Anda di halaman 1dari 57

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap negara telah menetapkan kebijakan-kebijakan untuk memfasilitasi


warganya mencapai tujuan hidup. Salah satunya yaitu ikut sebagai salah satu
negara yang mendeklarasikan tujuan Millenium Development Goals (MDGs).
Delapan tujuan MDGs telah dijabarkan dalam target-target yang dapat diukur
dan progresnya dapat dipantau kemudian dilaporkan dengan menggunakan
indikator-indikator yang dapat diverifikasi dan diperbandingkan secara
internasional. Dalam lima tahun hitung mundur dari kesimpulan MDGs,
sejumlah inovasi dibentuk untuk mengupayakan penurunan angka kematian ibu
(AKI). Hal ini termasuk strategi terbaru Sekretaris Jenderal PBB untuk
Kesehatan Perempuan dan Anak yang menggabungkan upaya mencapai MDGs
ke-4 (meningkatkan kesehatan anak) dan MDGs ke-5 (meningkatkan kesehatan
ibu) sehingga menghasilkan Sustainable Development Goals (SDGs). Inovasi
ini untuk membangun agenda baru bagi kesehatan ibu dengan target 3,1 dari
SDG ke-3 adalah mengurangi AKI global kurang dari 70 per 100.000 kelahiran
hidup pada 2030. (WHO, 2015)
Berdasarkan data WHO (2015) AKI Indonesia pada 2015 mencapai 125
per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut mengalami penurunan dari tahun
sebelumnya namun masih di atas target yang ditetapkan. Kematian ibu menurut
World Health Organization (WHO) adalah kematian selama kehamilan atau
dalam periode 2 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang
2

terkait dengan atau diperberat oleh kehailan atau penanganannya, tetapi bukan
oleh karena kecelakaan atau cedera. Kematian ibu 90% terjadi pada saat
persalinan dan segera setelah persalinan. Penyebab langsung kematian ibu
antara lain oleh sebab perdarahan yaitu 28%, eklamsia sebesar 24% dan infeksi
11%. Sedangkan penyebab tidak langsung adalah kurang energi kronis (KEK)
saat kehamilan 57%, anemia ada kehamilan 40%. (Pusat Data dan Informasi,
2012) Selain itu penyebab tidak langsung kematian ibu juga karena terlambat
dalam mengambil keputusan, terlambat tiba ke tempat rujukan, dan terlambat
mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Penyebab lainnya adalah terlalu
muda melahirkan, terlalu tua melahirkan, terlalu banyak anak, terlalu dekat
jarak kelahiran, rendahnya tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan,
kedudukan dan peran perempuan, faktor sosial budaya, serta faktor transportasi
(Kemenkes, 2011).
Capaian AKI provinsi Bali pada tahun 2014 adalah sebesar 70,5 per

100.000 kelahiran hidup, lebih rendah dari target MDGs 2015 yaitu 102 per

100.000 kelahiran hidup. Akan tetapi perlu diperhatikan dengan baik karena
dalam periode tahun 2010 sampai 2012 AKI terus mengalami peningkatan dan
baru sejak tahun 2013 mengalami penurunan. Berdasarkan sebaran per
kabupaten/kota di Bali pada tahun 2014, AKI tertinggi adalah di Kabupaten
Karangasem (200,9 per 100.000 kelahiran hidup) dan terendah di Kota
Denpasar (16,1 per 100.000 kelahiran hidup). Meskipun AKI Provinsi Bali
telah mencapai target, masih terdapat kabupaten dengan AKI lebih tinggi dari
target nasional yaitu Kabupaten Karangasem. (Dinkes Provinsi Bali, 2015)
Pada tahun 2014, terdapat total 16 kematian ibu dengan penyebab
bermacam-macam di Kabupaten Karangasem. Penyebab kematian ibu tersebut
antara lain ibu hamil menderita sakit sebelumnya, infeksi HIV, pertolongan
petugas kesehatan yang terlambat, usia ibu hamil terlalu muda, kurang
pengetahuan soal kehamilan, kurang kontrol kehamilan, penyakit saat bersalin,
dan sebagainya. Salah satu kasusnya berasal dari wilayah kerja Puskesmas
Karangasem 1.
Pada tahun 2014 hingga 2015 terdapat total 2 kematian ibu yang
disebabkan oleh eklamsia dan gagal ginjal kronis. Berdasarkan data program
kesehatan ibu dan anak (KIA) Puskesmas Karangasem 1, kedua ibu tersebut
memiliki kehamilan dengan berisiko yaitu usia ibu hamil di atas 35 tahun dan
ibu memiliki riwayat penyakit kronis. Selama tahun 2015 terdapat 16,2% ibu
hamil dengan berisiko dari ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Karangasem
1. Hasil tersebut didapat berdasarkan usia ibu hamil, paritas, jarak anak, tingkat
Hb, LILA, dan tinggi badan ibu hamil.
Di Indonesia kelompok kehamilan berisiko berdasarkan survei demografi
dan kesehatan tahun 2012 adalah 63,7%. (Statistik, 2013) Sementara itu
kejadian ibu hamil berisiko di Bali berdasarkan Riskesdas (2013) adalah 63,3%
dengan angka tertinggi dari Kabupaten Karangasem. Berdasarkan Rochjati
(1977) frekuensi kehamilan berisiko adalah 30,8% dari kriteria dan 29,4% dari
skor. Hasil penelitian Pratiwi (2013) di Yogyakarta mendapatkan 67% ibu
hamil berisiko. Penelitian Maidelwita (2010) menemukan terdapat 21,4% ibu
hamil dengan berisiko yang merupakan hasil tertinggi di Kota Padang. Hasil
penelitian Sukesih (2012) di Bogor menemukan 17,9% ibu hamil dengan
berisiko dan 88% dari mereka memiliki pengetahuan yang rendah mengenai
kehamilan berisik. Penelitian Agustini (2012) juga menemukan 81,3% ibu
hamil memiliki pengetahuan kurang mengenai risiko dan tanda bahaya pada
kehamilan.
Kehamilan risiko tinggi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
faktor individu ibu hamil, riwayat kehamilan sebelumnya, penyakit yang
diderita ibu, kemiskinan, ketidaktahuan, adat, tradisi, kepercayaan dan
kesadaran untuk memeriksakan kehamilan, fasilitas dan sarana kesehatan.
Program KIA Puskesmas Karangasem 1 telah menargetkan adanya deteksi dini
ibu hamil berisiko setiap bulan. Selain itu dibentuk kelas ibu hamil sebagai
wadah memberikan penyuluhan, deteksi dini risiko tinggi maupun sangat tinggi
pada kehamilan, dan pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil. Dengan
adanya program tersebut diharapkan ibu hamil memiliki pengetahuan tentang
kehamilan berisiko, tanggap terhadap tanda bahaya kehamilan dan nantinya
dapat mencegah hal-hal tersebut terjadi.
Namun, dalam praktiknya capaian deteksi dini risiko hamil masih belum
mencapai target. Dari data tahun 2015, deteksi ibu hamil berisiko oleh tenaga
kesehatan dengan pencapaian 27,7% dari target 40% dan deteksi oleh
masyarakat 40,3% dari 60%. Kelas ibu hamil di beberapa desa telah berjalan
namun partisipasi peserta masih rendah. Hal tersebut menyebabkan terbatasnya
kesempatan untuk memberikan penyuluhan dan pemeriksaan terhadap ibu
hamil. Kurangnya deteksi dini mengenai risiko pada kehamilan dapat
mengakibatkan kurang antisipasi yang cepat pada saat kehamilan sampai
proses persalinan. Ibu hamil dengan risiko seharusnya memilih tempat
perawatan dan persalinan yang sesuai dengan risiko yang dimilliki sehingga
akan mendapatkan pelayanan yang sesuai.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan terhadap beberapa ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas Karangasem 1, terdapat 4 (40%) dari 10 ibu hamil
yang memiliki kehamilan risiko tinggi. Sementara itu, 7 (70%) dari 10 ibu
hamil tersebut tidak mengetahui apa saja risiko pada kehamilan. Sehingga
diperlukan penelitian untuk melihat proporsi ibu hamil berisiko di wilayah
kerja Puskesmas Karangasem 1. Gambaran ini juga nantinya akan digunakan
untuk menentukan kebijakan terkait program kesehatan ibu hamil yang akan
dilakukan di wilayah kerja puskesmas.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat ditarik rumusan masalah


yaitu
1. Bagaimana proporsi ibu hamil berisiko berdasarkan karakteristiknya
di wilayah kerja Puskesmas Karangasem 1?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi ibu


hamil berisiko berdasarkan karakteristiknya di wilayah kerja Puskesmas
Karangasem 1
1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui proporsi ibu hamil berisiko di wilayah kerja Puskesmas


