Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam melaksanakan tugas mengajar, guru pasti pernah dihadapkan pada
berbagai permasalahan baik yang terjadi dalam proses pembelajaran maupun di
luar proses pembelajaran tetapi masih dalam konteks pendidikan di sekolah.
Masalah pembelajaran misalnya; siswa tidak mau memperhatikan pelajaran
(minat belajar rendah atau motivasi belajar rendah), siswa pasif, tidak berani
bertanya, prestasi belajar rendah, dan sebagainya. Sedangkan yang bersifat non-
pembelajaran misalnya perkembangan personal siswa tidak optimal, efektivitas
hubungan guru dan siswa yang kurang baik dan sebagainya. Selain permasalah di
atas, sarana prasarana pendukung pembelajaran yang tidak optimal, dibutuhkan
inovasi dari para guru.
Permasalahan-permasalahan seperti itu ibarat penyakit yang kalau tidak
segera disembuhkan akan berdampak sistemik pada proses alamiah pada tubuh
manusia. Oleh karena itu hal di atas menuntut segera diatasi agar tidak berlarut-
larut dan berdampak sistemik pada proses pembelajaran selanjutnya. Peningkatan
kualitas pembelajaran harus selalu diupayakan semaksimal mungkin oleh semua
komponen pelaku-pelaku pendidikan, terutama oleh guru yang memiliki
tanggungjawab yang paling besar dalam pembelajaran.
Guru pada kesempatan ini harus diberi kesempatan untuk menyelesaikan
masalah-masalah pembelajaran dan non-pembelajaran secara profesional dan
kolaboratif lewat sebuah penelitian tindakan secara terkendali. Upaya
meningkatkan kompetensi guru untuk menyelesaikan masalah-masalah
pembelajaran akan berdampak positif ganda. Pertama, kemampuan dalam
menyelesaikan masalah pembelajaran akan meningkat. Kedua, penyelesaian
masalah pembelajaran melalui sebuah investigasi terkendali akan dapat
meningkatkan kualitas isi, masukan, proses, sarana/prasarana, dan hasil belajar.
Ketiga, peningkatan kedua kemampuan tadi akan bermuara pada peningkatan
kualitas lulusan.

1
Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan dampak logis dari tuntutan
perkembangan ipteks yang pesat. Perkembangan ipteks menuntut penyesuaian dan
peningkatan proses pembelajaran secara terus menerus. Disamping itu perlu juga
pemuthakiran pilihan atas konsep-konsep pembelajaran yang mendidik dan
diperlukan untuk meningkatkan kualitas lulusan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)?
2. Model apa sajakah yang cocok digunakan dalam Penelitian Tindakan
Kelas (PTK)?
3. Bagaimana Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang benar dan sistematis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
2. Untuk mengetahui model yang digunakan dalam Penelitian Tindakan
Kelas (PTK)
3. Untuk mengetahui sistematika Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas


Penelitian tindakan atau action research merupakan salah satu jenis
penelitian yang sering dilakukan oleh para peneliti untuk memperbaiki sistem dan
hasil kerja. Sukardi (2009) menjelaskan bahwa penelitian tindakan adalah cara
suatu kelompok atau seseorang dalam mengorganisasi suatu kondisi sehingga
mereka dapat mempelajari pengalaman mereka dan membuat pengalaman mereka
dapat diakses oleh orang lain. Penelitian ini dapat dilakukan baik secara grup
maupun individual dengan harapan pengalaman mereka dapat ditiru atau diakses
untuk memperbaiki kualitas kerja orang lain. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Riduwan (2009) bahwa penelitian tindakan ialah suatu proses yang dilalui oleh
perorangan atau kelompok yang menghendaki perubahan dalam situasi tertentu
untuk menguji prosedur yang diperkirakan akan menghasilkan perubahan
tersebut, setelah sampai pada tahap kesimpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan, kemudian melaksanakan prosedur tersebut. Tujuan
utama penelitian tindakan, yaitu untuk mengubah situasi, perilaku, organisasi,
struktur mekanisme kerja, iklim kerja, sarana ddan prasarana, serta lingkungan
disekitarnya.
Sukidin (2001) dalam Sukardi (2009) menjelaskan bahwa subjek penelitian
tindakan dapat berupa kelas maupun sekelompok orang yang bekerja di industri
atau lembaga social lain yang berusaha meningkatkan kualitas kinerja. Sehingga
dalam bidang pendidikan, penelitian tindakan biasa disebut dengan penelitian
tindakan kelas (PTK) atau Classroom Action Research. Penelitian tindakan kelas
termasuk penelitian kualitatif meskipun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat
kuantitatif, di mana uraiannya bersifat deskriptif dalam bentuk kata-kata, peneliti
merupakan instrumen utama dalam pengumpulan data, proses sama pentingnya
dengan produk. Perhatian peneliti diarahkan kepada pemahaman bagaimana
berlangsungnya suatu kejadian atau efek dari suatu tindakan (Rochiati, 2005).
Pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terdapat tiga unsur, yakni sebagai berikut.

3
1. Penelitian adalah aktivitas mencermati suatu objek tertentu melalui metedologi
ilmiah dengan mengmpulkan data-data dan dianalisis untuk menyelesaikan
suatu masalah.
2. Tindakan adalah suatu aktivitas yang sengaja dilakukan dengan tujuantertentu
yang berbentuk siklus kegiatan dengan tujuan untuk memperbaiki atau
meningkatkan suatu masalah dalam proses belajar mengajar.
3. Kelas adalah sekelompok siswa dalam waktu yang sama menerima pelajaran
yang sama dari seorang guru.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) banyak didefinisikan oleh para ahli.


