Materi Narasumber Seminar Omnibus Law FHUI
Materi Narasumber Seminar Omnibus Law FHUI
Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H., M.H. Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono,S.H., M.CL.,MPA
Guru Besar Perundang-Undangan FHUI Guru Besar Hukum Tata Negara FHUI Guru Besar Hukum Agraria FH UGM
drc.law.ui.ac.id
drc.law.ui.ac.id Drc Fhui drcfhui 021-7884-9083
INVESTASI DAN PROYEK PEMERINTAH
KAWASAN EKONOMI
MENYIKAPI OMNIBUS LAW
PRO KONTRA RUU CIPTA LAPANGAN KERJA
Dengan sifat pembahasan yang cepat dan merambah banyak sector Omnibus Law dikhawatirkan akan
mengenyampingkan pedoman tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan yang
demokratis yaitu memungkinkan mempersempit keterbukaan dan partisipasi publik dalam
pembentukan undang-undang.
Waktu pembuatan Undang-undang yang singkat rentan mengalami uji materi (judicial review) karena
sifatnya yang cendrung tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam proses pembentukan.
KESIMPULAN
Dengan adanya tumpang tindih peraturan, hyperegulasi, dan disharmonisasi regulasi selama ini
harus dilakukan secara cermat dan hati-hati dengan memperhatikan prinsip sebagai berikut; (1)
sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam konstitusi; (2) sesuai dengan peraturan
perundangan yang mengatur tentang penyusunan regulasi; (3) tetap menghormati kewenangan
• Penerapan omnibus law ini lazimnya dikenal di negara yang menganut sistem
commond law seperti Amerika Serikat, Filiphina, Australia, dan Inggris serta beberapa
negara lain.
Dari 50 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk dalam prolegnas (Proglam Legislasi
Nasional) ada 4 (empat) omnibus law yakni;
DPR dalam menyikapi suatu Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Presiden
(Pemerintah) seperti usulan omnibuslaw harus senantiasa memperhatikan beberapa hal
antara lain;
• Pertama, RUU Omnibus Law tersebut harus berpedoman pada Pancasila sebagai
landasan Filosofis (staatfundamentalnorm)
• Kedua, RUU Omnibus Law tersebut harus berpedoman pada Konstitusi Negara yaitu
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan
konstitusional yuridis.
• Ketiga, RUU Omnibus Law tersebut harus berpedoman pada Peraturan Perundang-
Undangan yang terkait dengan kaedah serta norma pembentukan peraturan
perundang-undangan.
• Omnibus law cocok diterapkan di negara yang regulasinya saling tumpang tindih,
hyper regulasi, & disharmoni. Tujuan penerapan Omnibus Law adalah untuk
menjawab dua hal sekaligus yaitu efisiensi hukum dan harmonisasi hukum.
• Karena menggabungkan banyak undang-undang untuk dibahas dari satu RUU, maka
Efesiensi Anggaran Negara Dalam Proses Penyusunan Undang-Undang dapat tercapai.
• Dengan sifat pembahasan yang cepat dan merambah banyak sector Omnibus Law
dikhawatirkan akan mengenyampingkan pedoman tata cara pembentukan peraturan
perundang-undangan yang demokratis yaitu memungkinkan mempersempit
keterbukaan dan partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang.
Kesimpulan :
Saran :
• RUU Omnibus law cipta lapangan kerja ini diharapkan dapat mempertegas peran
pemerintah dalam penguasaan sumber daya ekonomi nasional bagi kepentingan hajat
hidup masyarakat indonesia.
Satya Arinanto
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Permasalahan utama pembangunan
hukum nasional antara lain:
Memperbaharui atau mengganti
peraturan hukum dari masa kolonial
yang masih berlaku melalui Aturan
Peralihan UUD 1945.
Menciptakan hukum baru yang secara
utuh bersumber pada Pancasila dan
UUD 1945 (termasuk Perubahan-
perubahannya), sesuai dengan tuntutan
dan perkembangan masyarakat pada
tingkat lokal, nasional, regional, dan
internasional dalam era globalisasi.