Karangasem 1.
2. Mengetahui distribusi frekuensi pekerjaan pada ibu hamil di wilayah
kerja Puskesmas Karangasem 1.
3. Mengetahui distribusi frekuensi pendidikan pada ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas Karangasem 1.
4. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas Karangasem 1.
5. Mengetahui distribusi keterpaparan informasi mengenai tanda
bahaya dan risiko pada kehamilan di wilayah kerja Puskesmas
Karangasem 1.
6. Mengetahui proporsi ibu hamil berisiko berdasarkan pekerjaan di
wilayah kerja Puskesmas Karangasem 1.
7. Mengetahui proporsi ibu hamil berisiko berdasarkan pendidikan di
wilayah kerja Puskesmas Karangasem 1.
8. Mengetahui proporsi ibu hamil berisiko berdasarkan tingkat
pengetahuan di wilayah kerja Puskesmas Karangasem 1.
9. Mengetahui proporsi ibu hamil berisiko berdasarkan keterpaparan
informasi mengenai tanda bahaya dan risiko pada kehamilan di
wilayah kerja Puskesmas Karangasem 1.
10. Mengetahui proporsi upaya penanganan pada kehamilan berisiko di
wilayah Puskesmas Karangasem 1
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Pendidikan

Menambah pengetahuan tentang proporsi ibu hamil berisiko


berdasarkan karakeristiknya di wilayah kerja Puskesmas Karangasem 1
1.4.2 Manfaat Bagi Penelitian

Menjadi masukan untuk penelitian selanjutnya mengenai hubungan


karakteristik ibu hamil dan proporsi ibu hamil berisiko di wilayah kerja
Puskesmas Karangasem 1
1.4.3 Manfaat Bagi Pelayanan

Menjadi bahan pertimbangan bagi para petugas kesehatan dan kader di


wilayah kerja puskesmas untuk menjalankan program penyuluhan
kesehatan ibu hamil.
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan Berisiko

Kehamilan adalah masa dimulai dari saat konsepsi samapai lahirnya janin.
Lama hamil normal adalah 40 minggu atau 9 bulan 7 hari dihitung dari hari
pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan/trimester, yaitu
trimester pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, trimester kedua dari
bulan keempat sampai bulan keenam, dan trimester ketiga dari bulan ketujuh
sampai bulan kesembilan (Depkes RI, 2007). Kehamilan dengan risiko adalah
kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar
terhadap ibu maupun janin yang dikandungnya selama kehamilan, persalinan
ataupun nifas bila dibandingkan dengan kehamilan, persalinan dan nifas normal.
(Sarwono, 2008)
Menurut Poedji Rochjati risiko kehamilan dapat dikelompokkan menjadi:

1. Ada potensi gawat obstetri

a. Usia pertama hamil terlalu muda (≤16 tahun)

Wanita berumur terlalu muda meningkatkan risiko bayi premature,


perdarahan antepartum, dan perdarahan postpartum. Pada usia ini juga
berisiko mengalami penyulit pada saat hamil dan melahrikan. Karena
kurangnya pengalaman dan informasi serta alat reproduksi yang belum
matang angka morbiditas dan mortalitas ibu hamil remaja 2-4 kali lebih
tinggi daripada ibu hamil berusia 20-35 tahun. Bahaya yang terjadi pada
ibu hamil berusia terlalu muda antara lain anemia, hipertensi pada
9

kehamilan, prematur, fetal distress, asfiksia neonatorum, berat badan


bay lahir rendah, abortus spontan, tindakan ekstraksi vakum, dan
plasenta previa.
b. Kehamilan pertama terlalu tua

Pada beberapa penelitian menemukan primigravida berusia ≥35 tahun


jumlah komplikasi keluaran maternal meningkat bila dibandingkan
primigravida berusia 20-35 tahun yaitu pada kejadian perdarah
postpartum, persalinan dan bedah sesar. (WHO, 2002) Bahaya yang
terjadi pada primi tua dapat menimbulkan masalah selama hamil
misalnya preeklamsi, dan masalah persalinan tidak lancar yang
memerlukan intervensi atau tindakan dalam persalinan
c. Usia hamil terlalu tua (≥35 tahun)

Ada beberapa teori tentang kehamilan usia tua antara lain:

 Wanita umumnya mengalami penurunan kesuburan mulai dari


umur 30 tahun
 Muncul masalah kesehatan kronnis (hipertensi, tumor,
degenerative tulang belakang dan panggul)
 Diabetes mellitus gestational pada ibu usia tua, karena
kerusakan endotel vaskular progresif yang berhubungan dengan
proses penuaan
 Preeklamsia, peningkatan angka kejadian pada kelompok usia >
40 tahun dibandingkan kelompok usia <35 tahun
 Kelainan kromosom anak

 Risiko keguguran
 Profil obstetric pada saat persalinan seperti: cenderung melalui
operasi sesar, partus lama, perdarahan postpartum, berat badan
bayi lahir rendah, asfiksia neonatorum, dan kematian perinatal
d. Jarak kehamilan terlalu dekat (≤2 tahun)

Menurut BKKBN, jarak kehamilan yang paling tepat adalah 2 tahun


atau lebih. Jarak kehamilan yang pendek akan mengakibatkan belum
pulihnya kondisi tubuh ibu setelah melahirkan. Sehingga meningkatkan
risiko kelemahan dan kematian ibu.
e. Jarak kehamilan terlalu jauh (≥10 tahun)

Ibu dalam kehamilan dan persalinan ini seolah-olah menghadapi


persalinan yang pertama lagi. Bahaya yang dapat terjadi antara lain
persalinan dapat berjalan tidak lancar, perdarahan pasca persalinan,
penyakit ibu seperti hipertensi, diabetes, dan lain-lain.
f. Jumlah anak terlalu banyak (≥4 anak)

Bila jumlah anak ibu telah empat atau lebih perlu diwaspadai karena
semakin lama uterus semakin lemah sehingga memunkginkan untuk
terjadinya persalinan lama, sebagai indikasi untuk persalinan dengan
forcep dan vakum.
g. Ibu dengan tinggi badan 145 cm atau kurang

Tinggi badan ibu mencerminkan ukuran pelvis yang berhubungan


dengan distosia. Ibu dengan tinggi badan 145 cm atau kurang
meningkatkan risiko untuk mengalami penylit dalam persalinan.
h. Riwayat obstetri buruk

1) Persalinan dengan tindakan


o Induksi persalinan

Usaha untuk mempercepat proses persalinan dengan


dimulainya kontraksi sebelum awitan spontan. Indikasi
tindakan ini adalah adanya hipertensi kehamilan, riwayat
diabetes mellitus, pertumbuhan janin terhambat.
o Seksio sesarea

Kelahiran janin melalui tindakan insisi transabdomen pada


terus. Tujuannya untuk memelihara kehidupan atau kesehatan
ibu dan janin. Indikasinya adalah distosia, sesaria ulang,
presentasi bokong, dan gawat janin.
o Ekstraksi forcep dan vakum
Tindakan dengan cunam/forcep/ vakum dapat menimbulkan
robekan jalan lahir, perdarahan pasca persalinan, radang, dan
perforasi.
2) Abortus
Abortus merupakan berakhirnya kehamilan sebelum usia 20
minggu atau janin tidak dapat hidup di luar kandungan. Komplikasi
abortus adalah perdarahan atau infeksi. Perdarahan dapat
menyebabkan anemia dan infeksi dapat menyebabkan sepsis.
3) Uri manual
Uri manual yaitu tindakan pengeluaran plasenta dari rongga rahim
dengan menggunakan tangan. Tindakan ini dilakukan bila plasenta
tidak dapat lahir sendiri setelah ditunggu setengah jam atau setelah
bayi lahir plasenta belum lahir dan telah terjadi perdarahan >500
cc.
4) Bekas operasi sesar
Wanita yang memiliki riwayat operasi ssesar pasti memiliki
jaringan parut. Jaringan parut merupakan kontraindikasi untuk
melahirkan karena akan terjadi rupture uteri. Wanita yang memiliki
riwayat operasi sesar sebelumnya meningkatkan risiko terjadinya
rupture uteri, plasenta previa, pleeklamsia dan persalinan preterm.
Sehingga cenderung akan mengalami persalinan dengan operasi
sesar ulang pada persalinan selanjutnya.
2. Ada gawat obstetri

a. Penyakit pada ibu hamil

o Anemia

Anemia pada ibu hamil dengan gejala lemah, pucat, lesu. Ibu hamil
dengan anemia memiliki risiko lebih besar melahirkan bayi dengan
berat badan lahir rendah, kematian saat persalinan, perdarahan
pasca persalinan, kondisi lemah dan mudah mengalami gangguan
kesehatan.
o Malaria

Malaria dapat dijumpai pada kehamilan trimester I dan III


dibandingkan pada wanita yang tidak hamil. Komplikasi pada
kehamilan karena infeksi malaria adalah abortus, penyulit partus,
bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia, gangguan fungsi
ginjal, edema paru, hipoglikemia, dan malaria kongenital. (WHO,
2002)
o TB paru

TB merupakan infeksi kronik yang menular melalui udara.