Berikut ini beberapa definisi Penelitian Tindakan Kelas oleh beberapa ahli.
1. Menurut Jean Mc Niff dalam Yonny (2010), penelitian tindakan kelas
merupakan bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri. Hasil
penelitian ini dapat bermanfaat, antara lain sebagai alat pengembangan
kurikulum, sekolah, dan keahlian mengajar.
2. Menurut Rapoport (1970) dalam Hopkins (1993) peneltian tindakan kelas
adalah penelitian untuk membantu seseorang dalam mengatasi secara praktis
persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu mencapai tujuan
ilmu sosial dengan kerja sama dalam kerangka etika yang disepakati bersama.
3. Menurut Amat Jaedum (2008), penelitian tindakan kelas adalah salah satu jenis
penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran dikelasnya (metode, pendekatan, penggunaan media, teknik
evaluasi, dan sebagainya).
4. Ani W (2008) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu
kegiatan penelitian berkonteks kelas yang dilaksanakan untuk memecahkan
masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi oleh guru, memperbaiki mutu
dan hasil pembelajaran. Penelitian tindakan kelas dapat dilakukan secara
individu maupun kolaboratif.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian


tindakan kelas merupakan penelitian yang dapat diterapkan oleh guru di kelas,

4
baik secara perorangan maupun berkelompok dan bertujuan untuk memecahkan
masalah-masalah pembelajaran, memperbaiki mutu dan hasil pembelajaran, serta
sebagai alat pengembangan kurikulum, sekolah, maupun keahlian mengajar.
Menurut Sumarmo (2006), penelitian tindakan kelas memiliki kelebihan
dibandingkan dengan pendekatan lainnya, yaitu bersifat fleksibilitas dan
implementasinya merupakan sebuah rancangan yang selalu diikuti dengan
pencermatan sedini mungkin, sehingga mampu memberikan perubahan yang
diharapkan, dan setelah itu sangat mungkin segera dilakukan perbaikan atau
penyempurnaan.
Apakah kegiatan PTK tidak akan mengganggu proses pembelajaran? Sama
sekali tidak, karena justru PTK dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami
di kelas sesuai dengan jadwal. Penelitian tindakan kelas (PTK) bersifat
situasional, kontekstual, berskala kecil, terlokalisasi, dan secara langsung gayut
(relevan) dengan situasi nyata dalam dunia kerja. Sebagai subyek dalam PTK
termasuk murid-murid yang sedang melakukan kegiatan pembelajaran. Di dalam
melaksanakan PTK bisa melibatkan guru lain yang mengajar bidang pelajaran
yang sama, yang akan berfungsi sebagai kolaborator dan observer.
Karena situasi kelas sangat dinamis dalam konteks kehidupan sekolah yang
dinamis pula, peneliti perlu menyesuaikan diri dengan dinamika yang ada. Guru
memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK selaras dengan
situasi yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar proses mengarah pada
tercapainya perbaikan. Hal ini menuntut komitmen untuk berpartisipasi dan
kerjasama dari semua orang yang terlibat, yang mampu melakukan evaluasi diri
secara kontinyu sehingga perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya, dapat
diraih. Oleh karena itu diperlukan kerangka kerja agar masalah pembelajaran
secara praktis dapat dipecahkan dalam situasi nyata melalui PTK. Tindakan
dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis dari waktu ke
waktu untuk dijadikan lgurusan dalam melakukan modifikasi.
Untuk dapat meraih perubahan dan perbaikian dalam pembelajaran yang
diinginkan melalui PTK, menurut McNiff (1991), ada beberapa persyaratan PTK,
yakni :

5
1. Guru dan kolaborator serta murid-murid harus punya tekad dan komitmen
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan komitmen itu terwujud dalam
keterlibatan mereka dalam seluruh kegiatan PTK secara proporsional.
2. Guru dan kolaborator menjadi pusat dari penelitian sehingga dituntut untuk
bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai.
3. Tindakan yang dilakukan hendaknya didasarkan pada pengetahun, baik
pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka teoretis, maupun pengetahuan
teknis prosedural, yang diperoleh lewat refleksi kritis.
4. Tindakan tersebut dilakukan atas dasar komitmen kuat dan keyakinan bahwa
situasi dapat diubah ke arah perbaikan.
5. Penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan
perubahan melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan
seluruh kerumitannya.
6. Guru mesti mamantau secara sistematik agar mengetahui dengan mudah arah
dan jenis perbaikan, yang semuanya berkenaan dengan pemahaman yang lebih
baik
7. Guru perlu menyajikan laporan hasil PTK dalam berbagai bentuk termasuk: (1)
tulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog, yaitu
percakapan dengan dirinya sendiri; (2) percakapan tertulis, yang dialogis,
dengan gambaran jelas tentang proses percakapan tersebut; (3) narasi dan
cerita; dan (4) bentuk visual seperti diagram, gambar, dan grafik.
8. Peneliti (guru) perlu memvalidasi pernyataan tentang keberhasilan tindakannya
lewat pemeriksaan kritis dengan mencocokkan pernyataan dengan bukti (data
mentah), baik dilakukan sendiri maupun bersama teman (validasi-diri),
meminta teman sejawat untuk memeriksanya dengan masukan dipakai untuk
memperbaikinya (validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar
dalam suatu seminar (validasi public). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi
selaras satu sama lain karena semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap
penyataan dan data mentah. Jika ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih
harus dicermati kembali.

