PENDAHULUAN
Perkembangan global dan era informasi memacu bangsa Indonesia untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, karena dengan sumber daya manusia yang berkualitas
merupakan
modal utama dalam pembangunan di segala bidang sehingga diharapkan bangsa Indonesia
dengan sumber daya manusianya dapat bersaing dengan bangsa lain yang lebih maju.
Dalam
mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pendidikan memiliki
peranan
yang sangat penting, yang diperlukan bagi pembangunan di segala bidang kehidupan
bangsa,
terutama pendidikan akan berpengaruh penting agar masayarakat Indonesia bisa
menjadi
manusia yang mampu menampilkan kemampuan dirinya, sebagai sosok manusia Indonesia
yang
tangguh, kreatif, mandiri, dan profesional di bidangnya. Dengan ketahan dan
kemandirian
seseorang diharapkan bangsa Indonesia mampu menghadapi tantangan global di segala
bidang.
Mereka diharapkan bisa (1) meningkatkan nilai tambah, (2) dapat mengarahkan
perubahan
struktur masyarakat ke arah yang positif, (3) bisa bersaing dalam era globalisasi,
dan (4) dapat
menghindari penjajahan dalam penguasaan Iptek.[2] Kesiapan tersebut merupakan salah
satu
wujud harapan yang ditekankan oleh para menteri pendidikan 9 negara berependuduk
terbesar di
New Delhi yang memuat enam peran pendidikan, yaitu :
(5) mempersiapkan tenaga kerja untuk pembangunan ekonomi, sehingga pendidikan perlu
dikaitkan dengan kebutuhan dunia kerja,
Hal ini merupakan tuntutan bagi kompetensi seseorang yang harus mereka
kuasai.
Negara-negara maju, seperti Amerika, Inggris, Australia, dan Selandia Baru telah
merumuskan
tujuh kompetensi yang diperlukan oleh dunia kerja. Kompetensi tersebut berupa :
Fenomena globalisai yang terjadi secara universal dan melanda segenap aspek
kehidupan
manusia , memaksa manusia berada pada suatu kondisi dimana tuntutan terhadap
perubahan di
berbagai bidang semakin meningkat. Perubahan lingkungan yang begitu cepat menuntut
kemajuan manusia dalam menangkap perubahan fenomena tersebut, serta menganalisisi
dampaknya terhadap organisasi. Perubahan tersebut terutam menyangkut peningkatan
pemenuhan kebutuhan manusia yang semankin kompleks dan kompetitif serta
bersinanggungan
langsung dengan keberadaaan sumber daya manusia (SDM).
Sumber daya manusia merupakan sumber daya terpenting yang dimiliki oleh
organisasi.
Imlpikasi dari keberadaan sumber daya manusia sebagai investasi yang terpenting,
maka hal
yang perlu dilakukan oleh organisasi adalah di bidang sumber daya manusia (Fathoni,
2006
:192). Keberadaan sumber daya manusia dalam organisasi, yang memiliki posisi yang
sangat
vital tersebut menggambarkan bahwa keberhasilan organisasi akan sangat ditentukan
oleh
kualiatan SDM di dalamnya.
Dari sisi organisasi, organisasi mempunyai peran yang cukup besar dalam
upaya
pengembangan SDM. Melalui perencanaan SDM jangka panjang focus perhatianya tidak
hanya
pada aspek kuantitas saja, tetapi juga pada aspek kualitas yang mencakup syarat
kompetensi yan
harus dimiliki oleh pegawai.
Dari sisi pegawai kemajuan seringkali menjadi obsesi semua pegawai, meski
realitanya
obsesi tersebut lebih menjadi pikiran pegawai pada umumnya/bawahan daripada
pimpinan
organisasi. Dalam konteks ini, pengembangan karir menjadi tanggungjawab kedua belah
pihak
(Ruky,2003:285). Meski dulu secara tradisional kebanyakan pengembangan karir
sebagai bagian
dari Pengembangan Sumber Daya Manusia di perusahaan, rumah sakit dan atau
organisasi masih
atas dasar kekeluargaan, kedekatan, persahabatan dan kepentingan pribadi. Belum
atas dasar
Konsep karir adalah konsep yang netral (tidak berkonotasi positif atau negatif).