Penderita dengan proses aktif sebaiknya dirawat di rumah sakit
dalam kamar isolasi untuk mencegah penularan. Penderita
membutuhkan istriahat yang cukup serta pengobatan lebih intensif
dan teratur. (WHO, 2002)
o Penyakit jantung

Pasien dengan penyakit jantung termasuk risiko tinggi yang tidak


dianjurkan untuk hamil. Tetapi bila kehamilan telah terjadi,
dianjurkan untuk melakukan terminasi. Namun terminasi juga
memiliki risiko mortalitas pada ibu, karena vasodilatasi pembuluh
darah. Pasien dengan risiko tinggi sebaiknya dilakukan operasi
sesar yang terencana, agar keadaan hemodinamik dapat terjaga
dengan baik.
o Diabetes mellitus

Diabetes gestasional, atau diabetes yang terjadi pada saat


kehamilan dapat menyebabkan presentasi abnormal, plasenta
previa, olygohydroamnion, dan persalinan dengan cara sesar.
Peneltian menunjukkan bahwa wanita berusia lebih dari 35 tahun,
memiliki risiko dua kali lebih besar dari pada wanita berusia 20-35
tahun. Ibu hamil dengan diabetes gestasional akan menghasilkan
janin yang lebih besar, sehingga risiko bedah sesar meningkat dan
mempengaruhi kesehatan janin maupun ibunya.
o Infeksi menular seksual pada kehamilan.

Infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, atau parasit


yang penularannya terutama melalui hubungan seksual, dari
seseorang yang terinfeksi kepada mitra seksualnya. Infeksi pada
ibu hamil dapat mengganggu kehamilan karena berisiko
menyebabkan sepsis.
o HIV/AIDS

Bahaya yang dapat terjadi:

 Terjadi gangguan pada sistem kekebalan tubuh dan ibu


hamil mudah terkena infeksi.
 Kehamilan memperburuk progesifitas infeksi HIV, HIV
pada kehamilan adalah pertumbuhan intra uterin terhambat
dan berat lahir rendah, serta peningkatan risiko prematur.
 Bayi dapat tertular dalam kandungan atau tertular melalui
ASI. Sehingga agar anak tidak tertular sebaiknya persalinan
dilakukan melalui perabdominal
o Toksoplasmosis

Toksoplasmosis dapat menular melalui makanan mentah atau


kurang masak yang tercemar kotoran kucing yang terinfeksi.
Bahaya yang dapat terjadi:
 Infeksi pada kehamilan muda menyebabkan abortus
 Infeksi pada kehamilan lanjut menyebabkan kelainan
kongenital, hidrosefalus
b. Hamil kembar

Kehamilan kembar dianggap memiliki risiko tinggi karena:

 Kejadian komplikasi pada kehamilan ganda lebih tinggi yaitu,


emesis gravidarum, hipertensi dalam kehamilan, kehamilan dengan
hidroamnion, persalinan prematuritas, IUGR(Intra Uterine Growth
Retardation), pertumbuhan tidak sama, terjadi transfusi antara
janin.
 Dikaitkan dengan kelainan kongenital.

 Memerlukan tindakan operasi persalinan.

 Menimbulkan trauma persalinan.

 Komplikasi postpartum seperti perdarahan postpartum akibat


atonia uteri, infeksi pueperum, subinvolusi uteri.
 Saat hamil dikaitkan dengan kejadian anemia tinggi karena nutrisi
dan vitamin atau Fe masih kurang
c. Hamil kembar air

Batasan hidroamnion (polihidroamnion) adalah jika air ketuban


melebihi 2000 cc. Komplikasi maternal hidroamnion adalah:
Morbiditas makin tinggi karena kelainan kongenital janin.

Terjadi persalinan prematuritas.

Lebih sering solusio plasenta.

Ganggual sirkulasi retroplasenta menyebabkan, hipoksia janin fetal


distres dan asidemia-gangguan metabolisme
d. Janin mati dalam rahim

Pada kehamilan normal gerakan janin dapat dirasakan pada umur


kehamilan 4-5 bulan. Bila gerakan janin berkurang, melemah, atau tidak
bergerak sama sekali dalam 12 jam, kehidupan janin mungkin
terancam. Bahaya yang dapat terjadi pada ibu dengan janin mati dalam
rahim yaitu gangguan pembekuan darah ibu, disebabkan jaringan-
jaringan mati yang masuk ke dalam darah ibu.
e. Kehamilan lebih bulan

Kehamilan lebih bulan adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu


atau lebih dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegl
dengan haid rata-rata 28 hari. Persalinan yang dianjurkan adalah
persalinan induksi. Bila keadaan janin baik maka tunda pengakhiran
kehamilan selama 1 minggu dan lakukan tes tanpa tekanan selama 3
hari. Bila hasilnya positif maka segera lakukan operasi sesar.
f. Kehamilan dengna kelainan letak

Kelainan letak lintang merupakan keadaan sumbu panjang janin yang


tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu. Pada letak lintang bahu
ada di atas pintu panggul sedangkan kepala terletak di salah satu fossa
iliaka dan bokong berada pada fossa iliaka yang lain. Penyebab utama
letak lintang adalah relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat
multiparitas yang tinggi, janin prematur, plasenta previa, uterus
abnormal, cairan amnion berlebih, panggul sempit. Letak sungsang
merupakan janin terletak memanjang dengan posisi kepala di fundus
uteri dengan presentasi pantat. Penyebabnya adalah prematuritas,
multiparitas, plasenta previa, gamelli dan lain-lain. Letak lintang dan
letak sungsang merupakan indikasi seksio sesarea, untuk keselamatan
ibu maupun janin.

3. Ada gawat darurat obstetri

a. Perdarahan pada kehamilan

Perdarahan pada kehamilan dapat disebabkan oleh plasenta previa atau


solusio plasenta. Plasenta previa merupakan keadaan plasenta yang
letaknya pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau
seluruh jalan lahir pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu, dan janin
dapat hidup diluar uterus. Komplikasi plasenta previa adalah cacat lahir,
kelahiran prematur, kehilangan darah, infeksi pada ibu, pertumbuhan
janin yang terhambat. Sementara solusio plasenta merupakan
terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada corpus uteri, terjadi
pada trimester ketiga dan ini terjadi sebelum lahirnya janin. Ditandai
dengan perdarahan dengan rasa sakit, perut terasa tegang, dan gerak
janin berkurang. Sebaiknya dilakukan penanganan pada rumah sakit.
b. Preeklamsia berat/eklamsia

Preeklamsia berat ditandai dengan tekanan darah > 110 mmHg, dan
tanda dari laboratorium dengan proteinuria 2+, oliguria, hiperefleksia,
gangguan penglihatan, nyeri epigastrium dan kejang. Eklamsia adalah
kasus akut pada penderita preeklamsia yang disertai kejang menyeluruh
dan koma. Perawatan sebaiknya dilakukan di rumah sakit diisolasi pada
kamar gelap, dan beri obat anti kejang magensium sulfat (MgSO4).
Preeklamsia dan eklmsia merupakan indikasi dari persalinan tindakan
seksio sesarea, karena sangat berisiko untuk ibu bila harus mengejan,
baik persalinan normal ataupun tindakan pervaginam.

Tanda-tanda bahaya kehamilan adalah tanda-tanda yang mengindikasikan


adanya bahaya yang dapat terjadi selama kehamilan atau periode antenatal, yang
apabila tidak dilaporkan atau tidak terdeteksi bisa menyebabkan kematian ibu.
(Sarwono, 2008). Tanda-tanda bahaya kehamilan antara lain:
1. Perdarahan pervaginam

Pada awal trimester pertama, perdarahan yang tidak normal adalah


perdarahan yang berwarna merah, perdarahan yang banyak, atau perdarahan
dengan nyeri. Perdarahan ini dapat berarti abortus, kehamilan mola atau
kehamilan ektopik. Pada kehamilan lanjut, perdarahan yang tidak normal
adalah merah, jumlahnya banyak, kadang tidak disertai nyeri. Perdarahan
semacam ini dapat berarti plasenta previa atau solutio plasenta (Vaney,
2007).
2. Sakit kepala hebat

Sakit kepala yang terjadi dalam 12 minggu terakhir sebelum kelahiran


berpusat di sekitar kening dan atas mata. Keadaan ini bisa menjadi
komplikasi serius karena dapat menjadi eklamsi (Vaney, 2007). Sakit kepala
yang menunjukkan masalah yang serius adalah sakit kepala yang menetap
dan tidak hilang dengan beristirahat, sakit kepala bertahan lebih dari 2-3
jam. Kadang dengan sakit kepala yang hebat tersebut
3. Masalah penglihatan
Dikatakan masalah bila penglihatan tiba-tiba kabur dan berbayang,
gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda, seperti melihat titik-titik
atau cahaya, hal ini merupakan gejala dari preeklamsi atau toksemia yang
harus segera dilaporkan pada petugas kesehatan. Jenis keluhan yang paling
umum adalah pandangan yang kabur disertai sakit kepala. Perubahan
patologi pada organ mata dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme
pembuluh darah. Bila terdapat hal-hal tersebut maka harus dicurigai
preeklamsi berat.
4. Bengkak pada wajah dan tangan

Bengkak dapat menunjukkan masalah serius jika muncul pada wajah dan
tangan, tidak hilang setelah beristirahat dan disertai dengan keluhan fisik
yang lain dan bertahan lebih dari 2 jam. Bila dibiarkan keadaan ini dapat
membahayakan ibu dan janin. Odema yang terjadi merupakan akumulasi
cairan yang meyeluruh dan berlebihan dalam jaringan terutama pada tangan
dan wajah merupakan gejala dari preeklamsi.
5. Nyeri abdomen hebat