6
Guru dapat melakukan PTK ketika guru ingin meningkatkan kualitas
pembelajaran yang menjadi tanggung jawab nya dan sekaligus ingin melibatkan
murid-murid Guru dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, guru ingin
meningkatkan praktik pembelajaran, pemahaman dan ingin memperbaiki situasi
pembelajaran di kelas.Dapat dikatakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk
mengubah perilaku pengajaran, perilaku murid-murid di kelas, dan/atau
mengubah kerangka kerja melaksanakan pembelajaran kelas. Jadi, PTK lazimnya
dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru
pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di
ruang kelas.
PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan
pembelajaran di ruangan kelas. Menurut Cohen (1990), PTK dapat berfungsi
sebagai :
1. Alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi
pembelajaran di kelas;
2. Alat pelatihan dalam-jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan
metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran-diri, khususnya melalui
pengajaran sejawat;
3. Alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan
tambahan atau inovatif;
4. Alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan
peneliti;
5. Alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif,
impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas. Ada dua butir penting yang
perlu disebut di sini. Pertama, hasil penelitian tindakan dipakai sendiri oleh
penelitinya, dan tentu saja oleh orang lain yang menginginkannya. Kedua,
penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang pemecahan masalahnya segera
diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan dalam situasi
terkait. Ketiga, peneliti tindakan melakukan sendiri pengelolaan, penelitian,
dan sekaligus pengembangan.

7
Agar PTK berhasil, persyaratan berikut harus dipenuhi: (1) kesediaan untuk
mengakui kekurangan diri; (2) kesempatan yang memadai untuk menemukan
sesuatu yang baru; (3) dorongan untuk mengemukakan gagasan baru; (4) waktu
yang tersedia untuk melakukan percobaan; (5) kepercayaan timbal balik antar
orang-orang yang terlibat; dan (6) pengetahuan tentang dasar-dasar proses
kelompok oleh peserta penelitian.

B. Model-Model Penelitian Tindakan Kelas


Pada mulanya penelitian tindakan dilaksanakan pada bidang psikologi
soasial oleh kurt Lewin (Wiriaatmadja, 2006). Perkembangan berikutnya,
penelitian tindakan tersebut berkembang menjadi penelitian tindakan kelas
(classroom action research) pada tahun 1970-an untuk memecahkan masalah pada
bidang pendidikan. PTK berkembang di Indonesia pada tahun 1990-an.
Implementasi penelitian tindakan (action research) ke dalam penelitian tindakan
kelas melahirkan model-model pengembangan sesuai dengan ahli yang
mengemukakannya. Berikut disajikan beberapa model PTK yang dapat diterapkan
di kelas.
1. Model Kemmis dan Taggard (1988)
Model Kemmis dan Taggard paling banyak digunakan pada PTK di
Indonesia. Model ini terdiri dari siklus-siklus yang saling berhubungan dimana
pada tiap-tiap siklus terdiri dari tahap-tahapan: (1) Perencanaan, (2) Tindakan, (3)
Pengamatan (Observasi), dan (4) Refleksi. Bila siklus I belum mencapai indikator
yang ditargetkan maka dilanjutkan dengan siklus kedua yaituperbaikan rencana,
tindakan, pengamatan, dan refleksi. Siklus berikutnya selalu dimulai dengan
perbaikan tindakan dari siklus sebelumnya.
Satu siklus pada umumnya dilaksanakan 3 kali pertemuan (2 x 45 menit)
yang diakhiri dengan tes blok penguasaan kompetensi. Data yang diperoleh pada
semua pertemuan tersebut dikumpulkan, disortir untuk memperoleh data yang
dibutuhkan, dan dikelompokan pada kelompok data kualitatif/deskriptif dan data
kuantitatif. Data kualitatif seperti rekaman kegiatan guru mengajar, perubahan
yang terjadi pada siswa, jenis pertanyaan dan jawaban siswa, kesalah konsep pada

8
siswa, dan kejadian-kejadian lain selama proses pembelajaran yang dideskripsikan
oleh observer. Data kuantitatif yang diperoleh misalnya nilai quiz, nilai tes, nilai
presentasi, nilai tugas, nilai praktik, dan sebagainya. Data tersebut kemudian
dianalisis untuk mengetahui apakah pembelajaran yang dilakukan sudah berhasil
dengan baik dan apakah tindakan yang dilakukan telah dapat meningkatkan
kualitas proses dan hasil belajar siswa.
2. Model Lewin yang ditafsirkan oleh Kemmis
Pada model Kemmis dan Taggard, perbaikan tindakan dilakukan setelah
refleksi. Perbaikan tindakan apa yang akan dilakukan belum dapat diketahui
sebelum implementasi tindakan. Berbeda dengan model tersebut, model Lewin
telah menetapkan tindakan-tindakan yang akan dilakukan pada beberapa siklus.
Kegiatan PTK dimulai dengan gagasan awal dimana peneliti telah
mengetahui masalah pembelajaran yang terjadi di kelas. Masalah itu dipecahkan
dengan melakukan kajian sehingga diperoleh gagasan awal untuk mengetahui
“apa yang terjadi di kelas itu”. Gagasan awal tersebut kemudian didiskusikan oleh
tim peneliti untuk memilih tindakan apa yang akan dapat dilakukan dengan
menggali lebih dalam apa yang dapat dilakukan (exploring opportunity), dan
mengevaluasi apa yang telah dilakukan guru dan kondisi siswa. Dalam gagasan
awal telah teridentifikasi tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan dan mengapa
tindakan tersebut dipilih. Untuk memantapkan gagasan awal dilakuan pengamatan
lapangan (ke kelas) untuk mengetahui kondisi riil di kelas tersebut (reconnaisance
field of action). Dengan pengamatan langsung maka tim peneliti mengetahui
keadaan sebenarnya situasi pembelajaran di kelas.
3. Model Lewin menurut Elliot
PTK menurut model Elliot dimulai dengan identifikasi masalah yang terjadi
di kelas. Sebagaimana telah dipaparkan pada model yang pertama, guru harus
dapat mengetahui masalah apa yang terjadi di kelasnya. Setelah masalah tersebut
teridentifikasi maka peneliti melanjutkan dengan pemeriksaan di kelas. Bila guru
sebagai peneliti maka masalah-masalah yang telah diidentifikasi dapat dirasakan
langsung atau teramati secara langsung. Bila PTK dilakukan dengan kolaborasi