Sejarah gagasan
pembaharuan hukum
Masalah pembaharuan hukum bukan merupakan sesuatu yang baru di
negeri kita. Pada tahun 1947, dalam Pidato Dies di UGM, Prof. Supomo
telah mengemukakan tentang kebutuhan suatu tata hukum yang
kualitasnya sejajar dengan tata hukum dari negara-negara maju,
suatu kesatuan hukum sipil untuk semua golongan warga negara, dan
suatu sistem hukum yang mencakup segala aliran pikiran modern di
dunia. Ia menyatakan pula bahwa suatu susunan ekonomi baru, cita-
cita industrialisasi, dan hubungan-hubungan dengan luar negeri akan
menuntut pembentukan hukum sipil yang sesuai dengan negara-
negara maju.
Disamping itu ada pula pendapat dari Mr. Suwandi dalam ceramahnya
pada tahun 1955, yang menyatakan bahwa kita tidak dapat mengelak
dari kewajiban untuk menciptakan sendiri hukum nasional. Sebagai
bangsa yang memegang kehormatan diri, kita tidak dapat hanya
meneruskan tata hukum warisan dari masa lampau saja yang dasar-
dasarnya sudah sama sekali berubah dari zaman hidup kita sekarang.
Hal-hal penting dalam
pembaharuan hukum
Menurut Teuku Mohammad Radhie, yang semasa hayatnya
menjabat sebagai Kepala BPHN, dalam melakukan upaya
pembaharuan hukum paling tidak terdapat tiga hal penting
yang perlu mendapatkan perhatian: (1) hukumnya sendiri, (2)
aparatur penegak hukum, dan (3) kesadaran hukum dari
masyarakat secara keseluruhannya.
Ketiga aspek tersebut saling berkaitan, sehingga jika salah
satu di antara ketiga hal tersebut tidak berfungsi dengan baik,
maka kehidupan hukum dalam masyarakat akan tidak
berfungsi dengan baik pula.
Dari ketiga unsur tersebut unsur hukum merupakan unsur
yang terpenting, karena dalam hukum diatur mengenai hak
dan kewajiban, hubungan-hubungan, tugas dan wewenang,
perilaku yang diperbolehkan dan dilarang, dan aspek-aspek
hukum lainnya dari suatu masyarakat.
Arah pembaharuan
hukum nasional (1)
Pembahasan tentang arah pembaharuan hukum nasional
harus bertolak dari situasi dan kondisi tata hukum di
Indonesia dewasa ini. Penilaian mengenai keadaan tata
hukum yang sedang berlaku dan perkembangan kebutuhan
hukum dalam proses pembangunan harus dijadikan ukuran
bagi penentuan arah pembaharuan hukum di negeri kita.
Suatu tata hukum – khususnya tentang perangkat-perangkat
hukum – dapat dibagi menjadi dua, yakni perangkat–
perangkat hukum pokok (basic laws) dan perangkat-
perangkat hukum sektoral (sectoral laws).
Perangkat-perangkat hukum pokok menetapkan dan
mengatur tentang hak dan kewajiban, perilaku-perilaku, dan
hubungan-hubungan serta hal-hal lain dalam bidang
kehidupan perdata, dagang, perdata internasional, pidana, dan
acara.
Arah pembaharuan
hukum nasional (2)
Perangkat-perangkat hukum pokok merupakan
komponen-komponen utama dari suatu tata hukum di
suatu negara, karena ia menetapkan dan mengatur
prinsip-prinsip perilaku kehidupan dalam masyarakat.
Dengan perkataan lain, ia menetapkan dan mengatur
bagaimana kita hidup dalam suatu negara.
Perangkat-perangkat hukum sektoral mengatur secara
khusus hal-ikhwal kehidupan sektoral, seperti ekonomi,
sosial, pendidikan, industri, pertanian, dan sebagainya.