Nyeri abdomen yang menunjukkan masalah ditandai dengan nyeri perut


yang hebat, terus menerus dan menetap. Nyeri perut yang hebat dapat terjadi
berupa kekejangan atau nyeri tajam dan menusuk. Gejala ini merupakan
gejala dari preeklamsi yang sewaktu waktu dapat menjadi eklasi dan dapat
membahayakan keselmatan ibu dan bayinya.
Kondisi lain yang bisa menyebabkan nyeri abdomen adalah nyeri yang
disebabkan oleh kehamilan ektopik, appendiksitis, aborsi, penyakit kantung
empedu, radang pelvic, persalinan pre-term, iritasi uterus, absurpsi plasenta,
infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya.
6. Gerakan janin tidak seperti biasa

Ibu mulai merasakan gerakn janin ppada minggu ke-18 sampai ke-20 pada
kehmilan pertma atau 2 minggu lebih cepat pada kehamilan ke dua. Bayi
harus bergerak paling sedikit 3 kali dalam periode 3 jam. Jika ibu tidak
merasakan gerakann janin selama 12 jam atau ruptur uteri, gawat janin dan
kematian janin. (Varney, 2007)
7. Demam

Adanya demam menunjukkan adanya infeksi, hal ini berbahaya bagi ibu
maupun janin, oleh karena itu harus segera mendapat pertolongan dari bidan
atau dokter.
8. Muntah-muntah hebat

Rasa mual dan muntah biasanya dialami oleh ibu hamil antara periode
pertama dan kedua terlambat haid. Tetapi jika keadaan tersebut berlebihan
disebut hiperemisis, hal ini akan menghambat asupan gizi pada ibu hamil
berkurang sehingga konisi ibu menjadi lemah, dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan janin, oleh karena itu perlu segera
ditangani.
9. Keluar cairan banyak pervaginam secara tiba-tiba

Cairan ini adalah cairan ketuban, ketuban seharusnya pecah menjelang


persalinan, tetapi jika ketuban keluar sebelum ibu mengalami tanda-tanda
persalinan maka janin dan ibu akan mudah terinfeksi. Hal ini akan
berbahaya baik bagi ibu maupun janin. (Depkes RI, 2007)
2.2 Frekuensi Kehamilan Berisiko

Frekuensi kehamilan risiko tinggi berbeda-beda dari yang dilaporkan peneliti,


tergantung dari cara penilaian faktor-faktor yang dimasukkan ke dalam kehamilan
risiko tinggi. Rochjati (1977) mengemukakan frekuensi kehamilan risiko tinggi
dengan jumlah antenatal sebagai penyebut adalah 30,8% dengan menggunakan
kriteria dan 29,4% dengan menggunakan skor. Daely (1979) mengemukakan
frekuensi dengan jumlah intrapartal sebagai penyebut kehamilan risiko tinggi
69,7% dengan menggunakan kriteria. Peneliti lain Rogers (1964) dengan
frekuensi 26,0% dengan menggunakan skor, Nesbitt Aubry (1969) 29,0% dengan
menggunakan skor, Hobel (1969-1971) 32,0% dengan menggunakan skor.
2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kehamilan Berisiko

Kehamilan berisiko dapat dipengaruhi oleh faktor antenatal, intrapartum,


faktor obstetri dan neonatal serta dapat dipengaruhi oleh faktor umum dan
pendidikan. Kehamilan berisiko juga dipengaruhi oleh faktor menjelang
kehamilan yang meliputi genetika (keturunan) dan lingkungan (pendidikan dan
sosial ekonomi) dan faktro risiko tinggi bagi yang bekerja, baik selama hamil,
persalinan dan neonatus. (Manuaba, 2010) Faktor-faktor yang mempengaruhi
kehamilan dengan risiko dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor non-medis dan
faktor medis. Faktor non medis tersebut anatara lain: kemiskinan, ketidaktahuan,
adat, tradisi, kepercayaan, status gizi, sosial ekonomi rendah, kebersihan
lingkungan, kesadaran memeriksakan kehamilan secara teratur, fasilitas dan
sarana kesehatan yang kurang. (Mochtar, 1998)
1. Pendidikan

Pendidikan merupakan proses menumbuhkembangkan seluruh


kemampuan dan perilaku manusia melalui pengetahuan, sehingga dalam
pendidikan perlu dipertimbangkan umur dan hubungan dengan proses
belajar. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi persepsi seseorang untuk
lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi. Pendidikan memiliki peran
penting dalam menentukan kualitas manusia. Semakin tinggi pendidikan,
hidup manusia akan semakin berkualitas karena pendidikan tinggi akan
membuahkan pengetahuan yang baik dan persepsi yang baik.
2. Pekerjaan

Selama kehamilan tidak ada larangan bagi seorang ibu hamil untuk bekerja
di luar rumah. Namun dalam melakukan aktivitas atau pekerjaan ibu harus
memperhatikan jenis dan beban pekerjaan yang dilakukan. Seorang ibu
yang bekerja dari pagi sampai sore tanpa istirahat dapat menyebabkan
ketidaknyamanan pada tubuh yang akan memicu terjadinya kehamilan
berisiko. Selain itu pekerjaan akan mempengaruhi status sosial ekonomi
seseorang. (Maidelwita, 2010)
3. Pengetahuan

Pengetahuan adalah penginderaan terhadap suatu objek. Karena melalui


panca indera manusia, mungkin dapat diaplikasikan dalam perbuatan atau
tindakan seseorang pada situasi dan kondisi yang nyata. (Notoadmojo,
2003) Pengetahuan ibu tentang tanda bahaya kehamilan dan risiko pada
kehamilan dapat mempengaruhi sikap dan persepsinya terhadap kehamilan
berisiko. Ibu hamil akan cenderung menghindari keadaan risiko tinggi dan
meningkatkan kesadaran untuk deteksi dini risiko pada kehamilan.
(Mahardani, 2011) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan
hidup sehat meliputi jenis makanan bergizi, menjaga kebersihan diri, serta
pentingnya istirahat cukup sehingga dapat mencegah timbulnya
komplikasi dan tetap mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada.
(Rikadewi, 2010)
2.4 Menentukan Kehamilan Berisiko

2.3.1 Cara Skor

Berdasarkan kartu skor Poedji Rochjati (1977), ibu hamil risiko tinggi dapat
dilihat berdasarkan masalah berikut:
Masalah/Faktor Risiko Skor
Skor awal ibu hamil 2
Terlalu muda, hamil ≤16 tahun 4
Terlalu lambat hamil, kawin ≥4 tahun 4
Terlalu tua, hamil 1 ≥35 tahun 4
Terlalu cepat hamil lagi(≤2 tahun) 4
Terlalu lama hamil lagi (≥10 tahun) 4
Terlalu banyak anak, ≥4 anak 4
Terlalu tua, umur ≥35 tahun 4
Terlalu pendek, ≤145cm 4
Pernah gagal kehamilan 4
Pernah melahirkan dengan
a. tarikan tang/vakum 4
b. uri dirogoh 4
c. diberi infus/transfuse 4
Pernah operasi Sesar 8
Penyakit pada ibu hamil:
a. kurang darah 4
b. malaria 4
c. TB paru 4
d. Payah Jantung 4
e. Diabetes Melitus 4
f. Penyakit Menular Seksual 4
Bengkak pada muka/tungkai dan tekanan darah tinggi 4
Hamil kembar 2 atau lebih 4
Hamil kembar air (hidramnion) 4
Bayi mati dalam kandungan 4
Kehamilan lebih bulan 4
Letak sungsang 8
Letak lintang 8
Perdarahan pada kehamilan ini 8
Pre-eklamsia/kejang-kejang 8

Berdasarakan jumlah skor yang didapat, ibu hamil dengan resiko kemudian
dikelompokkan menjadi
 Skor 2 : ibu hamil dengan risiko rendah, boleh melakukan perawatan di
bidan, melakukan persalinan di polindes, dan ditolong persalinan oleh bidan
 Skor 6-10 : ibu hamil dengan risiko tinggi, boleh melakukan perawatan di
bidan atau dokter, melakukan persalinan di polindes, puskesmas, atau rumah
sakit, dengan ditolong oleh bidan dan pendampingan dokter.
 Skor ≥12 : ibu hamil dengan risiko sangat tinggi, harus melakukan
perawatan di dokter, melakukan persalinan di rumah sakit, dan ditolong oleh
dokter spesialis kebidanan.
2.3.2 Cara Kriteria

Kriteria yang dikemukakan oleh peneliti dari berbagai institut berbeda-beda


namn dengan tujuan yang sama yaitu mencoba mengelompokkan kasus risiko
tinggi
Daely (1979) mengemukakan kriteria sebagai berikut:

 Komplikasi obstetri

a) Umur (≤19tahun atau ≥35 tahun)

b) Paritas (primigravida atau grandemulti)

c) Riwayat persalinan dahulu : aborsi, partus prematurus, kematian janin,


perdarahan postpartum, preeklamsi, eklamsi, hamil mola, persalinan
operatif, operasi ginekologik, inersia uteri.
d) Disproporsi sefalo-pelvik

e) Perdarahan antepartum

f) Pre-eklamsi dan eklamsi

g) Kehamilan ganda

h) Hidramnion

i) Kelainan letak pada hamil tua

j) Dismaturitas

k) Kehamilan pada infertilitas

l) Persalinan terakhir 5 tahun atau lebih

m) Inkompetensi serviks
n) Postmaturitas

o) Hamil dengan tumor

p) Uji serologik lues positif


 Komplikasi medis

a) Anemia

b) Hipertensi

c) Penyakit jantung

d) Diabetes mellitus

e) Obesitas

f) Penyakit saluran kencing

g) Penyakit hati, paru dan penyakit lain selama kehamilan


27
BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Ibu hamil yang berada di wilayah kerja Puskesmas Karangasem 1 akan


diberikan kuesioner melalui wawancara dan dilakukan pencatatan identitas
meliputi nama, alamat, usia, pendidikan, pekerjaan, dan graviditas. Kemudian
dilakukan wawancara mengenai tanda-tanda bahaya pada kehamilan, kehamilan
berisiko, dan keterpaparan informasi.