9
guru dan dosen, maka dosen harus dapat mengamati langsung kondisi yang ada di
kelas setelah memperoleh masukan dari guru.
Kegiatan berikutnya adalah membuat rencana umum seperi model Kemmis
dimana tim peneliti membuat rencana keseluruhan siklus yang akan dilaksanakan.
Rencana umum tersebut kemudian dilaksanakan sesuai dengan tahapannya, pada
pelaksanaan dilakukan monitoring pelaksanaan dan dampak yang terjadi pada
siswa. Dari tahap monitoring terseut dilakukan refleksi dan pemeriksaan di kelas
untuk memperbaiki rencana umum dan dilanjutkan dengan perbaikan rencana
tindakan kedua (amended plan). Setelah perbaikan dilakukan maka dilakukan
pelaksanaan tindakan kedua dengan tahap-tahapan yang sama dengan siklus I.
Model ini mirip dengan model Kemmis yang telah disajikan sebelumnya.
4. Model McKernan
Model McKernan juga terdiri atas siklus-siklus. Guru/peneliti terlebih
dahulu mengidentifikasi masalah yang memerlukan tindakan untuk mengatasinya.
Setelah itu, dilakukan analisis masalah yang terjadi sehingga dapat ditetapkan
masalah-masalah pokok yang akan dipecahkan. Dalam hal ini guru dapat
membuat rumusan masalah yang akan dipecahkan. Setelah masalah ditetapkan
dilakukan analisis kebutuhan untuk menetapkan tindakan yang digunakan dan
perangkat-perangkat yang diperlukan untuk memecahkan masalah termasuk juga
pemahaman peneliti terhadap teori/filosofi/langkah-langkah penerapan tindakan.
Setelah kebutuhan pemecahan tindakan teridentifikasi, peneliti membuat hipotesis
tindakan agar upaya pemecahan tindakan dapat dilakukan. Hipotesis tindakan
dapat dalam bentuk: “jika ……maka……” misalnya “jika pembelajaran
matematika dilaksankan dengan metode pemecahan masalah maka hasil belajar
siswa akan lebih baik”. Hipotesis dapat juga dinyatakan dengan rumusan lain
seperti: “Bagaimana pelaksanaan metode pemecahan masalah agar dapat
meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SD?”
Setelah hipotesis tindakan disusun, peneliti membuat rencana tindakan
seperti RPP, lembar observasi, tes, bahan ajar, media, dan lain-lain yang
diperlukan dalam pembelajaran. Rencana tindakan tersebut kemudian diterapkan
dalam proses pembelajaran dimana peneliti menerapkan RPP yang telah dibuat

10
sambil mengumpulkan data proses dan hasil belajar. Setelah pelaksanaan
pembelajaran selesai (minimal 3 pertemua), dilakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan pembelajaran. Apakah tindakan yang diimplementasikan telah efektif
ataubelaum maka peneliti melakukan keputusan untuk melanjutkan pada tahap
berikutnya atau sudah tercapai target yang diinginkan.
Pada siklus berikutnya, kegiatan dimulai dengan melakukan kajian ulang terhadap
masalah dan tindakan yang telah dilakukan. Kajian ini akan dapat memunculkan
perbaikan tindakan pada siklus I. Penerapan tindakan yang baru pada siklis
berikutnya memerlukan analisis kebutuhan, penyusunan hipotesis baru, dan revisi
perencanaan. Bila hal itu telah dilakukan maka kegiatan dilanjutkan dengan
implementasi, evaluasi, dan pengambilan keputusan. Bila pada tahap ini masih
dirasa belum mencapai target maka kegiatan dilanjutkan pada siklus berikutnya.

C. Alur Pelaksanaan PTK


Model rancangan PTK terletak pada alur pelaksanaan tindakan yang
dilakukan. Hal ini sekaligus menjadi penanda atau ciri khusus yang membedakan
PTK dengan jenis penelitian lain. Adapun alur penelitian tindakan yang dimaksud
dapat dilihat pada Gambar 1 (diadaptasi dari Kemmis dan McTaggart).

Gambar di atas menunjukkan bahwa pertama, sebelum melaksanakan


tindakan, terlebih dahulu peneliti harus merencanakan secara seksama jenis

11
tindakan yang akan dilaksanakan. Kedua, setelah rencana disusun secara matang,
barulah tindakan itu dilakukan. Ketiga, bersamaan dengan dilaksanakannya
tindakan, peneliti mengamati proses pelaksanaan tindakan itu sendiri dan akibat
yang ditimbulkannya. Keempat, berdasarkan hasil pengamatan tersebut, peneliti
kemudian melakukan refleksi atas tindakan yang telah dilaksanakan. Jika hasil
refleksi menunjukkan perlunya dilakukan perbaikan atas tindakan yang dilakukan,
maka rencana tindakan perlu disempurnakan lagi agar tindakan yang dilaksanakan
berikutnya tidak sekedar mengulang apa yang telah diperbuat sebelumnya.
Demikian seterusnya sampai masalah yang diteliti dapat dipecahkan secara
optimal.