Perangkat-perangkat hukum inilah yang senantiasa
mengikuti prinsip-prinsip atau asas-asas yang
terkandung dalam perangkat-perangkat hukum pokok
yang bersangkutan. Hal ini penting untuk dapat
menjamin pembinaan sistem tata hukum nasional yang
konsisten dan utuh.
Elemen-elemen Sistem Hukum
Menurut Lawrence Meir Friedman
Dalam bukunya yang berjudul American Law: An
Introduction, Lawrence Meir Friedman mengemukakan
bahwa sistem hukum Amerika Serikat (AS) meliputi elemen-
elemen sebagai berikut:
1. Structure (tatanan kelembagaan)
2. Substance (materi hukum)
3. Legal culture (budaya hukum)
Dalam realitanya, elemen-elemen sistem hukum
sebagaimana dikemukakan Friedman ini juga mempengaruhi
para pemikir Indonesia dalam menyusun elemen-elemen
atau unsur-unsur sistem hukum Indonesia, sebagaimana
terlihat dalam unsur-unsur sistem hukum menurut
pandangan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang
akan diuraikan pada bagian berikutnya.
Unsur-unsur sistem hukum menurut
Badan Pembinaan Hukum Nasional
(BPHN)
1. Materi hukum (tatanan hukum), termasuk di dalamnya ialah: (a)
perencanaan hukum, (b) pembentukan hukum, (c) penelitian
hukum, dan (d) pengembangan hukum. Untuk membentuk materi
hukum harus diperhatikan politik hukum yang telah ditetapkan,
yang dapat berbeda dari waktu ke waktu karena adanya
kepentingan dan kebutuhan.
2. Aparatur hukum, yakni mereka yang mempunyai tugas dan fungsi:
(a) penyuluhan hukum, (b) penerapan hukum, (c) penegakan
hukum, dan (d) pelayanan hukum. Adanya aparatur hukum tertentu
tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan politik hukum yang dianut.
3. Sarana dan prasarana hukum, yang meliputi hal-hal yang bersifat
fisik.
4. Budaya hukum yang dianut oleh warga masyarakat, termasuk para
pejabatnya.
5. Pendidikan hukum.
Kelima unsur tersebut merupakan satu kesatuan. Sistem hukum
bukan hukum positif, tetapi hukum positif termasuk dalam sistem
hukum.
Sistem hukum Indonesia dan
sistem hukum nasional
Sistem hukum Indonesia: suatu sistem dalam
bidang hukum yang berlaku pada saat ini di
Indonesia. Dari segi materi hukum banyak
peraturan yang merupakan produk jaman
Belanda yang sampai saat ini masih berlaku.
Dari segi aparatur hukum adalah sebagaimana
yang terlihat pada saat ini.
Sistem hukum nasional: sistem hukum yang
dicita-citakan. Kalau nanti berlaku baru akan
menjadi sistem hukum Indonesia.
Omnibus Law:
Black’s Law Dictionary
(10th Edition)
Dalam perspektif leksikal, antara lain sebagaimana tercantum
dalam Oxford Dictionary of English, kata “omnibus” antara lain
diartikan sebagai “a volume containing several books previously
published separately”. Secara harfiah, kata “omnibus” berasal
dari Bahasa Latin “omnis” yang bermakna “every” atau “all”, atau
lebih tepatnya “all, every, the whole, of every kind”. Dalam Black’s
Law Dictionary 10th Edition (yang merupakan edisi paling
mutakhir), istilah “omnibus bill” antara lain dimaknai sebagai
berikut: (1) A single bill containing various distinct matters, usu.
drafted in this way to force the executive either to accept all the
unrelated minor provisions or veto the major provision; dan (2) A
bill that deals with all proposals relating to a particular subject,
such as an “omnibus judgeship bill” covering all proposals for new
judgeships or an “omnibus crime bill” dealing with different
subject such as new crimes and grants to states for crime control.
Omnibus Law sebagai
Suatu Metode dalam
Proses Penyusunan PPUU
Asas perjuangan.
Asas persatuan dan kesatuan.
Asas kebangsaan.
Asas kemitraan.