 Genetik
 Pendidikan
Faktor Predisposisi
 Pekerjaan
 Pengalaman

 Pengetahuan
tentang tanda
bahaya dan
risiko tinggi Kehamilan Berisiko
kehamilan
Faktor
 Lingkungan sosial
Pemungkin
 Tempat tinggal

Faktor Penguat
 Sumber
informasi
 Tempat ANC
 Frekuensi
kunjungan ANC

Gambar 3.1 Kerangka Konsep


28
BAB IV METODE
PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi deskriptif cross-


sectional. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dan pengukuran
variabel-variabel pada penelitian ini hanya dilakukan satu kali pada satu saat.
Observasi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui proporsi ibu hamil berisiko
dan karakteristiknya.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Karangasem 1,


Kabupaten Karangasem, Bali.
4.2.2 Waktu Penelitian

Pengambilan data dilakukan pada tanggal 18-28 Januari 2015, yang


kemudian dikaji setelah waktu pengambilan data selesai.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Karangasem 1. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang
dapat dijangkau di wilayah kerja Puskesmas Karangasem 1.
29

4.4 Penentuan Besar Sampel & Teknik Penentuan Sampel

4.4.1 Penentuan Besar Sampel

Besar sampel minimal dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

n : Besar sampel minimal pada studi deskriptif


Zα : Deviat baku alfa (α = 0,05 = 1,96)
p : Prevalensi di populasi (29,5%)
q :1–p
d : Presisi (0,10)

f : Perkiraan drop out (10%)

Besaran sampel berdasarkan perhitungan rumus diatas didapatkan


sebesar 87,88 sampel. Namun karena jumlah populasi ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas Karangasem 1 sebanyak 223 orang, maka
sampel yang dibutuhkan dihitung menggunakan rumus:

Keterangan :

n1 = Jumlah sampel yang diperlukan bila jumlah populasi penelitian <


10.000
n = Jumlah sampel yang diperlukan bila jumlah populasi penelitian ≥
10.000
N = Perkiraan jumlah populasi penelitian = 223 orang
Besaran sampel berdasarkan perhitungan di atas maka didapatkan 63,23
sampel. Untuk menghindari data yang tidak lengkap, kami menggunakan
75 sampel.
4.4.2 Teknik Penentuan Sampel

Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik snowball


sampling. Sampel dikumpulkan dengan menanyakan tempat tinggal satu ibu hamil
kepada bidan desa, kemudian ibu hamil tersebut sebagai informan apakah ada ibu
hamil di sekitar rumahnya. Hal tersebut dilakukan seterusnya sampai jumlah
sampel minimal terpenuhi.
4.4.3 Kriteria Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang dapat ditemui dan
tinggal di wilayah kerja Puskesmas Karangasem 1.
- Kriteria Inklusi :

a. Ibu hamil yang tinggal di 5 desa dalam wilayah kerja Puskesmas


Karangasem 1
b. Ibu hamil tersebut bersedia menjadi responden

- Kriteria Eksklusi :

a. Ibu hamil yang tidak dapat ditemui di rumahnya

b. Ibu hamil tidak dapat menyebutkan riwayat kehamilan


sebelumnya (untuk ibu hamil dengan kehamilan kedua atau
lebih)
4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Identifikasi Variabel

a. Pendidikan

b. Pekerjaan

c. Tingkat pengetahuan ibu hamil tentang tanda bahaya dan kehamilan


dengan risiko
d. Upaya penanganan pada kehamilan berisiko

e. Keterpaparan informasi mengenai risiko pada kehamilan

f. Kehamilan berisiko

4.5.2 Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
1 Tingkat Jenjang Kuesioner Wawancara - Pendidikan Ordinal
pendidikan pendidikan dengan rendah
terakhir yang menggunakan (Tidak
berhasil kuesioner sekolah, SD,
ditempuh SMP)
- Pendidikan
tinggi (SMA,
PT)
2 Pekerjaan Kondisi Kuesioner Wawancara Tidak bekerja Nominal
dengan Bekerja:
dimana pasien
menggunakan Formal dan
melakukan
kuesioner nonformal
kegiatan atau
bekerja

untuk memenuhi
kebutuhan hidup
3 Tingkat Pemahaman Kuesioner Wawancara Masing-masing Ordinal
pengetahua responden dengan memiliki skor
n ibu hamil mengenai tanda- menggunakan 1, sehingga
mengenai tanda bahaya kuesioner skor yang
tanda kehamilan dan diharapkan
bahaya faktor risiko paling tinggi
kehamilan pada kehamilan. adalah 16.
Tanda-tanda Rendah : < 70%
bahaya Tinggi : ≥70%
kehamilan
adalah keluhan
atau gejala yang
timbul dalam
kehamilan yang
dapat
mengancam
keselamatan
jiwa ibu atau
janin.
Faktor risiko
adalah yang
dapat
menyebabkan
timbulnya tanda
bahaya pada
kehamilan
4 Upaya Tempat ibu Kuesioner Wawancara -puskesmas Nominal
penanganan hamil lebih dengan -bidan praktek
kehamilan banyak menggunakan mandiri
berisiko melakukan keusioner -dokter Sp. OG
pemeriksaan
rutin kehamilan
pada kehamilan
berisiko

5 Keterpapara Informasi Kuesioner Wawancara - Mendapat Nominal


n informasi langsung yang dengan informasi
mengenai diperoleh menggunakan (baik dari
kehamilan responden kuesioner tenaga
berisiko mengenai risiko kesehatan
dan tanda maupun non
bahaya tenaga
kehamilan kesehatan)
- Tidak
mendapat
informasi
6 Kehamilan Ditentukan Kuesioner Wawancara - Kelompok ordinal
dengan berdasarkan dengan tidak
risiko skor Poedji menggunakan berisiko :
Rochjati kuesioner kelompok
risiko rendah
(total skor 2)
- Kelompok
berisiko:
kelompok
risiko tinggi
(total skor 6-
10) dan
risiko sangat
tinggi (total
skor ≥612
4.6 Instrumen Penelitian

Bahan dan instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini


adalah kuesioner wawancara menggunakan skor Poedji Rochjati dan kuesioner
tingkat pengetahuan ibu hamil tentang tanda-tanda bahaya kehamilan, faktor
risiko, dan keterpaparan informasi yang diambil dan dimodifikasi dari kuesioner
Agustini (2012). Selain itu juga memerlukan alas tulis dan alat tulis.
4.7 Protokol Penelitian

4.7.1 Tahap Persiapan

(1) Memohon ijin kepada pihak yang berwenang pada Puskesmas


Karangasem 1 untuk melakukan penelitian (pengambilan sampel) di
wilayah kerja Puskesmas.
(2) Menyiapkan daftar pertanyaan (kuesioner) dan alat tulis, untuk
mengambil data dari sampel.
4.7.2 Tahap Pelaksanaan

(1) Peneliti melakukan observasi ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas


Karangasem 1 dan mencatat identitas responden, serta mencatat hasil
kuesioner.
(2) Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dengan cara
melakukan wawancara terhadap responden dengan alat bantu kuesioner.
(3) Waktu pengambilan data tanggal 18-28 Januari. Setelah data yang
dikumpulkan terpenuhi, data tersebut diolah dan dianalisis untuk
mendapatkan hasil.
4.8 Analisis Data

Setelah terkumpul, data dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabel, dan
narasi dengan bantuan software komputer. Data dianalisis secara univariat untuk
melihat distribusi frekuensi secara desktiptif dan bivariat untuk melihat proporsi
berdasarkan karakteristik.
36
BAB V
HASIL PENELITIAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari pengumpulan sampel di wilayah kerja


Puskesmas Karangasem 1 mendapatkan 75 sampel yang bertempat tinggal di 5
desa yaitu Bugbug, Pertima, Subagan, Padang Kerta, dan Karangasaem.
5.1 Proporsi Ibu Hamil Berisiko

Berdasarkan hasil perhitungan skor Poedji Rochjati, didapatkan 36% ibu


tidak berisiko dan 64% ibu memiliki kehamilan berisiko (Tabel 5.1)
Tabel 5.1
Proporsi kelompok ibu hamil berisiko di wilayah kerja Puskesmas
Karangasem 1

Risiko Frekuensi Persentase (%)