D. Langkah-Langkah Penelitian Tindakan


Ada beberapa langkah yang hendaknya diikuti dalam melakukan penelitian
tindakan). Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi
dan merumuskan masalah; (2) menganalisis masalah; (3) merumuskan hipotesis
tindakan; (4) membuat rencana tindakan dan pemantauannya; (5) melaksanakan
tindakan dan mengamatinya; (6) mengolah dan menafsirkan data; dan (7)
melaporkan.
1. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Seperti telah disinggung di muka, PTK dilakukan untuk mengubah perilaku
Guru sendiri, perilaku sejawat dan murid-murid, atau mengubah kerangka kerja,
proses pembelajaran, yang pada gilirannya menghasilkan perubahan pada perilaku
Guru dan sejawat serta murid-murid. Singkatnya, PTK lakukan untuk
meningkatkan praktik pembelajaran. Contoh-contoh bidang garapan PTK:
a) Metode mengajar, mungkin mengganti metode tradisional dengan metode
penemuan;
b) Strategi belajar, menggunakan pendekatan integratif pada pembelajaran
daripada satu gaya belajar mengajar;
c) Prosedur evaluasi, misalnya meningkatkan metode dalam penilaian
kontinyu/otentik;

12
d) Penanaman atau perubahan sikap dan nilai, mungkin mendorong timbulnya
sikap yang lebih positif terhadap beberapa aspek kehidupan;
e) Pengembangan profesional guru misalnya meningkatkan keterampilan
mengajar, mengembangkan metode mengajar yang baru, menambah
kemampuan analisis, atau meningkatkan kesadaran diri;
f) Pengelolaan dan kontrol, pengenalan bertahap pada teknik modifikasi perilaku;
dan
g) Administrasi, menambah efisiensi aspek tertentu dari administrasi sekolah
(Cohen dan Manion, 1980: 181).

1) Identifikasi Masalah
Seperti dalam jenis penelitian lain, langkah pertama dalam penelitian
tindakan adalah mengidentifikasi masalah. Langkah ini merupakan langkah
yang menentukan. Masalah yang akan diteliti harus dirasakan dan
diidentifikasi oleh peneliti sendiri bersama kolaborator meskipun dapat
dengan bantuan seorang fasilitator supaya mereka betul-betul terlibat dalam
proses penelitiannya. Masalahnya dapat berupa kekurangan yang dirasakan
dalam pengetahuan, keterampilan, sikap, etos kerja, kelancaran komunikasi,
kreativitas, dan sebagainya. Pada dasarnya, masalahnya berupa kesenjangan
antara kenyataan dan keadaan yang diinginkan.
Masalahnya hendaknya bersifat tematik seperti telah disebutkan di
atas dan dapat diidentifikasi dengan pertolongan tabel dua arah model
Aristoteles. Misalnya dalam bidang pendidikan, ada empat sel lajur dan
kolom, sehubungan dengan anggapan bahwa ada empat komponen pokok
yang ada di dalamnya (Schab, 1969) yaitu: guru, siswa, bidang studi, dan
lingkungan. Semua komponen tersebut berinteraksi dalam proses belajar-
mengajar, dan oleh karena itu dalam usaha memahami komponen tertentu
peneliti perlu memikirkan bubungan di antara komponen-komponen
tersebut.
Berikut adalah beberapa kriteria dalam penentuan masalah: (a)
Masalah harus penting bagi orang yang mengusulkannya dan sekaligus

13
signifikan dilihat dari segi pengembangan lembaga atau program; (b)
Masalahnya hendaknya dalam jangkauan penanganan. Jangan sampai
memilih masalah yang memerlukan komitmen terlalu besar dari pihak para
penelitinya dan waktunya terlalu lama; (c) Pernyataan masalahnya harus
mengungkapkan beberapa dimensi fundamental mengenai penyebab dan
faktor, sehingga pemecahannya dapat dilakukan berdasarkan hal-hal
fundamental ini daripada berdasarkan fenomena dangkal.
Berikut ini beberapa contoh masalah yang diidentifikasi sebagai fokus
penelitian tindakan: (1) rendahnya kemampuan mengajukan pertanyaan
kritis di kalangan mahasiswa; (2) rendahnya ketaatan staf pada perintah
atasan; (3) rendahnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran bahasa
Inggris; (4) rendahnya kualitas pengelolaan interaksi guru-siswa-siswa; (5)
rendahnya kualitas pembelajaran bahasa Inggris ditinjau dari tujuan
mengembangkan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa tersebut; dan
(6) rendahnya kemandirian belajar siswa di suatu sekolah menengah atas.
2) Perumusan Masalah
Seperti telah disebutkan di atas, masalah penelitian tindakan yang
merupakan kesenjangan antara keadaan nyata dan keadaan yang diinginkan
hendaknya dideskripsikan untuk dapat merumuskannya. Pada intinya,
rumusan masalah harus mengandung deskripsi tentang kenyataan yang ada
dan keadaan yang diinginkan. Contoh-contoh masalah di atas akan
diberikan contoh rumusannya dalam Tabel 1 di bawah.
Seperti dapat dilihat pada Tabel 1, dalam rumusan ada deskripsi
tentang keadaan nyata dan deskripsi tentang keadaan yang diinginkan dan
kesenjangan antara dua keadaan tersebut merupakan masalah yang harus
diselesaikan dengan menutupnya melalui tindakan yang sesuai. Bagaimana
cara menutupnya? Karena penelitian tindakan merupakan kegiatan
akademik dan profesional, seorang peneliti perlu mencari wawasan teoretis
dari pustaka yang relevan untuk dapat menentukan cara-cara yang akan
digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitiannya. Pustaka yang ditinjau
hendaknya mencakup teori-teori dan hasil penelitian yang relevan. Satu hal

14
yang perlu diingat adalah bahwa teori dalam penelitian tindakan bukan
untuk diuji, melainkan untuk menuntun peneliti dalam membuat keputusan-
keputusan selama proses penelitian berlangsung. Wawasan teoretis sangat
mendukung proses analisis masalah. Pada akhir tinjauan pustaka, peneliti
tindakan dapat mengajukan hipotesis tindakan atau pertanyaan penelitian.
2. Analisis Masalah
Analisis masalah perlu dilakukan untuk mengetahui demensi- dimensi
masalah yang mungkin ada untuk mengidentifikasikan aspek-aspek
pentingnya dan untuk memberikan penekanan yang memadai. Analisis masalah
melibatkan beberapa jenis kegiatan, bergantung pada kesulitan yang ditunjukkan
dalam pertanyaan masalahnya; analisis sebab dan akibat tentang kesulitan yang
dihadapi, pemeriksaan asumsi yang dibuat kajian terhadap data penelitian
yang tersedia, atau mengamankan data pendahuluan untuk mengklarifikasi
persoalan atau untuk mengubah perspektif orang-orang yang terlibat dalam
penelitian tentang masalahnya. Kegiatan-kegiatan ini dapat dilakukan melalui
diskusi di antara para peserta penelitian dan fasilitatornya, juga kajian pustaka
yang gayut.
Tabel 1: Masalah dan Rumusannya
No Masalah Rumus
.
1. Rendahnya Siswa kelas 3 SMP mestinya telah mampu
kemampuan mengajukan pertanyaan yang kritis, tetapi
mengajukan pertanyaan dalam kenyataannya petanyaan mereka lebih
kritis di kalangan siswa bersifat klarifikasi
kelas 3 SMP
2. Rendahnya keterlibatan Dalam pembelajaran PKn, siswa mestinya
siswa dalam proses terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar
pembelajaran bahasa lewat kegiatan yang menyenangkan, tetapi
Inggris dalam kenyataan mereka sangat pasif.
3. Rendahnya kualitas Pengelolan interaksi guru-siswa-siswa
pengelolaan interaksi mestinya memungkinkan setiap siswa untuk
guru-siswa-siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran,

15
tetapi dalam kenyataan interaksi hanya terjadi
antara guru dengan beberapa siswa.
4. Rendahnya kualitas Proses pembelajaran bahasa Inggris mestinya
proses pembelajaran memberi kesempatan kepada siswa untuk
bahasa Inggris ditinjau belajar menggunakan bahasa tsb. secara
dari tujuan komunikatif, tetapi dalam kenyataannya
mengembangkan kegiatan pembelajaran terbatas pada kosakata,
keterampilan lafal dan struktur.
berkomunikasi dalam
bahasa tersebut
5. Rendahnya Kemandirian belajar siswa SMP mestinya
kemandirian belajar telah berkembang jika kegiatan
siswa di suatu SMP pembelajarannya mendukungnya, tetapi dalam
kenyataannya dominasi peran guru telah
menghambat perkembangannya

3. Perumusan Hipotesis Tindakan


Hipotesis dalam penelitian tindakan bukan hipotesis perbedaan atau
hubungan, melainkan hipotesis tindakan. Idealnya hipotesis penelitian tindakan
mendekati keketatan penelitian formal. Namun situasi lapangan yang senantiasa
berubah membuatnya sulit untuk memenuhi tuntutan itu.
Rumusan hipotesis tindakan memuat tindakan yang diusulkan untuk
menghasilkan perbaikan yang diinginkan. Untuk sampai pada pemilihan tindakan
yang dianggap tepat, peneliti dapat mulai dengan menimbang prosedur-prosedur
yang mungkin dapat dilaksanakan agar perbaikan yang diinginkan dapat dicapai
sampai menemukan prosedur tindakan yang dianggap tepat. Dalam menimbang-
nimbang berbagai prosedur ini sebaiknya peneliti mencari masukan dari sejawat
atau orang-orang yang peduli lainnya dan mencari ilham dari teori/hasil penelitian
yang telah ditinjau seblumnya sehingga rumusan hipotesis akan lebih tepat.
Contoh hipotesis tindakan akan diberikan di sini. Situasinya adalah kelas
yang siswa-siswanya sangat lamban dalam memahami bacaan. Berdasarkan
analisis masalahnya peneliti menyimpulkan bahwa siswa-siswa tersebut memiliki

16
kebiasaan membaca yang salah dalam memahami makna bahan bacaannya, dan
bahwa „kesiapan pengalaman‟ untuk memahami konteks perlu ditingkatkan.
Maka hipotesis tindakannya sebagai berikut: “Bila kebiasaan membaca yang salah
dibetulkan lewat teknik-teknik perbaikan yang tepat dan „kesiapan pengalaman‟
untuk memahami konteks bacaan ditingkatkan, maka para siswa akan meningkat
kecepatan membacanya.” Apabila setelah dilaksanakan tindakan yang
direncanakan dan telah diamati, hipotesis tindakan ini ternyata meleset dalam arti
pengaruh tindakannya belum seperti yang diinginkan, peneliti harus merumuskan
hipotesis tindakan yang baru untuk putaran penelitian tindakan berikutnya.
Dengan demikian, dalam suatu putaran spiral penelitian tindakan, peneliti
merumuskan hipotesis, dan pada putaran berikutnya merumuskan hipotesis yang
lain, dan putaran berikutnya lagi merumuskan hipotesis yang lain lagi begitu
seterusnya, sehingga pelaksanaan tugas terus meningkat kualitasnya.
4. Pembuatan Rencana Tindakan
Rencana tindakan hendaknya memuat jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan kunci berikut ini (McNiff, Lomax & Whitehead, 2003: 60):
a) Apa persoalan yang diangkat?
b) Mengapa persoalan ini telah dipilih?
c) Jenis bukti apa yang dapat diproduksi untuk menunjukkan perubahan telah
terjadi?
d) Apa yang akan dilakukan dengan temuan?
e) Bukti apa yang dapat diproduksi untuk menunjukkan bahwa tindakan terkait
memiliki dampak?
f) Bagaimana dampak akan dievaluasi?
g) Bagaimana penelitian menjamin bahwa penilaian yang akan dibuatnya bersifat
adil dan akurat?
h) Bagaimana praktik akan dimodifikasi berdarakan hasil evaluasi?
Selain itu, rencana tindakan juga perlu memuat:
a) Alat-alat dan teknik yang diperlukan untuk mengumpulkan bukti/data, dan
b) Rencana perekaman/pencatatan data dan pengolahannya

17
Untuk dapat menyajikan informasi di atas, peneliti perlu melakukan 1)
pemilihan, peosedur, yang mencakup penelitian, administrasi, pemilihan materi,
metode mengajar dan belajar, alokasi sumber daya dan tugas, dan (2) pemilihan
prosedur pemantauan dan evaluasi, yang mencakup pemilihan teknik pengukuran
dan teknik perekaman/pencatatan data bersama alat-alat yang diperlukan. Teknik
pengukuran yang diperlukan biasanya teknik yang sederhana.
5. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan yang direncanakan hendaknya cukup fleksibel untuk
mencapai perbaikan yang diinginkan. Artinya, jika sesuatu memerlukan
perubahan karena tuntutan situasi, peneliti hendaknya siap melakukan perubahan
itu asal saja perubahan itu mendukung tercapainya perbaikan.
Pada saat tindakan dilaksanakan itulah pengumpulan data dilakukan. Data
yang dikumpulkan mencakup semua yang dilakukan oleh siapapun yang ada
dalam situasi terkait, perubahan-perubahan yang perlu dilakukan, pengaruh suatu
kegiatan pada peserta penelitian (sikap motivasi, prestasi), pola interaksi yang
terjadi, dan proses yang berlangsung.
Apa yang dimaksud dengan jurnal ? Menurut White (1988), jurnal adalah
berbagai cara merekam/mencatat respon tertulis terhadap pengalaman yang
dimiliki oleh subyek penelitian selama pelaksanaan tindakan. Fungsi utama
rekaman/catatan adalah untuk mengembangkan dialog antara peserta penelitian
tentang pelaksanaan tugasnya.
Agar memenuhi fungsinya, penulisan jurnal hendaknya mengikuti asas-asas
berikut
a) Semua peserta menulis jurnal dalam format yang tepat seperti yang telah
disepakati untuk kegiatan-kegiatan tertentu dalam putaran penelitian tindakan.
b) Hendaknya disediakan waktu tertentu secara teratur untuk penulisan jurnal
tanpa disela sama sekali.
c) Semua tulisan harus diacu bersama oleh semua peserta penelitian.
d) Hendaknya ada waktu tertentu yang disisihkan secara teratur untuk bertukar
jurnal yang telah ditulis oleh peserta, dan juga saling memberikan respon
terhadap isi jurnal masing-masing.

18
e) Penulisan jurnal memerlukan struktur dan lingkungan yang mendukung. Hal
itu dapat dilaksanakan dengan menentukan fokus sebelum dimulai penulisan
jurnal terkait, dan menentukan prosedur interaksi di antara peserta ketika
mereka bertukar tulisan dan saling memberikan respon.
Penulisan jurnal ini penting, karena jurnal dapat menyediakan hal-hal
berikut:
a) mekanisme yang menuntun penulisnya dalam menjajagi praktiknya;
b) kemponen keterampilan evaluatif dalam diri pelaku terkait;
c) strategi untuk menemukan diri-sendiri sebagai penulis dan sebagai pemaham
proses penulisan;
d) model untuk penulis yang baru belajar;
e) alat untuk memperoleh kewenangan melalui pengembangan kepercayaan diri
dalam memanfaatkan tulisan untuk menuntun tindakan dan memberikan
kesempatan untuk melakukan refleksi terhadap tindakan ini dan rencana baru
untuk bertindak; dan
f) alat bantu untuk mempermudah interaksi yang suportif tetapi kritis di antara
peserta penelitian.

Hal-hal yang dapat dimuat dalam jurnal dapat mencakup:


a) rincian program sehari-hari (ringkasan);
b) rincian percakapan, acara perencanaan, wawancara dengan tamu;
c) pertanyaan untuk penelitian selanjutnya;
d) gambar, sketsa, contoh-contoh gagasan yang bagus;
e) pembuatan log harian mengenai bagian praktik tertentu;
f) amatan tentang penggunaan strategi;
g) refleksi tentang sesuatu yang dilakukan, misalnya pelajaran yang diberikan;
h) rencana untuk kegiatan di masa datang; dan
i) respon terhadap fokus pertanyaan yang telah ditentukan sebelumnya.

6. Pengolahan dan Penafsiran Data

19
Isi semua catatan/rekaman hendaknya dilihat untuk dijadikan landasan
melakukan refleksi. Dalam hal ini peneliti harus membandingkan isi catatan yang
dilakukan para peserta untuk menentukan bagaimana dapat sampai pada suatu
temuan yang relatif andal dan sahih. Dengan perbandingan ini, unsur
kesubjektifan dapat dikurangi. Penggolongan dapat dilakukan juga untuk dapat
menyimpulkan makna data.
Untuk menentukan apakah perbaikan yang diinginkan terjadi, data tentang
perubahan perilaku, sikap, dan motivasi hendaknya dianalisis. Bila perubahan
dicatat secara kualitatif, hendaknya ditentukan indikator-indikaror deskriptifnya
sehingga perubahan yang terjadi akan dapat dilihat. Data yang diperoleh melalui
tes akan sangat menolong untuk menentukan adanya perbaikan yang diinginkan.
Semua yang terjadi, baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan,
perlu dianalisis untuk menentukan apakah ada perubahan ke arah perbaikan di
segala aspek praktik dalam situasi terkait. Jadi, hasil analisis data dapat disajikan
secara kualitatif deskriptif.
7. Pelaporan Hasil
Hasil analisis data dilaporkan, dan laporannya hendaknya mencakup ulasan
lengkap tentang pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan bersama
pelaksanaan pemantauannya serta perubahan yang dilakukan. Secara rinci laporan
tersebut hendaknya mencakup ulasan tentang butir-butir berikut:
a) bagaimana gagasan umum peneliti telah berkembang dan berubah dari
permulaan sampai akhir penelitian, termasuk pengembangan penalaran untuk
praktik yang dilakukan oleh peneliti ybs;
b) bagaimana tindakan yang telah dirumuskan itu terlaksana melalui penjajagan,
dan bagaimana tindakan itu dirumuskan kembali untuk tindakan masa datang;
c) bagaimana pemantauan telah berlangsung dan apakah ada kemacetan, atau
apakah ada perubahan teknis sesuai dengan kondisi lapangan yang dialami;
d) situasi tempat dilaksanakan tindakan tersebut;
e) tindakan strategik yang dilakukan dan apakah tindakan itu terus dilakukan,
atau harus diubah (disengaja atau tak disengaja) selama pelaksanaan
penelitian;

20
f) konsekuensi tindakan yang dilakukan; termaksud, tak termaksud, terantisipasi,
tak terantisipasi;
g) perubahan peran semua orang yang terlibat;
h) pengaruh pada orang, negosiasi lebih lanjut yang dilakukan;
i) kesulitan yang dihadapi dan bagaimana kesulitan tersebut diatasi;
j) keberhasilan usaha untuk menjaga kerahasiaan, keleluasaan pribadi dan
kehati-hatian (apakah peneliti terlalu hati-hati atau harus lebih berhati-hati di
masa datang);
k) perbaikan/peningkatan (bila ada) dalam praktik dan pemahaman terhadap
praktik tersebut; dan
l) pendapat peneliti setelah melakukan tindakan terhadap subyek penelitian, dan
apa yang telah diperoleh dari sistem komunikasi (penyampaian) di lembaga
terkait (Kemmis & McTaggart, 1988).
Pada dasarnya penelitian tindakan adalah penelitian yang berulang dan
berkesinambungan seperti telah diuraikan pada Bagian I. Maksudnya, sekali
prosedur tertentu diuji, masalah baru dirumuskan berdasarkan temuan pada
ujicoba tindakan pertama. Oleh sebab itu, pada akhir laporan peneliti menyajukan
rencana tindak lanjut. Peneliti memberikan kerangka beberapa gagasan
sementaara yang menunjukkan posisi umum peneliti pada waktu siap memasuki
putaran berikutnya.

E. Kelebihan dan Kelemahan Penelitian Tindakan Kelas


Menurut Calhoun, E.F (1993), PTK memiliki kelebihan berikut : (1)
tumbuhnya rasa memiliki melalui kerja sama dalam PTK; (2) tumbuhnya
kreativitias dan pemikiran kritis lewat interaksi terbuka yang bersifat
reflektif/evaluatif dalam PTK; (3) dalam kerja sama ada saling merangsang untuk
berubah; dan (4) meningkatnya kesepakatan lewat kerja sama demokratis dan
dialogis dalam PTK
PTK Guru juga memiliki kelemahan: (1) kurangnya pengetahuan dan
keterampilan dalam teknik dasar penelitian pada Guru sendiri karena terlalu
banyak berurusan dengan hal-hal praktis; (2) rendahnya efisiensi waktu karena

21
Guru harus punya komitmen peneliti untuk terlibat dalam prosesnya sementara
Guru masih harus melakukan tugas rutin; (3) konsepsi proses kelompok yang
menuntut pemimpin kelompok yang demokratis dengan kepekaan tinggi terhadap
kebutuhan dan keinginan anggota-anggota kelompoknya dalam situasi tertentu,
padahal tidak mudah untuk mendapatkan pemimimpin demikian.

BAB III
PENUTUP

A. Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dapat diterapkan oleh


guru di kelas, baik secara perorangan maupun berkelompok dan bertujuan
untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran, memperbaiki mutu dan
hasil pembelajaran, serta sebagai alat pengembangan kurikulum, sekolah,
maupun keahlian mengajar.
B. Adapun Model model yang dapat digunakan dalam penelitian tindakan kelas
diantaranya adalah Model Kemmis dan Taggard, Model Lewin, dan Model
McKernan
C. Ada beberapa langkah yang hendaknya diikuti dalam melakukan penelitian
tindakan). Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: (1)
mengidentifikasi dan merumuskan masalah; (2) menganalisis masalah; (3)
merumuskan hipotesis tindakan; (4) membuat rencana tindakan dan
pemantauannya; (5) melaksanakan tindakan dan mengamatinya; (6) mengolah
dan menafsirkan data; dan (7) melaporkan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Cohen, L & Manion, L. (1980). Research Methods in Education. London &


Canberra: Croom Helm

Kemmis, S. dan McTaggart, R. 1988. The Action Research Planner. Geelong,


Victoria: Deakin University Press.

Madya, S. 2007. Penelitian Tindakan Kelas Bagian I, II, III. Jakarta: Dirjen
PMPTK.

McNiff, J. 1991. Action Research: Principles and


Practices. New York: Routledge.

Muhadjir, N. 1997. Analisis dan Refleksi. Pedoman Penelitian Tindakan Kelas,


Bagian Keempat. Yogyakarta. UP3SD BP3GSD-UKMP. SD.

Riduwan. 2009. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti


Pemula. Bandung: Alfabeta

Sukardi, 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan Komptensi dan Praktiknya.


Jakarta: Bumi Aksara

Widayati, Ani. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jurnal Pendidikan Akuntansi


Indonesia. Vol VI. No. 1. Tahun 2008

23

Anda mungkin juga menyukai