Asas non-diskriminasi.
Asas-asas hukum nasional dalam
dimensi masa kini
(pasca Proklamasi Kemerdekaan)
Asas konsistensi terhadap Pancasila dan UUD 1945.
Asas konstitusionalisme.
Asas pembangunan (hukum) yang berencana dan
terpadu.
Asas keterbukaan.
Asas liberalisasi.
Asas deregulasi.
Asas swastanisasi.
Asas globalisasi.
Asas kerjasama internasional.
Asas ilmu pengetahuan dan teknologi.
Asas perlindungan, pelestarian, dan pengembangan.
Asas komunikasi nasional, regional, dan internasional.
Asas-asas hukum nasional
dalam dimensi masa depan
*) Presentasi pada Seminar “Menyikapi Omnibus Law : Pro Kontra RUU Cipta Lapangan Kerja”, diselenggarakan oleh Djokosoetono
Research Center dan Bidang Studi Hukum Administrasi Negara Universitas Indonesia, Depok, 6 Februari 2020.
**) Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).
MS_2020 1
Pengantar
- Visi Indonesia 2045: Menjadi 5 besar kekuatan ekonomi
dunia.
- Jika negara lain tumbuh sesuai trend saat ini, pada tahun
2040 Indonesia akan menjadi negara berpendapatan
tinggi.
MS_2020 2
Prasyarat investasi
MS_2020 5
• UU Sektoral saling tumpang tindih, bahkan bertentangan satu
sama lain dengan berbagai dampak sebagaimana t elah
diamanatkan melalui TAP MPR No. IX/2001 tentang Pembaruan
Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (PA-PSDA).
TAP IX/2001 dimaksudkan untuk menetapkan arah dan dasar
pembangunan nasional untuk menjawab persoalan kemiskinan,
ketimpangan dan ketidakadilan sosial ekonomi rakyat serta
kerusakan SDA.
MS_2020 6
Permasalahan empiris terkait pengelolaan SDA telah berdampak
pada
MS_2020 7
Di samping itu pengaturan tentang SDA saling tumpang tindih dan
bertentangan.
MS_2020 8
• Bahwa amanat MPR kepada Presiden dan DPR melalui TAP IX/2001
dan Keputusan MPR No. V/2003, belum dilaksanakan sepenuhnya
oleh Presiden maupun DPR. Isi amanat TAP adalah : kaji ulang UU
Sektoral, laksanakan Reforma Agraria, selesaikan konflik dan susun
UU Tentang Pembaruan Agraria berdasarkan pada prinsip-prinsip PA-
PSDA dalam Ps.5 TAP IX/2001.
• Kajian tentang disharmoni UU sektoral tahun 2011 (Maria Sumardjono,
dkk “Pengaturan Sumber Daya Alam di Indonesia, Antara yang
Tersurat dan Tersirat”) dan tahun 2018 (Tim KPK, “Kajian Harmonisasi
Undang-Undang di Bidang SDA dan Lingkungan Hidup”)
menyimpulkan bahwa antara UU Sektoral itu tidak selaras satu sama
lain dengan segala dampaknya.
• Upaya penyusunan UU tentang SD Agraria/SD Alam sebagai lex
generalis pasca degradasi UUPA.
MS_2020 9
1. Inisiatif BPN RI tahun 2004 (diserahkan kepada Sekretariat
Negara, Oktober 2004, tetapi tidak berlanjut karena pergantian
rejim pemerintahan)
2. Inisiatif Kementerian Negara Lingkungan Hidup (tahun 2006)
sudah pernah dibahas Komisi VI DPR RI tetapi tidak berlanjut.
MS_2020 10
Pokok-pokok substansi yang diatur dalam RUU tentang SD Agraria
(2004)
MS_2020 14
B. Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan RUU
tentang SD Agraria dan Pengelolaan SDA (bisa satu UU
atau dua UU yang terpisah tetapi saling berkaitan)
adalah penyusunan UU sebagai lex generalis yang
berisi prinsip-prinsip yang akan menjadi pedoman bagi
UU sektoral untuk merevisi UU-nya dan atau membentuk
UU baru (sebagai lex specialis).