Tidak berisiko 27 36
Berisiko 48 64

Total 75 100

Berdasarkan kelompok ibu dengan kehamilan berisiko dapat dibagi menjadi dua
yaitu risiko tinggi (total skor Poedji Rochjati 6-10) dan risiko sangat tinggi (total
skor Poedji Rochjati ≥12). Terdapat 64,6% ibu hamil risiko tinggi dan 35,4% ibu
hamil risiko sangat tinggi (Tabel 5.2).
37

Tabel 5.2
Proporsi masing-masing risiko pada kelompok ibu hamil berisiko di wilayah
kerja Puskesmas Karangasaem 1
Risiko Frekuensi Persentase (%)

Risiko Tinggi 31 64,6


Risiko Sangat Tinggi 17 35,4

Total 48 100

5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Hamil

Berdasarkan data sampel yang didapatkan karakteristik pendidikan ibu hamil


di wilayah kerja Puskesmas Karangasem 1 terdapat 58,7% ibu dengan pendidikan
rendah dan 41,3% ibu dengan pendidikan tinggi. Berdasarkan karakteristik
pekerjaan terdapat 49,3% ibu hamil tidak bekerja dan 50,7% ibu hamil bekerja.
Berdasarkan karakteristik pengetahuan mengenai kehamilan dengan risiko tinggi
didapatkan 61,3% ibu hamil dengan pengetahuan rendah dan 38,7% ibu hamil
dengan pengetahuan tinggi. Berdasarkan tempat kunjungan antenatal care
terdapat 5,3% ibu hamil yang ANC ke puskesmas; 85,3% ibu hamil
memeriksakan kehamilan ke bidan praktek mandiri; dan 9,3% ibu hamil
memeriksakan kehamilan ke dokter spesialis kandungan dan kebidanan.
Berdasarkan sumber infromasi mengenai kehamilan risiko tinggi 88,05 mendapat
informasi dan 12,0% tidak mendapat informasi (Tabel 5.3).
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas
Karangasem 1
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Pendidikan
Pendidikan rendah 44 58,7
Pendidikan tinggi 31 41,3
Pekerjaan
Tidak Bekerja 37 49,3
Bekerja 38 50,7
Pengetahuan
Rendah 46 61,3
Tinggi 29 38,7
Tempat ANC
Puskesmas 4 5,3
Bidan praktek mandiri 64 85,3
Dokter Sp. OG 7 9,3
Sumber Informasi
Dapat informasi 66 88,0
Tidak dapat informasi 9 12,0
Total 75 100

5.3 Proporsi Ibu Hamil Berisiko berdasarkan Karakteristiknya

Berdasarkan karakteristik pendidikan ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas


Karangasem 1, ibu hamil dengan pendidikan rendah 33 (73%) merupakan
kelompok berisiko dan 25% merupakan kelompok tidak berisiko. Ibu hamil
dengan pendidikan tinggi 16 (51,6%) merupakan kelompok tidak berisiko dan 15
(48,4%) merupakan kelomok berisiko. Berdasarkan pekerjaan, pada ibu hamil
yang tidak bekerja 28 (75,7%) merupakan kelompok berisiko dan 9 (24,3%)
merupakan kelompok tidak berisiko. Ibu hamil yang bekerja 20 (52,6%)
merupakan kelompok berisiko dan 18 (47,4%) merupakan kelompok tidak
berisiko. Sementara berdasarkan pengetahuan mengenai kehamilan berisiko dan
tanda bahaya kehamilan, pada ibu yang pengetahuannya kurang 34 (73,9%)
merupakan kelompok berisiko dan 12 (26,1%) merupakan kelompok tidak
berisiko. Pada ibu yang pengetahuan tinggi 15 (51,7%) merupakan kelompok
tidak berisiko dan 14 (48,3%) merupakan kelompok berisiko. Berdasarkan
informasi yang didapat, ibu hamil yang mendapat informasi 41 (62,1%)
merupakan kelompok berisiko dan 25 (37,9%) merupakan kelompok tidak
berisiko. Sementara ibu hamil yang tidak pernah mendapat informasi 7 (77,8%)
merupakan kelompok berisiko dan 2 (22,2%) merupakan kelompok tidak berisiko
(Tabel 5.4).
Tabel 5.4
Proporsi Ibu Hamil Berisiko berdasarkan Karakteritiknya di Wilayah Kerja
Puskesmas Karangasem 1
Variabel Tidak Berisiko Berisiko Total
n(%) n(%) n(%)
Pendidikan
Rendah 11 (25,0%) 33 (75,0%) 44 (100%)
Tinggi 16 (51,6%) 15 (48,4%) 31 (100%)
Pekerjaan
Tidak Bekerja 9 (24,3%) 28 (75,7%) 37 (100%)
Bekerja 18 (47,4%) 20 (52,6%) 38 (100%)
Pengetahuan
Rendah 12 (26,1%) 34 (73,9%) 46 (100%)
Tinggi 15 (51,7%) 14 (48,3%) 28 (100%)
Informasi
Mendapat informasi 25 (37,9%) 41 (62,1%) 66 (100%)
Tidak mendapat 2 (22,2%) 7 (77,8%) 9 (100%)
informasi

Total 27 (36%) 31 (41,3%) 75 (100%)

5.4 Proporsi Upaya Penanganan Kehamilan Berisiko pada Kehamilan


Berisiko
Berdasarkan upaya penanganan kehamilan dapat yang dilakukan oleh biu
hamil di wilayah kerja Puskesmas Karangasem 1 adalah melakukan kunjungan
Antenatal care (ANC) ke puskesmas, bidan praktek mandiri dan ke dokter
spesialis kebidanan. Berdasarkan data 48 ibu hamil berisiko, terdapat 48 orang
ibu hamil risiko tinggi dan 17 orang ibu hamil risiko sangat tinggi. Dari ibu hamil
risiko tinggi 87,2% melakukan ANC ke bidan praktek mandiri; 9,6% melakukan
ANC ke puskesmas; dan 3,2% melakukan ANC ke dokter spesialis. Sementara itu
ibu hamil dengan risiko sangat tinggi 76,5% melakukan ANC ke bidan praktek
mandiri dan 23,5% melakukan ANC ke dokter spesialis (Tabel 5.5).
Tabel 5.5
Proporsi Upaya Penanganan pada Kehamilan Berisiko

Upaya Penanganan Risiko Tinggi Risiko Sangat Total


n(%) Tinggi n(%) n(%)
Puskesmas 3 (9,6%) 0 (0%) 3 (6,3%)
Bidan Praktek Mandiri 27 (87,2%) 13 (76,5%) 40 (83,3%)
Dokter Sp. OG 1 (3,2%) 4 (23,5%) 5 (10,4%)
Total 31 (100%) 17 (100%) 48 (100%)
41

BAB VI
PEMBAHASA
N

6.1 Proporsi Ibu Hamil Berisiko

Berdasarkan data dari 75 ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Karangasem


1 didapatkan proporsi ibu hamil berisiko 64% dan tidak berisiko 36%.. Dari data
tersebut didapatkan 7 ibu hamil dengan usia ≥35 tahun, 4 ibu dengan jumlah anak
≥4, 22 ibu dengan jarak anak terakhir ≤2 tahun, 2 ibu dengan tinggi badan ≤145
cm, 12 ibu dengan riwayat keguguran, 3 ibu dengan riwayat tarikan vakum, 5 ibu
dengan riwayat manual plasenta, 11 ibu dengan riwayat mendapat infus atau
transfuse saat persalinan sebelumnya, 1 ibu dengan riwayat operaasi sesar, 5 ibu
dengan riwayat tekanan darah tinggi pada kehamilan sebelumnya, 1 ibu dengan
riwayat hamil kembar, 1 ibu dengan riwayat polihidramnion, 4 ibu dengan riwayat
bayi mati dalam kandungan, 6 ibu dengan riwayat kehamilan lebih bulan, 4 ibu
dengan riwayat kehamilan letak sungsang, 3 ibu dengan riwayat perdarahan pada
kehamilan, dan 7 ibu dengan keadaan anemia.
Dibandingkan data toleransi berdasarkan Rochjati adalah 29,8% untuk
keseluruhan ibu hamil dengan risiko dengan menggunakan penilaian berdasarkan
skor. Hasil penelitian ini cenderung lebih tinggi dari hasil Rochjati. Berdasarkan
data dari survei demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2012 proporsi ibu hamil
berisiko adalah 63,7%. Data dari Riskesdas Provinsi Bali (2013) menunjukkan
ibu hamil berisiko sebesar 63,3%. Data dari Provinsi Riau tahun 2012
42

mengemukakan terdapat 19,9% kehamilan berisiko. (Fitriani, 2014) Sementara di


Kota Padang mendapatkan 44,8% kehamilan berisiko. (Maidelwita, 2010)
Penelitian Septiana (2014) di Kota Surabaya menemukan 42,1% ibu hamil
berisiko tinggi dan 21,05% berisiko sangat tinggi. Hasil penelitian ini cenderung
lebih rendah dari hasil penelitian Pratiwi (2013) di Kota Yogyakarta yaitu 67%
kehamilan berisiko.
Proporsi ibu hamil berisiko dari penelitian ini didapatkan cenderung lebih
tinggi dari data Provinsi Riau dan data Puskesmas Karangasem 1 (2015) karena
cara menentukan kelompok berisiko dengan menggunakan skor Rochjati (1977).
Skor tersebut menilai kondisi kesehatan ibu hamil saat ini dan riwayat kehamilan
sebelumnya dengan menggunakan poin. Penelitian ini sesuai dengan yang
digunakan penelitian Septiana (2014), Maidelwita (2010) dan Pratiwi (2013).
6.2 Proporsi Ibu Hamil Berisiko Berdasarkan Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan, ibu hamil dengan pendidikan rendah


cenderung lebih banyak mengalami kehamilan berisiko yaitu 75%. Berdasarkan
data Riskesdas (2013) menemukan 62,7% ibu hamil berpendidikan rendah
merupakan kelompok ibu hamil berisiko. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Maidelwita (2010) yang mendapatkan 63,8% ibu hamil dengan pendidikan rendah
termasuk dalam kelompok kehamilan berisiko. Hasil tersebut juga sesuai dengan
penelitan Ambarwati (2011) 74,5% ibu hamil berisiko tinggi memiliki pendidikan
rendah. Hasil tersebut sesuai dengan teori bahwa kehamilan risiko tinggi dapat
dipengaruhi faktor non medis yaitu tingkat pendidikan ibu hamil. (Manuaba,
2010)
Menurut Septalia (2010) pendidikan adalah suatu kegiatan proses
pembelajran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu
sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Pendidikan dapat
mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap informasi yang diterimanya.
Semakin tinggi seorang ibu hamil maka semakin kecil kemungkinan ibu hamil
tersebut mengalami kejadian kehamilan berisiko. Ibu hamil yang berpendidikan
tinggi umumnya tidak berisiko dikarenakan jenjang pendidikan formal membuat
pengetahuan ibu hamil menjadi lebih baik sehingga ibu hamil dapat menerapkan
kehamilan yang aman dan sehat.
Batasan pendidikan rendah adalah tidak sekolah, SD, dan SMP. Sementara
tingkat pendidikan SMA ke atas merupakan pendidikan tinggi. Dalam tingkat
pendidikan SMA telah diajarkan ilmu biologi dan kesehatan reproduksi yang lebih
khusus dan mendalam. (Sukesih, 2012) Selain itu semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka informasi yang telah ia dapatkan di sekolah maupun
di pergaulan sekitar semakin banyak. Hal tersebut akan semakin membuka pikiran
seseorang terhadap pengetahuan dan mampu menerapkan dalam kehidupannya.
Selain itu pendidikan yang tinggi akan membuat ibu hamil menjadi lebih mencari
tahu informasi dari berbagai sumber terkait kesehatan kehamilan. Ibu hamil akan
semakin mudah menerima dan memilah informasi yang didapatkannya. Sehingga
ia akan semakin waspada dan berusaha untuk mewujudkan kesehatan kehamilan
tersebut.
6.3 Proporsi Ibu Hamil Berisiko berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan pekerjaan, ibu hamil yang tidak bekerja lebih banyak mengalami
kehamilan berisiko yaitu 75,7%. Hal ini berbeda dengan yang diperoleh
Maidelwita (2010) yang mendapatkan ibu hamil yang bekerja lebih banyak
merupakan kelmpok berisiko yaitu 62,5%. Sementara itu penelitian Sugiarti
(2014) mendapatkan ibu hamil yang tidak bekerja mampu melakukan deteksi dini
risiko tinggi 80% dan yang bekerja mampu deteksi dini 60%. Menurut penelitian
tersebut ibu hamil yang bekerja lebih banyak merupakan kelompok berisiko
karena kesibukan oleh pekerjaannya sehingga ibu tersebut tidak memiliki waktu
luang untuk memeriksakan kehamilannya.
Pada sampel penelitian ini, ibu hamil yang tidak bekerja sebagian besar diam
di rumah mengerjakan tugas rumah tangga. Ibu hamil yang bekerja lebih sedikit
yang masuk ke kelompok kehamilan berisiko karena cenderung didukung oleh
faktor ekonomi dan pengetahuan tingi. Ibu yang bekerja akan memiliki
penghasilan yang lebih baik sehingga mereka dapat memperoleh informasi lebih
banyak dari media massa. Selain itu ibu yang bekerja biasanya memiliki wawasan
yang lebih luas dan pengalaman yang lebih banyak didapat dari lingkungan sosial
di tempat bekerja.
Ibu hamil yang tidak bekerja berisiko dalam kehamilannya karena ibu
tersebut memiliki ekonomi yang rendah sehingga untuk memeriksakan kehamilan
dan mencari informasi mengenai kesehatan kehamilan mereka tidak memiliki
cukup biaya. Selain itu, ibu hamil yang tidak bekerja tinggal di rumah biasanya
bersama keluarga besar suami. Terdapat budaya yang terkenal di penduduk
wilayah ini yaitu ibu yang sedang hamil disembunyikan dari masyarakat. Hal
tersebut terkait kepercayaan untuk menjaga keselamatan ibu dan bayi pada masa
kehamilan. Banyak ibu hamil yang tidak diizinkan keluar rumah. Hal tersebut
membuat ibu hamil memiliki sendikit akses untuk informasi terhadap kesehatan
kehamilan dan deteksi dini kehamilan berisiko.
6.4 Proporsi Ibu Hamil Berisiko berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Ibu hamil dengan pengetahuan rendah 73,9% cenderung merupakan


kelompok berisiko dan ibu dengan pengetahuan tinggi 48,3% yang merupakan
kelompok berisiko. Ibu hamil dengan pengetahuan rendah cenderung lebih banyak
merupakan kelompok bersiko. Hal ini sesuai dengan penelitian Madelwita (2010)
yang memperoleh ibu berpengetahuan tinggi 68,2% masuk kelompok tidak
berisiko. Agustini (2012) menemukan dari populasi ibu hamil di Bogor 81,3%
memiliki pengetahuan rendah mengenai tanda bahaya dan kehamilan risiko tinggi.
Sementara itu Sukesih (2012) di Kota Tegal menemukan 58,3% ibu hamil
memiliki pengetahuan rendah mengenai tanda bahaya dan kehamilan risiko tinggi.
Penelitian Septiana (2014) di Kota Surabaya menemukan 42,1% ibu hamil
memiliki pengetahuan kurang mengenai kehamilan berisiko.
Menurut Mochtar (1998) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kehamilan
berisiko yaitu kemiskinan, ketidaktahuan, adat, tradisi, kepercayaan, sosial
ekonomi, kehamilan teratur, fasilitas dan sarana kesehatan yang kurang. Ibu yang
mengetahui tanda bahaya dan kehamilan berisiko sedapat mungkin menghindari
dirinya masuk ke kelompok kehamilan berisiko. Selain itu ibu yang
berpengetahuan tinggi akan mempengaruhi kunjungan ke tempat pemeriksaan
kehamilan bila ia mencurigai adanya faktor risiko pada dirinya. Selain itu ibu
hamil yang memiliki pengetahuan tinggi akan lebih mudah menerima informasi
mengenai kesehatan kehamilan dan menghindari tradisi yang mungkin dapat
menjadi faktor risiko pada kehamilan. Hal tersebut seperti bahwa setiap keluarga
harus memiliki 4 anak atau kepercayaan bahwa ibu hamil harus disembunyikan di
rumah.
6.5 Proporsi Ibu Hamil Berisiko berdasarkan Keterpaparan Informasi

Ibu hamil yang tidak pernah mendapatkan informasi mengenai tanda bahaya
dan kehamilan risiko tinggi cenderung lebih banya mengalamai kehamilan
berisiko yaitu 77,8%. Ibu hamil yang tidak mendapat informasi lebih cenderung
kelompok ibu hamil berisiko. Hal tersebut sesuai dengan yang ditemukan
Agustini (2012) 11,9% ibu hamil yang mendapat informasi dari tenaga kesehatan
memiliki pengetahuan yang baik mengenai kehamilan berisiko.
Informasi dari tenaga kesehatan atau sumber lain sangat diperlukan ibu
hamil. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa informasi yang diperoleh dari
berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, bila
seseorang mempunyai banyak informasi maka ia cenderung mempunyai
pengetahuan yang luas. (Notoatmodjo, 2010) Upaya yang harus dilakukan dalam
hal ini adalah pemberian informasi dari berbagai sumber untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran ibu hamil mengenai kehamilan berisiko.
6.6 Proporsi Upaya Penanganan Kehamilan Berisiko

Berdasarkan 48 orang ibu hamil berisiko, 31 orang (64,6%) merupakan risiko


tinggi dan 17 orang (35,4%) merupakan risiko sangat tinggi. Ibu hamil yang risiko
tinggi 87,2% memeriksakan kehamilannya ke bidan praktek mandiri. Sementara
ibu hamil dengan risiko sangat tinggi 76,5% cenderung memeriksakan
kehamilannya ke bidan praktek mandiri dan 23,5% yang ke dokter spesialis.
Berdasarkan skor Rochjati (1977) Ibu hamil dengan risiko rendah, boleh
melakukan perawatan di bidan, melakukan persalinan di polindes, dan ditolong
persalinan oleh bidan. Di wilayah kerja Puskesmas Karangasem ibu hamil dengan
risiko rendah bebas memilih tempat pemeriksaan kehamilan dan rencana
persalinan sesuai keadaan sosial ekonomi keluarga. Sebagian besar ibu hamil
tersebut pergi ke bidan praktek mandiri. Era jaminan kesehatan nasional (JKN)
juga menganjurkan ibu hamil dengan risiko rendah untuk melahirkan dengan
pertolongan bidan.
Ibu hamil dengan risiko tinggi, boleh melakukan perawatan di bidan atau
dokter, melakukan persalinan di polindes, puskesmas, atau rumah sakit, dengan
ditolong oleh bidan dan pendampingan dokter. Di wilayah kerja Pukesmas
Karangasem 1 ibu hamil dengan risiko tinggi cenderung lebih banyak
memeriksakan kehamilan ke bidan praktek mandiri. Sementara ibu hamil dengan
risiko sangat tinggi, harus melakukan perawatan di dokter, melakukan persalinan
di rumah sakit, dan ditolong oleh dokter spesialis kebidanan. Dari penelitian ini
didapatkan cenderung lebih banyak ibu hamil dengan risiko sangat tinggi
memeriksakan kehamilan ke bidan praktek mandiri. Hal ini dapat dipengaruhi
kondisi ekonomi, sosial, pengetahuan, dan geografis. Wilayah kerja Puskesmas
Karangasem 1 meliputi wilayah desa, kota, dan melewati bukit. Rumah Sakit
Umum Daerah Karangasem terletak di daerah kota, sehingga masyarakat terutama
yang berada di Desa Bugbug harus melewati bukit untuk mencapai kota.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Mikrajab (2013) ibu hamil cenderung
memanfaatkan bidan praktek mandiri, sementara untuk pemberian rujukkan
didominasi atas rekomendasi bidan desa dan peran keluarga. Faktor pendidikan,
pekerjaan, keadaan ekonomi, latar belakang budaya dan kepercayaan juga dapat
mempengaruhi pilihan biu hamil. Untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan
koordinasi dari berbagai pihak termasuk bidan praktek mandiri, puskesmas dan
rumah sakit daerah. Selain itu deteksi dini kehamilan risiko tinggi juga sangat
diperlukan sehingga ibu hamil dapat segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang
sesuai. Selain itu meningkatkan kesamarataan akses terhadap layanan kesehatan
juga harus diperhatikan. Beberapa hal seperti transformasi norma sosisal dan
budaya agar menduung kesehatan ibu hamil, mengurangi hambatan pelayanan
persalinan dan rujukan kegawatdaruratan obstetri dengan pendekatan sistem.
(USAID, 2014)

6.7 Kelemahan Penelitian

Kelemahan penelitian ini yaitu sampel terbatas pada wilayah tertentu karena
akses jalan yang cukup sulit serta singkatnya waktu penelitian. Penelitian ini juga
dilakukan dalam waktu satu kali sehingga pemanfaatan temuan penelitian ini
berlaku terbatas hanya pada saat itu pula.
49
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

1. Proporsi ibu hamil berisiko 64% dan tidak berisiko 36%.

2. Distribusi frekuensi pendidikan 58,7% ibu dengan pendidikan rendah dan


41,3% ibu dengan pendidikan tinggi. Distribusi frekuensi pekerjaan 49,3%
ibu hamil tidak bekerja dan 50,7% ibu hamil bekerja. Terdapat 61,3% ibu
hamil dengan pengetahuan rendah dan 38,7% ibu hamil dengan
pengetahuan tinggi. Terdapat 88% ibu hamil mendapat informasi
mengenai kehamilan berisiko dan 12,0% tidak pernah mendapat informasi.
3. Proporsi ibu hamil berisiko 75% pada ibu berpendidikan rendah dan
48,4% pada ibu berpendidikan tingi.
4. Proporsi ibu hamil berisiko 75,7% pada ibu hamil yang tidak bekerja dan
52,6% pada ibu hamil yang bekerja.
5. Proporsi ibu hamil berisiko 73,9% pada ibu hamil berpengetahuan rendah
dan 48,3% pada ibu hamil berpengetahuan tinggi.
6. Proporsi ibu hamil berisiko 77,8% pada ibu hamil yang tidak mendapat
informasi dan 62,2% pada ibu yang mendapat informasi.
7. Proporsi upaya penanganan kehamilan berisiko 87,2% ibu hamil berisiko
tinggi memeriksakan kehamilan ke bidan praktek mandiri dan 76,5% ibu
hamil berisiko sangat tinggi juga memeriksakan kehamilan ke bidan
praktek mandiri.
50

7.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan:

1. Bagi pihak Puskesmas Karangasem 1 agar meningkatkan pelayanan


kesehatan khususnya dalam meningkatkan pengetahuan ibu hamil mengenai
kehamilan berisiko sedini mungkin
2. Melakukan deteksi risiko tinggi yang dimiliki ibu hamil sehingga dapat
melakukan rujukan pelayanan Antenatal care sesuai tingkat risiko ibu
hamil.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan instrumen penelitian yang
serupa untuk mengetahui proporsi masing-masing faktor risiko pada sampel
yang lebih besar.
51

DAFTAR PUSTAKA

Agustini S. 2012. Pengetahuan Ibu Hamil tentang Tanda-tanda Bahaya


Kehamilan di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Cimandala
Kecamatan Sukaraja Bogor Tahun 2012. (skripsi) FKM Universitas
Indonesia
Ambarwati MR, Yuliana R, Wisnu NT. 2011. Gambaran Faktor Penyebab Ibu
Hamil Resiko Tinggi Tahun 2005-2010. Jurnal Penelitian Kesehatan
Suara Forikes;2:1-8.
Depkes RI. 2007. Pedoman Pelayanan Antenatal. Jakarta: Depkes RI
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Bali
2014.
Denpasar: Dinas Kesehatan Provinsi Bali.
Fitriani E, Utami S, Rahmalia S. 2014. Efektifitas Pendidikan Kesehatan
tentang Kehamilan Resiko Tinggi terhadap Pengetahuan Ibu Hamil.
JOM PSIK;1(2): 1-8
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Indonesia.
Mahardani. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Ibu
Hamil dalam Deteksi Dini Tanda Bahaya Kehamilan di Wilayah
Kerja Puskesmas Sawan 1 Kecamatan Sawan Kabupaten
Buleleng Provinsi Bali 2011. (skripsi) Depok: FKM Universitas
Indonesia
Maidelwita Y. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kehamilan
berisiko ringgi di Puskesmas Nanggalo Padang. Diunduh dari :
www.journal.mercubaktijaya.ac.id/downlotfile.php?file=2.pd pada 31
Januari 2016
Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010
Mikrajab MA, Syahrianti. 2013. Utilisasi Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil
melalui Integrasi Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi dan Antenatal Care di Posyandu Kota
Mojokerto, Jawa Timur. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan;16(2):203-216.
Mochtar, R, 1998. Sinopsis Obstetri Sosial. Jakarta:EGC.
Notoatmodjo S. 2003. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat (Cet 2).
Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rieska Cipta
Pranata S, Fauziah Y, Budisuari MA, Kusrini IA. 2013. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar Provinsi Bali. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan RI
52

Pratiwi CS. 2013. Faktor Risiko pada Ibu Hamil di Kota Yogyakarta Tahun
2013. Diunduh dari
journal.respati.ac.id/index.php/medika/article/view/146 pada tanggal
15 Januari 2016.
Pusat Data dan Informasi. 2014. InfoDatin: Mother’s Day Situasi Kesehatan Ibu.
Jakarta Selatan: Kementrian Kesehatan RI.
Rikadewi. 2010. Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil tentang Kehamilan Risiko
di Puskesmas Bangetayu Kecamatan Genuk Kota Semarang Tahun
2010. Diunduh dari: http://digilib.unimus.ac.id pada tanggal 19
Januari 2016
Rochjati, P., 2010. Skrining Ante Natal Care pada Ibu Hamil. Surabaya.
Airlangga University Press
Sarwono P. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Septalia. D. (2010). Pendidikan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Septiana , Tjahjani E. 2014. Kejadian Risiko Kehamilan Berdasarkan Tingkat
Pengetahuan Ibu Hamil Trimester III. Jurnal Griya Husada;1:39-43.
Statistics Indonesia (Badan Pusat Statistik—BPS), National Population and
Family Planning Board (BKKBN), and
Kementerian Kesehatan (Kemenkes—MOH), and ICF International. 2013.
Indonesia Demographic and Health Survey 2012. Jakarta, Indonesia:
BPS, BKKBN, Kemenkes, and ICF International.
Sugiarti. 2014. Upaya Pemberdayaan Ibu Hamil untuk Deteksi Dini Risiko
Tinggi Kehamilan Trimester Satu. (Skripsi) GriyaHusada Surabaya.
Sukesih S. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Ibu Hamil
mengenai Tanda Bahaya dalam Kehamilan di Puskesmas Tegal
Selatan Kota Tegal Tahun 2012. (skripsi) FKM Universitas Indonesia.
USAID. 2014. Ending Preventable Maternal Mortality: USAID Maternal
Health Vision for Action. USA: USAID Administrator.
Varney H, Jan M, Kriebs C. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2002
WHO. 2015 Trends in maternal mortality: 1990 to 2015. WHO: Departement of
Reproductive Health and Research.
WHO. 2002. Essential Antenatal, Perinatal and Postpartum Care:
Training Module. WHO Regional Office for Europe.

Anda mungkin juga menyukai