Karena itu
karir ada yang baik, ada pula karir yang buruk. Ada perjalanan karir yang lambat,
ada pula yang
cepat. Tetapi, tentu saja semua orang mendambakan memiliki karir yang baik dan bila
mungkin
bergulir dengan cepat. Karir dapat diletakkan dalam konteks organisasi secara
formal, tetapi karir
dapat pula diletakkan dalam konteks yang lebih longgar dan tidak formal. Dalam
kaitan arti yang
terakhir ini, kita biasa mengatakan, misalnya, “karir si A sebagai pelukis cukup
baik” dan si B
mengakhiri karirnya di bidang politik secara baik”, dan sebagainya.
Perencanaan karir adalah perencanaan yang dilakukan baik oleh individu pegawai
maupun
oleh organisasi berkenaan dengan karir pegawai, terutama mengenai persiapan yang
harus
dipenuhi seorang pegawai untuk mencapai tujuan karir tertentu. Yang perlu
digarisbawahi,
perencanaan karir pegawai harus dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pegawai yang
bersangkutan dan organisasi. Jika tidak, maka perencanaan karir pegawai tidak akan
menghasilkan rencana yang baik dan realistis.
Rumah Sakit merupakan bagian integral dari sistem pelayanan yang diatur melalui
rencana
pengembangan kesehatan, tidak terlepas dari kebijkan pembangunan kesehatan secara
nasional.
Upaya mencapai pembangunan tersebut antara lain merupakan pengembangan karir
seperti yang
di bahas di atas, bahkan sebuah organisasi dan seorang karyawan perlu melakukan
pengembangan karir.
Dari pembahasaan latar belakang di atas, diketahui bahwa sebuah Rumah Sakit
dibutuhkan
sumber daya manusia yang professional. Tapi tidak jarang penempatan karir seseorang
tidak
sesuai dengan kemampuannya. Sehingga permasalahan yang muncul di Rumah Sakit adalah
bagaimana mengembangkan karir dalam lingkungan yang begitu dinamis, sehingga
meminimalkan ketidaksesuaian penempatan peran, meningkatkan kompetensi dan
menempatkan
individu dalam posisi kunci. Kesalahan penempatan posisi dalam Rumah Sakit akan
berdampak
sangat buruk bagi citra Rumah Sakit itu sendiri, terlebih Rumah Sakit selalu
berhubungan
langsung dengan masyarakat luas dan memberikan pelayanan.
Menurut Deasler (dalam Preffer, 2002: 256) Perencanaan dan pengembangan karir
adalah proses
yang disengaja dimana dengan melalui seseorang menjadi sadar akan atribut – atribut
yang
berhubungan dengan karir personal dan serangkaian langkah sepanjang hidup yang
memberikan
sumbangan pada pemenuhan karir. Karir akan mendudukang efektifitas individu dan
organisasi
dalam mencapai tujuan.
Strategi perencanaan karir memungkinkan Rumah Sakit mengembangkan dan menempatkan
pegawai dalam jabatan – jabatan yang sesuai dengan minat, kebutuhan, dan tujuan
karirnya. Ada
berbagai faktor yang menyebabkan Rumah Sakit mengadakan perencanaan karirnya:
(Moekijat,
1995: 37)
1. Keinginan untuk mengembangkan dan mempromosikan pegawai dari dalam.
2. Kekurangan orang yang cakap yang dapat dipromosikan.
3. Keinginan untuk membantu perencanaan karir perseorangan.
4. Pernyataan minat pegawai yang besar.
5. Keinginan untuk meningkatkan produktivitas.
6. Tanggung jawab program tindakan yang menguatkan.
7. Perhatian terhadap pemindahan tenaga kerja.
8. Minat pribadi dari manajer – manajer unit.
Dari rumusan masalah di Rumah Sakit yang dibahas di atas, tujuannya akan
diberikan bagi
organisasi maupun bagi karyawan Rumah Sakit tersebut :
A. Bagi organisasi, pengembangan karir dapat :
1. Menjamin ketersediaan bakat yang diperlukan
2. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan
karyawan-
karyawan yang berkualitas
3. Menjamin agar kelompok-kelompok minoritas dan wanita mempunyai kesempatan
yang
sama untuk meningkatkan karir.
4. mengurangi frustasi karyawan
5. Mendorong adanya keanekaragaman budaya dalam sebuah organisasi
6. Meningkatkan nama baik organisasi.
Menurut Robbins (2001, p.140) komitmen pada organisasi merupakan suatu keadaan
dimana
seorang karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, serta berniat
memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.
“Organizational commitment is the collection of feelings and beliefs that people
have about their
organization as a whole”, level komitmen bisa dimulai darisangat tinggi sampai
sangat rendah,
orang-orang bisa mempunyai sikap tentang berbagai aspek organisasi mereka seperti
saat praktek
promosi organisasi, kualitas produk organisasi dan perbedaan budaya organisasi.
(Jenifer dan
Gareth, 2002, p. 76)
Komitmen organisasi mencerminkan bagaimana seorang individu mengidentifikasikan
dirinya
dengan organisasi dan terikat dengan tujuan-tujuannya. Para manajer disarankan
untuk
meningkatkan kepuasan kerja dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat komitmen yang
lebih
tinggi. Selanjutnya, komitmen yang lebih tinggi dapat mempermudah terwujudnya
produktivitas
yang lebih tinggi. (Kreitner dan Kinicki, 2003, p.274).
b. Continuance commitment involves commitment based on the costs that the employee
associates with leaving the organization.
Konsep side-bets orientation yang menekankan pada sumbangan seseorang yang
sewaktu-waktu dapat hilang jika orang itu meninggalkan organisasi. Tindakan
meninggalkan
organisasi menjadi sesuatu yang berresiko tinggi karena orang merasa takut akan
kehilangan
sumbangan yang mereka tanamkan pada organisasi itu dan menyadari bahwa mereka tak
mungkin mencari gantinya.
1. Komitmen internal merupakan komitmen yang berasal dari diri karyawan untuk
menyelesaikan berbagai tugas, tanggung jawab dan wewenang berdasarkan pada alasan
dan
motivasi yang dimiliki. Pemberdayaan sangat terkait dengan komitmen internal
karyawan.
Proses pemberdayaan akan berhasil bila ada motivasi dan kemauan yang kuat untuk
mengembangkan diri dan memacu kreativitas individu dalam menerima tanggung jawab
yang
lebih besar.
2. Komitmen eksternal dibentuk oleh lingkungan kerja. Komitmen ini muncul karena
adanya
tuntutan terhadap penyelesaian tugas dan tanggung jawab yang harus diselesaikan
oleh para
karyawan. Peran supervisor sangat penting dalam menentukan timbulnya komitmen ini
karena
belum adanya suatu kesadaran individual atas tugas yang diberikan.
2. Kepercayaan (Trust)
4. Kredibilitas (Credibility)
Menjaga kredibilitas dengan penghargaan dan mengembangkan lingkungan kerja yang
mendorong kompetisi yang sehat sehingga tercipta organisasi yang memiliki kinerja
tinggi. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara antara lain : (1)memandang karyawan sebagai partner
strategis ;
(2) peningkatan target di semua bagian pekerjaan ; (3) mendorong inisiatif individu
untuk
melakukan perubahan melalui partisipasi ; (4) membantu menyelesaikan perbedaan
dalam
penentuan tujuan dan prioritas.
5. Pertanggungjawaban (Accountability)
Pertanggungjawaban karyawan pada wewenang yang diberikan dengan menetapkan secara
konsisten dan jelas tentang peran, standar dan tujuan tentang penilaian terhadap
kinerja
karyawan. Tahap ini sebagai sarana evaluasi terhadap kinerja karyawan dalam
penyelesaian dan
tanggung jawab terhadap wewenang yang diberikan. Akuntabilitas dapat dilakukan
dengan cara
sebagai berikut : (1) menggunakan jalur training dalam mengevaluasi kinerja
karyawan ; (2)
memberikan tugas yang jelas dan ukuran yang jelas ; (3) melibatkan karyawan dalam
penentuan
standar dan ukuran kinerja ; (4)memberikan saran dan bantuan kepada karyawan dalam
Allen dan Meyer (dalam Dunham, dkk 1994: 370 ) membedakan komitmen organisasi atas
tiga
komponen, yaitu : afektif, normatif dan continuance.
Meyer dan Allen berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda.
Pegawai
dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan
untuk
tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu pegawai dengan komponen continuance
tinggi,
tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi.
Pegawai
yang memiliki komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi
karena mereka
harus melakukannya.
Setiap pegawai memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen
organisasi
yang dimilikinya. Pegawai yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif
memiliki
tingkah laku berbeda dengan pegawai yang berdasarkan continuance. Pegawai yang
ingin
menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan
tujuan
organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari
kerugian
finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak
maksimal.
1. Identifikasi
2. Keterlibatan
3. Loyalitas
Dengan membaca uraian di atas, maka terlihat bahwa komitmen individu terhadap
organisasi
bukanlah merupakan suatu hal yang terjadi secara sepihak. Dalam hal ini organisasi
dan pegawai
(individu) harus secara bersama-sama menciptakan kondisi yang kondusif untuk
mencapai
komitmen yang dimaksud. Sebagai contoh: seorang pegawai yang semula kurang memiliki
komitmen, namun setelah bekerja ternyata selain ia mendapat imbalan sesuai dengan
ketentuan
yang berlaku ternyata didapati adanya hal-hal yang menarik dan memberinya kepuasan.
Hal itu
tentu akan memupuk berkembangnya komitmen individu tersebut terhadap organisasi.
Apalagi
jika tersedia faktor-faktor yang dapat memberikan kesejahteraan hidup atau jaminan
keamanan,
3. Analisis Data Analisis data yang dilakukan adalah dengan menggunakan dua
pendekatan,
yaitu analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan
untuk mengkaji
tentang keterkaitan antara program pengembangan karir yang dirasakan oleh karyawan
dan
BAB 4
HASIL ANALISIS
Dari beberapa komponen pengembangan karir hampir sebagian besar sudah dimiliki,
meskipun dalam pelaksanaannya dilakukan dengan derajat yang berbeda. Diantara
sekian banyak
komponen, ternyata program yang telah dilaksanakan secara konsisten adalah pusat
penilaian
karyawan. Komponen pengembangan karir yang lainnya seperti lokakarya perencanaan
karir,
buku catatan Karir, Sistem Penempatan kerja, inventori kemampuan / keterampilan,
jenjang dan
jalur karir, sumber karir, pengetesan psikologis, perkiraan promosi, rencana
beasiswa,
seminarseminar dan pelatihan eksternal, program karir untuk kelompok sasaran khusus
(jalur
cepat bagi karyawan berprestasi, penyelia dan manajer, eksekutif senior, karyawan
profesional,
karyawan teknis, wanita) sudah dilaksanakan meskipun belum konsisten. Sedangkan
komponen
lainnya mengenai pusat penilaian, program rotasi kerja, program pelatihan internal,
dan program
monitoring formal kadang-kadang dilaksanakan. Bentuk komitmen dari pihak manajemen
puncak terhadap pengembangan karir
karyawannya adalah dengan memberikan beberapa perlakuan, misalnya berupa promosi,
kenaikan gaji, dan juga dengan memberikan konseling non formal kepada setiap
karyawan yang
memerlukan. Adapun bentuk kerja sama dengan para manajer lini dalam pengem-bangan
karir
karyawan adalah dengan diselenggarakannya pelatihanpelatihan internal maupun
eksternal,
pengarahan, dan monitoring. Untuk menghindari adanya informalitas dan subyektivitas
dalam
pengem-bangan karir karyawan, biasanya penilaian dilakukan tidak hanya oleh manajer
pada
bagiannya, tetapi oleh beberapa manajer yang mempunyai keterkaitan tugas. Pada
dasarnya yang
bertanggung jawab dalam kegiatan pengembangan karir karyawan adalah atasannya
langsung,
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Pengembangan karir di Rumah Sakit saat ini secara keseluruhan belum dilaksanakan
secara
konsisten dan belum berjalan sesuai harapan. Pengembangan karir belum dilaksanakan
dengan
pola yang terarah tetapi lebih banyak dilakukan dengan cara trial and error.
Variabel
pengembangan karir memberikan pengaruh positif secara signifikan terhadap variabel
motivasi
kerja dan kinerja seluruh karyawan Rumah Sakit, dimana variabel pengembangan karir
memberikan determinasi yang lebih besar dibandingkan variabel motivasi dalam
mempengaruhi
variabel kinerja. Masih ada variabel lain yang turut berpengaruh terhadap variabel
kinerja.
file http://www.damandiri.or.id/file/sitimahmodaunairaddbabii.pdf
http://halamanoke.blogspot.com/2011/07/kunci-sukses-dalam-pengembangan-
karir.html