MS_2020 15
Alasan penyusunan RUU tentang SD Agraria dan Pengelolaan SDA
sebagai lex generalis.
a. UU yang diharmonisasikan merupakan satu bidang (SDA).
b. Landasan filosofi UU bidang SDA sama, yaitu Ps. 33 ayat (3)
UUD 1945.
c. P r i n s i p y a n g d i g u n a k a n u n t u k m e n y u s u n R U U y a n g
berkedudukan sebagai lex generalis telah dirumuskan dalam
TAP IX MPR/2001
Di samping itu, jika memang ada niat untuk penyusunannya, NA dan
RUU yang pernah disusun dapat dijadikan landasan, dengan
menambahkan perkembangan yang terjadi (putusan MK terkait,
Nawacita, UU terkait lainnya, dll).
MS_2020 16
C. Catatan umum untuk RUU Cipta Lapangan Kerja.
MS_2020 17
d) Apakah dalam rangka penyederhanaan itu dapat dilakukan
“penyimpangan” terhadap filosofi, asas dan konsepsi suatu Undang-
Undang yang diganti/dicabut?
e) Apa dampak dari penyimpangan dalam RUU CLK terhadap
keberlakuan UU asalnya sebagai konsekwensi dicabutnya pasal-
pasal tertentu?
f) A p a k a h p e r t i m b a n g a n n y a u n t u k m e n e m p u h u p a y a - u p a y a
“menyimpangi” substansi UU asal, khususnya terkait dengan bidang
pertanahan?
g) Apakah sudah diperhitungkan dampak dari “penyimpangan” dalam
RUU CLK dalam implementasinya (kepastian hukum, diskriminasi,
potensi diajukan ke MK, dll).
MS_2020 18
h) Apakah metode Omnibus Law merupakan satu-satunya jalan untuk
menyederhanakan regulasi dan perijinan?
i) Apakah seandainya perijinan (dalam arti luas) sudah disederhanakan
(secara normatif) dapat dijamin bahwa investor merasa nyaman
berusaha di Indonesia, jika dalam implementasinya pelayanan publik
di bidang perijinan masih “business as usual” (tidak transparan dan
akuntabel).
MS_2020 19
Penutup
MS_2020 20
2. Menyederhanakan regulasi dan perijinan itu satu hal. Terutama
jika terkait dengan SDA sebagai objek investasi; program-
program Reforma Agraria (RA) harus dijamin tetap dilaksanakan
secara bersungguh-sungguh dan RUU terkait dengan Hak
Masyarakat Hukum Adat (MHA) harus didorong penerbitannya.
Disamping itu konflik agraria yang sudah berlangsung sejak Orde
Baru dan tak pernah berhasil diselesaikan secara tuntas, perlu
diupayakan penyelesaiannya secara menyeluruh, tuntas dan
sekaligus melalui pembentukan lembaga independen
penyelesaian konflik agraria yang langsung bertanggung jawab
kepada Presiden.
MS_2020 21
3. Investasi yang perlu didukung adalah investasi yang adil,
demokratis, berkepastian hukum dan berkelanjutan.
MS_2020 22
Yogyakarta, 6 Februari 2020
MS_2020 23
MENYIKAPI “OMNIBUS LAW“
SEBAGAI
“UNDANG-UNDANG SAPU JAGAD”
Oleh:
Maria Farida Indrati, S.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Jakarta - 2020
PIDATO PELANTIKAN
PRESIDEN DJOKO WIDODO
Periode 2019-2024
”Pemerintah akan mengajak DPR untuk
menerbitkan dua Undang-Undang besar.
Yang pertama, UU Cipta Lapangan Kerja.
Yang kedua, UU Pemberdayaan UMKM.
Masing-masing Undang-Undang tersebut
akan menjadi omnibus law, yaitu satu
Undang-Undang yang sekaligus merevisi
beberapa Undang-Undang.”
PEMBENTUKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN