dan rincian obyek
pendapatan sesuai kode rekening berkenaan.

18) Dalam hal pemerintah daerah memperoleh dana darurat dari pemerintah
dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok Lain- lain Pendapatan
Daerah Yang Sah, dan diuraikan ke dalam jenis, obyek dan rincian obyek
pendapatan Dana Darurat.

2. Belanja Daerah
Belanja daerah harus digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota yang
terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib
diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk
peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas
umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Pelaksanaan
urusan wajib dimaksud berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah
ditetapkan.

Pemerintah daerah menetapkan target capaian kinerja setiap belanja, baik dalam
konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun program dan kegiatan,
yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan
memperjelas efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran Program dan kegiatan
harus memberikan informasi yang jelas dan terukur serta memiliki korelasi langsung
dengan keluaran yang diharapkan dari program dan kegiatan dimaksud ditinjau dari
aspek indikator, tolok ukurdan target kinerjanya.
20 | P a g e
a. Belanja Tidak Langsung
Penganggaran belanja tidak langsung memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Belanja Pegawai
a) Penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil
Daerah (PNSD) disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan serta memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok dan
tunjangan PNSD serta pemberian gaji ketiga belas.
b) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan pengangkatan Calon
PNSD sesuai formasi pegawai Tahun 2015.
c) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan kenaikan gaji berkala,
kenaikan pangkat, tunjangan keluarga dan mutasi pegawai dengan
memperhitungkan acress yang besarnya maksimum 2,5% (dua koma
lima persen) dari jumlah belanja pegawai untuk gaji pokok dan
tunjangan.
d) Penganggaran penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi Kepala
Daerah/ Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD serta
PNSD dibebankan pada APBD Tahun Anggaran 2015 dengan
mempedomani Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun
2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun
2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Terkait dengan hal tersebut, penyediaan anggaran untuk
pengembangan cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi
Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD
serta PNSD diluar cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan yang
disediakan oleh BPJS, tidak diperkenankan dianggarkan dalam APBD.
e) Penganggaran penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja dan
kematian bagi Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan
Anggota DPRD serta PNSD dibebankan pada APBD dengan
mempedomani Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004, Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2011, Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun
2013 tentang Perubahan Kesembilan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja dan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013
tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial.

21 | P a g e
f) Penganggaran Tambahan Penghasilan PNSD harus memperhatikan
kemampuan keuangan daerah dengan persetujuan DPRD sesuai
amanat Pasal 63 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005.
Kebijakan dan penentuan kriterianya ditetapkan terlebih dahulu dengan
peraturan kepala daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 21 Tahun 2011.
g) Penganggaran Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah.
h) Tunjangan profesi guru PNSD dan dana tambahan penghasilan guru
PNSD yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2015 melalui dana
transfer ke daerah dianggarkan dalam APBD pada jenis belanja
pegawai, dan diuraikan ke dalam obyek dan rincian obyek belanja
sesuai dengan kode rekening berkenaan.

2) Belanja Bunga
Bagi daerah yang belum memenuhi kewajiban pembayaran bunga
pinjaman, baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang
supaya dianggarkan pembayarannya dalam APBD Tahun Anggaran 2015.

3) Belanja Subsidi
Pemerintah daerah dapat menganggarkan belanja subsidi kepada
perusahaan/ lembaga tertentu yang menyelenggarakan pelayanan publik,
antara lain dalam bentuk penugasan pelaksanaan Kewajiban Pelayanan
Umum (Public Service Obligation) . Belanja Subsidi tersebut hanya
diberikan kepada perusahaan/ lembaga tertentu agar harga jual dari hasil
produksinya terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya
terbatas.Perusahaan/ lembaga tertentu yang diberi subsidi tersebut
menghasilkan produk yang merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut
hajat hidup orang banyak.
Sebelum belanja subsidi tersebut dianggarkan dalam APBD Tahun
Anggaran 2015, perusahaan/ lembaga penerima subsidi harus terlebih
dahulu dilakukan audit sesuai dengan ketentuan pemeriksaan pengelolaan
dan tanggungjawab keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 41
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 21 Tahun 2011.
22 | P a g e
4) Belanja Hibah dan Bantuan Sosial
Penganggaran belanja hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD
mempedomani peraturan kepala daerah yang telah disesuaikan dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber dari APBD,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
39 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan
Sosial Yang Bersumber dari APBD, serta peraturan perundang-
undangan lain di bidang hibah dan bantuan sosial.

5) Belanja Bagi Hasil Pajak


a) Penganggaran dana Bagi Hasil Pajak Daerah yang bersumber
dari pendapatan pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/
kota harus mempedomani Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Tata cara penganggaran dana bagi hasil tersebut harus
memperhitungkan rencana pendapatan pajak daerah pada Tahun
Anggaran 2015, sedangkan pelampauan target Tahun Anggaran
2014 yang belum direalisasikan kepada pemerintah kabupaten/ kota
ditampung dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 atau
dicantumkan dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak
melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.
b) Dalam rangka pelaksanaan Pasal 72 ayat (1) huruf c dan ayat (3)
Undang- undang Nomor 6 Tahun 2014, pemerintah kabupaten/ kota
menganggarkan belanja Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah kepada pemerintah desa paling sedikit 10% (sepuluh per
seratus) dari pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota.
c) Dari aspek teknis penganggaran, pendapatan Bagi Hasil Pajak Daerah
dari pemerintah provinsi untuk pemerintah kabupaten/kota dan
pendapatan Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dari
pemerintah kabupaten/ kota untuk pemerintah desa dalam APBD harus
diuraikan ke dalam daftar nama pemerintah kabupaten/ kota dan
pemerintah desa selaku penerima sebagai rincian obyek penerima
bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah sesuai kode rekening
berkenaan.

6) Belanja Bantuan Keuangan


a) Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota dapat
menganggarkan bantuan keuangan kepada pemerintah daerah lainnya
23 | P a g e
yang didasarkan pada pertimbangan untuk mengatasi kesenjangan
fiskal, membantu pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang tida
tersedi alokasi dananya dan/ atau menerima manfaat dari pemberian
bantuan keuangan tersebut, sesuai kemampuan keuangan masing-
masing daerah.

Pemberian bantuan keuangan dapat bersifat umum dan bersifat


khusus. Bantuan keuangan yang bersifat umum digunakan untuk
mengatasi kesenjangan fiskal dengan menggunakan formula antara
lain variabel: pendapatan daerah, jumlah penduduk, jumlah penduduk
miskin dan luas wilayah yang ditetapkan dengan peraturan kepala
daerah. Bantuan keuangan yang bersifat khusus digunakan untuk
membantu capaian kinerja program prioritas pemerintah daerah
penerima bantuan keuangan sesuai dengan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan penerima bantuan. Pemanfaatan bantuan
keuangan yang bersifat khusus ditetapkan terlebih dahulu oleh pemberi
bantuan.

b) Bantuan keuangan kepada partai politik dianggarkan pada jenis belanja


bantuan keuangan, obyek belanja bantuan keuangan kepada partai
politik dan rincian obyek belanja nama partai politik penerima bantuan
keuangan. Besaran penganggaran bantuan keuangan kepada partai
politik berpedoman kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24
Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Penghitungan,
Penganggaran Dalam APBD, Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan
Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 26 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2009 tentang Pedoman TataCara
Penghitungan, Penganggaran Dalam APBD, Pengajuan, Penyaluran,
dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan
Partai Politik.

c) Dalam rangka pelaksanaan Pasal 72 ayat (1) huruf b dan ayat (2)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, pemerintah kabupaten/kota
menganggarkan alokasi dana untuk desa dan desa adat yang diterima
dari APBN dalam jenis belanja bantuan keuangan kepada pemerintah
desa dalam APBD kabupaten/kota Tahun Anggaran 2015 untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan serta

24 | P a g e
pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan Selain itu,
pemerintah kabupaten/ kota menganggarkan Alokasi Dana Desa (ADD)
untuk pemerintah desa dalam jenis belanja bantuan keuangan kepada
pemerintah desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari dana
perimbangan yang diterima oleh kabupaten/ kota dalam APBD Tahun
Anggaran 2015 setelah dikurangi DAK sebagaimana diatur dalam
Pasal 72 ayat (4) dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.
Selanjutnya, pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota memberikan
bantuan keuangan lainnya kepada pemerintah desa, sebagaimana
diatur dalam Pasal 72 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014.

d) Dari aspek teknis penganggaran, dalam APBD pemberi bantuan


keuangan, belanja bantuan keuangan tersebut harus diuraikan daftar
nama pemerintah daerah/desa selaku penerima bantuan keuangan
sebagai rincian obyek penerima bantuan keuangan sesuai kode
rekening berkenaan.

7) Belanja Tidak Terduga


Penganggaran belanja tidak terduga dilakukan secara rasional dengan
mempertimbangkan realisasi Tahun Anggaran 2014 dan kemungkinan
adanya kegiatan- kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya,
diluar kendali dan pengaruh pemerintah daerah. Belanja tidak terduga
merupakan belanja untuk mendanai kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau
tidak diharapkan terjadi berulang, seperti kebutuhan tanggap darurat
bencana, penanggulangan bencana alam dan bencana sosial, yang tidak
tertampung dalam bentuk program dan kegiatan pada Tahun Anggaran
2015, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-
tahun sebelumnya.

b. Belanja Langsung
Penganggaran belanja langsung dalam rangka melaksanakan program dan
kegiatan pemerintah daerah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Penganggaran belanja langsung dalam APBD digunakan untuk


pelaksanaan urusan pemerintahan daerah, yang terdiri dari urusan wajib
dan urusan pilihan. Penganggaran belanja langsung dituangkan dalam
bentuk program dan kegiatan, yang manfaat capaian kinerjanya dapat
dirasakan langsung oleh masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas

25 | P a g e
pelayanan publik dan keberpihakan pemerintah daerah kepada kepentingan
publik. Penyusunan anggaran belanja untuk setiap program dan kegiatan
mempedomani SPM yang telah ditetapkan, Analisis Standar Belanja (ASB),
dan standar satuan harga. ASB dan standar satuan harga ditetapkan
dengan keputusan kepala daerah dan digunakan sebagai dasar
penyusunan RKA- SKPD dan RKA- PPKD.
Selain itu, penganggaran belanja barang dan jasa agar mengutamakan
produksi dalam negeri dan melibatkan usaha mikro dan usaha kecil serta
koperasi kecil tanpa mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan sehat,
kesatuan sistem dan kualitas kemampuan teknis.

2) Belanja Pegawai
Dalam rangka meningkatkan efisiensi anggaran daerah, penganggaran,
honorarium bagi PNSD dan Non PNSD memperhatikan asas kepatutan,
kewajaran dan rasionalitas dalam pencapaian sasaran program dan
kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan kegiatan dalam
rangka mencapai target kinerja kegiatan dimaksud. Berkaitan dengan hal
tersebut, pemberian honorarium bagi PNSD dan Non PNSD dibatasi dan
hanya didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaan PNSD dan Non
PNSD dalam kegiatan benar- benar memiliki peranan dan kontribusi nyata
terhadap efektifitas pelaksanaan kegiatan dimaksud dengan memperhatikan
pemberian Tambahan Penghasilan bagi PNSD sesuai ketentuan tersebut
pada a.1).f) dan pemberian Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah sesuai ketentuan tersebut pada a.1).g). Suatu kegiatan
tidak diperkenankan diuraika hanya ke dalam jenis belanja pegawai, obyek
belanja honorarium dan rincian obyek belanja honorarium PNSD dan Non
PNSD. Besaran honorarium bagi PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan
ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

3) Belanja Barang dan Jasa


a) Pemberian jasa narasumber/ tenaga ahli dalam kegiatan dianggarkan
pada jenis Belanja Barang dan Jasa dengan menambahkan obyek
dan rincian obyek belanja baru serta besarannya ditetapkan dengan
keputusan kepala daerah.
b) Penganggaran uang untuk diberikan kepada pihak ketiga/ masyarakat
hanya diperkenankan dalam rangka pemberian hadiah pada kegiatan
yang bersifat perlombaan atau penghargaan atas suatu prestasi.
Alokasi belanja tersebut dianggarkan pada jenis Belanja Barang dan
Jasa sesuai kode rekening berkenaan.

26 | P a g e
c) Penganggaran belanja barang pakai habis disesuaikan dengan
kebutuhan nyata yang didasarkan atas pelaksanaan tugas dan fungsi
SKPD, jumlah pegawai dan volume pekerjaan serta memperhitungkan
estimasi sisa persediaan barang Tahun Anggaran 2014.
d) Penganggaran penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi fakir
miskin dan orang tidak mampu sesuai dengan Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, Peraturan
Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan
Iuran Jaminan Kesehatan dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun
2013 sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111
Tahun 2013, yang tidak menjadi cakupan penyelenggaraan jaminan
kesehatan melalui BPJS yang bersumber dari APBN, pemerintah
daerah dapat menganggarkannya dalam bentuk program dan kegiatan
pada SKPD yang menangani urusan kesehatan pemberi pelayanan
kesehatan.
e) Penganggaran belanja yang bersumber dari dana kapitasi Jaminan
Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
Milik Pemerintah Daerah yang belum menerapkan PPK-BLUD
mempedomani Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan
Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan
Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional Pada FKTP Milik
Pemerintah Daerah dan Surat Edaran Menter Dalam Negeri Nomor
900/2280/SJ tanggal 5 Mei 2014.
f) Penganggaran Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor milik pemerintah daerah dialokasikan pada
masing-masing SKPD sesuai amanat Pasal 6 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 dan besarannya sesuai dengan masing-
masing peraturan daerah.
g) Pengadaan barang/jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/
masyarakat pada tahun anggaran berkenaan, dianggarkan pada jenis
belanja barang dan jasa.
Pengadaan belanja barang/ jasa yang akan diserahkan kepada pihak
ketiga/ masyarakat pada tahun anggaran berkenaan dimaksud
dianggarkan sebesar harga beli/ bangun barang/ jasa yang akan
diserahkan kepada pihak ketiga/ masyarakat ditambah seluruh belanja
yang terkait dengan pengadaan/ pembangunan barang/jasa sampai
siap diserahkan.
27 | P a g e
h) Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam rangka kunjungan
kerja dan studi banding, baik perjalanan dinas dalam negeri maupun
perjalanan dinas luar negeri, dilakukan secara selektif, frekuensi dan
jumlah harinya dibatasi serta memperhatikan target kinerja dari
perjalanan dinas dimaksud sehingga relevan dengan substansi
kebijakan pemerintah daerah. Hasil kunjungan kerja dan studi banding
dilaporkan sesuai peraturan perundang- undangan.
Khusus penganggaran perjalanan dinas luar negeri berpedoman pada
Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perjalanan Dinas
Luar Negeri dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun
2011 tentang Pedoman Perjalanan Dinas Ke Luar Negeri Bagi Pejabat/
Pegawai dilingkungan Kementerian Dalam Negeri Pemerintah Daerah,
dan Pimpinan serta Anggota DPRD.
i) Dalam rangka memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan keuangan daerah,
penganggaran belanja perjalanan dinas harus memperhatikan aspek
pertanggungjawaban sesuai biaya riil atau lumpsum, khususnya untuk
hal-hal sebagai berikut :
1) Sewa kendaraan dalam kota dibayarkan sesuai dengan biaya riil.
Komponen sewa kendaraan hanya diberikan untuk Gubernur /
Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota / Wakil Walikota
dan Pimpinan DPRD Provinsi;
2) Biaya transportasi dibayarkan sesuai dengan biaya riil;
3) Biaya penginapan dibayarkan sesuai dengan biaya riil;
Dalam hal pelaksana perjalanan dinas tidak menggunakan fasilitas
hotel atau tempat penginapan lainnya, kepada yang
bersangkutan diberikan biaya penginapan sebesar 30% (tiga
puluh persen) dari tarif hotel di kota tempat tujuan sesuai
dengan tingkatan pelaksana perjalanan dinas dan dibayarkan
secara lumpsum.
4) Uang harian dan uang representasi dibayarkan secara lumpsum.

Standar satuan harga perjalanan dinas ditetapkan dengan Keputusan


Kepala Daerah, dengan mempedomani besaran satuan biaya yang
berlaku dalam APBN sebagaimana diatur dengan peraturan
perundang-undangan.

j) Penyediaan anggaran untuk perjalanan dinas yang mengikutsertakan


non PNSD diperhitungkan dalam belanja perjalanan dinas. Tata cara

28 | P a g e
penganggaran perjalanan dinas dimaksud mengacu pada ketentuan
perjalanan dinas yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
k) Penganggaran untuk menghadiri pendidikan dan pelatihan, bimbingan
teknis atau sejenisnya yang terkait dengan pengembangan sumber
daya manusia Pimpinan dan Anggota DPRD serta pejabat/ staf
pemerintah daerah, yang tempat penyelenggaraannya diluar daerah
harus dilakukan sangat selektif dengan mempertimbangkan aspek-
aspek urgensi dan kompetensi serta manfaat yang akan diperoleh dari
kehadiran dalam pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau
sejenisnya guna pencapaian efektifitas penggunaan anggaran daerah.
Dalam rangka orientasi dan pendalaman tugas Pimpinan dan Anggota
DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota agar berpedoman pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2011 tentang
Pedoman Orientasi dan Pendalaman Tugas Anggota DPRD Provinsi
dan DPRD Kabupaten/ Kota sebagaimana diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2011 tentang
Pedoman Orientasi dan Pendalaman Tugas Anggota DPRD Provinsi
dan DPRD Kabupaten/Kota.
l) Penganggaran untuk penyelenggaraan kegiatan rapat, pendidikan dan
pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya diprioritaskan untuk
menggunakan fasilitas aset daerah, seperti ruang rapat atau aula
yang sudah tersedia milik pemerintah daerah.
m) Penganggaran pemeliharaan barang milik daerah yang berada dalam
penguasaannya mempedomani Pasal 46 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/
Daerah dan Pasal 48 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.

4) Belanja Modal
a) Pemerintah daerah harus memprioritaskan alokasi belanja modal pada
APBD Tahun Anggaran 2015 untuk pembangunan dan pengembangan
sarana dan prasarana yang terkait dengan peningkatan pelayanan
kepada masyarakat.
b) Penganggaran untuk pengadaan kebutuhan barang milik daerah dan
pemeliharaan barang milik daerah menggunakan dasar perencanaan
kebutuhan dan pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana diatur
dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 dan Pasal
29 | P a g e
7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007. Selanjutnya,
untuk pengadaan barang milik daerah juga memperhatikan standar
sarana dan prasarana kerja berdasarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan
Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006
tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan
Daerah.

Khusus penganggaran untuk pembangunan gedung dan bangunan


milik daerah mempedomani Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011
tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara.

c) Penganggaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum


mempedomani Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2012 tentang Biaya
Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Yang
Bersumber Dari APBD.

d) Penganggaran belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang


dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang
mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk
digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Nilai aset tetap berwujud
yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun aset
ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan /
pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan, sesuai
maksud Pasal 53 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.

30 | P a g e
5) Surplus/Defisit APBD
a) Surplus atau defisit APBD adalah selisih antara anggaran
pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah.
b) Dalam hal APBD diperkirakan surplus, penggunaan surplus
tersebut diutamakan untuk pembayaran pokok utang, penyertaan
modal (investasi) daerah, pemberian pinjaman kepada pemerintah
pusat/ pemerintah daerah lain dan/ atau pendanaan belanja
peningkatan jaminan sosial. Pendanaan belanja peningkatan jaminan
sosial tersebut diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan
pelayanan dasar masyarakat yang dianggarkan pada SKPD yang
secara fungsional terkait dengan tugasnya melaksanakan program
dan kegiatan tersebut.
c) Dalam hal APBD diperkiraka defisit, pemerintah daerah menetapkan
penerimaan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut, yang
bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran
sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan
daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman, dan/ atau penerimaan
kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang.
d) Pemerintah Daerah wajib mempedomani penetapan batas maksimal
defisit APBD Tahun Anggaran 2015 yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, dan melaporkan posisi surplus/ defisit APBD kepada
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap semester Tahun
Anggaran 2015. Pelanggaran terhadap ketentuan dimaksud, dapat
dilakukan penundaan atas penyaluran dana perimbangan.

3. Pembiayaan Daerah
a. Penerimaan Pembiayaan
1) Penganggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya
(SiLPA) harus didasarkan pada penghitungan yang cermat dan rasional
dengan mempertimbangkan perkiraan realisasi anggaran Tahun Anggaran
2014 dalam rangka menghindar kemungkinan adanya pengeluaran pada
Tahun Anggaran 2015 yang tidak dapat didanai akibat tidak tercapainya
SiLPA yang direncanakan. Selanjutnya SiLPA dimaksud harus diuraikan
pada obyek dan rincian obyek sumber SiLPA Tahun Anggaran 2014,
sebagaimana contoh format sebagai berikut :

31 | P a g e
Tabel 3
Uraian SiLPA Tahun Anggaran Sebelumnya

Jumlah
Kode Rekening Uraian
(Rp)
X x x SiLPA Tahun Anggaran Sebelumnya
X x x 01 Pelampauan Penerimaan PAD
X x x 01 01 Pajak Daerah
X x x 01 02 Retribusi Daerah
X x x 01 03 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang
Dipisahkan
X x x 01 04 Lain-lain PAD Yang Sah

X x x 02 Pelampauan Penerimaan Dana Perimbangan


X x x 02 01 Bagi Hasil Pajak
X x x 02 02 Bagi Hasil SDA
X x x 02 03 dst .....

X x x 03 Pelampauan Penerimaan Lain-lain PD Yang Sah


X x x 03 01 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
X x x 03 02 dst .....

X x x 04 Sisa Penghematan Belanja atau Akibat Lainnya


X x x 04 01 Belanja pegawai dari Belanja Tidak Langsung
X x x 04 02 Belanja pegawai dari Belanja Langsung
X x x 04 03 Belanja Barang dan Jasa
X x x 04 04 Belanja Modal
X x x 04 05 Belanja Bunga
X x x 04 06 Belanja Subsidi
X x x 04 07 Belanja Hibah
X x x 04 08 Belanja Bantuan Sosial
X x x 04 09 Belanja Bagi Hasil
X x x 04 10 Belanja Bantuan Keuangan
X x x 04 11 Belanja Tidak Terduga
X x x 04 12 Dst....

X x x 05 Dst....
X x x 05 01 ....
X x x 05 02 Dst....

X x x 06 Sisa Belanja DAK


X x x 06 01 DAK Bidang Pendidikan
X x x 06 02 DAK Bidang Kesehatan
X x x 06 03 DAK Bidang Infrastruktur
X x x 06 04 Dst....

X x x 07 Sisa Belanja Dana Bagi Hasil


X x x 07 01 Dana Bagi Hasil PBB
X x x 07 02 Dana Bagi Hasil PPh
X x x 07 03 Dana Bagi Hasil SDA Iuran Hak Pengusaha

32 | P a g e
Jumlah
Kode Rekening Uraian
(Rp)
X x x 07 04 Dana Bagi Hasil SDA Sumber Daya Hutan
X x x 07 05 Dana Bagi Hasil DR
X x x 07 06 Dst....

X x x 08 Sisa Belanja Dana Penyesuaian


X x x 08 01 Dana Penyesuaian BOS
X x x 08 02 Dana Penyesuaian Tambahan Penghasilan
Guru
X x x 08 03 Dana Penyesuaian Tunjangan Profesi Guru
X x x 08 04 Dana Penyesuaian Tunjangan Sertifikasi
Guru
X x x 08 05 Dana Penyesuaian DID
X x x 08 06 Dst....

X x x 09 Sisa Belanja Dana Otonomi Khusus


X x x 09 01 Dana Otonomi Khusus Aceh
X x x 09 02 Dana Otonomi Khusus Papua
X x x 09 03 Dana Otonomi Khusus Papua Barat
X x x 09 04 Dst....

X x x 10 Sisa Belanja Dana Tambahan Infrastruktur


X x x 10 01 Dana Tambahan Infrastruktur Papua
X x x 10 02 Dana Tambahan Infrastruktur Papua Barat

X x x 11 Dst.....

2) Dalam menetapkan anggaran penerimaan pembiayaan yang bersumber dari


pencairan dana cadangan, waktu pencairan dan besarannya sesuai
peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan.
3) Penerimaan kembali dana bergulir dianggarkan dalam APBD pada akun
pembiayaan, kelompok penerimaan pembiayaan daerah, jenis
penerimaan kembali investasi pemerintah daerah, obyek dana bergulir
dan rincian obyek dana bergulir dari kelompok masyarakat penerima.
4) Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota dapat melakukan
pinjaman daerah berdasarkan peraturan perundang- undangan di bidang
pinjaman daerah. Bagi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota
yang berencana untuk melakukan pinjaman daerah harus dianggarkan
terlebih dahulu dalam rancanga peraturan daerah tentang APBD tahun
anggaran berkenaan sesuai Pasal 35 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor
30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah.

33 | P a g e
Untuk pinjaman jangka menengah sesuai Pasal 13 ayat (4) Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 digunakan untuk membiayai
pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan, sedangkan
pinjaman jangka panjang yang bersumber dari pemerintah, pemerintah
daerah lain, lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan bukan bank
sesuai Pasal 14 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011
digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan / atau sarana
dalam rangka pelayanan publik yang :
a) Menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan bagi APBD
yang berkaitan dengan pembangunan prasarana dan sarana
tersebut;
b) Menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan
terhadapbelanja APBD yang seharusnya dikeluarkan apabila kegiatan
tersebut tidak dilaksanakan; dan/atau
c) Memberikan manfaat ekonomi dan sosial.

b. Pengeluaran Pembiayaan
1) Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, pemerintah daerah dapat
menganggarkan investasi jangka panjang non permanen dalam bentuk
dana bergulir sesuai Pasal 118 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Dana bergulir dalam
APBD dianggarkan pada akun pembiayaan, kelompok pengeluaran
pembiayaan daerah, jenis penyertaan modal/investasi pemerintah daerah,
obyek dana bergulir dan rincian obyek dana bergulir kepada
kelompok masyarakat penerima.
2) Penyertaan modal pemerintah daerah pada badan usaha milik
negara/daerah dan/atau badan usaha lainnya ditetapkan dengan peraturan
daerah tentang penyertaan modal. Penyertaan modal dalam rangka
pemenuhan kewajiban yang telah tercantum dalam peraturan daerah
tentang penyertaan modal pada tahun sebelumnya, tidak perlu diterbitkan
peraturan daerah tersendiri sepanjang jumlah anggaran penyertaan
modal tersebut belum melebihi jumlah penyertaan modal yang telah
ditetapkan pada peraturan daerah tentang penyertaan modal.
Dalam hal pemerintah daerah akan menambah jumlah penyertaan modal
melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan dalam peraturan
daerah tentang penyertaan modal dimaksud, pemerintah daerah
melakukan perubahan peraturan daerah tentang penyertaan modal
tersebut.

34 | P a g e
3) Pemerintah daerah dapat menambah modal yang disetor dan/ atau
melakukan penambahan penyertaan modal pada Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) untuk memperkuat struktur permodalan, sehingga BUMD
dimaksud dapat lebih berkompetisi, tumbuh dan berkembang. Khusus untuk
BUMD sektor perbankan, pemerintah daerah dapat melakukan
penambahan penyertaan modal dimaksud guna menambah modalinti
sebagaimana dipersyaratkan Bank Indonesia dan untuk memenuhi
Capital Adequacy Ratio (CAR).

4) Dalam rangka meningkatkan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro


Kecil dan Menengah (UMKM), pemerintah daerah dapat melakukan
penyertaan modal dan/ atau penambahanmodal kepada bank perkreditan
rakyat milik pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

5) Dalam rangka mendukung pencapaian target Millenium Development


Goal’s (MDG’s) Tahun 2025 yaitu cakupan pelayanan air perpipaan di
wilayah perkotaan sebanyak 80% (delapan puluh persen) dan di wilayah
perdesaan sebanyak 60% (enam puluh persen), pemerintah daerah perlu
memperkuat struktur permodalan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Penguatan struktur permodalan tersebut dilakukan dengan menambah
penyertaan modal pemerintah daerah yang antara lain bersumber dari
pemanfaatan bagian laba bersih PDAM. Penyertaan Modal dimaksud
dilakukan untuk penambahan, peningkatan, perluasan prasarana dan
sarana sistem penyediaan air minum, serta peningkatan kualitas dan
pengembangan cakupan pelayanan. Selain itu, pemerintah daerah dapat
melakukan penambahan penyertaan modal guna meningkatkan kualitas,
kuantitas dan kapasitas pelayanan air minum kepada masyarakat untuk
mencapai MDG’s dengan berpedoman pada peraturan perundang-
undangan.

6) Untuk menganggarkan dana cadangan, pemerintah daerah harus


menetapkan terlebih dahulu peraturan daerah tentang pembentukan dana
cadangan yang mengatur tujuan pembentukan dana cadangan, program
dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan, besaran dan rincian
tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan, dengan mempedomani
Pasal 122 dan Pasal 123 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
serta Pasal 63 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006,
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan

35 | P a g e
Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
7) Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran
sebagaimana diamanatkan Pasal 28 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor
58 Tahun 2005 dan Pasal 61 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.

c. Sisa Lebih Pembiayaan (SILPA) Tahun Berjalan


1) Pemerintah daerah menetapkan Sisa Lebih Pembiayaan (SILPA) Tahun
Anggaran 2015 bersaldo nol.
2) Dalam hal perhitungan penyusunan Rancangan APBD menghasilkan SILPA
Tahun Berjalan positif, pemerintah daerah harus memanfaatkannya untuk
penambahan program dan kegiatan prioritas yang dibutuhkan, volume
program dan kegiatan yang telah dianggarkan, dan/ atau pengeluaran
pembiayaan.
3) Dalam hal perhitungan SILPA Tahun Berjalan negatif, pemerintah daerah
melakukan pengurangan bahkan penghapusanpengeluaran pembiayaan
yang bukan merupakan kewajiban daerah, pengurangan program dan
kegiatan yang kurang prioritas dan/ atau pengurangan volume program dan
kegiatannya.

IV. Teknis Penyusunan APBD


Dalam menyusun APBD Tahu Anggara 2015 pemerintah daerah dan DPRD harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Penetapan APBD harus tepat waktu, yaitu paling lambat tanggal 31 Desember 2014
sebagaimana diatur dalam Pasal 116 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Sejalan dengan hal
tersebut, pemerintah daerah harus memenuhi jadwal proses penyusunan APBD,
mulai dari penyusunan dan penyampaian rancangan KUA dan rancangan PPAS
kepada DPRD untuk dibahas dan disepakati bersama paling lambat akhir bulan
Juli 2014. Selanjutnya KUA dan PPAS yang telah disepakati bersama akan menjadi
dasar bagi pemerintah daerah untuk menyusun, menyampaikan dan membahas
rancangan APBD Tahun Anggaran 2015 antara pemerintah daerah dengan DPRD
sampai dengan tercapainya persetujuan bersama antara kepala daerah dengan
DPRD terhadap rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, paling lambat
tanggal 30 Nopember 2014, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 105 ayat
(3c) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21

36 | P a g e
Tahun 2011, dengan tahapan penyusunan dan jadwal sebagai berikut :
Tabel 4
Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD

No. URAIAN WAKTU LAMA

1. Penyusunan RKPD Akhir bulan Mei

2. Penyampaian Rancangan KUA Minggu I bulan 1 minggu


dan Rancangan PPAS oleh Juni
Ketua TAPD kepada kepala
daerah

3. Penyampaian Rancangan KUA Pertengahan 6 minggu


dan Rancangan PPAS oleh bulan
kepala daerah kepada DPRD Juni

4. Kesepakatan antara kepala Akhir bulan Juli


daerah dan DPRD atas
Rancangan KUA dan
Rancangan PPAS

5. Penerbitan Surat Edaran kepala Awal bulan 8 minggu


daerah perihal Pedoman Agustus
penyusunan RKA- SKPD dan
RKA-PPKD

6. Penyusunan dan pembahasan Awal bulan


RKA-SKPD dan RKA-PPKD Agustus sampai
serta penyusunan Rancangan dengan akhir
Perda tentang APBD bulan September

7. Penyampaian Rancangan Minggu I bulan 2 bulan


Perda tentang APBD kepada Oktober
DPRD

37 | P a g e
8. Pengambilan persetujuan Paling lambat 1
bersama DPRD dan kepala (satu) bulan
daerah sebelum tahun
anggaran yang
bersangkutan

9. Menyampaikan Rancangan 3 hari kerja


Perda tentang APBD dan setelah
Rancangan Perkada tentang persetujuan
Penjabaran APBD kepada bersama
MDN/Gub untuk dievaluasi

10. Hasil evaluasi Rancangan Paling lama 15


Perda tentang APBD dan hari kerja setelah
Rancangan Perkada tentang Rancangan Perda
Penjabaran APBD tentang APBD
dan Rancangan
Perkada tentang
Penjabaran
APBD diterima
oleh MDN/Gub

11. Penyempurnaan Rancangan Paling lambat 7


Perda tentang APBD sesuai hari kerja (sejak
hasil evaluasi yang ditetapkan diterima
dengan keputusan pimpinan keputusan hasil
DPRD tentang evaluasi)
penyempurnaan Rancangan
Perda tentang APBD

12. Penyampaian keputusan 3 hari kerja


DPRD tentang setelah
penyempurnaan Rancangan keputusan
Perda tentang APBD kepada pimpinan DPRD
MDN/Gub ditetapkan

13. Penetapan Perda tentang Paling lambat


APBD dan Perkada tentang akhir Desember
Penjabaran APBD sesuai (31 Desember)
dengan hasil evaluasi

14. Penyampaian Perda tentang Paling lambat 7


APBD dan Perkada tentang hari kerja setelah
Penjabaran APBD kepada Perda dan
MDN/Gub Perkada
ditetapkan

38 | P a g e
2. Untuk menjamin konsistensi dan percepatan pembahasan rancangan KUA/ KUPA
dan rancangan PPAS/ PPAS Perubahan, kepala daerah harus menyampaikan
rancangan KUA/KUPA dan rancangan PPAS/ PPAS Perubahan tersebut kepada
DPRD dalam waktu yang bersamaan, yang selanjutnya hasil pembahasan kedua
dokumen tersebut disepakati bersama antara kepala daerah dengan DPRD pada
waktu yang bersamaan, sehingga keterpaduan substansi KUA/ KUPA dan
PPAS/PPAS Perubahan dalam proses penyusunan Rancangan APBD/ Perubahan
APBD Tahun Anggaran 2015 akan lebih efektif.

3. Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21
Tahun 2011, substansi KUA/ KUPA mencakup hal- hal yang sifatnya kebijakan
umum dan tidak menjelaskan hal- hal yang bersifat teknis Hal- hal yang sifatnya
kebijakan umum, seperti : (a) Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk
perkembangan indikator ekonomi makro daerah; (b) Asumsi dasar penyusunan
Rancangan APBD/ Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 termasuk laju inflasi,
pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi daerah;
(c) Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana
sumber dan besaran pendapatan daerah untuk Tahun Anggaran 2015 serta
strategi pencapaiannya; (d) Kebijakan belanja daerah yang mencerminkan program
dan langkah kebijakan dalam upaya peningkatan pembangunan daerah yang
merupakan manifestasi dari sinkronisasi kebijakan antara pemerintah daerah dan
pemerintah serta strategi pencapaiannya; (e) Kebijakan pembiayaan yang
menggambarkan sisi defisit dan surplus anggaran daerah sebagai antisipasi
terhadap kondisi pembiayaan daerah dalam rangka menyikapi tuntutan
pembangunan daerah serta strategi pencapaiannya.

4. Substansi PPAS/PPAS Perubahan mencerminkan prioritas pembangunan daerah


yang dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai termasuk program prioritas dari
SKPD terkait. Prioritas program dari masing- masing SKPD provinsi disesuaikan
dengan urusan pemerintahan daerah yang ditangani dan telah disinkronisasikan
dengan 9 (sembilan) bidang- bidang pembangunan,yaitu: (1) Bidang Sosial Budaya
dan Kehidupan Beragama; (2) Bidang Ekonomi; (3) Bidang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi; (4) Bidang Sarana dan Prasarana; (5) Bidang Politik; (6) Bidang
Pertahanan dan Keamanan; (7) Bidang Hukum dan Aparatur; (8) Bidang Wilayah
dan Tata Ruang; dan (9) Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang
tercantum dalam RKP Tahun 2015, sedangkan prioritas program dari masing-
masing SKPD kabupaten/ kota selain disesuaikan dengan urusan pemerintahan
daerah yang ditangani dan telah disinkronisasikan dengan 9 (sembilan) bidang-

39 | P a g e
bidang pembangunan tersebut diatas, juga telah disinkronisasikan dengan prioritas
program provinsi yang tercantum dalam RKPD provinsi Tahun 2015.
PPAS/ PPAS Perubahan selain menggambarkan pagu anggaran sementara untuk
belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan
keuangan dan belanja tidak terduga, serta pembiayaan, juga menggambarkan pagu
anggaran sementara di masing-masing SKPD berdasarkan program dan kegiatan
prioritas dalam RKPD. Pagu sementara tersebut akan menjadi pagu definitif setelah
rancangan peraturan daerah tentang APBD/ Perubahan APBD disetujui bersama
antara kepala daerah dengan DPRD serta rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD/ Perubahan APBD tersebut ditetapkan oleh kepala daerah menjadi Peraturan
Daerah tentang APBD/Perubahan APBD.

5. Berdasarkan KUA dan PPAS yang telah disepakati bersama antara kepala
daerah dan DPRD, kepala daerah menerbitkan Surat Edaran tentang Pedoman
Penyusunan RKA-SKPD kepada seluruh SKPD dan RKA-PPKD kepada Satuan
Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD). Surat Edaran dimaksud mencakup
prioritas pembangunan daerah, program dan kegiatan sesuai dengan indikator,
tolok ukur dan target kinerja dari masing-masing program dan kegiatan, alokasi
plafon anggaran sementara untuk setiap program dan kegiatan SKPD, batas waktu
penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD, dan dilampiri dokumen KUA, PPAS, kode
rekening APBD, format RKA-SKPD dan RKA-PPKD, ASB dan standar satuan
harga.

6. RKA-SKPD memuat rincian anggaran pendapatan, rincian anggaran belanja


tidak langsung SKPD (gaji pokok dan tunjangan pegawai, tambahan
penghasilan, khusus pada SKPD Sekretariat DPRD dianggarkan juga Belanja
Penunjang Operasional Pimpinan DPRD), rincian anggaran belanja langsung
menurut program dan kegiatan SKPD.

7. RKA-PPKD memuat rincian pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan
Lain- Lain Pendapatan Daerah Yang Sah, belanja tidak langsung terdiri dari
belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja
bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak terduga, rincian
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
8. RKA- SKPD dan RKA- PPKD digunakan sebagai dasar penyusunan rancangan
peraturan daerah tentang APBD/ Perubahan APBD dan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD/Perubahan APBD.

Dalam kolom penjelasan pada peraturan kepala daerah tentang penjabaran


APBD/ Perubahan APBD dicantumkan lokasi kegiatan untuk kelompok belanja

40 | P a g e
langsung.

Khusus untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari DBH Dana


Reboisasi (DBH-DR), DAK, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus, Hibah,
Bantuan Keuangan yang bersifat khusus, Pinjaman Daerah serta sumber
pendanaan lainnya yang kegiatannya telah ditentukan, juga dicantumkan
sumber pendanaannya.

Selain itu, untuk penganggaran kegiatan tahun jamak agar dicantumkan jangka
waktu pelaksanaannya sesuai nota kesepakatan antara kepala daerah dan DPRD
dalam kolom penjelasan pada peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD.

Dalam rangka mengantisipasi pengeluaran untuk keperluan pendanaan keadaan


darurat dan keperluan mendesak, pemerintah daerah harus mencantumkan kriteria
belanja untuk keadaan darurat dan keperluan mendesak dalam peraturan daerah
tentang APBD/ Perubahan APBD, sebagaimana diamanatkan dalam Penjelasan
Pasal 81 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005.

9. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas APBD, pemerintah


daerah agar mengembangkan substansi Lampiran I Ringkasan Penjabaran APBD
yang semula hanya diuraikan sampai dengan ringkasan jenis pendapatan,
belanja dan pembiayaan sesuai dengan Pasal 102 ayat (1) huruf a Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21
Tahun 2011, menjadi sampai dengan ringkasan obyek dan rincian obyek
pendapatan, belanja dan pembiayaan.

10. Dalam hal rancangan peraturan daerah tentang APBD telah disampaikan oleh
kepala daerah kepada DPRD paling lambat Minggu I bulan Oktober 2014,
sedangkan pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dimaksud
belum selesai sampai dengan tanggal 30 Nopember 2014, maka kepala daerah
menyusun rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD untuk mendapatkan
pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi APBD Provinsi dan Gubernur bagi
APBD Kabupaten/ Kota sesuai Pasal 107 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.

Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD harus memperhatikan :


a. Anggaran belanja daerah dibatasi maksimum sama dengan anggaran belanja
41 | P a g e
daerah dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014 atau APBD Tahun
Anggaran 2014 apabila tidak ada Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014;
b. Belanja daerah diprioritaskan untuk mendanai belanja yang bersifat mengikat
dan belanja yang bersifat wajib untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan
pelayanan dasar masyarakat sesuai dengan kebutuhan Tahun Anggaran 2015;
dan
c. Pelampauan batas tertinggi dari jumlah pengeluaran hanya diperkenankan
apabila ada kebijakan pemerintah untuk kenaikan gaji dan tunjangan PNSD
serta penyediaan dana pendamping atas program dan kegiatan yang
ditetapkan oleh pemerintah serta belanja bagi hasil pajak dan retribusi daerah
yang mengalami kenaikan akibat adanya kenaikan target pendapatan
daerah dari pajak dan retribusi dimaksud dari Tahun Anggaran 2015.

11. Dalam rangka percepatan penetapan peraturan daerah tentang perubahan APBD
Tahun Anggaran 2015,proses pembahasan rancangan peraturan daerah tentang
perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 dapat dilakukan setelah penyampaian
laporan realisasi semester pertama, namun persetujuan bersama antara
pemerintah daerah dan DPRD atas Raperda dimaksud dilakukan setelah
persetujuan bersama atas rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2014.

Persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan


peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 ditetapkan paling
lambat akhir bulan September 2015, dengan tahapan penyusunan dan jadwal
sebagai berikut :

Tabel 5
Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan Perubahan APBD

No. URAIAN WAKTU LAMA

1 2 3 4

1. Penyampaian Rancangan KUPA Paling lambat


dan Rancangan PPAS Perubahan minggu I bulan
oleh Ketua TAPD kepada kepala Agustus
daerah

42 | P a g e
1 2 3 4

2. Kesepakatan antara kepala daerah Paling lambat 1 minggu


dan DPRD atas Rancangan KUPA minggu II bulan
dan Rancangan PPAS Perubahan Agustus

3. Penerbitan Surat Edaran kepala Paling lambat 3 minggu


daerah perihal Pedoman penyusunan minggu I bulan
RKA-SKPD, RKA-PPKD danDPPA- September
SKPD/PPKD serta Penyusunan
Rancangan Perda tentang
Perubahan APBD dan Rancangan
Perkada tentang Penjabaran
Perubahan APBD

4. Penyampaian Rancangan Perda Paling lambat 3 minggu


tentang Perubahan APBD kepada minggu II bulan
DPRD September

5. Pengambilan persetujuan bersama Paling lambat 3


DPRD dan kepala daerah bulan sebelum
tahun anggaran
berakhir

6. Menyampaikan Rancangan Perda 3 hari kerja setelah


tentang Perubahan APBD dan persetujuan
Rancangan Perkada tentang bersama
Penjabaran Perubahan APBD
kepada MDN/Gubernur untuk
dievaluasi

7. Hasil evaluasi Rancangan Perda Paling lama 15 hari


tentang Perubahan APBD dan kerja setelah
Rancangan Perkada tentang Rancangan Perda
Penjabaran Perubahan APBD tentang Perubahan
APBD dan
Rancangan
Perkada tentang
Penjabaran
Perubahan APBD
diterima oleh
MDN/Gub

43 | P a g e
1 2 3 4

8. Penyempurnaan Rancangan Perda Paling lambat 7 hari 7 hari kerja


tentang Perubahan APBD sesuai kerja (sejak diterima
hasil evaluasi yang ditetapkan keputusan hasil
dengan keputusan pimpinan DPRD evaluasi)
tentang penyempurnaan Rancangan
Perda tentang Perubahan APBD

9. Penyampaian keputusan DPRD 3 hari kerja setelah


tentang penyempurnaan Rancangan keputusan pimpinan
Perda tentang Perubahan APBD DPRD ditetapkan
kepada MDN/Gub

10. Penetapan Perda tentang Perubahan


APBD dan Perkada tentang
Penjabaran Perubahan APBD sesuai
dengan hasil evaluasi

11. Penyempurnaan Rancangan Perda Paling lambat 7 hari


tentang Perubahan APBD sesuai kerja (sejak diterima
hasil evaluasi yang ditetapkan keputusan hasil
dengan keputusan pimpinan DPRD evaluasi)
tentang penyempurnaan Rancangan
Perda tentang Perubahan APBD

12. Dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015, pemerintah daerah dilarang untuk
menganggarkan kegiatan pada kelompok belanja langsung dan jenis belanja
bantuan keuangan yang bersiat khusus kepada pemerintah kabupaten/ kota dan
pemerintah desa pada kelompok belanja tidak langsung, apabila dari aspek
waktu dan tahapan pelaksanaan kegiatan serta bantuan keuangan yang bersifat
khusus tersebut diperkirakan tidak selesai sampai dengan akhir Tahun Anggaran
2015.

13. Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, wakil kepala daerah menyampaikan
rancangan peraturan daerah tentang APBD/ Perubahan APBD kepada DPRD dan
menandatangani persetujuan bersama terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD/ Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

Apabila kepala daerah berhalangan sementara, kepala daerah mendelegasikan


kepada wakil kepala daerah untuk menyampaikan rancangan peraturan
daerah tentang APBD/ Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 kepada DPRD
dan menandatangani persetujuan bersama terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD/ Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.
44 | P a g e
Dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerah berhalangan tetap atau
sementara, pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
selaku penjabat/ pelaksana tugas kepala daerah berwenang untuk menyampaikan
rancangan peraturan daerah tentang APBD/ Perubahan APBD Tahun Anggaran
2015 kepada DPRD dan menandatangani persetujuan bersama terhadap
rancangan peraturan daerah tentang APBD/ Perubahan APBD Tahun Anggaran
2015.

14. Dalam hal Pimpinan DPRD berhalangan tetap atau sementara, pejabat yang
ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/ pelaksana
tugas pimpinan sementara DPRD berwenang untuk menandatangani persetujuan
bersama terhadap rancangan APBD/ Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

15. Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan daerah
tentang Perubahan APBD sebelum ditetapkan menjadi peraturan daerah harus
dilakukan evaluasi sesuai ketentuan Pasal 185, Pasal 186, dan Pasal 188
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, jo. Pasal
110, Pasal 111, Pasal 173, Pasal 174 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.

16. Badan Anggaran DPRD bersama-sama TAPD harus melakukan penyempurnaan


atas rancangan peraturan daerah tentang APBD atau perubahan APBD
berdasarkan hasil evaluasi terhadap rancangan peraturan daerah tentang
APBD atau perubahan APBD paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah hasil evaluasi
Menteri Dalam Negeri diterima oleh Gubernur untuk APBD provinsi dan hasil
evaluasi Gubernur diterima oleh Bupati/ Walikota untuk APBD kabupaten/ kota.
Hasil penyempurnaan tersebut ditetapkan dalam Keputusan Pimpinan DPRD,
dan menjadi dasar penetapan peraturan daerah tentang APBD atau perubahan
APBD. Keputusan Pimpinan DPRD dimaksud bersifat final dan dilaporkan pada
sidang paripurna berikutnya, sesuai maksud Pasal 114 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.

V. Hal-Hal Khusus Lainnya


Pemerintah Daerah dalam menyusun APBD Tahun Anggaran 2015, selain
memperhatikan kebijakan dan teknis penyusunan APBD, juga memperhatikan hal-hal
khusus, antara lain sebagai berikut:

45 | P a g e
1. Penyelesaian permasalahan mengenai pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan mempedomani Peraturan Bersama Menteri
Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 15/PMK.07/2014 dan Nomor 10
Tahun 2014 tentang Tahapan Persiapan dan Pelaksanaan Pengalihan Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Sebagai Pajak.

2. Penganggaran Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan


Akta Catatan Sipil tidak diperkenankan untuk dianggarkan dalam APBD Tahun
Anggaran 2015 sesuai maksud Pasal 79A Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan diatur bahwa pengurusan dan penerbitan dokumen
kependudukan tidak dipungut biaya. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah
daerah harus segera menyesuaikan peraturan daerah dimaksud sesuai
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013.

3) Dalam rangka peningkatan bidang pendidikan, pemerintah daerah secara konsisten


dan berkesinambungan harus mengalokasikan anggaran fungsi pendidikan
sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari belanja daerah, sesuai
amanat peraturan perundang-undangan, termasuk dana BOS yang bersumber dari
APBD.

4. Untuk meningkatkan efektifitas penyusunan anggaran BOS Tahun Anggaran


2015, pemerintah daerah perlu memperhatikan bahwa dana BOS yang bersumber
dari APBN diperuntukkan bagi penyelenggaraan satuan pendidikan dasar sebagai
pelaksanaan program wajib belajar Sembilan tahun. Untuk dana BOS yang
bersumber dari APBD, penganggarannya dalam bentuk program dan kegiatan
serta penggunaannya dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

5. Dalam rangka peningkatan bidang kesehatan, pemerintah daerah secara


konsisten dan berkesinambungan harus mengalokasikan anggaran kesehatan
minimal 10% (sepuluh persen) dari total belanja APBD diluar gaji, sesuai amanat
Pasal 171 ayat (2) Undang-Undang 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Penjelasan Pasal 171 ayat (2) Undang-Undang 36 Tahun 2009 menegaskan


bahwa bagi daerah yang telah menetapkan lebih dari 10% (sepuluh persen) agar
tidak menurunkan jumlah alokasinya dan bagi daerah yang belum mempunyai
kemampuan agar dilaksanakan secara bertahap.

46 | P a g e
6. Dalam rangka menunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah pada
daerahotonom baru, pemerintah provinsi dan/ atau pemerintah kabupaten/ kota
induk melakukan pembinaan secara intensif melalui fasilitasi penyusunan
Rancangan APBD, dan dukungan pendanaan melalui pemberian hibah/ bantuan
keuangan yang besarnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan.

Penyediaan dana hibah/ bantuan keuangan bagi daerah otonom baru oleh
pemerintah provinsi dan/ atau pemerintah kabupaten/ kota induk dilakukan setiap
tahun dalam APBD sesuai dengan amanat undang- undang tentang pembentukan
daerah otonom baru yang bersangkutan.

Pemberian hibah dimaksud harus mempedomani peraturan perundang- undangan


mengenai hibah daerah.

Sambil menunggu pembentukan DPRD, penyusunan APBD Tahun Anggaran 2015


bagi provinsi/ kabupaten/ kota yang baru dibentuk mempedomani Pasal 117, Pasal
118, Pasal 119, Pasal 120 dan Pasal 121 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.

7. Dalam penyelenggaraan pembangunan yang melibatkan beberapa daerah untuk


peningkatan pelayanan kepada masyarakat secara lebih efektif dan efisien,
pemerintah daerah dapat menganggarkan program dan kegiatan melalui pola
kerjasama antar daerah dengan mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 50
Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Daerah dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis
Tata Cara Kerjasama Daerah serta peraturan perundang- undangan lainnya.
Apabila pemerintah daerah membentuk badan kerjasama, maka masing- masing
pemerintah daerah menganggarkan dalam APBD dalam bentuk belanja hibah
kepada badan kerjasama dengan mempedomani peraturan perundang- undangan
mengenai hibah daerah.

Dalam hal pemerintah daerah melakukan kerjasama dengan badan usaha dalam
penyediaan infrastruktur mempedomani Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005
tentang Kerjasama Pemerintah Dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2013
tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang
Kerjasama Pemerintah Dalam Penyediaan Infrastruktur.
47 | P a g e
8. Dalam rangka mendukung efektivitas implementasi program penanggulangan
kemiskinan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Perdesaan dan Perkotaan, pemerintah daerah harus menyediakan dana
pendamping yang bersumber dari APBD dan dianggarkan pada jenis belanja
bantuan sosial sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.07/2009
tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah Untuk
Penanggulangan Kemiskinan.

9. Belanja Tidak Terduga yang akan digunakan untuk mendanai tanggap darurat,
penanggulangan bencana alam dan/atau bencana sosial serta kebutuhan mendesak
lainnya, seperti penanganan konflik sosial sesuai amanat Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan penanganan gangguan
keamanan dalam negeri sesuai amanat Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun
2014, dilakukan dengan cara:
a. Kepala Daerah menetapkan kegiatan yang akan didanai dari belanja tidak
terduga dengan keputusan kepala daerah dan diberitahukan kepada DPRD
paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak keputusan dimaksud ditetapkan;
b. Atas dasar keputusan kepala daerah tersebut, pimpinan instansi/ lembaga yang
akan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kegiatan mengajukan usulan
kebutuhan;
c. Kepala Daerah dapat mengambil kebijakan percepatan pencairan dana belanja
tidak terduga untuk mendanai penanganan tanggap darurat yang mekanisme
pemberian dan pertanggungjawabannya diatur dengan peraturan kepala daerah
sebagaimana dimaksud Pasal 134 ayat (4) Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011; dan
d. Kegiatan lain diluar tanggap darurat yang didanai melalui belanja tidak terduga
dilakukan dengan pergeseran anggaran dari belanja tidak terduga ke belanja
SKPD berkenaan dan/atau belanja PPKD.

10. Penyediaan anggaran untuk penanggulangan bencana alam/ bencana sosial


dan/atau pemberian bantuan kepada daerah lain dalam rangka penanggulangan
bencana alam/ bencana sosial dapat memanfaatkan saldo anggaran yang tersedia
dalam Sisa Lebih Perhitungan APBD tahun anggaran sebelumnya dan/ atau dengan
melakukan penggeseran Belanja Tidak Terduga atau dengan melakukan
penjadwalan ulang atas program dan kegiatan yang kurang mendesak, dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

48 | P a g e
a. Penyediaan anggaran untuk mobilisasi tenaga medis dan obat- obatan,
logistik/ sandang dan pangan diformulasikan kedalam RKA- SKPD yang secara
fungsional terkait dengan pelaksanaan kegiatan dimaksud;
b. Penyediaan anggaran untuk bantuan keuangan yang akan disalurkan
kepada provinsi/ kabupaten/ kota yang dilanda bencana alam/ bencana sosial
dianggarkan pada Belanja Bantuan Keuangan. Sambil menunggu Perubahan
APBD Tahun Anggaran 2015, kegiatan atau pemberian bantuan keuangan
tersebut diatas dapat dilaksanakan dengan cara melakukan perubahan peraturan
kepala daerah tentang Penjabaran APBD, untuk selanjutnya ditampung dalam
peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2015. Apabila
penyediaan anggaran untuk kegiatan atau bantuan keuangan dilakukan setelah
Perubahan APBD agar dicantumkan dalam LRA; dan
c. Pemanfaatan saldo anggaran yang tersedia dalam Sisa Lebih Perhitungan APBD
Tahun Anggaran sebelumnya dan/atau dengan melakukan penggeseran
Belanja Tidak Terduga untuk bantuan penanggulangan bencana alam/
bencana sosial diberitahukan kepada DPRD paling lama 1 (satu) bulan.

11. Program dan kegiatan yang dibiayai dari DBH- CHT, DBH- DR, DAK, Dana BOS,
Dana Otonomi Khusus, Dana Infrastruktur untuk Provinsi Papua dan Papua Barat,
Dana Insentif Daerah, Dana Darurat, dan dana transfer lainnya yang sudah jelas
peruntukannya serta pelaksanaan kegiatan dalam keadaan darurat dan/atau
mendesak lainnya yang belum cukup tersedia dan/atau belum dianggarkan
dalam APBD, dapat dilaksanakan mendahului penetapan peraturan daerah
tentang Perubahan APBD dengan cara:
a. Menetapkan peraturan kepala daerah tentang perubahan penjabaran APBD dan
memberitahukan kepada Pimpinan DPRD;
b. Menyusun RKA-SKPD dan mengesahkan DPA-SKPD sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan;
c. Ditampung dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD, atau dicantumkan
dalam LRA, apabila pemerintah daerah telah menetapkan perubahan APBD atau
tidak melakukan perubahan APBD.

12. Untuk mendukung pelaksanaan tugas sekretariat fraksi DPRD disediakan sarana
dan anggaran sesuai dengan kebutuhan dan memperhatikan kemampuan APBD,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 16
Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD.
Penyediaan sarana meliputi ruang kantor pada sekretariat DPRD, kelengkapan
kantor, tidak termasuk sarana mobilitas, sedangkan penyediaan anggaran untuk
sekretariat fraksi meliputi kebutuhan belanja untuk alat tulis kantor dan makan
49 | P a g e
minum bagi rapat fraksi yang diselenggarakan di lingkungan kantor sekretariat
fraksi.
13. Tunjangan Perumahan Pimpinan dan Anggota DPRD disediakan dalam rangka
menjamin kesejahteraan untuk pemenuhan rumah jabatan/rumah dinas bagi
Pimpinan dan Anggota DPRD sebagaimana maksud Pasal 20 Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan
Anggota DPRD. Suami dan/atau istri yang menduduki jabatan sebagai
Pimpinan dan/atau Anggota DPRD pada DPRD yang sama hanya diberikan salah
satu tunjangan perumahan. Bagi Pimpinan dan Anggota DPRD yang suami
atau istrinya menjabat sebagai Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah pada
tingkatan daerah yang sama tidak diberikan tunjangan perumahan.

14. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang
Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah disediakan masing- masing rumah jabatan beserta
perlengkapan dan biaya pemeliharaan. Dalam hal pemerintah daerah belum
menyediakan rumah jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah, pemerintah
daerah dapat menyediakan anggaran sewa rumah untuk dijadikan rumah
jabatan yang memenuhi standar rumah jabatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

15. Dalam Pasal 69 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara ditegaskan bahwa SKPD atau Unit Kerja pada SKPD yang memiliki
spesifikasi teknis di bidang layanan umum dan memenuhi persyaratan yang
ditentukan, diberikan fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangannya. Untuk
menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan-BLUD (PPK-BLUD) diatur lebih lanjut
dengan peraturan kepala daerah yang berpedoman pada peraturan perundang-
undangan.
Dalam penerapan PPK-BLUD, pemerintah daerah memperhatikan antara lain
sebagai berikut:

a. Bagi Rumah Sakit Daerah (RSD) yang belum menerapkan PPK- BLUD,
agar pemerintah daerah segera melakukan langkah-langkah untuk mempercepat
penerapan PPK-BLUD pada RSD tersebut. Hal ini sesuai dengan amanat
Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit.

50 | P a g e
b. Bagi SKPD atau unit kerja pada SKPD yang telah menerapkan PPK- BLUD,
agar:
1) Penyusunan RKA dalam APBD menggunakan format Rencana Bisnis dan
Anggaran (RBA);
2) Tahapan dan jadwal proses penyusunan RKA/RBA, mengikuti tahapan
dan jadwal proses penyusunan APBD.

Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang


Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum, khususnya dalam Pasal 11 ayat (3a), SKPD
atau Unit Kerja pada SKPD yang telah menerapkan PPK- BLUD, pagu anggaran
BLUD dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang sumber dananya
berasal dari pendapatan dan surplus BLUD, dirinci dalam 1 (satu) program, 1 (satu)
kegiatan, 1 (satu) output dan jenis belanja.

16. Dalam rangka efektifitas pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun


2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan
Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah, pemerintah daerah mengalokasikan
anggaran dalam APBD Tahun Anggaran 2015 untuk mendanai kegiatan
peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia, dan peningkatan serta
pengembangan infrastruktur lainnya.

17. Pendanaan untuk organisasi cabang olahraga profesional tidak dianggarkan dalam
APBD karena menjadi tanggung jawab induk organisasi cabang olahraga
dan/atau organisasi olahraga profesional yang bersangkutan. Hal ini sejalan
dengan amanat Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Sistem Keolahragaan Nasional, bahwa pembinaan dan pengembangan
olahraga profesional dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga dan/atau
organisasi olahraga profesional. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 15 Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2005, didefinisikan bahwa cabang olahraga profesional
adalah olahraga yang dilakukan untuk memperoleh pendapatan dalam bentuk uang
atau bentuk lain yang didasarkan atas kemahiran berolahraga.

18. Penganggaran program “Peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah/ wakil


kepala daerah” mengacu pada Lampiran A.VII Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.

51 | P a g e
19. Penganggaran untuk pelaksanaan kegiatan lanjutan yang tidak selesai pada Tahun
Anggaran 2014 dengan menggunakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Lanjutan
SKPD (DPAL- SKPD) mempedomani Pasal 138 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Pendanaan kegiatan lanjutan menggunakan SiLPA Tahun Anggaran 2014.
b. Dituangkan kedalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran Lanjutan SKPD (DPAL-
SKPD) Tahun Anggaran 2015 sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan
Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) Tahun Anggaran 2014 dengan
berpedoman pada format Lampiran B.III Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
c. DPAL-SKPD disahkan oleh PPKD sebagai dasar pelaksanaan anggaran dan
dalam rangka penyelesaian pekerjaan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
d. Untuk penetapan jumlah anggaran yang disahkan dalam DPAL- SKPD
masing-masing dilakukan sebagai berikut:
1) Penelitian terhadap penyebab keterlambatan penyelesaian pekerjaan,
sepanjang penyebabnya diluar kelalaian Penyedia Barang/ Jasa atau
Pengguna Barang/ Jasa, kegiatan tersebut dapat di DPAL- kan.
Apabila keterlambatan penyelesaian pekerjaan disebabkan kelalaian
Penyedia Barang /Jasa atau Pengguna Barang/ Jasa maka tidak dapat di-
DPAL- kan, sehingga kegiatan yang belum dilaksanakan dianggarkan
kembali sesuai ketentuan yang berlaku.

2) Jumlah anggaran yang disahkan dalam DPAL setelah terlebih dahulu


dilakukan pengujian terhadap:
a) Sisa DPA-SKPD yang belum diterbitkan SPD dan/atau belum diterbitkan
SP2D Tahun Anggaran 2014 atas kegiatan yang bersangkutan;
b) Sisa SPD yang belum diterbitkan SPP, SPM atau SP2D Tahun
Anggaran 2014; dan
c) SP2D yang belum diuangkan. Penganggaran beban belanja atas
pelaksanaan kegiatan lanjutan yang telahdi tuangkan dalam DPAL-
SKPD dimaksud, agar ditampung kembali di dalam perubahan APBD
Tahun Anggaran 2015 pada anggaran belanja langsung SKPD
berkenaan.

52 | P a g e
d) Kegiatan yang dapat dibuatkan DPAL harus memenuhi kriteria bahwa
kegiatan tersebut tidak selesai sesuai dengan jadwal yangditetapkan
dalam perjanjian pelaksanaan pekerjaan/ kontrak, akibat di luar kendali
penyedia barang/ jasa dan pengguna barang/jasa (force majeure).

20. Dalam hal pemerintah daerah mempunyai kewajiban kepada pihak ketiga terkait
dengan pekerjaan yang telah selesai pada tahun anggaran sebelumnya, maka harus
dianggarkan kembali pada akun belanja dalam APBD Tahun Anggaran 2015
sesuai kode rekening berkenaan. Tata cara penganggaran dimaksud terlebih
dahulu melakukan perubahan atas peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD Tahun Anggaran 2015, dan diberitahukan kepada Pimpinan DPRD untuk
selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2015.

21. Pemerintah daerah tidak diperkenankan untuk menganggarkan belanja tali asih
kepada PNSD dan penawaran kepada PNSD yang pensiun dini dengan uang
pesangon, mengingat tidak memiliki dasar hukum yang melandasinya.

22. Dalam rangka pengawasan penyerapan anggaran daerah oleh Tim Evaluasi dan
Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) pada Unit Kerja Presiden Bidang
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), pemerintah daerah dapat
menganggarkan kegiatan yang mendukung efektifitas kerja Tim Koordinasi
Pengawasan dan Penyerapan Anggaran Daerah.

23. Pendanaan kegiatan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun
2015 dianggarkan pada jenis belanja hibah dari pemerintah daerah kepada KPU
Provinsi/ Kabupaten/ Kota dan Bawaslu Provinsi/ Panwaslu Kabupaten/ Kota sesuai
dengan kebutuhan dengan mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
44 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2007.

Khusus kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serta Bupati/ Walikota
dan Wakil Bupati/ Wakil Walikota, yang diselenggarakan bersamaan dalam daerah
yang sama, dilakukan pendanaan bersama antara pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/ kota, dengan mempedomani Pasal 8, Pasal 8A dan Pasal
8B Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2007, sebagaimana diubah
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2009.
53 | P a g e
Dalam hal tahapan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
dilaksanakan dalam 2 (dua) tahun anggaran, maka belanja hibah Pemilihan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam APBD Tahun Anggaran 2015 dapat
digunakan untuk mendanai serangkaian tahapan Pemilihan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah sampai dengan berakhirnya kegiatan Pemilihan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah dimaksud, sepanjang belanja hibah tersebut telah
disalurkan kepada KPU Provinsi/ Kabupaten/ Kota dan Bawaslu Provinsi/
Panwaslu Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang- undangan.

Pendanaan kebutuhan pengamanan dan penanganan kasus pelaksanaan Pemilihan


Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dianggarkan dalam bentuk hibah atau
program dan kegiatan pada SKPD yang secara fungsional terkait sesuai
peraturan perundang- undangan.

24. Pemerintah kabupaten/ kota menganggarkan biaya pemilihan Kepala Desa dalam
APBD Kabupaten /Kota Tahun Anggaran 2015 untuk pengadaan surat suara,
kotak suara, kelengkapan peralatan lainnya, honorarium panitia, dan biaya
pelantikan sesuai amanat Pasal 34 ayat (6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.

25. Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota menganggarkan dalam APBD


Tahun Anggaran 2015 dalam rangka pembinaan dan pengawasan pemerintahan
desa sebagaimana diatur dalam Pasal 112, Pasal 114 dan Pasal 115 Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014.

26. Pemerintah daerah mensinergikan penganggaran program dan kegiatan dalam


penyusunan APBD Tahun Anggaran 2015 dengan kebijakan nasional, antara
lain :

a. Pencapaian MDG’s, seperti: kesetaraan gender, penanggulangan HIV/ AIDS


dan malaria sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun
2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan; Terkait dengan upaya
percepatan pengarus utamaan gender melalui perencanaan dan
penganggaran responsif gender, pemerintah daerah agar mempedomani Surat
Edaran Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala
BAPPENAS, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor: 270/M.PPN/11/2012,
Nomor: SE-33/MK.02/2012, Nomor: Khusus kegiatan Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur serta Bupati/ Walikota dan Wakil Bupati/ Wakil Walikota, yang

54 | P a g e
diselenggarakan bersamaan dalam daerah yang sama, dilakukan pendanaan
bersama antara pemerintahprovinsi dan pemerintah kabupaten/ kota, dengan
mempedomani Pasal 8, Pasal 8A dan Pasal 8B Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 44 Tahun 2007, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 57 Tahun 2009.

b. Dalam hal tahapan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
dilaksanakan dalam 2 (dua) tahun anggaran, maka belanja hibah Pemilihan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam APBD Tahun Anggaran
2015dapat digunakan untuk mendanai serangkaian tahapan Pemilihan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah sampai dengan berakhirnya kegiatan
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dimaksud, sepanjang
belanja hibah tersebut telah disalurkan kepada KPU Provinsi/ Kabupaten/
Kota dan Bawaslu Provinsi/ Panwaslu Kabupaten/ Kota sesuai
peraturan perundang- undangan.

c. Pendanaan kebutuhan pengamanan dan penanganan kasus pelaksanaan


Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dianggarkan dalam bentuk
hibah atau program dan kegiatan pada SKPD yang secara fungsional terkait
sesuai peraturan perundang- undangan.

27. Pemerintah kabupaten/kota menganggarkan biaya pemilihan Kepala Desa


dalam APBD Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2015 untuk pengadaan surat
suara, kotak suara, kelengkapan peralatan lainnya, honorarium panitia, dan biaya
pelantikan sesuai amanat Pasal 34 ayat (6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.

28. Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota menganggarkan dalam APBD


Tahun Anggaran 2015 dalam rangka pembinaan dan pengawasan pemerintahan
desa sebagaimana diatur dalam Pasal 112, Pasal 114 dan Pasal 115 Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014.

29. Pemerintah daerah mensinergikan penganggaran program dan kegiatan dalam


penyusunan APBD Tahun Anggaran 2015 dengan kebijakan nasional, antara
lain:

a. Pencapaian MDG’s, seperti: kesetaraan gender, penanggulangan HIV/ AIDS


dan malaria sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun
2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan; Terkait dengan upaya
percepatan pengarusutamaan gender melalui perencanaan dan penganggaran

55 | P a g e
responsif gender, pemerintah daerah agar mempedomani Surat Edaran Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS, Menteri
Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor: 270/M.PPN/11/2012, Nomor: SE-
33/MK.02/2012, Nomor: 050/4379A/SJ, Nomor: SE-46/MPP-PA/11/2011 tentang
Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender (PUG) melalui
Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG);

b. Rehabilitasi dan perlindungan sosia l bagi para lanjut usia sebagaimana


diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia, serta program rehabilitasi dan perlindungan sosial
penyandang cacat;

c. Dukungan pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Penggerak Pemberdayaan dan


Kesejahteraan Keluarga (TP- PKK) provinsi/ kabupaten/ kota dengan
mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Gerakan Pemberdayan dan Kesejahteraan
Keluarga;

d. Pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan


perbatasan bagi provinsi dan kabupaten yang berbatasan dengan negara
tetangga sesuai amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang
Wilayah Negara;

e. Penguatan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah sebagaimana diatur dalam


Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil
Pemerintah diWilayah Provinsi, sebagaimana diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah
di Wilayah Provinsi;

f. Pengembangan kearsipan di daerah dalam rangka peningkatan kualitas


pelayanan publik mempedomani amanat Undang- Undang Nomor 43 Tahun
2009 tentang Kearsipan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 78 Tahun
2012 tentang Tata Kearsipan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan
Pemerintah Daerah;

56 | P a g e
g. Revitalisasi dan aktualisasi nilai- nilai Pancasila dan pendidikan wawasan
kebangsaan dengan mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29
Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 2012;

h. Penanganan gangguan keamanan dalam negeri sebagaimana diamanatkan


Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gangguan Dalam
Negeri di Daerah;

i. Tunjangan PNSD yang bertugas pada unit kerja yang mempunyai tugas dan
fungsi terkait dengan pengamanan persandian sebagaimana diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2008 tentang Tunjangan Pengamanan
Persandian;

j. Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) berbasis NIK secara


Nasional dengan mempedomani Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006,
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013, yang
ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006, Peraturan Presiden
Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran
Penduduk dan Pencatatan Sipil dan peraturan perundang-undangan lainnya;
dan

k. Fasilitasi pengaduan masyarakat dan pengembangan akses informasi secara


transparan, cepat, tepat dan sederhana dengan mempedomani Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;

MENTERI DALAM NEGERI,

Ttd

GAMAWAN FAUZI
Salinan Sesuai Dengan Aslinya
KEPALA BIRO HUKUM,

Ttd

ZUDAN ARIF FAKRULLOH


Pembina Utama Muda (IV/c)
57 | P a g e
NIP. 19690824 199903 1 001
I. SINKRONISASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN KEBIJAKAN
PEMERINTAH
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2014 menetapkan bahwa tema
pembangunan nasional adalah Memantapkan Perekonomian Nasional untuk
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan”, dengan sasaran utama yang
harus dicapai pada akhir tahun 2014 antara lain yaitu :
1. Pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8 sampai dengan 7,2 persen;
2. Penurunan angka pengangguran menjadi 5,0 sampai dengan 6,0 persen;
3. Penurunan angka kemiskinan menjadi 8,0 sampai dengan 10,0 persen; dan
4. Laju inflasi 4,5 persen dan bertambah atau berkurang 1,0 persen.

Memperhatikan sasaran utama tersebut, ditetapkan 11 (sebelas) Prioritas


Nasional dan 3 (tiga) prioritas lainnya yang harus disinergikan dengan prioritas
pembangunan daerah, yaitu :
1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola ;
2. Pendidikan;
3. Kesehatan;
4. Penanggulangan Kemiskinan;
5. Ketahanan Pangan;
6. Infrastruktur;
7. Iklim Investasi dan iklim Usaha;
8. Energi;
9. Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana;
10. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik;
11. Kebudayaan, Ekonomi Kreatif, dan Inovasi Teknologi; dan
12. 3 (tiga) Prioritas Lainnya yaitu (1) Bidang Politik, Hukum dan Keamanan; (2) Bidang
Perekonomian dan; (3) Bidang Kesejahteraan Rakyat.

Ke 11 (sebelas) Prioritas Nasional dan 3 (tiga) prioritas tersebut harus


disinergikan dengan prioritas pembangunan antara Pusat - Daerah dengan
mempertimbangkan berbagai hal, antara lain :
1. Keterkaitan antar wilayah dari segi sosial, ekonomi, budaya dan politik sebagai
perwujudan wawasan nusantara dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. Potensi strategis disetiap wilayah.
3. Tujuan dan sasaran pembangunan disetiap wilayah.
4. Rencana tata ruang dan pola pemanfaatan ruang yang optimal.
5. Keterkaitan lintas sektor dan lintas wilayah secara lebih efektif dan efisien.

58 | P a g e
Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Nduga telah menetapkan
lima prioritas yang sejalan dengan prioritas pembangunan nasional, disamping telah
mempertimbangkan agenda-agenda yang tertuang dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Nduga tahun 2011-2016 serta Rencana
Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Nduga tahun 2014. Lima Prioritas Pembangunan
Daerah Kabupaten Nduga tahun 2014, adalah;
1. Menghubungkan wilayah antardistrik melalui jalur darat, sungai, dan udara;
2. Penyediaan jaringan air bersih;
3. Pengembangan ekonomi rakyat dibeberapa sektor yaitu pertanian, perikanan dan
perkebunan;
4. Peningkatan aksesibilitas dan kualitas kesehatan;
5. Peningkatan aksesibilitas dan kualitas Pendidikan.

Terkait dengan optimalisasi penetapan program, kegiatan dan pendanaan


pembangunan di daerah perlu dilakukan penyelarasan sasaran program dan kegiatan
dekonsentrasi, tugas pembantuan dan desentralisasi sehingga diharapkan bobot alokasi
APBD betul-betul dapat difokuskan untuk urusan yang menjadi kewenangannya dan
membatasi penggunaan APBD untuk mendanai program dan kegiatan di luar
kewenangannya.
Dalam rangka optimalisasi pencapaian sasaran pembangunan sesuai prioritas
nasional khususnya terhadap kegiatan yang menjadi urusan daerah dan dibiayai dari
Dana Alokasi Khusus (DAK), Pemerintah Daerah mengalokasikan dana pendamping
dalam APBD sesuai prioritas nasional yang akan dialokasikan melalui DAK sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Dana Alokasi Khusus di Daerah, antara lain bidang pendidikan,
kesehatan, kependudukan, infrastruktur jalan, infrastruktur irigasi, infrastruktur air minum
dan penyehatan lingkungan, pertanian, kelautan dan perikanan, prasarana pemerintah
daerah, lingkungan hidup, kehutanan, perhubungan, sarana dan prasarana pedesaan.
Sinkronisasi kebijakan tersebut dilakukan dengan mempedomani pembagian
urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah
daerah kabupaten / kota sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor
38 Tahun 2007.
Program dan kegiatan Tahun 2014 juga harus sesuai dengan Visi dan Misi
Bupati Nduga, RKPD Tahun 2014, Rencana Kerja SKPD Tahun 2014, KUA dan PPAS
Tahun Anggaran 2014 serta sesuai dengan tugas pokok dan fungsi SKPD yang
berkenaan.

59 | P a g e
II. PRINSIP DAN KEBIJAKAN PENYUSUNAN RKA-SKPD TAHUN 2014
1. PENGERTIAN
1. Rencana Kerja dan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat RKA-SKPD
adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana
pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD sebagai dasar
penyusunan APBD.
2. Rencana Kerja dan Anggaran PPKD yang selanjutnya disingkat RKA-PPKD
adalah Rencana Kerja dan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
selaku Bendahara Umum Daerah.
3. RKA-SKPD sebagai dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi
rencana pendapatan, memuat informasi mengenai kelompok, jenis, objek dan
rincian objek pendapatan daerah yang dipungut / diterima / dikelola oleh SKPD
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
4. RKA-SKPD sebagai dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi
rencana belanja program dan kegiatan, memuat informasi mengenai kolompok
belanja tidak langsung dan belanja langsung yang masing-masing dirinci menurut
jenis, objek dan rincian objek belanja.
5. RKA-SKPD sebagai dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi
rencana pembiayaan, memuat informasi mengenai kelompok penerimaan
pembiayaan yang akan digunakan untuk menutup defisit anggaran dan kelompok
pengeluaran pembiayaan yang digunakan untuk memanfaatkan surplus APBD,
yang masing-masing dirinci menurut jenis, objek dan rincian objek pembiayaan.

B . PRINSIP PENYUSUNAN RKA - SKPD


RKA-SKPD yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan
mudah diakses oleh masyarakat yang meliputi tujuan, sasaran dan sumber
pendanaan pada setiap jenis belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan
manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan.
Oleh karena itu setiap pengguna anggaran / kuasa pengguna anggaran harus
bertanggungjawab terhadap penggunaan sumber daya yang dikelola untuk mencapai
hasil yang telah ditetapkan. Plafon dana yang telah dialokasikan oleh TAPD, harus
dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas anggaran,
dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan :

60 | P a g e
1. Tujuan, sasaran, keluaran, hasil dan manfaat serta indikator kinerja yang ingin
dicapai.
2. Prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja serta penggunaan satuan harga
yang rasional.

Program dan kegiatan yang pendanaannya dianggarkan dalam RKA-SKPD


tahun 2014, harus sesuai dengan RKPD Tahun 2014, Rencana Kerja SKPD Tahun
2014 yang telah ditetapkan dalam KUA dan PPAS Tahun 2014 serta sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi SKPD yang bersangkutan.

C. KEBIJAKAN PENYUSUNAN RKA-SKPD


1. PENDAPATAN DAERAH
Pendapatan Daerah yang dianggarkan merupakan perkiraan yang terukur secara
rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya. Pendapatan
daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas daerah, yang
menambah ekuitas dana lancar sebagai hak pemerintah daerah selama satu
tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali. Seluruh pendapatan daerah
dianggarkan secara bruto, yang berarti jumlah pendapatan yang dianggarkan
tidak boleh dikurangi dengan belanja dalam rangka menghasilkan pendapatan
yang bersangkutan dan / atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat /
daerah dalam rangka bagi hasil. Pendapatan Daerah terdiri dari :
a. Pendapatan Asli Daerah
b. Dana Perimbangan
c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.

2. BELANJA
Belanja yang disusun harus didasarkan pada pendekatan prestasi kerja yang
berorientasi pada pencapaian outcome (hasil) dari input (masukan) yang
direncanakan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan
anggaran serta untuk memperjelas efektivitas dan efisiensi penggunaan
anggaran. Penyusunan belanja agar diprioritaskan untuk menunjang efektivitas
pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD.
a. BELANJA TIDAK LANGSUNG
1). Belanja Pegawai
a) Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
61 | P a g e
Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014
menegaskan bahwa Belanja Tidak Langsung yang dapat
dianggarkan oleh setiap SKPD hanya Belanja Pegawai, sedangkan
Belanja Bunga, Belanja Subsidi, Belanja Hibah, Belanja Bantuan
Sosial, Belanja Bagi Hasil, Belanja Bantuan Keuangan dan Belanja
Tak Terduga dianggarkan pada Belanja SKPKD.
b) Besarnya penganggaran unutuk gaji pokok dan tunjangan PNSD
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
serta memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok dan
tunjangan PNSD serta pemberian gaji ketiga belas.
c) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan pengangkatan
Calon PNSD sesuai formasi pegawai tahun 2014.
d) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan kenaikan gaji
berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga dan mutasi pegawai
dengan memperhitungkan acress yang besarnya maksimum 2,5%
(dua koma lima persen) dari jumlah pegawai untuk gaji pokok dan
tunjangan.
e) Penyediaan dana penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi PNSD
yang dibebankan pada APBD berpedoman pada Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS).
Terkait dengan hal tersebut, penyediaan anggaran untuk
pengembangan cakupan jaminan kesehatan bagi PNSD diluar
cakupan jaminan kesehatan yang disediakan oleh BPJS, tidak
diperkenankan dianggarkan dalam APBD, kecuali ditentukan lain
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
f) Penganggaran Tambahan Penghasilan bagi Pegawai Negeri Sipil
Daerah (PNSD) harus memperhatikan kemampuan keuangan
daerah dengan persetujuan DPRD sesuai amanat Pasal 63 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005. Kebijakan dan
penentuan kriterianya ditetapkan terlebih dahulu dengan peraturan
Bupati sebagaimana diatur Pasal 39 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 21 Tahun 2011.
g) Penganggaran Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun
62 | P a g e
2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif
Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
h) Dalam hal tunjangan profesi guru PNSD dan dana tambahan
penghasilan guru PNSD dianggarkan dalam APBN Tahun
Anggaran 2014 pada dana transfer ke daerah, tunjangan profesi
guru PNSD dan dana tambahan penghasilan guru PNSD dimaksud
dianggarkan dalam APBD pada jenis belanja pegawai, dan
diuraikan kedalam obyek dan rincian objek belanja sesuai dengan
kode rekening berkenaan.

2) Belanja DPRD
a) Penganggaran belanja DPRD agar mempedomani ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan
Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pengelompokan Kemampuan Keuangan Daerah, Penganggaran
dan Pertanggungjawaban Penggunaan Belanja Penunjang
Operasional Pimpinan DPRD serta Tata Cara Pengembalian
Tunjangan Komunikasi Intensif dan Dana Operasional.
b) Belanja Pimpinan dan Anggota DPRD yang meliputi uang
representasi, tunjangan keluarga, tunjangan beras, uang paket,
tunjangan jabatan, tunjangan panitia musyawarah, tunjangan
komisi, tunjangan panitia anggaran, tunjangan badan kehormatan,
tunjangan alat kelengkapan lainnya, tunjangan khusus PPh pasal
21, tunjangan perumahan, uang duka tewas dan wafat serta
pengurusan jenazah dan uang jasa pengabdian serta tunjangan
komunikasi intensif dianggarkan pada pos DPRD. Khusus
Tunjangan Papua bagi Pimpinan dan Anggota DPRD serta
Pimpinan tidak diperkenankan untuk dianggarkan dalam APBD
Tahun Anggran 2014 sesuai Pasal 1 KEPPRES Nomor 68 Tahun
2002 tentang Tunjangan Khusus bagi Provinsi Papua. Untuk
belanja tunjangan kesejahteraan, belanja penunjang kegiatan
DPRD dan belanja penunjang operasional Pimpinan DPRD
dianggarkan pada pos Sekretariat DPRD.
c) Pajak Penghasilan yang dikenakan terhadap penghasilan Pimpinan
dan Anggota DPRD serta Pimpinan berpedoman pada Peraturan
Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan bagi
63 | P a g e
Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI dan Para
Pensiunan atas Penghasilan yang Dibebankan kepada Keuangan
Negara atau Keuangan Daerah, Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 636/KMK/04/1994 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan
Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI dan
Para Pensiunan atas Penghasilan yang dibebankan kepada
Keuangan Negara atau Keuangan Daerah. Pajak Penghasilan
Pimpinan dan Anggota yang dibebankan pada APBD Kabupaten
Nduga dianggarkan pada objek belanja tunjangan khusus PPh
pasal 21.
d) Penganggaran Tunjangan Komunikasi Intensif bagi Pimpinan dan
Anggota DPRD serta Pimpinan dianggarkan pada kelompok
belanja tidak langsung, jenis belanja pegawai, objek belanja
tunjangan komunikasi intensif dan rincian objek belanja tunjangan
komunikasi intensif Pimpinan dan Anggota DPRD. Sedangkan
Belanja Penunjang Operasional Pimpinan DPRD dianggarkan pada
kelompok belanja tidak langsung, jenis belanja pegawai, objek
belanja penunjang operasional dan rincian objek belanja penunjang
operasional Pimpinan DPRD.
Terhadap belanja penunjang pengawasan pelaksanaan Otonomi
khusus Tahun Anggaran 2014 tidak dianggarkan dan dialihkan
penganggarannya ke dalam program dan kegiatan sebagai bagian
dari belanja penunjang kegiatan untuk mendukung kelancaran
tugas, fungsi dan wewenang DPRD sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan
Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan
Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

3) Belanja Bupati dan Wakil Bupati


a) Penganggaran belanja Bupati dan Wakil Bupati berpedoman pada
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang
Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
b) Gaji dan tunjangan Bupati dan Wakil Bupati dan biaya penunjang
operasional Bupati dan Wakil Bupati dianggarkan pada belanja
tidak langsung Bupati dan Wakil Bupati.
64 | P a g e
c) Terhadap Tunjangan Papua bagi Bupati dan Wakil Bupati tidak
diperkenankan untuk dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran
2014 sebagaimana diatur dalam Pasal 1 KEPPRES Nomor 68
Tahun 2002 tentang Tunjangan Khusus Provinsi Papua.
d) Belanja rumah tangga beserta pembelian inventaris / perlengkapan
rumah jabatan dan kendaraan dinas serta biaya pemeliharaannya,
biaya pemeliharaan kesehatan, belanja perjalanan dinas dan
belanja pakaian dinas Bupati dan Wakil Bupati dianggarkan pada
kelompok belanja langsung pos Sekretariat Daerah.
Penganggaran belanja Bupati dan Wakil Bupati merupakan satu
kesatuan dalam belanja Bupati dan Wakil Bupati atau tidak
dianggarkan secara terpisah.
e) Terhadap belanja penunjang Koordinasi, pembinaan dan
pengawasan pelaksanaan Otonomi khusus Tahun Anggaran 2014
tidak dapat dianggarkan.

4) Belanja Subsidi
a) Belanja subsidi hanya diberikan kepada perusahaan/lembaga
tertentu agar harga jual dari hasil produksinya terjangkau oleh
masyarakat yang daya belinya terbatas. Produk yang diberi subsidi
merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang
banyak serta terlebih dahulu dilakukan pengkajian agar tepat
sasaran dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan.
b) Belanja subsidi ditetapkan dalam peraturan daerah tentang APBD
yang dasar pelaksanaannya ditetapkan oleh Keputusan Bupati.

5) Belanja Hibah
a) Pemberian hibah ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran
program dan kegiatan pemerintah daerah dengan memperhatikan
asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk
masyarakat.
b) Pemberian hibah dimaksud harus memenuhi kriteria paling sedikit :
- Peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan.
- Tidak wajib, tidak mengikat dan tidak terus menerus setiap
tahun anggaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan.
- Memenuhi persyaratan penerima hibah.

65 | P a g e
c) Hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah kepada
pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah,
masyarakat dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik
telah ditetapkan peruntukannya dan diberikan secara selektif
dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah,
rasionalitas serta ditetapkan dengan keputusan Bupati.
d) Hibah kepada Pemerintah diberikan kepada satuan kerja dari
kementerian/lembaga pemerintah non kementerian yang wilayah
kerjanya berada dalam daerah yang bersangkutan.
e) Hibah kepada pemerintah daerah lainnya diberikan kepada daerah
otonom baru hasil pemekaran daerah sebagaimana diamanatkan
dalam peraturan perundang-undangan.
f) Hibah kepada perusahaan daerah diberikan kepada Badan Usaha
Milik Daerah dalam rangka penerusan hibah yang diterima
pemerintah daerah dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
g) Hibah kepada masyarakat diberikan kepada kelompok orang yang
memiliki kegiatan tertentu dalam bidang perekonomian, pendidikan,
kesehatan, keagamaan, kesenian, adat istiadat, dan keolahragaan
non-profesional.
h) Hibah kepada organisasi kemasyarakatan diberikan kepada
organisasi kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
i) Penganggaran untuk belanja hibah harus dibatasi jumlahnya,
mengingat belanja hibah bersifat bantuan yang tidak wajib dan
tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus. Penggunaan
hibah harus sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam
naskah perjanjian hibah daerah.
j) Hibah yang diberikan tidak mengikat/tidak secara terus menerus
diartikan bahwa pemberian hibah tersebut ada batas akhirnya
tergantung pada kemampuan keuangan daerah dan kebutuhan
atas kegiatan tersebut dalam menunjang penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
k) Mekanisme penganggaran belanja hibah dari pemerintah daerah
kepada pemerintah, mengacu pada ketentuan pengelolaan
keuangan daerah. Bagi instansi penerima dalam pelaksanaan dan
pertanggungjawabannya mengacu pada Peraturan Menteri

66 | P a g e
Keuangan Nomor 168/PMK.07/2008 tentang Hibah Daerah,
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.05/2009 tentang
Sistem Akuntansi Hibah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
255/PMK.05/2010 tentang tata Cara Pengesahan Realisasi
Pendapatan dan Belanja Yang Bersumber Dari Hibah Luar Negeri /
Dalam Negeri yang Diterima Langsung Oleh Kementerian
Negara/Lembaga Dalam Bentuk Uang, dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang
Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pemerintah
Daerah sebagai pemberi hibah melaporkan penyaluran hibah
tersebut kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan
setiap tahun anggaran.
l) Pemberian hibah kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Kabupaten dan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (PANWASLU)
dalam rangka penyelenggaraan pemilihan Bupati dan wakil Bupati
sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun
2007 tentang Pedoman pengelolaan Belanja Pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2009.
m) Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
anggaran daerah, penganggaran untuk hibah harus
memperhatikan asas manfaat, keadilan dan kepatutan, mulai dari
landasan pertimbangan pemberian, penggunaan sampai
pengawasannya. Penyediaan anggaran untuk hibah harus
dijabarkan dalam rincian objek belanja sehingga jelas penerimanya
serta tujuan dan sasaran penggunaannya.
n) Pemberian hibah dalam bentuk uang dicantumkan dalam RKA-
PPKD dan dianggarkan dalam kelompok belanja tidak langsung,
jenis belanja hibah.
o) Pemberian hibah dalam bentuk barang dicantumkan dalam RKA-
SKPD dan dianggarkan dalam kelompok belanja langsung yang
diformulasikan kedalam program dan kegiatan, yang diuraikan
kedalam jenis belanja barang dan jasa, obyek belanja hibah barang
dan jasa berkenaan kepada pihak ketiga/masyarakat, dan rincian
obyek belanja hibah barang atau jasa kepada pihak
ketiga/masyarakat. Rincian obyek belanja sebagaimana dimaksud
dicantumkan nama penerima dan besaran hibah.
67 | P a g e
6) Belanja Bantuan Sosial
a) Dalam rangka menjalankan dan memelihara fungsi pemerintahan
daerah di bidang kemasyarakatan dan kesejahteraan masyarakat,
pemerintah daerah dapat menganggarkan bantuan sosial kepada
anggota/kelompok masyarakat.
b) Penganggaran untuk belanja bantuan sosial dimaksud harus
dibatasi jumlahnya dan diberikan secara selektif, tidak terus
menerus/tidak mengikat serta memiliki kejelasan peruntukan
penggunaannya dengan mempertimbangkan kemampuan
keuangan daerah. Bantuan sosial yang diberikan secara tidak terus
menerus/tidak mengikat diartikan bahwa pemberian bantuan
tersebut tidak wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun
anggaran.
c) Anggota/kelompok masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Poin
a) meliputi :
- Individu, keluarga, dan/atau masyarakat yang mengalami
keadaan yang tidak stabil sebagai akibat dari krisis sosial,
ekonomi, politik, bencana, atau fenomena alam agar dapat
memenuhi kebutuhan hidup minimum.
- Lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan,
dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu,
kelompok, dan/atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya
resiko sosial.
d) Dalam menetapkan kebijakan anggaran untuk bantuan sosial harus
mempertimbangkan rasionalitas dan kriteria yang jelas dengan
memperhatikan asas manfaat, keadilan, kepatutan, transparan,
akuntabilitas dan kepentingan masyarakat luas. Penyediaan
anggaran untuk bantuan sosial harus dijabarkan dalam rincian
objek belanja sehingga jelas penerimanya serta tujuan dan sasaran
penggunaannya. Pemberian bantuan sosial dilakukan setelah
memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib.
e) Bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian
bantuan dalam bentuk uang dan / atau barang kepada masyarakat
yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pemberian bantuan sosial tersebut tidak secara terus menerus /
tidak berulang setiap tahun anggaran, selektif dan memiliki
kejelasan peruntukan penggunaannya.
f) Tujuan pemberian bantuan sosial meliputi :
68 | P a g e
- Rehabilitasi sosial ditujukan untuk memulihkan dan
mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami
disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar.
- Perlindungan sosial ditujukan untuk mencegah dan menangani
resiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang,
keluarga, kelompok masyarakat agar kelangsungan hidupnya
dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.
- Pemberdayaan sosial ditujukan untuk menjadikan seseorang
atau kelompok masyarakat yang mengalami masalah sosial
mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya.
- Jaminan sosial merupakan skema yang melembaga untuk
menjamin penerima bantuan agar dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya yang layak.
- Penanggulangan kemiskinan merupakan kebijakan, program,
dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga,
kelompok masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai
sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi
kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan.
- Penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya yang
ditujukan untuk rehabilitasi.
g) Bantuan sosial berupa uang adalah uang yang diberikan secara
langsung kepada penerima seperti beasiswa bagi anak miskin,
yayasan pengelola yatim piatu, nelayan miskin, masyarakat lanjut
usia, terlantar, cacat berat dan tunjangan kesehatan putra putri
pahlawan yang tidak mampu.
h) Bantuan sosial berupa barang adalah barang yang diberikan
secara langsung kepada penerima seperti bantuan kendaraan
operasional untuk sekolah luar biasa, swasta dan masyarakat tidak
mampu, bantuan perahu untuk nelayan miskin, bantuan
makanan/pakaian kepada yatim piatu/tuna sosial, ternak bagi
kelompok masyarakat kurang mampu.
i) Bantuan sosial berupa uang dicantumkan dalam RKA-PPKD,
dianggarkan dalam kelompok belanja tidak langsung, jenis belanja
bantuan sosial, obyek, dan rincian obyek belanja berkenaan pada
PPKD.
j) Bantuan sosial berupa barang dianggarkan pada RKA-SKPD
berkenaan, dalam kelompok belanja langsung yang diformulasikan
69 | P a g e
kedalam program dan kegiatan, dan diuraikan kedalam jenis
belanja barang dan jasa, obyek belanja bantuan sosial berupa
barang berkenaan yang akan diserahkan kepada pihak
ketiga/masyarakat, dan rincian obyek belanja bantuan sosial
berupa barang yang akan diserahkan kepada pihak
ketiga/masyarakat.
k) Dalam rincian obyek belanja sebagaimana dimaksud pada poin i)
dan j) di atas dicantumkan nama penerima dan besaran bantuan
sosial.
l) Untuk optimalisasi fungsi APBD sebagaimana diamanatkan dalam
ketentuan pasal 16 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005, pengalokasian bantuan sosial harus menunjukkan jumlah
yang semakin berkurang agar APBD berfungsi sebagai instrumen
pemerataan dan keadilan dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Pengurangan jumlah bantuan sosial bertujuan agar
dana APBD dapat dialokasikan mendanai program dan kegiatan
pemerintahan daerah yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan
masyarakat, menciptakan lapangan kerja/mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan
efisiensi dan efektifitas perekonomian. Dengan demikian dapat
dihindari adanya diskriminasi pengalokasian dana APBD yang
hanya dinikmati oleh kelompok masyarakat tertentu saja.
m) Dalam rangka penyusunan laporan keuangan dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana
diamanatkan dalam ketentuan pasal 99 Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
32 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan
Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah. Organisasi kemasyarakatan dan partai politik yang
menerima bantuan dana APBD, berkewajiban menyampaikan
laporan pertanggungjawaban atas penggunaan dana bantuan
tersebut kepada Bupati. Pengaturan mengenai tata cara pemberian
bantuan dan pertanggungjawaban penggunaan dana APBD
kepada masyarakat ditetapkan dalam Peraturan Bupati.

7) Belanja Bagi Hasil

70 | P a g e
Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil
yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten / kota
atau pendapatan pemerintah daerah kepada pemerintah daerah
lainnya harus mempedomani Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tata cara penganggaran
dana bagi hasil tersebut harus memperhitungkan rencana pendapatan
pajak daerah Tahun Anggaran 2014 sesuai Pasal 94 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah, sedangkan pelampauan
target tahun anggaran 2013 yang belum direalisasikan dan menjadi hak
Kabupaten/Kota ditampung dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran
2014.

8) Belanja Bantuan Keuangan


a) Pemerintah Kabupaten Nduga dapat menganggarkan bantuan
keuangan kepada pemerintah daerah lainnya dan
kelurahan/desa/kampung yang didasarkan pada pertimbangan
untuk mengatasi kesenjangan fiskal, membantu pelaksanaan
urusan pemerintahan daerah yang tidak tersedia alokasi dananya,
sesuai kemampuan keuangan daerah.
Pemberian bantuan keuangan dapat bersifat umum dan bersifat
khusus. Bantuan keuangan yang bersifat umum digunakan untuk
mengatasi kesenjangan fiskal dengan menggunakan formula
antara lain variabel: pendapatan daerah, jumlah penduduk, jumlah
penduduk miskin dan luas wilayah yang ditetapkan dengan
Peraturan Bupati. Bantuan keuangan yang bersifat khusus
digunakan untuk membantu capaian kinerja program prioritas
pemerintah daerah/desa penerima bantuan keuangan sesuai
dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan penerima
bantuan.Pemanfaatan bantuan keuangan yang bersifat khusus
ditetapkan terlebih dahulu oleh pemberi bantuan.
b) Bantuan keuangan yang bersifat umum, peruntukan dan
penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah
daerah penerima bantuan, sedangkan bantuan keuangan yang
bersifat khusus peruntukan dan pengelolaannya diarahkan /
ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan.
c) Untuk menghindari duplikasi penganggaran, baik dalam APBD
provinsi maupun APBD kabupaten / kota, maka urusan
pemerintahan daerah yang bukan merupakan kewenangan
kabupaten tidak dapat dianggarkan dalam bentuk program atau
71 | P a g e
kegiatan pada SKPD, namun dapat dianggarkan pada Belanja
Bantuan Keuangan, baik yang bersifat umum maupun bersifat
khusus, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota.
d) Bantuan keuangan kepada partai politik dianggarkan pada jenis
belanja bantuan keuangan, objek belanja bantuan keuangan
kepada partai politik dan rincian objek belanja nama partai politik
penerima bantuan keuangan. Besaran penganggaran, pelaksanaan
dan pertanggungjawaban bantuan keuangan kepada partai politik
berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang
bantuan keuangan kepada partai politik.
e) Pemerintah Kabupaten/kota menganggarkan bantuan keuangan
kepada desa paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
kabupaten yang terdiri dari Dana Alokasi Umum dan Bagi Hasil
(Pajak terdiri dari : PPh pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 dan Sumber Daya Alam
terdiri dari : Kehutanan, Pertambangan Umum, Perikananan,
Pertambangan Minyak Bumi dan Pertambangan Panas Bumi)
setelah dikurangi belanja pegawai. Bantuan keuangan ini
merupakan Alokasi Dana Desa (ADD) sesuai Pasal 68 Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Selain itu,
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat memberikan
bantuan keuangan lainnya kepada pemerintah desa dalam rangka
pemberdayaan masyarakat dan percepatan pembangunan desa
sesuai kemampuan keuangan daerah.
f) Sistem dan prosedur penganggaran, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban belanja bantuan keuangan ditetapkan dalam
peraturan kepala daerah, dengan memperhatikan ketentuan Pasal
47 dan Pasal 133 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 21 Tahun 2011 dan peraturan perundang-undangan.
g) Dari aspek teknis penganggaran, dalam APBD pemberi bantuan
keuangan, belanja bantuan keuangan tersebut harus diuraikan
daftar nama pemerintah daerah/desa selaku penerima bantuan

72 | P a g e
keuangan sebagai rincian obyek penerima bantuan keuangan
sesuai kode rekening berkenaan.

9) Belanja Tidak terduga


Penganggaran belanja tidak terduga dilakukan secara rasional dengan
mempertimbangkan realisasi Tahun Anggaran 2013 dan kemungkinan
adanya kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi
sebelumnya, diluar kendali dan pengaruh pemerintah daerah. Belanja
tidak terduga merupakan belanja untuk mendanai kegiatan yang
sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan terjadi berulang, seperti
kebutuhan tanggap darurat bencana, penanggulangan bencana alam
dan bencana sosial, yang tidak tertampung dalam bentuk program dan
kegiatan pada Tahun Anggaran 2014, termasuk pengembalian atas
kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya.

b. Belanja Langsung
Penganggaran belanja langsung dalam rangka melaksanakan program
dan kegiatan pemerintah daerah Tahun Anggaran 2014, memperhatikan hal-
hal sebagai berikut :
1) Alokasi belanja langsung dalam APBD digunakan untuk urusan
pemerintahan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan.
Belanja langsung dituangkan dalam bentuk program kegiatan, yang
manfaat capaian kinerjanya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat
dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan public dan keberpihakan
pemerintah daerah kepada kepentingan public. Penyusunan anggaran
belanja untuk setiap program dan kegiatan mempedomani SPM yang
telah ditetapkan, analisis Standar Belanja (ASB), dan standar satuan
harga. ASB dan standar satuan harga ditetapkan dengan keputusan
kepala daerah dan digunakan sebagai dasar penyusunan RKA-SKPD
dan RKA-PPKD.
Selain itu, penganggaran belanja barang dan jasa agar mengutamakan
produksi dalam negeri dan melibatkan usaha mikro dan usaha kecil serta
koperasi kecil tanpa mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan sehat,
kesatuan system dan kualitas kemampuan teknis.
2) Belanja Pegawai
Dalam rangka meningkatkan efisiensi anggaran daerah, penganggaran
honorarium bagi PNSD dan Non PNSD memperhatikan asas kepatuhan,
kewajaran dan rasionalitas dalam pencapaian sasaran program dan
kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan kegiatan
73 | P a g e
dalam rangka mencapai target kinerja kegiatan dimaksud. Berkaitan
dengan hal tersebut, pemberian honorarium bagi PNSD dan Non PNSD
dibatasi dan hanya didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaan
PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan benar-benar memiliki peranan dan
kontribusi nyata terhadap efektifitas pelaksanaan kegiatan dimaksud
dengan memperhatikan pemberian Tambahan Penghasilan bagi PNSD
sesuai ketentuan tersebut pada a.1).e) dan pemberian Insentif
Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai ketentuan
tersebut pada a.1).f). Suatu kegiatan tidak diperkenankan diuraikan
hanya ke dalam jenis belanja pegawai, objek belanja honorarium dan
rincian obyek belanja honorarium Non PNSD. Besaran honorarium bagi
PNSD dan Non PNSD dalam kegiatan ditetapkan dengan keputusan
kepala daerah.

3) Belanja Barang dan jasa


a) Alokasi untuk pemberian jasa narasumber/ tenaga ahli dalam
kegiatan dianggarkan pada jenis belanja Barang dan Jasa sesuai
kode rekening berkenaan dan besarannya ditetapkan dengan
keputusan kepala daerah.
b) Penganggaran uang untuk diberikan kepada pihak ketiga/
masyarakat hanya diperkenankan dalam rangka pemberian hadiah
pada kegiatan yang bersifat perlombaan atau penghargaan atas
suatu prestasi. Alokasi belanja tersebut dianggarkan pada jenis
Belanja Barang dan Jasa sesuai kode rekening berkenaan.
c) Penganggaran belanja barang pakai habis disesuaikan dengan
kebutuhan nyata yang didasarkan atas pelaksanaan tugas dan fungsi
SKPD, jumlah pegawai dan volume pekerjaan serta
memperhitungkan sisa persediaan barang Tahun Anggaran yang
lalu.
d) Penganggaran untuk pengadaan barang (termasuk berupa asset
tetap) yang akan diserahkan kepada pihak ke tiga/masyarakat pada
tahun anggaran berkenaan, dianggarkan pada jenis belanja barang
dan jasa. Belanja barang/jasa yang akan diserahkan kepada pihak
ketiga/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan dimaksud
dianggarkan sebesar harga beli/bangun barang/jasa yang akan
diserahkan kepada pihak ke tiga / masyarakat ditambah seluruh
belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan barang/jasa
sampai siap diserahkan.

74 | P a g e
e) Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam rangka kunjungan
kerja dan studi banding, baik perjalanan dinas dalam negeri maupun
perjalanan dinas luar negeri, dilakukan secara selektif, frekuensi dan
jumlah harinya dibatasi serta memperhatikan target kinerja dari
perjalanan dinas dimaksud sehingga relevan dengan substansi
kebijakan pemerintah daerah, kecuali untuk kegiatan yang sangat
penting, mendesak dan sangat diperlukan dan dapat memberikan
manfaat yang lebih besar bagi masyarakat di Kabupaten Nduga.
Hasil kunjungan kerja dan studi banding dilaporkan sesuai peraturan
perundang-undangan.
Khusus penganggaran perjalanan dinas luar negeri berpedoman
pada Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2005 tentang perjalanan
dinas luar negeri dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11
Tahun 2011 tentang Pedoman Perjalanan Dinas Ke Luar Negeri Bagi
Pejabat/Pegawai di lingkungan Kementerian Dalam Negeri,
Pemerintah Daerah, dan Pimpinan serta Anggota DPRD.
f) Penganggaran untuk menghadiri pendidikan dan pelatihan,
bimbingan teknis atau sejenisnya yang terkait dengan
pengembangan sumber daya manusia Pimpinan dan Anggota DPRD
serta pejabat/staf pemerintah daerah, yang tempat
penyelenggaraannya diluar daerah harus dilakukan sangat dengan
mempertimbangkan aspek-aspek urgensi dan kompetensi serta
manfaat yang akan diperoleh dari kehadiran dalam pendidikan dan
pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya guna pencapaian
efektifitas penggunaan anggaran daerah. Dalam rangka orientasi dan
pendalaman tugas Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi dan DPRD
agar berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57
Tahun 2011 tentang Pedoman Orientasi dan Pendalaman Tugas
Anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
g) Penganggaran untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, bimbingan
teknis atau sejenisnya yang terkait dengan pengembangan sumber
daya manusia hanya diperkenankan untuk pelatihan yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah atau lembaga non pemerintah
yang bekerjasama dan telah mendapat akreditasi dari Instansi
Pembina (Lembaga Administrasi Negara), sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan
Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
h) Penganggaran untuk penyelenggaraan kegiatan rapat, pendidikan
dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya diprioritaskan untuk
75 | P a g e
menggunakan fasilitas aset daerah, seperti ruang rapat atau aula
yang sudah tersedia milik pemerintah daerah.
i) Dalam merencanakan kebutuhan barang, Kepala SKPD agar
menggunakan daftar inventaris barang milik SKPD dan standar
penggunaan barang sebagai dasar perencanaan sesuai dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang
Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Daerah.
j) Penganggaran belanja untuk penggunaan energi agar mempedomani
Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penghematan
Energi.
k) Untuk meningkatkan dan memberdayakan kegiatan perekonomian
daerah, perencanaan barang dan jasa agar mengutamakan hasil
produksi dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan
daerah dengan memperhatikan kemampuan / potensi daerah,
teknologi terapan lokal / daerah.
l) Penganggaran uang untuk diberikan kepada pihak ketiga/masyarakat
hanya diperkenankan untuk penganggaran hadiah pada kegiatan
yang bersifat perlombaan atau penghargaan atas suatu prestasi.

4) Belanja Modal
a) Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam
rangka pembelian / pengadaan atau pembangunan aset tetap yang
digunakan dalam kegiatan pemerintahan seperti dalam bentuk tanah,
peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan
jaringan serta aset tetap lainnya yang memiliki kriteria sebagai berikut
:
- Masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan.
- Merupakan objek pemeliharaan.
- Nilainya material.
b) Jumlah belanja modal yang dialokasikan dalam APBD sekurang-
kurangnya 29 persen dari belanja daerah sesuai amanat Peraturan
Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2010-2014.
c) Penganggaran untuk pengadaan kebutuhan barang milik daerah,
menggunakan dasar perencanaan kebutuhan barang milik daerah
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik
Daerah dan memperhatikan standar barang berdasarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi
Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Daerah, sebagaimana
76 | P a g e
diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun
2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 7 Tahun 2006. Khusus penganggaran untuk pembangunan
gedung dan bangunan milik daerah memperhatikan Peraturan
Presiden Nomor 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan
Gedung Negara.
d) Terhadap kegiatan pembangunan yang bersifat fisik, proporsi belanja
modal harus lebih besar dibandingkan dengan belanja pegawai dan
belanja barang dan jasa. Belanja umum administrasi pada kegiatan
pembangunan fisik tersebut berupa alat tulis kantor diupayakan
paling tinggi sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah), sedangkan
perjalanan dinas dalam rangka koordinasi dan konsultasi tidak
diperkenankan kecuali untuk kegiatan yang dalam pelaksanaannya
membutuhkan perjalanan dinas dan diperkenankan paling tinggi
hanya 2 kali untuk 2 orang sampai terwujudnya keluaran kegiatan.
e) Kegiatan Pelatihan atau sosialisasi yang diikuti oleh masyarakat
hanya diberikan penggantian biaya transportasi selama kegiatan
berlangsung dan dianggarkan pada rekening 5.2.2.08.01 Belanja
Sewa Sarana Mobilitas Darat. Sedangkan kegiatan pelatihan dan
sosialisasi yang diikuti oleh pegawai Pemerintah Kabupaten Nduga
tidak diberikan uang transport dan uang saku.
f) Kegiatan pengadaan software dalam rangka pengembangan sistem
informasi manajemen, dianggarkan pada belanja modal.
g) Belanja Perencanaan dan Pengawasan yang berkaitan langsung
dengan pekerjaan fisik, dianggarkan pada belanja modal.

c. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan disediakan untuk menganggarkan setiap penerimaan
yang perlu dibayar kembali dan / atau pengeluaran yang akan diterima
kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun –
tahun anggaran berikutnya.
1. Penerimaan Pembiayaan
a) Penganggaran Sisa Lebih Perhitungan Tahun Anggaran Sebelumnya
(SiLPA) harus didasarkan pada perhitungan yang cermat dan
rasional dengan mempertimbangkan perkiraan realiasasi anggaran
Tahun Anggaran 2013 dalam rangka menghindari kemungkinan
adanya pengeluaran pada Tahun Anggaran 2014 yang tidak dapat
didanai akibat tercapainya SiLPA yang direncanakan.

77 | P a g e
Selanjutnya SiLPA dimaksud harus diuraikan pada obyek dan rincian
obyek sumber SiLPA Tahun Anggaran 2013.
b) Dalam menetapkan anggaran penerimaan pembiayaan yang
bersumber dari pencairan dana cadangan, waktu pencairan dan
besarannya sesuai peraturan daerah tentang pembentukan dana
cadangan.
c) Pencairan dana cadangan digunakan untuk menganggarkan
sejumlah dana yang akan ditransfer dari rekening dana cadangan ke
rekening kas umum daerah dalam tahun anggaran 2014
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan daerah tentang
pembentukan dana cadangan.
d) Penerimaan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
digunakan untuk menganggarkan hasil penjualan kekayaan daerah
yang dipisahkan dapat berupa penjualan perusahaan milik daerah /
BUMD, penjualan kekayaan milik pemerintah daerah yang
dikerjasamakan dengan pihak ketiga atau hasil divestasi penyertaan
modal pemerintah daerah.
e) Dalam rangka menutup defisit anggaran, pemerintah daerah dapat
melakukan pinjaman daerah, yang bersumber dari pemerintah,
pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan
bukan bank dan masyarakat (obligasi). Pinjaman daerah akan
menambah kekayaan daerah dan merupakan satu kesatuan siklus
pengelolaan keuangan daerah, yang dimulai dari penganggaran
dalam APBD. Penerimaan pinjaman daerah digunakan untuk
menganggarkan semua transaksi yang mengakibatkan daerah
menerima sejumlah uang dari pihak lain (termasuk obligasi) sehingga
daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar
kembali.Penerimaan pinjaman daerah yang dianggarkan disesuaikan
dengan rencana penarikan pinjaman dalam tahun anggaran 2014
disesuaikan dengan perjanjian pinjaman.
f) Penerimaan kembali pemberian pinjaman digunakan untuk
menganggarkan posisi penerimaan kembali pinjaman yang diberikan
kepada pemerintah pusat dan / atau pemerintah daerah lainnya.
g) Penerimaan piutang digunakan untuk menganggarkan penerimaan
yang bersumber dari pelunasan piutang pihak ketiga, seperti berupa
penerimaan piutang daerah dari pendapatan daerah, pemerintah,
pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan
bukan bank dan penerimaan piutang lainnya.

78 | P a g e
h) Penerimaan penyertaan modal daerah digunakan untuk
menganggarkan penerimaan yang bersumber dari penyertaan modal
yang diterima kembali.
i) Penerimaan kembali dana bergulir dianggarkan dalam APBD pada
akun pembiayaan, kelompok penerimaan pembiayaan daerah, jenis
penerimaan kembali investasi pemerintah daerah, objek dana
bergulir dan rincian objek dana bergulir dari kelompok masyarakat
penerima.

2. Pengeluaran Pembiayaan
a) Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, pemerintah daerah dapat
menganggarkan investasi jangka panjang non permanen dalam
bentuk dana bergulir sesuai Pasal 118 ayat (3) Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
Penganggaran dana bergulir dalam APBD pada akun pembiayaan,
kelompok pengeluaran pembiayaan daerah, jenis penyertaan
modal/investasi pemerintah daerah, objek dana bergulir dan rincian
objek dana bergulir kepada kelompok masyarakat penerima.
b) Penyertaan modal pemerintah daerah pada badan usaha milik
negara/daerah dan/atau badan usaha lainnya ditetapkan dengan
peraturan daerah tentang penyertaan modal. Penyertaan modal
dalam rangka pemenuhan kewajiban yang telah tercantum dalam
peraturan daerah penyertaan modal pada tahun sebelumnya, tidak
perlu diterbitkan peraturan daerah tersendiri sepanjang jumlah
anggaran penyertaan modal tersebut belum melebihi jumlah
penyertaan modal yang telah ditetapkan pada peraturan daerah
tentang penyertaan modal. Dalam hal pemerintah daerah akan
menambah jumlah penyertaan modal melebihi jumlah penyertaan
modal yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang
penyertaan modal, pemerintah daerah melakukan perubahan
peraturan daerah tentang penyertaan modal tersebut.
c) Pemerintah daerah dapat menambah modal yang disetor dan / atau
melakukan penambahan penyertaan modal pada Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) untuk memperkuat struktur permodalan, sehingga
BUMD dimaksud dapat lebih berkompetisi, tumbuh dan berkembang.
Khusus untuk BUMD sektor perbankan, pemerintah daerah dapat
melakukan penambahan penyertaan modal dimaksud guna
memenuhi Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagaimana
dipersyaratkan oleh Bank Indonesia.
79 | P a g e
d) Dalam rangka meningkatkan akses pembiayaan bagi Usaha
Masyarakat Kecil dan Menengah (UMKM), pemerintah daerah dapat
melakukan penyertaan modal kepada bank perkreditan rakyat milik
pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
e) Dalam rangka penguatan struktur permodalan Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM), bagian laba bersih PDAM yang layanannya
belum mencapai 80% (delapan puluh persen) dari jumlah penduduk
yang menjadi cakupan pelayanan PDAM harus diinvestasikan
kembali untuk penambahan, peningkatan, perluasan prasarana dan
sarana system penyediaan air minum baik fisik maupun non fisik
serta peningkatan kualitas dan pengembangan cakupan pelayanan.
Selain itu, pemerintah daerah dapat melakukan penambahan
penyertaan modal guna meningkatkan kualitas, kuantitas dan
kapasitas pelayanan air minum kepada masyarakat, agar percepatan
pemenuhan target pelayanan air perpipaan diwilayah perkotaan 80%
(delapan puluh persen) dan wilayah perdesaan sebanyak 60% (enam
puluh persen) sesuai target millennium Development Goal’s (MDG’s)
tahun 2015 dapat segera tercapai.
f) Untuk menganggarkan dana cadangan, pemerintah daerah harus
menetapkan terlebih dahulu peraturan daerah tentang pembentukan
dana cadangan yang mengatur tujuan pembentukan dana cadangan,
program kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan, besaran
dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan.
g) Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran
sebagaimana diamanatkan Pasal 28 ayat (5) Peraturan Pemerintah
Nomor 58 tahun 2005 dan Pasal 61 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
h) Jumlah pembayaran pokok utang digunakan untuk menganggarkan
sejumlah dana guna melunasi pembayaran seluruh kewajiban pokok
yang jatuh tempo dalam tahun anggaran 2014 termasuk tunggakan,
atas pinjaman-pinjaman daerah yang dilakukan dalam tahun-tahun
anggaran sebelumnya sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati.

80 | P a g e
i) Pemberian pinjaman daerah digunakan untuk menganggarkan
pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan / atau
pemerintah daerah lainnya.

3. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) Tahun Berkenaan


a. Pemerintah Daerah Sisa Lebih Pembiayaan (SILPA) Tahun Anggaran
2014 bersaldo nihil.
b. Dalam hal perhitungan penyusunan Rancangan APBD menghasilkan
SILPA Tahun Berjalan positif, pemerintah daerah harus
memanfaatkannya untuk penambahan program dan kegiatan prioritas
yang dibutuhkan, volume program dan kegiatan yang telah
dianggarkan, dan/atau pengeluaran pembiayaan.
c. Dalam hal perhitungan SILPA Tahun Berjalan negatif, pemerintah
daerah melakukan pengurangan bahkan penghapusan pengeluaran
pembiayaan yang bukan merupakan kewajiban daerah, pengurangan
program dan kegiatan yang kurang prioritas dan / atau pengurangan
volume program dan kegiatannya.

81 | P a g e
III. TABEL HARGA SATUAN
1. Pemberian honorarium bagi Pengelola Keuangan SKPD didasarkan pada ketentuan
biaya tertinggi sebagaimana tabel 1 berikut ini.

Tabel 1
HARGA SATUAN BIAYA TERTINGGI HONORARIUM PEJABAT /
PENGELOLA KEUANGAN SKPD PER BULAN
TAHUN ANGGARAN 2014

NO URAIAN UPAH/BULAN
01 02 03
1. Bendahara Pengeluaran 1.000.000
2. Bendahara Penerimaan 1.000.000
3. Pengurus Barang 500.000
4. Penyimpan Barang 500.000
5. Bendahara Pengeluaran Pembantu 500.000
6. Pembantu Bendahara 500.000

Honor tersebut di atas dianggarkan pada belanja tidak langsung sebagai tambahan
penghasilan berdasarkan beban kerja.

82 | P a g e
2. Pemberian honorarium/tenaga harian besarannya didasarkan pada Keputusan Bupati
Nduga sebagaimana pada tabel berikut.

Tabel 2
HARGA SATUAN BIAYA TERTINGGI UPAH / PENGHASILAN
UNTUK TENAGA HARIAN / HONORER
TAHUN ANGGARAN 2014

NO URAIAN UPAH/BULAN

01 02 03

1. Sarjana (S1) 3.000.000

2. Diploma / Sarjana Muda 2.625.000

3. Sekolah Menengah Umum / Kejuruan (SMU / SMK) 2.500.000

4. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 2.000.000

5. Sekolah Dasar (SD) 1.500.000

Pemberian honor tersebut di atas diperuntukan bagi tenaga harian / pegawai honorer
yang diangkat/ditetapkan dengan Keputusan Bupati Nduga, dan hanya dapat
dianggarkan pada kegiatan penyediaan jasa surat menyurat.

3. Besaran biaya untuk uang harian/lumpsum perjalanan dinas dalam negeri diuraikan
pada tabel berikut :

83 | P a g e
HARGA SATUAN BIAYA TERTINGGI
UANG HARIAN/LUMPSUM TAHUN ANGGARAN 2014
No Uraian Tingkat Biaya / Golongan
A / IV B / III C / II D/I
I Keluar Wilayah Provinsi Papua 1.500.000 1.300.000 1.150.000 950.000
a. Penginapan dan Makan 700.000 550.000 450.000 350.000
b. Angkutan Setempat 300.000 300.000 300.000 300.000
c. Uang Saku 500.000 450.000 400.000 300.000
II Keluar Kabupaten Nduga 1.150.000 850.000 700.000 550.000
a. Penginapan dan Makan 650.000 400.000 300.000 200.000
b. Angkutan Setempat 200.000 200.000 200.000 200.000
c. Uang Saku 300.000 250.000 200.000 150.000
IV Dalam Kabupaten
1. Distrik Kenyam, Mapenduma 800.000 600.000 400.000 250.000
Gearek, Wosak, Mbua, Jigi,
Mugi, dan Geselma
V Representatif
LEGISLATIF
Ketua DPR 3.000.000
Wakil Ketua DPR 2.500.000
Anggota 2.000.000
EKSEKUTIF
Bupati 5.000.000
Wakil Bupati 4.000.000
PNS 2.000.000 1.500.000
LUMSUM DALAM DAERAH Disesuaikan dengan jumlah hari kegiatan (RDG)
LUMSUM KELUAR DAERAH ditambah 1 Hari sebelum dan 1 Hari sesudah
kegiatan

Catatan :
1) Khusus untuk Pejabat Negara : Bupati, Wakil Bupati, Ketua DPRD, Wakil Ketua DPRD
dan Anggota pembayaran lumsump disamakan dengan PNS Gol. IV.
2) Perjalanan Luar Negeri disesuaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor
100/PMK.02/2010 tanggal tentang Standar Biaya umumTahun
Anggaran 20122006.

84 | P a g e
HARGA TIKET PESAWAT PULANG PERGI (PP) TAHUN ANGGARAN 2014
TUJUAN
N ASAL DISTRIK WAMENA JPR MKS,ABN, JKT,SBY KET.
o (DALAM YAHOKIMO MND
KABUPATEN) TIMIKA

1 KENYA 30.000.000,- 7.000.000,- 8.500.000,- 11.500.000,- 14.500.000,-


M

4. Besaran biaya untuk uang/penghasilan lembur diuraikan pada table berikut :

HARGA SATUAN BIAYA TERTINGGI


UPAH/PENGHASILAN LEMBUR TAHUN ANGGARAN 2014
No Tingkat Pendidikan Jumlah Penghasilan/ Jam (OJ)
(Rp.)
1 2 3
1. Sarjana (S1) 15.000,-
2. Sarjana Muda (S0) 15.000.,-
3. SMU 15.000.,-
4. SLTP 15.000.,-
5. SD 10.000.,-
6 Tenaga Non Skil 10.000.,-

5. Besaran biaya untuk upah/penghasilan tenaga konsultasi (spesialis/khusus) diuraikan


pada table berikut :

HARGA SATUAN BIAYA TERTINGGI


UPAH/PENGHASILAN TENAGA KONSULTASI (SPESIALIS / KHUSUS)
TAHUN ANGGARAN 2012
No Tingkat Pendidikan Jumlah Penghasilan/Konsultasi/jam Keterangan
(OH)(Rp.)
1 2 3 4
1 TenagaAhli 10.000.000 Konsultasi
2 Tutor (DR. Prof.) 500.000. Jam
3 Tutor (S1,S2) 200.000 Jam
6. Besaran biaya untuk upah/Honorarium Pejabat/Panitia Pengadaan Barang Dan Jasa
dapat dikelompokkan menjadi berapa bagian seperti pada table berikut :

HONOR PANITIA PENGADAAN BARANG DAN MODAL (KONSTRUKSI)

No Jabatan 50 jt >100 jt >250 jt >500 jt >1M > 2,5 M >5M > 10 M > 50 M
s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d
85 | P a g e
100 jt 250 jt 500 jt 1M 2,5 M 5M 10 M 50 M 100 M
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Ketua 350.000 500.000 575.000 650.000 725.000 800.000 875.000 1.025.000 1.250.000
2 Sekretaris 300.000 450.000 550.000 600.000 675.000 750.000 825.000 975.000 1.200.000
3 Anggota 250.000 400.000 525.000 550.000 625.000 700.000 775.000 925.000 1.150.000

HONOR PANITIA PENGADAAN BARANG (NON KONSTRUKSI)


50 jt >100 jt >250 jt >500 jt >1M > 2,5 M >5M > 10 M > 50
No Jabatan s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d
100 jt 250 jt 500 jt 1M 2,5 M 5M 10 M 50 M 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Ketua 275.000 330.000 440.000 500.000 550.000 600.000 670.000 775.000 950.
2 Sekretaris 250.000 305.000 425.000 475.000 525.000 575.000 645.000 750.000 925.
3 Anggota 225.000 280.000 390.000 450.000 500.000 550.000 620.000 725.000 900.

HONOR PANITIA PENGADAAN JASA (NON KONSTRUKSI)

50 jt >100 jt >250 jt >500 jt >1M > 2,5 M >5M > 10 M > 50 M


No Jabatan s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d
100 jt 250 jt 500 jt 1M 2,5 M 5M 10 M 50 M 100 M
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Ketua 250.000 350.000 450.000 550.000 550.000 600.000 700.000 800.000 850.000
2 Sekretaris 225.000 325.000 425.000 475.000 525.000 575.000 675.000 775.000 825.000
3 Anggota 200.000 300.000 400.000 450.000 500.000 550.000 650.000 750.000 800.000

86 | P a g e
HONOR PANITIA PEMERIKSA / PENERIMA BARANG/JASA PER PAKET

Pengadaan Barang
50 jt
No Jabatan s/d >500 jt - - - - - - -
500 jt
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Ketua 250.000 350.000
2 Sekretaris 225.000 325.000
3 Anggota 200.000 300.000

Jasa Konsultasi
50 jt
No Jabatan s/d >200 jt - - - - - - -
200 jt
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Ketua 250.000 350.000
2 Sekretaris 225.000 325.000
3 Anggota 200.000 300.000

5 jt >50 jt >250 jt >500 jt >1M > 2,5 M >5M > 10 M > 50 M


Jabata
No s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d s/d
n
50 jt 250 jt 500 jt 1M 2,5 M 5M 10 M 50 M 100 M
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Pejabat 200.000 225.000 250.000 275.000 300.000 325.000 350.000 375.000 400.000
HONOR PEJABAT PENGADAAN BARANG DAN JASA

Honor Kegiatan Penelitian


a. Koordinator Peneliti Rp.300.000,- orang/bulan
b. Sekretariat Penelitian Rp.200.000,- orang/bulan
c. Peneliti Utama (Maksimum 4 jam/hari) Rp.27.500 orang/jam
d. Peneliti Data (Maksimum 4 jam/hari) Rp.22.000 orang/jam
e. Pengolah Data Rp.950.000,- orang/penelitian
f. Pembantu Peneliti Rp.15.000 orang/jam
g. Petugas Survey Rp.5.000 orang/responden
h. Pembantu Lapangan Rp.50.000 orang/hari

87 | P a g e
IV. PENYUSUNAN ANGGARAN KAS
Setiap SKPD yang telah menyusun RKA – SKPD dan telah dibahas bersama Tim
Anggaran Pemerintah Daerah, diwajibkan untuk menyusun anggaran kas baik untuk
belanja tidak langsung maupun belanja langsung yang disesuaikan dengan rencana
pelaksanaan setiap kegiatan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Anggaran Kas adalah :
1. Program/Kegiatan yang dibiayai dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum dalam penyusunan Anggaran Kas disesuaikan dengan kebutuhan
kegiatan berkenaan dan atau langsung dibagi duabelas bulan.
2. Program/Kegiatan yang dibiayai dari Dana Otonomi Khusus dalam rangka OTSUS
Provinsi Papua dalam penyusunan Anggaran Kas disesuaikan dengan tahapan
pencairan dana berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 06/PMK.07/2012
tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah,
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Tahap I sebesar 30 % pada bulan Maret dari pagu alokasi.
b. Tahap II sebesar 45 % pada bulan Juli dari pagu alokasi.
c. Tahap III sebesar 25 % pada bulan Oktober dari pagu alokasi.

V. HAL-HAL KHUSUS LAINNYA.


1. PROGRAM DAN KEGIATAN PADA SETIAP SKPD
a. PROGRAM PELAYANAN ADMINISTRASI PERKANTORAN
1) Penyediaan Jasa Surat Menyurat
Kegiatan ini disediakan untuk penganggaran belanja yang berkaitan dengan
kegiatan rutin surat menyurat SKPD, seperti belanja perangko, meterai dan
benda pos lainnya, belanja paket dan pengiriman.Dalam kegiatan ini dapat
pula dianggarkan honor pegawai harian tetap / tidak tetap yang
diangkat/ditetapkan berdasarkan Keputusan Bupati Papua.
2) Penyediaan Jasa Komunikasi, Sumber Daya Air dan Listrik
Kegiatan ini disediakan untuk penganggaran belanja langganan telepon /
faksimili kantor, listrik kantor, air kantor dan pembelian BBM untuk
kebutuhan diesel (penerangan ruang) kantor dan rumah jabatan Bupati,
Wakil Bupati dan Sekretaris Daerah.
3) Penyediaan Jasa Peralatan dan Perlengkapan Kantor
Kegiatan ini tidak dipergunakan dalam tahun anggaran 2014.
4) Penyediaan Jasa Jaminan Pemeliharaan Kesehatan PNS
Kegiatan ini disediakan untuk penganggaran belanja premi kesehatan Bupati
dan Wakil Bupati, Pimpinan dan Anggota DPRD, Pimpinan , dapat pula
digunakan untuk penganggaran pembelian obat-obatan dan jasa medik bagi
SKPD yang memiliki Poliklinik.

88 | P a g e
5) Penyediaan Jasa Jaminan Barang Milik Daerah
Kegiatan ini digunakan untuk penganggaran premi asuransi kekayaan milik
daerah sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku.
6) Penyediaan Jasa Pemeliharaan dan Perizinan Kendaraan Dinas /
Operasional.
Kegiatan ini digunakan untuk penganggaran KIR dan pengurusan STNK
kendaraan dinas, sedangkan biaya service, suku cadang dan yang lainnya
dianggarkan pada Progam Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur -
Kegiatan Pemeliharaan Kendaraan Dinas / Operasional.
7) Penyediaan Jasa Administrasi Keuangan
Kegiatan ini tidak dipergunakan dalam tahun anggaran 2014.
8) Penyediaan Jasa Kebersihan Kantor
Kegiatan ini disediakan untuk penganggaran belanja bahan kebersihan
kantor dan alat kebersihan, dapat pula digunakan untuk menganggarkan
cleaning service yang dilaksanakan oleh pihak ketiga.
9) Penyediaan Jasa Perbaikan Peralatan Kerja
Disediakan untuk penganggaran upah atau ongkos perbaikan peralatan
kerja.
10) Penyediaan Alat Tulis Kantor
Kegiatan ini digunakan untuk penganggaran belanja alat tulis kebutuhan
kantor.
11) Penyediaan Barang Cetakan dan Penggandaan
Kegiatan ini digunakan untuk penganggaran belanja barang-barang cetakan
keperluan kantor, penggandaan dokumen / foto copy dan penjilidan.
12) Penyediaan , Komponen Instalasi Listrik / Penerangan Bangunan Kantor
Kegiatan ini digunakan untuk penganggaran belanja bahan atau peralatan
yang berkaitan dengan instalasi listrik / alat penerang kantor, Rumah
Jabatan Bupati, Wakil Bupati dan Sekretaris Daerah.
13) Penyediaan Peralatan dan Perlengkapan Kantor.
Kegiatan ini tidak dipergunakan dalam tahun anggaran 2014. Untuk
kebutuhan peralatan kantor dan perlengkapan kantor diakomodasi dalam
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur – Kegiatan
Pengadaan Perlengkapan dan Kegiatan Pengadaan Peralatan.
14) Penyediaan Peralatan Rumah Tangga.
Kegiatan ini disediakan untuk penganggaran barang-barang rumah tangga
yang dipergunakan untuk kantor seperti belanja modal peralatan dapur.

89 | P a g e
15) Penyediaan Bahan Bacaan dan Peraturan Perundang-undangan
Kegiatan ini digunakan untuk penganggaran kebutuhan bahan bacaan untuk
kantor. Belanja yang terkait dengan kegiatan ini seperti belanja surat kabar /
majalah dan belanja modal pengadaan buku / kepustakaan
16) Penyediaan Bahan Logistik Kantor
Kegiatan ini digunakan untuk penganggaran biaya angkut bahan logistik.
17) Penyediaan Makanan dan Minuman
Kegiatan ini digunakan untuk penganggaran makanan dan minuman
kegiatan, makanan dan minuman tamu kantor serta makanan dan minuman
rapat.
18) Rapat-rapat Koordinasi dan Konsultasi ke Luar Daerah
Kegiatan ini digunakan untuk penganggaran biaya perjalanan dinas dalam
dan luar daerah dalam rangka rapat koordinasi dan konsultasi dan
peruntukannya bukan hanya untuk Pimpinan SKPD.
19) Penyediaan Jasa Pengamanan Kantor
Kegiatan ini digunakan untuk penganggaran honor petugas / penjaga
keamanan kantor dan rumah jabatan.

b. PROGRAM PENINGKATAN SARANA DAN PRASARANA APARATUR


a. Pembangunan Rumah Jabatan
b. Pembangunan Rumah Dinas
c. Pembangunan Gedung Kantor
d. Pengadaan Mobil Jabatan
e. Pengadaan Kendaraan Dinas / Operasional
Untuk Pengadaan Kendaraan Dinas / Operasional tidak diperkenankan
dalam Tahun Anggaran 2014
f. Pengadaan Perlengkapan Rumah Jabatan / Dinas
g. Pengadaan Perlengkapan Gedung Kantor
h. Pengadaan Peralatan Rumah Jabatan / Dinas
i. Pengadaan Peralatan Kantor
Untuk Pengadaan Komputer / Laptop / Note Book / Ipad dan sejenisnya, tidak
diperkenankan dalam Tahun Anggaran 2014
j. Pengadaan Mebeleur
k. Pemeliharaan Rutin / Berkala Rumah Jabatan
l. Pemeriharaan Rutin / Berkala Rumah Dinas
m. Pemeliharaan Rutin / Berkala Gedung Kantor
n. Pemeliharaan Rutin / Berkala Mobil Jabatan
o. Pemeliharaan Rutin / Berkala Kendaraan Dinas / Operasional
p. Pemeliharaan Rutin / Berkala Perlengkapan Rumah Jabatan / Dinas

90 | P a g e
q. Pemeliharaan Rutin / Berkala Perlengkapan Gedung Kantor
r. Pemeliharaan Rutin / Berkala Peralatan Rumah Jabatan / Dinas
s. Pemeliharaan Rutin / Berkala Peralatan Gedung Kantor
t. Pemeliharaan Rutin / Berkala Mebeleur
u. Rehabilitasi Sedang / Berat Rumah Jabatan
v. Rehabilitasi Sedang / Berat Rumah Dinas
w. Rehabilitasi Sedang / Berat Gedung Kantor
x. Rehabilitasi Sedang / Berat Mobil Jabatan
y. Rehabilitasi Sedang / Berat Kendaraan Dinas / Operasional.

Kegiatan Pengadaan Peralatan dipergunakan untuk menganggarkan


peralatan yang digunakan langsung dalam melaksanakan tugas rutin, antara lain :
Komputer, printer, dan lainnya yang sejenis, sedangkan untuk kegiatan
pengadaan perlengkapan kantor dipergunakan untuk menganggarkan
perlengkapan yang sifatnya menunjang tugas rutin, antara lain: kulkas, televisi,
kipas angin, air condition (AC) dan lainnya yang sejenis.
Setiap SKPD yang akan merencanakan kegiatan dalam program peningkatan
sarana dan prasarana aparatur DIHARUSKAN melampirkan daftar aset yang
dimiliki dan / atau dikuasai untuk posisi per 30 Juni 2013. Daftar aset dimaksud
dibuat sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007.

c. PROGRAM PENINGKATAN DISIPLIN APARATUR


1) Pengadaan Mesin / Kartu Absensi
Kegiatan ini tidak dipergunakan dalam tahun anggaran 2014.
2) Pengadaan Pakaian Dinas Beserta Perlengkapannya
Kegiatan ini digunakan untuk menganggarkan belanja pengadaan pakaian
dinas pegawai, seperti pakaian keki, seragam hansip dan lain-lain.
3) Pengadaan Pakaian Kerja Lapangan
Kegiatan ini digunakan untuk menganggarkan belanja pengadaan pakaian
kerja lapangan seperti, pakaian untuk petugas laboratorium, pakaian
petugas pemadam kebakaran, pakaian petugas medik dan paramedik,
pakaian petugas bengkel dan lain sebagainya.
4) Pengadaan Pakaian Korpri.
Kegiatan ini digunakan untuk menganggarkan belanja pengadaan pakaian
KORPRI bagi SKPD dan tidak terus menerus dianggarkan setiap tahun,
disesuaikan dengan kebutuhan dan mempertimbangkan kemampuan
keuangan daerah.
5) Pengadaan Pakaian Dinas Hari-Hari Tertentu.
Kegiatan ini digunakan untuk menganggarkan belanja pengadaan pakaian
dinas hari-hari tertentu seperti pakaian batik tradisional.

91 | P a g e
d. PROGRAM FASILITAS PINDAH / PURNA TUGAS PNS.
Program ini hanya digunakan oleh SKPD – Sekretariat Daerah Kabupaten
Nduga, yaitu untuk menganggarkan biaya pindah tugas pegawai di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Nduga dan tidak diperkenankan menganggarkan biaya
purna tugas PNS.

e. PROGRAM PENINGKATAN KAPASITAS SUMBER DAYA APARATUR


1) Pendidikan dan Pelatihan Formal
Kegiatan ini digunakan untuk menganggarkan belanja yang berkaitan
dengan pendidikan dan pelatihan pegawai, baik diklat penjenjangan /
pengembangan karir maupun diklat yang bersifat peningkatan pengetahuan,
kemampuan dan ketrampilan, dan dirinci menurut jenis belanja yang
dibutuhkan.Bagi SKPD yang dalam tahun anggaran 2014 melakukan
kegiatan dimaksud lebih dari 1 (satu) kali agar diuraikan dalam rincian obyek
belanja.
Biaya pendidikan kepemimpinan yang diselenggarakan di luar daerah untuk
Diklat PIM II sebesar Rp35.000.000,- , PIM III sebesar Rp25.000.000,- dan
PIM IV sebesar Rp20.000.000,- termasuk biaya ladies program. Biaya
pelaksanaan Diklat Kepemimpinan yang diselenggarakan di Kabupaten
Nduga disesuaikan dengan Surat Edaran Bupati Nduga.
2) Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan
Kegiatan ini digunakan untuk menganggarkan belanja yang berkaitan
dengan sosialisasi peraturan perundangan – undangan, baik peraturan yang
bersumber dari Pemerintah Pusat maupun yang bersumber dari Pemerintah
Daerah. Bagi SKPD yang dalam tahun anggaran 2014 melakukan kegiatan
dimaksud lebih dari 1 (satu) kali agar diuraikan dalam rincian obyek belanja.
3) Bimbingan Teknis Implementasi Peraturan Perundang-undangan.
Kegiatan ini digunakan untuk menganggarkan belanja yang berkaitan
dengan bimbingan teknis (pendampingan) implementasi peraturan
perundangan-undangan yang berlaku. Bagi SKPD yang dalam tahun
anggaran 2014 melakukan kegiatan dimaksud lebih dari 1 (satu) kali agar
diuraikan dalam rincian obyek belanja.

f. PROGRAM PENINGKATAN PENGEMBANGAN SISTEM PELAPORAN


CAPAIAN KINERJA KEUANGAN
1) Penyusunan Laporan Capaian Kinerja dan Ikhtisar Realisasi Kinerja SKPD
Kegiatan ini digunakan untuk menganggarkan belanja yang berkaitan
dengan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) dan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD).
2) Penyusunan Laporan Keuangan Semesteran

92 | P a g e
Kegiatan ini digunakan untuk menganggarkan belanja yang berkaitan
dengan penyusunan Laporan Keuangan Semesteran dan penyusunan
Laporan Prognosis Realisasi Anggaran.
3) Penyusunan Laporan Prognosis Realisasi Anggaran
Kegiatan ini tidak digunakan dalam tahun anggaran 2014.
4) Penyusunan Pelaporan Keuangan Akhir Tahun
Kegiatan ini digunakan untuk menganggarkan belanja yang berkaitan
dengan penyusunan Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2013.
5) Penyusunan Renja, RKA dan DPPA.
Kegiatan ini digunakan untuk menganggarkan belanja yang berkaitan
dengan penyusunan Rencana Kerja (Renja) / Rencana Kerja Tahunan
(RKT), Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Perubahan
Pelaksanaan Anggaran (DPPA).

g. PROGRAM DAN KEGIATAN MENURUT URUSAN WAJIB DAN PILIHAN.


Program dan kegiatan ini digunakan untuk penganggaran biaya-biaya yang
dibutuhkan untuk melaksanakan program dan kegiatan dan atau yang berkaitan
langsung dengan program dan kegiatan. Program dan kegiatan yang belanjanya
dianggarkan dalam RKA-SKPD tahun 2014 harus sesuai dengan Visi dan Misi
Bupati Nduga, Tugas Pokok dan Fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Nduga
dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Nduga Tahun 2014.

Dalam rangka optimalisasi pencapaian program dan kegiatan, setiap SKPD


TIDAK DIPERBOLEHKAN menganggarkan:
1) Belanja perjalanan dinas dalam daerah dan luar daerah dalam rangka
koordinasi dan konsultasi kegiatan.
2) Belanja modal pengadaan tanah.
3) Belanja modal alat-alat berat.
4) Belanja modal pengadaan perlengkapan kantor.
5) Belanja modal pengadaan peralatan kantor.
6) Belanja modal pengadaan alat-alat angkutan darat, air dan udara untuk
keperluan kantor.

Jenis belanja tersebut di atas, hanya dapat dianggarkan pada 6 program dan
kegiatan yang ada pada setiap SKPD.

93 | P a g e
2. KODE REKENING BELANJA DAERAH
Pada penyusunan RKA-SKPD Tahun Anggaran 2014 terdapat Kode Rekening
Belanja mengalami perubahan :
N
Kode Rekening URAIAN
o
1 2 Uang untuk diberikan kepada pihak ketiga /
5 2 2
4 5 masyarakat
2 0
5 2 2 Uang untuk diberikan kepada pihak ketiga
5 1
2 0
5 2 2 Uang untuk diberikan kepada masyarakat
5 2
Digunakan untuk menganggarkan Belanja Uang
untuk diberikan kepada pihak ketiga/masyarakat
berupa :
i. Pemberian hadiah lomba

VI. ALOKASI PLAFON ANGGARAN PER SKPD


Alokasi plafon anggaran per SKPD merupakan pagu indikatif untuk setiap SKPD, akan
disampaikan tersendiri untuk masing-masing SKPD setelah mendapat persetujuan dari
TAPD Kabupaten Nduga.

AN. BUPATI NDUGA


SEKRETARIS DAERAH

RAMSES TAMBUNAN, SIP


PEMBINA UTAMA MUDA
NIP. 19630203198601 1 006

94 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai