Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KEBIDANAN KLINIS PATOLOGI DAN


KEGAWATDARURATAN KEBIDANAN
DI RUANG BERSALIN RSUD MANGUSADA BADUNG
TANGGAL 9-16 JUNI 2017

OLEH
KELOMPOK II C

Gusti Ayu Made Aprilia Hapsari P07124214 004


Ni Putu Gita Arneni P07124214 006
Angelina Felany Gandi P07124214 013
Ni Made Ayu Sariani P07124214 047

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEBIDANAN PRODI DIV KEBIDANAN KLINIK
2017
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan Praktik Kebidanan Klinis Patologi dan Kegawatdaruratan Kebidanan
di Ruang Bersalin RSUD Mangusada Badung Tanggal 9-16 Juni 2017 dengan
baik. Dalam penyusunan laporan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran pembuatan laporan
ini, yakni yang terhormat:
1. Ibu Ni Gusti Kompiang Sriasih, SST., M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Denpasar.
2. Ibu Made Widhi Gunapria Darmapatni, SST., M.Keb selaku Penanggung
Jawab Mata Kuliah (PJMK) Praktik Kebidanan Klinis Patologi dan
Kegawatdaruratan Kebidanan.
3. Ibu I Komang Lindayani, SST., M.Keb selaku dosen pembimbing dalam
penyusunan laporan pendahuluan praktik ini yang telah memberikan izin
untuk melaksanakan praktik dan meluangkan waktunya untuk membimbing
penulis.
4. Semua Pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah
membantu dalam penyusunan laporan pendahuluan ini.
Dalam laporan pendahuluan ini penulis menyadari bahwa laporan ini
masih memiliki berbagai kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan
laporan ini.
Demikianlah kiranya para pembaca dapat memahami dan apabila terdapat
hal-hal yang kurang berkenan di hati para pembaca, pada kesempatan ini
perkenankanlah penulis memohon maaf. Semoga laporan ini bermanfaat bagi
semua pihak.

Denpasar, 8 Juni 2017


Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman judul...................................................................................................... i
Prakata.................................................................................................................. ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Tujuan Praktik................................................................................................ 2
C. Metode Praktik............................................................................................... 2
D. Sistematika Penulisan Laporan...................................................................... 3
BAB II KAJIAN TEORI
A. Persalinan dan Bayi Baru Lahir Fisiologis.................................................... 4
B. Kegawatdaruratan Pada Persalinan................................................................ 11
C. Persalinan dengan Penyulit Obstetri.............................................................. 15
Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegawatdaruratan adalah situasi serius dan kadangkala berbahaya, yang
terjadi secara tiba-tiba atau tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna
menyelamatkan jiwa/nyawa. Kegawatdaruratan maternal adalah kondisi kesehatan
yang mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah
persalinan dan kelahiran. Kasus kegawatdaruratan apabila tidak segera ditangani
akan berakibat kematian ibu dan janinnya.
Kematian maternal merupakan suatu fenomena puncak gunung es karena
kasusnya cukup banyak namun yang nampak di permukaan hanya sebagian kecil.
Komplikasi kehamilan dan persalinan yang terjadi di beberapa negara
berkembang menjadi penyebab utama kematian wanita pada usia reproduksi.
Diperkirakan 50.000.000 wanita setiap tahunnya mengalami masalah kesehatan
berhubungan dengan kehamilan dan persalinan.
Persalinan dan kelahiran merupakan suatu kejadian fisiologis yang normal
dalam kehidupan manusia. Lebih dari 80% proses persalinan berjalan normal, dan
hanya 15-20% yang mengalami komplikasi persalinan. Namun, jika tidak
ditangani dengan tepat dan baik, angka kejadian komplikasi tersebut dapat
meningkat dan meningkatkan Angka Kematian Ibu (AKI). Untuk mencegah hal
tersebut terjadi, bidan diharapkan bisa memberikan penanganan yang tepat
terhadap kasus persalinan yang patologis dan gawat darurat dengan kompetensi
dan pengalaman yang dimilikinya.
Mahasiswa bidan perlu meningkatkan kompetensinya dalam memberikan
perawatan patologis dan kegawatdaruratan maternal dengan melaksanakan praktik
langsung pada pasien sebenarnya. Dalam hal ini, wahana praktik seperti klinik,
puskesmas dan rumah sakit dapat menjadi tempat yang tepat. Dengan demikian,
mahasiswa dapat memperoleh pengalaman, mengetahui perbedaan teori dan
kondisi di lapangan, dan meningkatkan kompetensinya.
Oleh karena pentingnya mahasiswa bidan melakukan praktik langsung
pada pasien nyata di wahana praktik, maka dilaksanakan praktik kebidanan di

1
Ruang Bersalin RSUD Mangusada Badung. Melalui praktik ini mahasiswa
diharapkan mampu mengaplikasikan teori yang diperoleh saat proses belajar
mengajar di wahana praktik, memperoleh pengalaman dan meningkatkan
kompetensinya.

B. Tujuan Praktik
Adapun tujuan dari praktik ini adalah agar mahasiswa memiliki
kemampuan untuk mengaplikasikan asuhan kebidanan patologi dan
kegawardaruratan pada proses persalinan secara komprehensif yang sesuai dengan
ruang lingkup kewenangan mandiri, kemitraan/kolaborasi atau rujukan yang
berdasarkan evidence based kebidanan berdasarkan perkembangan IPTEKS.

C. Metode Praktik
Dalam melakukan praktik kebidanan klinis patologis dan
kegawatdaruratan kebidanan di Ruang Bersalin RSUD Mangusada Badung,
terdapat beberapa metode praktik yang digunakan, antara lain :
1. Studi Kepustakaan
Metode kepustakaan dilakukan melalui penelitian langsung ke perpustakaan,
guna mencari informasi dan teori-teori yang berkaitan dengan asuhan
kebidanan berupa buku-buku serta dokumen yang ada relevansinya dengan
asuhan kebidanan patologis dan kegawatdaruratan.
2. Observasi
Metode observasi merupakan suatu cara untuk memperoleh data dengan
mengadakan pengamatan yang sistematis, pengamatan yang dimaksud bisa
secara langsung pada dokumen atau catatan khusus. Dengan metode observasi,
mahasiswa melakukan pengamatan yang sistematis terhadap asuhan kebidanan
klinis patologis dan kegawatdaruratan kebidanan.
3. Studi Dokumentasi
Metode studi dokumentasi merupakan metode dengan mencari data mengenai
hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, agenda
dan sebagainya. Dalam metode ini mahasiswa mencari data mengenai

2
pelayanan yang diberikan oleh bidan dari catatan maupun buku-buku yang
ada.
D. Sistematika Penulisan Laporan
Dalam laporan pendahuluan praktik ini terdiri dari dua bab, antara lain
BAB I Pendahuluan yaitu bab yang terdiri dari latar belakang yang mengangkat
mengenai pentingnya mahasiswa bidan untuk melaksanakan praktik di wahana
praktik dengan pasien sebagai subjek langsung untuk memberikan asuhan
kebidanan patologi dan kegawatdaruratan kebidanan dengan mutu yang
berkualitas. Bagian selanjutnya yaitu tujuan praktik, metode praktik dan
sistematika penulisan laporan. BAB II terdapat kajian teori mengenai pembahasan
diantaranya: Persalinan dan bayi baru lahir fisiologis, kegawatdaruratan pada
persalinan, dan persalinan dengan penyulit obstetri yang dilakukan di Ruang
Bersalin RSUD Mangusada Badung. Selain itu juga disertakan dengan Daftar
Pustaka yang memuat sumber pustaka yang diambil atau digunakan dalam laporan
ini.

3
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Persalinan dan Bayi Baru Lahir Fisiologis


1. Konsep Dasar Persalinan
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada kehamilan
cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan
dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada
serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara
lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan
serviks (JNPK-KR, 2007).
Persalinan dibagi menjadi 4 tahap, yaitu:
a. Kala I (Kala Pembukaan)
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan
serviks, hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan kala I
dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
1) Fase Laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai
sejak kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan secara
bertahap sampai pembukaan 3 cm, berlangsung dalam 7-8 jam.
2) Fase Aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam.
b. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10
cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II pada primipara
berlangsung selama 2 jam dan pada multipara selama 1 jam.
c. Kala III (Kala Pengeluaran Plasenta)
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Seluruh proses biasanya
berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir.
d. Kala IV (Kala Pengawasan)
Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah
proses tersebut. Observasi yang harus dilakukan pada kala IV adalah:

4
1) Tingkat kesadaran
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital
3) Kontraksi uterus
4) Perdarahan, perdarahan normal jika jumlahnya 400 sampai 500cc.
2. Adaptasi Psikologi Ibu Bersalin
Selama proses persalinan ibu mengalami perubahan fisik dan psikologi,
sehingga perlu proses adaptasi.
a. Kecemasan
Cemas adalah sesuatu yang menganggu, perasaan gelisah mengenai masa
depan atau suatu yang tidak pasti. Gangguan kecemasan merupakan
perasaan subjektif yang kuat disertai dengan aktifitas fisiologis: seperti,
ketegangan otot, nafas pendek, hiperventilasi, jantung berdebar, keringat
dingin atau keringat berlebihan dan keterkejutan yang berlebihan.
Kecemasan merupakan masalah utama yang dirasakan oleh sebagian besar
ibu bersalin.
b. Putus asa
Adaptasi psikologis ibu bersalin untuk menghadapi perasaan putus asa
yaitu dengan menerima kehadiran bayinya. Dengan menerima kehadiran
bayinya maka ibu akan senang menjalani proses persalinan. Selain itu
dapat juga dengan menghadirkan suami. Kehadiran suami untuk
memberikan dukungan adalah hal yang sangat penting bagi istri selama
menjalani proses persalinan.
c. Depresi
Depresi postpartum adalah gangguan emosional pasca persalinan yang
bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan
berlangsung terus – menerus sampai 6 bulan bahkan sampai satu tahun.
d. Lingkaran Cemas-Nyeri-Kontraksi
Nyeri persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik
yang terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi servix dan penurunan
bagaian terendah janin. Nyeri persalinan mempengaruhi mekanisme
fisiologis dan menyebabkan respons stres fisiologis yang umum dan

5
menyeluruh. Nyeri yang berat dan lama mempengaruhi ventilasi, sirkulasi,
metabolisme dan aktifitas uterus.
3. Upaya Pemenuhan Kebutuhan Dasar Ibu Bersalin
a. Nutrisi dan Cairan
Pada persalinan kala satu fase laten boleh makanan jenis namun akan lebih
baik makanan yang mudah cerna. Pada masa persalinan kala satu fase aktif
yang diberikan adalah makanan mudah cerna yang mengandung nutrisi,
karena pada saat proses persalinan terjadi perlambatan pengosongan
lambung sehingga jika ibu diberikan makanan yang biasa, maka zat – zat
makanan yang tekandung didalamnya tidak bisa diabsorpsi. Kebutuhan
nutrisi ibu bersalin sama dengan kebutuhan ibu hamil trimester III.
b. Pengurangan rasa nyeri
1) Massase
Masase yaitu melakukan tekanan dengan tangan pada jaringan lunak,
biasanya otot, tendon, atau ligamen untuk meredakan nyeri,
emenghasilkan relaksasi dan memperbaiki sirkulasi. Masase pada
punggung merangsang titik tertentu di sepanjang meridian medulla
spinalis yang ditransmisikan melalui serabut saraf besar ke formatio
retikularis, thalamus dan sistem limbic tubuh akan melepaskan
endorphin.
2) Aromaterapi
Aromaterapi adalah metode nonfarmakologi untuk meredakan rasa
nyeri saat persalinan. Manfaatnya antara lain:
a) Meredakan nyeri
b) Meredakan stres dan ansietas
c) Mengoftimalkan kontraksi uterus
d) Mencegah keletihan
3) Musik
Musik adalah seni yang mempengaruhi pusat fisik dan jaringan saraf.
Musik juga mempengaruhi sistem saraf parasimpatis atau autonom,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu jenis musik
yang biasa dipakai sebagai terapi kesehatan adalah musik klasik.

6
4) Pernafasasan
Teknik pernapasan salah satu manajemen non farmakologi untuk
meningkatkan kemampuan pasien mengatasi rasa nyeri. Teknik
pernafasan dapat memperbaiki relaksasi otot-otot abdomen, otot-otot
genitalia menjadi rileks, sehingga otot-otot tersebut tidak menggangu
penurunan janin. Teknik pernafasan yang tepat membuat ibu lebih
nyaman (mengurangi nyeri) dan akhirnya meningkatkan hormone
endorphin sehingga proses persalinan menjadi lancar.
5) Hidroterapi
Metode ini berfokus pada self-hypnosis untuk menciptakan suasana
tenang dan nyaman selama proses menjelang kelahiran buah hati anda.
Metode ini juga berfokus pada olahraga yang dilakukan selama proses
kehamilan agar tubuh anda siap saat menghadapi proses kelahiran.
Metode ini mengajarkan anda cara pernapasan pada perut, panduan
secara visualisasi mengenai self-hypnosis untuk membantu anda
mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan pada saat proses
melahirkan. Anda akan diajarkan juga bagaimana menggunakan alat
bantuan untuk bisa menempatkan dari anda pada keadaan hypnotis.
Banyak dari para ibu yang sudah melakukan teknik Hypnobirthing ini
mengaku bahwa rasa sakit pada saat proses kelahiran itu berkurang,
bahkan tidak merasakan sakit.
6) Penggunaan bola
Bola untuk persalinan adalah sebuah bola berukuran besar ,berdiameter
antara 65 – 75 cm. Terbuat dari bahan yang tidak mudah pecah,
apabila tertusuk sesuatu tidak langsung pecah secara tiba – tiba.
Permukaan bola non slip, sehingga tidak mudah meluncur.
c. Dukungan dan Pendampingan
Dukungan psikologis adalah dukungan berupa kehangatan, kepedulian
maupun ungkapan empati yang akan menimbulkan keyakinan bahwa ibu
merasa dicintai dan diperhatikan, yang pada akhirnya dapat berpengaruh
kepada keberhasilan Dukungan fisik adalah dukungan langsung berupa

7
pertolongan langsung yang diberikan oleh bidan, keluarga atau suami
kepada ibu bersalin.
d. Pengosongan kandung kemih
Pemenuhan kebutuhan eliminasi selama persalinan perlu difasilitasi agar
membantu kemajuan persalinan dan pasien merasa nyaman. Oleh karena
itu, anjurkan ibu untuk bereliminasi secara spontan minimal 2 jam sekali
selamapersalinan, apabila tidak mungkin dapat dilakukankateterisasi.
e. Istirahat
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi
oleh semua orang. Dengan istirahat dan tidur yang cukup, tubuh dapat
berfungsi secara optimal. Istirahat dan tidur  sendiri memiliki mana yang
berbeda setiap manusia. Secara umum, istirahat merupakan suatu keadaan
tenang, rileks, tanpa tekanan emosional, dan bebas dari perasaan yang
gelisah.
f. Kebersihan dan kenyaman tubuh
Ibu sangat disarankan untuk menjaga kebersihan diri menjelang
persalinan, manfaatnya antara lain :
1) Mandi, mengurangi kemungkinan adanya kuman yang masuk selama
persalinan. Hal ini mengurangi terjadinya infeksi sesudah melahirkan.
2) Ibu akan merasa nyaman selama menjalani proses persalinan.
3) Bulu kemaluan tidak dicukur seluruhnya, hanya bagian yang dekat
anus yang akan dibersihkan, karena hal tersebut akan mempermudah
penjahitan jika ibu ternyata diepisiotomi.
g. Penerimaan atas sikap dan perilaku
Pada persalinan yang kuat, ibu biasanya lebih terpusat dan menarik diri
daripada mengobrol dengan orang lain, ia digambarkan telah menjadi
dirinya sendiri. Ketika persalinan semakin kuat, ibu menjadi kurang
mobilitas, memegang sesuatu saat kontraksi atau berdiri mengangkang dan
menggerakan pinggulnya.
h. Asuhan Sayang Ibu
1) Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses
persalinan.

8
2) Fasilitasi keluarga ikut terlibat dalam asuhan
3) Jelaskan tahapan dan kemajuan proses persalinan atau kelahiran bayi
kepada mereka.
4) Tenteramkan hati ibu dalam menghadapi dan menjalani kala dua
persalinan.
5) Bantu ibu untuk memilih posisi yang nyaman saat meneran.
i. Inisiasi Menyusu Dini
Membantu ibu untuk memulai inisiasi menyusui dalam 30 menit setelah
bayi lahir dengan menitikberatkan pada kemampuan alami bayi untuk
memulai menyusu dengan cara merangkak di dada ibunya yang disebut
“breast crawl” (setiap bayi, saat diletakkan di perut ibunya segera setelah
lahir memiliki kemampuan untuk menemukan payudara ibunya dan
mengambil minum pertamanya dengan kemampuannya sendiri).
4. Adaptasi Fisiologis Bayi Baru Lahir
a. Adaptasi Sistem Pernapasan
Proses perubahan bayi baru lahir adalah dalam hal bernapas yang dapat
dipengaruhi oleh keadaan hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan
fisik yang merangsang pusat pernapasan medulla oblongata di otak. Selain
itu juga terjadi tekanan rongga dada karena kompresi paru selama
persalinan, sehingga merangsang masuknya udara ke dalam paru.
Frekuensi pernapasan bayi baru lahir berkisar antara 30-60 kali per menit.
b. Adaptasi Sistem Peredaran Darah
Tertutupnya duktus arteriosus botali saat paru-paru mengembang akan
menarik darah dari arteri pulmonalis. Selain itu, terjadi penutupan
foramen ovale pada atrium jantung dan penutupan duktusarteriosus antara
arteri paru dan aorta.
c. Adaptasi Sistem Pengaturan Suhu Tubuh
Terdapat empat mekanisme hilangnya panas tubuh dari bayi baru lahir ke
lingkungannnya : Konduksi, Konveksi, Radiasi dan Evaporasi.
d. Adaptasi Metabolisme Glukosa
Setelah tali pusat diikat atau diklem, maka kadar glukosa akan
dipertahankan oleh si bayi itu serta mengalami penurunan waktu yang

9
cepat 1-2 jam. Guna mengalami atau memperbaiki kondisi tersebut, maka
dilakukan dengan menggunakan air susu ibu (ASI), penggunaan
candangan glikogen (glikogenesis), dan pembuatan glukosa dari sumber
lain khususnya lemak (glukoneonesis).
e. Adaptasi Sistem Gastroitestinal
Kemampuan menelan dan mencerna makanan bayi masih terbatas,
mengingat hubungan esophagus bahwa dan lambung masih belum
sempurna yang dapat menyebabkan gumoh dapat kapasitasnya sangat
terbatas kurang lebih 30 cc.
f. Adaptasi Sistem Kekebalan tubuh
Perkembangan system imunitas pada bayi juga mengalami proses
penyusaian dengan dengan perlindungan oleh kulit membrane mukosa,
fungsi saluran nafas, dan pembentukan koloni mikroba oleh kulit dan usus,
serta perlindungan kimia oleh lingkungan asam lambung. Perkembangan
kekebalan alami pada tingkat sel oleh sel darah akan membuat terjadinya
system kekebalan melalui pemberian kolostrum dan lambat akan terjadi
kekebalan sejalan dengan perkembangan usia (Jane Ball, 1999).
g. Adaptasi Ginjal
Sebagian besar bayi baru lahir berkemih 24 jam pertama setelah lahir dan
2-6 kali sehari pada 1-2 hari pertama lahir, setelah itu berkemih 5-20 kali
dalam 24 jam. Urine dapat keruh karena lendir dan garam asam urat,noda
kemerahan (debu batu bata) dapat diamati pada popok karena Kristal asam
urat (Barbara, 2001).
h. Adaptasi Hati
Selama kehidupan janin dan sampai tingkat tertentu setelah lahir,hati terus
membantu pembentukan darah. Selama periode neonates,hati
memproduksi zat yang esensial untuk pembekuan darah. Penyimpanan zat
besi ibu cukup memadai bagi bayi sampai lima bulan kehidupan
ekstrauterin,pada saat bayi baru lahir menjadi rentan terhadap defisiensi
zat besi.

10
B. Kegawatdaruratan Pada Persalinan
1. Syok
a. Definisi
Syok adalah kondisi dimana terjadi suatu kegagalan pada sistem sirkulasi
untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
b. Diagnosis
1) Gelisah, bingung, penurunan kesadaran
2) Nadi > 100 kali/menit, lemah
3) Tekanan darah sistolik < 90 mmHg
4) Pucat
5) Kulit dingin dan lembab
6) Pernapasan > 30 kali/menit
7) Jumlah urine < 30 ml/jam
c. Faktor Predisposisi
1) Perdarahan pada kehamilan muda
2) Perdarahan pada kehamilan lanjut atau pada saat persalinan
3) Perdarahan pascasalin
4) Infeksi berat (seperti abortus septik, korioamnionitis, metritis)\
5) Kejadian trauma
6) Gagal jantung
d. Tatalaksana Umum
1) Carilah bantuan tenaga kesehatan lain.
2) Pastikan jalan napas bebas dan berikan oksigen.
3) Miringkan ibu ke kiri.
4) Hangatkan ibu.
5) Pasang infus intravena (2 jalur bila mungkin) dengan menggunakan
jarum terbesar (no. 16 atau 18 atau ukuran terbesar yang tersedia).
6) Berikan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat) sebanyak 1
liter dengan cepat (15-20 menit).
7) Pasang kateter urine (kateter Folley) untuk memantau jumlah urine
yang keluar.

11
8) Lanjutkan pemberian cairan sampai 2 liter dalam 1 jam pertama, atau
hingga 3 liter dalam 2-3 jam (pantau kondisi ibu dan tanda vital).
9) Cari penyebab syok dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
lebih lengkap secara simultan, kemudian beri tatalaksana yang tepat
sesuai penyebab.
10) Pantau tanda vital dan kondisi ibu setiap 15 menit.
11) Bila ibu sesak dan pipi membengkak, turunkan kecepatan infus
menjadi 0,5 ml/menit (8-10 tetes/menit), pantau keseimbangan cairan.
12) Setelah kehilangan cairan dikoreksi (frekuensi nadi < 100 kali/menit
dan tekanan darah sistolik > 100 mmHg), pemberian infus
dipertahankan dengan kecepatan 500 mL tiap 3-4 jam (40-50
tetes/menit).
2. Resusitasi Bayi Baru Lahir
a. Definisi
Suatu intervensi yang dilangsungkan saat lahir untuk menyokong
penetapan pernapasan dan sirkulasi bayi baru lahir.
b. Faktor Predisposisi
1) Kehamilan tidak cukup bulan
2) Air ketuban bercampur mekonium
3) Persalinan seksio
c. Diagnosis
Setelah bayi lahir, nilailah hal-hal berikut ini:
1) Apakah kehamilan cukup bulan?
2) Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?
3) Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
Jika kehamilan tidak cukup bulan, atau air ketuban bercampur mekonium,
atau bayi megap-megap, atau tonus otot bayi tidak baik, lakukan langkah-
langkah resusitasi pada bayi baru lahir.
d. Tatalaksana

12
13
3. Gawat Janin
a. Definisi
Gawan janin terjadi bila janin tidak menerima cukup oksigen sehingga
terjadi hipoksia.
b. Diagnosis
1) Denyut jantung janin (DJJ) abnormal
a) DJJ < 100x/menit di luar kontraksi
b) DJJ > 180x/menit dan ibu tidak mengalami takikardi
c) DJJ ireguler: kadang-kadang ditemukan DJJ > 180x/menit tetapi
disertai takikardi ibu. Hal ini merupakan rekasi terhadap: Demam
pada ibu, obat-obatan yang menyebabkan takikardi (misal:
tokolitik), amnionitis.
2) Mekonium
a) Mekonium kental merupakan indikasi perlunya percepatan
persalinan dan penanganan mekonium pada saluran napas atas
neonatus.
b) Mekonium yang dikeluarkan pada saat persalinan sungsang bukan
merupakan tanda kegawatan kecuali bila dikeluarkan pada awal
persalinan.
c. Faktor Predisposisi
Gawat janin dalam persalinan dapat terjadi bila:
1) Persalinan berlangsung lama
2) Induksi persalinan dengan oksitosin (kontraksi hipertonik)
3) Terjadi perdarahan atau infeksi
4) Insufisiensi plasenta: post term atau preeklampsia
d. Tatalaksana Umum
1) Bila sedang dalam infus oksitosin : segera hentikan infus.
2) Posisikan ibu berbaring miring ke kiri.
3) Berikan oksigen.
4) Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah
penanganan yang sesuai.

14
5) Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan DJJ tetap abnormal sepanjang
paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari
penyebab gawat janin.
6) Jika DJJ tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain gawat janin
(mekonium kental pada cairan amnion) rencanakan persalinan dengan
ekstraksi vakum atau cunam, atau seksio sesarea.
7) Siapkan segera resusitasi neonatus.

C. Persalinan dengan Penyulit Obstetri


1. Hipertensi, Preeklampsia dan Eklampsia
a. Hipertensi Kronik
1) Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan dan
menetap setelah persalinan.
2) Diagnosis
a) Tekanan darah > 140/90 mmHg
b) Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya
hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu.
c) Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urine)
d) Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan
ginjal.
3) Tatalaksana Umum
a) Anjurkan istirahat lebih banyak.
b) Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat antihipertensi, dan
terkontrol dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut.
c) Jika tekanan diastolik > 110 mmHg atau tekanan sistolik > 160
mmHg, berikan antihipertensi.
d) Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan
superimposed preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia.
e) Berikan suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari
mulai dari usia kehamilan 20 minggu.
f) Pantau pertumbuhan dan kondisi janin.

15
g) Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm.
h) Jika denyut jantung <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani
seperti gawat janin.
i) Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan
terminasi kehamilan.
b. Hipertensi Gestasional
1) Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu
dan menghilang setelah persalinan.
2) Diagnosis
a) Tekanan darah > 140/90 mmHg
b) Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal
di usia kehamilan <12 minggu
c) Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urine)
d) Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati
dan trombositopenia
e) Diagnosis pasti ditegakkan pascapersalinan
3) Tatalaksana
a) Pantau tekanan darah, urine, dan kondisi janin.
b) Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia
ringan.
c) Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin
terhambat, rawat untuk penilaian kesehatan janin.
d) Beritahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia
dan eklampsia.
e) Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.
c. Preeklampsia dan Eklampsia
Tatalaksana
1) Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan
sirkulasi (cairan intravena).

16
2) MgS)4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia
(sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai
pencegahan kejang).
3) Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya,
berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas
kesehatan yang memadai.
4) Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke
ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator
tekanan positif.

17
2. Persalinan Preterm
a. Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan
37 minggu.
b. Diagnosis
1) Usia kehamilan di bawah 37 minggu
2) Terjadi kontraksi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit
diikuti dengan perubahan serviks yang progresif
3) Pembukaan serviks > 2 cm
c. Faktor Predisposisi
1) Usia ibu <18 tahun atau >40 tahun
2) Hipertensi
3) Perkembangan janin terhambat
4) Solusio plasenta
5) Plasenta previa
6) Ketuban pecah dini
7) Infeksi intrauterine
8) Bakterial vaginosis
9) Serviks inkompetens
10) Kehamilan ganda
11) Penyakit periodontal
12) Riwayat persalinan preterm sebelumnya
13) Kurang gizi
14) Merokok
d. Tatalaksana Umum
Tatalaksana utama mencakup pemberian tokolitik, kortikosteroid, dan
antibiotika profilaksis. Namun beberapa kasus memerlukan penyesuaian.
e. Tatalaksana Khusus
1) Jika ditemui salah satu dari keadaan berikut ini, tokolitik tidak perlu
diberikan dan bayi dilahirkan secara pervaginam atau perabdominam
sesuai kondisi kehamilan.
a) Usia kehamilan di bawah 24 dan di atas 34 minggu

18
b) Pembukaan > 3 cm
c) Ada tanda korioamnionitis (infeksi intrauterine), preeklampsia,
atau perdarahan aktif
d) Ada gawat janin
e) Janin meninggal atau adanya kelainan kongenital yang
kemungkinan hidupnya kecil
2) Lakukan terapi konservatif (ekspektan) dengan tokolitik,
kortikosteroid, dan antibiotik jika syarat berikut ini terpenuhi:
a. Usia kehamilan antara 24- 34 minggu
b. Dilatasi serviks kurang dari 3 cm
c. Tidak ada tanda korioamnionitis (infeksi intrauterine),
preeklampsia, atau perdarahan aktif
d. Tidak adada gawat janin
3) Tokolitik hanya diberikan pada 48 jam pertama untuk memberikan
kesempatan pemberian kortikosteroid.
4) Berikan kortikosteroid untuk pematangan paru janin.
5) Antibiotika profilaksis diberikan sampai bayi lahir.
3. Ketuban Pecah Dini
a. Definisi
Keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan atau dimulainya
tanda inpartu.
b. Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan inspekulo. Dari anamnesis didapatkan penderita merasa
keluar cairan yang banyak secara tiba-tiba. Kemudian lakukan satu kali
pemeriksaan inspekulo dengan spekulum steril untuk melihat adanya
cairan yang keluar dari serviks atau menggenang di forniks posterior. Jika
tidak ada, gerakkan sedikit bagian terbawah janin, atau minta ibu untuk
mengedan/batuk.
c. Faktor Predisposisi
1) Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
2) Infeksi traktur genital

19
3) Perdarahan antepartum
4) Merokok
d. Tatalaksana Umum
1) Berikan eritromisin 4x250 gram mg selama 10 hari.
2) Rujuk ke fasilitas yang memadai.
e. Tatalaksana Khusus
1) > 34 minggu
a) Lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila tidak ada
kontraindikasi.
2) 24-33 minggu
a) Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan kematian janin,
lakukan persalinan segera.
b) Berikan deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam atau
betametason 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam.
c) Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin.
d) Bayi dilahirkan di usia kehamilan 24 minggu, atau di usia
kehamilan 32-33 minggu, bila dapat dilakukan pemeriksaan
kematangan paru dan hasil menunjukkan bahwa paru sudah matang
(komunikasikan dan sesuaikan dengan fasilitas perawatan bayi
preterm).
3) < 24 minggu
a) Pertimbangan dilakukan dengan melihat risiko ibu dan janin.
b) Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan mungkin
menjadi pilihan.
c) Jika terjadi infeksi (korioamnionitis), lakukan tatalaksana
korioamnionitis.
4. Korioamnionitis
a. Definisi
Infeksi pada korion dan amnion.
b. Diagnosis
1) Demam >380C
2) Leukositosis > 15.000 sel/mm3

20
3) Denyut jantung janin > 160 kali/menit
4) Frekuensi nadi ibu > 100 kali/menit
5) Nyeri tekan fundus saat tidak berkontraksi
6) Cairan amnion berbau
c. Faktor Predisposisi
1) Persalinan prematur
2) Persalinan lama
3) Ketuban pecah lama
4) Pemeriksaan dalam yang dilakukan berulang-ilang
5) Adanya bakteri patogen pada traktus genitalia
6) Alkohol
7) Rokok
d. Tatalaksana Umum
1) Beri antibiotika kombinasi: ampisilin 2 g IV tiap 6 jam ditambah
gentamisin 5 mg/kgBB IV selama 24 jam.
2) Jika serviks matang: lakukan induksi persalinan dengan oksitosin.
3) Jika serviks belum matang: matangkan dengan prostaglandin dan infus
oksitosin, atau lakukan seksio sesarea.
4) Jika persalinan dilakukan pervaginam, hentikan antibiotika setelah
persalinan. Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea, lanjutkan
antibiotika dan tambahkan metronidazl 500 mg IV tiap 8 jam sampai
bebas demam selama 48 jam.
e. Tatalaksana Khusus
1) Jika terdapat metritis (demam, cairan vagina berbau), berikan
antibiotika.
2) Jika bayi mengalami sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah dan beri
antibiotika yang sesuai selama 7-10 hari.
5. Rupture Uteri
a. Definisi
Robeknya dinding rahim terjadi akibat terlampauinya daya regang
miometrium. Pada bekas seksio sesarea, risiko terjadinya rupture uteri
lebih tinggi.

21
b. Diagnosis
1) Perdarahan intraabdominal, dengan atau tanpa perdarahan pervaginam
2) Nyeri perut hebat (dapat berkurang setelah ruptura terjadi)
3) Syok atau takikardia
4) Adanya cairan bebas intraabdominal
5) Hilangnya gerak dan denyut jantung janin
6) Bentuk uterus abnormal atau konturnya tidak jelas
7) Dapat didahului oleh lingkaran kontriksi (Bandl’s ring)
8) Nyeri raba/tekan dinding perut
9) Bagian-bagian janin mudah dipalpasi
c. Tatalaksana Umum
1) Berikan oksigen.
2) Perbaiki kehilangan volume darah dengan pemberian infus cairan
intravena sebelum tindakan pembedahan.
3) Jika kondisi ibu stabil, lakukan seksio sesarea untuk melahirkan bayi
dan plasenta.
d. Tatalaksana Khusus
1) Jika uterus dapat diperbaiki dengan risiko operasi lebih rendah
daripada histerektomi dan tepi robekan uterus tidak nekrotik, lakukan
reparasi uterus (histerorafi). Tindakan ini membutuhkan waktu yang
lebih singkat dan menyebabkan kehilangan darah yang lebih sedikit
dibanting histerektomi.
2) Jika uterus tidak dapat diperbaiki, lakukan histerektomi subtotal. Jika
robekan memanjang hingga serviks dan vagina, histerektomi total
mungkin diperlukan.
6. Kehamilan Ganda
a. Definisi
Satu kehamilan dengan dua janin atau lebih.
b. Diagnosis
1) Esar uterus melebihi usia kehamilan atau lamanya amenorea
2) Hasil palpasi abdomen mengarah ke kehamilan ganda:
a) Kepala janin relatif lebih kecil dibandingkan dengan ukuran uterus

22
b) Teraba 2 balottemen atau lebih
c) Terdengar lebih dari satu denyut jantung bayi dengan
menggunakan stetoskop fetal
c. Faktor Predisposisi
1) Usia ibu > 30 tahun
2) Konsumsi obat untuk kesuburan
3) Fertilisasi in vitro
4) Faktor keturunan
d. Tatalaksana Umum
1) Asuhan antenatal sebaiknya dilakukan oleh dokter spesialis obstetri
dan ginekologi.
2) Persalinan untuk kehamilan ganda sedapat mungkin dilakukan di
rumah sakit dengan fasilitas seksio sesarea.
Janin Pertama
1) Siapkan peralatan resusitasi dan perawatan bayi.
2) Pasang infus dan berikan cairan intravena.
3) Pantau keadaan janin dengan asuskultasi denyut jantung janin. Jika
denyut jantung janin <100kali/menit atau >180 kali/menit, curigai
adanya gawat janin.
4) Jika presentasi janin verteks, usahakan persalinan spontan dan monitor
persalinan dengan partograf.
5) Jika presentasi bokong atau letak lintang, lakukan seksio sesarea.
6) Tinggalkan klem pada ujung maternal tali pusat dan jangan melahirkan
plasenta sebelum janin kedua dilahirkan.
Janin Kedua atau Janin Berikutnya
1) Segera setelah bayi pertama lahir, lakukan palpasi abdomen untuk
menentukan letak janin kedua atau berikutnya.
2) Jika perlu, lakukan versi luar agar letak janin kedua memanjang.
3) Periksa denyut jantung janin.
4) Lakukan periksa dalam untuk menentukan : presentasi janin kedua,
selaput ketuban masih utuh atau sudah pecah, ada tidaknya prolapsus
tali pusat.

23
5) Jika presentasi verteks:
a) Pecahkan ketuban dengan klem kokher jika ketuban belum pecah.
b) Periksa denyut jantung janin antara kontraksi uterus untuk menilai
keadaan janin.
c) Jika his tidak adekuat setelah kelahiran bayi pertama, berikan infus
oksitosin dengan cara cepat untuk menimbulkan his yang baik.
d) Jika janin tidak lahir dalam 2 jam dengan his yang baik, atau
terdapat tanda-tanda gawat janin, lakukan seksio sesarea.
6) Jika presentasi bokong:
a) Apabila taksiran berat badan janin tidak lebih dari janin pertama
dan serviks tidak mengecil, rencanakan partus spontan.
b) Jika his tidak ada atau tidak adekuat setelah kelahiran janin
pertama, berikan ifus oksitosin secara cepat untuk menimbulkan
his yang baik.
c) Pecahkan ketuban dengan klem kokher jika ketuban belum pecah
dan bokong sudah turun.
d) Periksa denyut jantung janin diantara 2 kontraksi uterus.
e) Jika persalinan pervaginam tidak mungkin, lahirkan bayi dengan
seksio sesaria.
7. Makrosomia
a. Definisi
Bayi baru lahir dengan berat badan >4000 gram.
b. Diagnosis
1) Diagnosis makrosomia tidak dapat ditegakkan hingga bayi dilahiirkan
dan ditimbang berat badannya. Namun demikian, dapat dilakukan
perkiraan sebelum bayi dilahirkan, untuk mengantisiipasi risiko
distosia bahu, fraktur klavikula, atau cedera pleksus brakialis.
2) Berat janin dapat diperklirakan dengan penilaian faktor risiko ibu,
pemeriksaan klinis, atau pemeriksaan USG. Metode-metode tersebut
dapat dikombinasi agar perkiraan lebih akurat.
c. Faktor Predisposisi
1) Riwayat melahirkan bayi besar (>4000 gram) sebelumnya

24
2) Orang tua bertubuh besar, terutama obesistas pada ibu
3) Multiparitas
4) Kehamilan lewat waktu
5) Usia ibu yang sudah tua
6) Janin laki-laki
7) Ras dan suku
d. Tatalaksana Umum
1) Untuk persalinan, rujuk ibu ke fasilitas yang dapat melakukan seksio
sesarea.
e. Tatalaksana Khusus
1) Persalinan pervaginam dapat dicoba untuk taksiran berat janin hingga
5000 gram pada ibu tanpa diabetes.
2) Seksio sesarea dipertimbangkan untuk taksiran berat janin >5000 gram
pada ibu tanpa diabetes, dan >4500 gram pada ibu dengan diabetes.
3) Seksio sesarea menjadi indikasi bila taksiran berat janin >4500 gram
dan terjadi perpanjangan kala II persalinan atau terhentinya penurunan
janin di kala II persalinan.
8. Hidramnion
a. Definisi
Terdapatnya cairan amnion dalam jumlah berlebihan. Hidramnion
berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas perinatal,
serta komplikasi maternal seperti abrupsio plasenta, disfungsi uterus, dan
perdarahan pascasalin.
b. Diagnosis
1) Jumlah cairan amnion lebih dari 2000 ml.
2) Temuan klinis yang utama pada hidramnion adalah ukuran uterus yang
besar dan tegang disertai dengan kesulitan meraba bagian janin atau
mendengarkan denyut jantung janin. Pada keadaan berat, ibu daoat
mengalami kesulitan bernapas, pembengkakan tungkai, dan oliguria.
3) Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan USG.
c. Faktor Predisposisi
1) Ibu dengan diabetes melitus

25
2) Riwayat hidramnion dalam keluarga
d. Tatalaksana Umum
1) Tatalaksana dapat meliputi amnioreduksi, amniotomi, atau pemberian
indometasin.
9. Persalinan Lama
a. Definisi
Waktu persalinan yang memanjang karena kemajuan persalinan yang
terhambat. Persalinan lama memiliki definisi berbeda sesuai fase
kehamilan.
b. Diagnosis
1) Distosia pada kala I fase aktif : grafik pembukaan serviks pada
partograf berada di antara garis waspada dan garis bertindak, atau
sudah memotong garis bertindak.
2) Fase ekspulsi (kala II) memanjang: tidak ada kemajuan penurunan
bagian terendah janin pada persalinan kala II. Dengan batasan waktu:
a) Maksimal 2 jam untuk nulipara dan 1 jam untuk multipara
b) Maksimal 3 jam untuk nulipara dan 2 jam untuk multipara bila
pasien menggunakan analgesia epidural
c. Faktor Predisposisi
1) Kepala janin yang besar
2) Hidrosefalus
3) Presentasi wajah, bahu, alis
4) Malposisi persisten
5) Kembar yang terkunci pada daerha leher
6) Kembar siam
7) Panggul kecil karena malnutrisi
8) Deformitas panggul karena trauma atau polio
9) Tumor daerah panggul
10) Infeksi virus di perut atau uterus
11) Jaringan parut
d. Tatalaksana
1) Tentukan penyebab persalinan lama.

26
2) Lakukan augmentasi persalinan dengan oksitosin dan/atau amniotomi.
Bila terdapat gangguan power, pastikan tidak ada gangguan passenger
atau passage.
3) Lakukan tindakan operatif (forsep, vakum, atau seksio sesarea) untuk
gangguan Passenger dan/atau Passage, serta untuk gangguan Power
yang tidak dapat diatasi oleh augmentasi persalinan.
4) Jika ditemukan obstruksi atau CPD, tatalaksananya adalah seksio
sesarea.
5) Pantau tanda-tanda gawat janin.
6) Catat hasil analisis dan seluruh tindakan dalam rekam medis lalu
jelaskan pada ibu dan keluarga hasil analisis serta rencana tindakan
selanjutnya.
10. Malposisi
a. Definisi
Posisi abnormal verteks kepala janin (dengan ubun-ubun kecil sebagai
penanda) terhadap panggul ibu
b. Faktor Predisposisi
1) Ibu dengan diabetes melitus
2) Riwayat hidramnion dalam keluarga
c. Tatalaksana
1) Rotasi spontan dapat terjadi pada 90% kasus.
2) Jika terdapat tanda persalinan macet, denyut jantung janin > 180 atau <
100 pada fase apapun, lakukan seksio sesarea.
3) Jika ketuban utuh, pecahkan ketuban.
4) Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi,
lakukan augmentasi persalinan dengan oksitosin.
5) Jika pembukaan serviks lengkap dan tidak ada kemajuan fase
pengeluaran, periksa kemungkinan obstruksi.
11. Malpresentasi
a. Definisi
Malpresentasi meliputi semua presentasi selain verteks.

27
b. Faktor Predisposisi
1) Wanita multipara
2) Kehamilan multipel (gemeli)
3) Polihidramnion / oligohidramnion
4) Plasenta previa
5) Kelainan bentuk uterus atau terdapat massa (misal mioma uterti)
6) Partus preterm
Presentasi Dahi
a. Diagnosis
1) Pemeriksaan abdominal : kepala janin lebih separuhnya di atas pelvis,
denyut jantung janin sepihak dengan bagian kecil
2) Pemeriksaan vaginal : oksiput lebih tinggi dari sinsiput, teraba
fontanella anterior dan orbita, bagian kepala masuk pintu atas panggul
(PAP) adalah antara tulang orbita dan daerah ubun-ubun besar,
sehingga sulit lahir pervaginam
b. Tatalaksana
1) Lakukan seksio sesaria bila janin hidup.
2) Janin mati, lakukan kraniotomi bila memungkinkan atau seksio sesaria
bila syarat dan sarana kraniotomi tidak terpenuhi.
Presentasi Muka
a. Diagnosis
1) Pemeriksaan abdominal : lekukan akan teraba antara daerah oksiput
dan punggung, denyut jantung janin sepihak dengan bagian kecil janin.
2) Pemeriksaan vaginal : muka dengan mudah teraba, teraba mulut dan
bagian rahang mudah diraba, tulang pipi, tulang orbita, kepala janin
dalam keadaan defleksi maksimal.
b. Tatalaksana
1) Posisi Dagu Anterior
a) Pembukaan lengkap : Lahirkan dengan persalinan spontan
pervaginam. Bila penurunan kurang lancar, lakukan ekstraksi
forcep.

28
b) Pembukaan belum lengkap : Bila tidak ada kemajuan pembukaan
dan penurunan, lakukan seksio sesarea.
2) Posisi Dagu Posterior
a) Pembukaan lengkap : Lahirkan dengan seksio sesarea.
b) Pembukaan belum lengkap : Bila tidak ada kemajuan pembukaan
dan penurunan, lakukan seksio sesarea.
c) Jika janin mati, lakukan kraniotomi atau seksio sesarea.
Presentasi Majemuk
a. Diagnosis
1) Prolaps ekstremitas bersamaan dengan bagian terendah janin
(kepala/bokong)
b. Tatalaksana Umum
1) Persalinan spontan hanya bisa terjadi jika janin sangat kecil/mati dan
maserasi.
c. Tatalaksana Khusus
1) Ibu diletakkan dalam posisi Trendelenburg (knee-chest position)
2) Doring tangan ke atas luar dari simfisis pubis dan pertahankan di sana
sampai timbul kontraksi sehingga kepala turun ke rongga panggul.
3) Lanjutkan penatalaksanaan persalinan normal.
4) Jika prosedur gagal/terjadi prolapsus tali pusat, lakukan seksio sesarea.
Presentasi Bokong (Sungsang)
a. Diagnosis
1) Gerakan janin teraba di bagian bawah abdomen
2) Pemeriksaan abdominal : kepala terletak di bagian atas, bokong pada
daerah pelvis, auskultasi menunjukkan denyut jantung janin lokasinya
lebih tinggi
3) Pemeriksaan vaginal : teraba bokong atau kaki, sering disertai adanya
mekonium
b. Tatalaksana
1) Persalinan lama pada presentasi sungsang adalah indikasi seksio
sesarea.

29
2) Persalinan pada presentasi kaki sebaiknya dilahirkan dengan seksio
sesarea.
3) Persalinan pervaginam hanya bila:
a) Persalinan sudah sedemikian maju dan pembukaan sudah lengkap
b) Bayi preterm yang kemungkinan hidupnya kecil
c) Bayi kedua pada kehamilan kembar
Letak Lintang
a. Diagnosis
1) Pemeriksaan abdominal : sumbu panjang janin teraba melintang, tidak
teraba bagian pada pelvis inlet sehingga terasa kosong.
2) Pemeriksaan vaginal : sebelum inpartu tidak ada bagian terendah yang
teraba di pelvis, sedangkan saat inpartu teraba adalah bahu, siku atau
tangan.
b. Tatalaksana
1) Lakukan versi luar bila permulaan inpartu dan ketuban intak.
2) Bila ada kontraindikasi versi luar, lakukan seksio sesarea.
3) Lakukan pengawasan adanya prolaps tali pusat.
4) Dapat terjadi ruptura uteri bila ibu tidak diawasi.
12. Disproporsi Kepala Panggul (Cephalopelvic Dysproportion/CPD)
a. Definisi
Hambatan lahir yang diakibatkan oleh disparitas ukuran kepala janin dan
pelvis maternal.
b. Diagnosis
Terhentinya kemajuan pembukaan serviks dan penurunan kepala walaupun
his adekuat. CPD terjadi akibat janin terlalu besar dan/atau panggul ibu
kecil.
c. Tatalaksana
1) Lakukan seksio sesarea bila ditemukan tanda CPD.
2) Pada kasus bayi mati, embriotomi atau kraniotomi dapat menjadi
pilihan tindakan bila syarat terpenuhi dan petugas memiliki
kompetensi.

30
13. Distosia Bahu
a. Definisi
Suatu keadaan dimana setelah kepala dilahirkan, bahu anterior tidak dapat
lewat di bawah simfisis pubis. Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan
obstetri karena bayi dapat meninggal jika tidak segera dilahirkan.
b. Diagnosis
1) Kesulitan melahirkan wajah dan dagu
2) Kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahkan tertarik kembali
(turtle sign)
3) Kegagalan paksi luar kepala bayi
4) Kegagalan turunnya bahu
c. Faktor Predisposisi
1) Waspadai terjadinya distosia bahu pada persalinan berisiko:
Antepartum Intrapartum
a) Riwayat distosia bahu a) Kala I persalinan
sebelumnya memanjang
b) Makrosomia > 4500 gram b) Secondary arrest
c) Diabetes melitus c) Kala II persalinan
d) IMT > 30 kg/m2 memanjang
e) Induksi persalinan d) Augmentasi oksitosin
e) Persalinan pervaginam yang
ditolong
2) Identifikasi dan obati diabetes pada ibu. Tawarkan persalinan elektif
dengan induksi maupun seksio sesarea pada ibu dengan diabetes yang
usia kehamilannya mencapai 38 minggu dan bayinya tumbuh normal.
3) Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan
suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan risiko
cedera pada janin.
d. Tatalaksana Umum
1) Minta bantuan tenaga kesehatan lain, untuk menolong persalinan dan
resusitasi neonatus bila diperlukan. Bersiaplah juga untuk
kemungkinan perdarahan pascasalin atau robekan perineum setelah
tatalaksana.

31
2) Lakukan manuver McRobert. Dalam posisi ibu berbaring telentang,
mintalah ia untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan
lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya. Mintalah bantuan 2 orang
asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada.
3) Mintalah salah seorang asisten untuk melakukan tekanan secara
simultan ke arah lateral bawah pada daerah suprasimfisis untuk
membantu persalinan bahu.
4) Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi,
lakukan tarikan yang mantap dan terus menerus ke arah aksial (searah
tulang punggung janin) pada kepala janin untuk menggerakkan bahu
depan di bawah simfisis pubis.
e. Tatalaksana Khusus
1) Jika bahu masih belum dapat dilahirkan:
a) Buatlah episiotomi untuk memberi ruangan yang cukup untuk
memudahkan manuver internal.
b) Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi,
masukkan tangan ke dalam vagina pada sisi punggung bayi.
c) Lakukan penekanan di sisi posterior pada bahu posterior untuk
mengaduksikan bahu dan mengecilkan diameter bahu.
d) Rotasikan bahu ke diameter oblik untuk membebaskan distosia
bahu.
e) Jika diperlukan, lakukan juga penekanan pada sisi posterior bahu
anterior dan rotasikan bahu ke diameter oblik.
2) Jika bahu masih belum dapat dilahirkan setelah dilakukan tindakan di
atas:
a) Masukkan tangan ke dalam vagina.
b) Raih humerus dari lengan posterior, kemudian sembari menjaga
lengan tetap fleksi pada siku, pindahkan lengan ke arah dada. Raih
pergelangan tangan bayi dan tarik lurus ke arah vagina.
Manuver ini akan memberikan ruangan untuk bahu anterior agar
dapat melewati bawah simfisis pubis.

32
3) Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, terdapat
manuver-manuver lain yang dapat dilakukan, misalnya kleidotomi,
simfisiotomi, metode sling atau manuver Zavanelli. Namun manuver-
manuver ini hanya boleh dikerjakan oleh tenaga terlatih.

14. Prolaps Tali Pusat


a. Definisi
Prolaps tali pusat terjadi ketika tali pusat keluar dari uterus sebelum janin.
b. Diagnosis
1) Pemeriksaan tali pusat dilakukan setiap pemeriksaan dalam saat
persalinan.
2) Setelah ketuban pecah, lakukan lagi pemeriksaan tali pusat bila ibu
memiliki faktor risiko. Bila ibu tidak memiliki faktor risiko dan
ketuban jernih, pemeriksaan tali pusat tidak perlu dilakukan.
Secara Umum Terkait Prosedur Khusus
a) Multiparitas a) Amniotomi
b) Berat lahir kurang dari 2500 g b) Manipulasi janin pervaginam
c) Prematuritas setelah ketuban pecah
d) Anomali kongenital c) Versi sefalik eksternal
e) Presentasi sungsang d) Versi podalik internal
f) Letak lintang, oblik, atau tidak e) Induksi persalinan
stabil f) Insersi transducer tekanan
g) Anak kedua pada kehamilan ganda uterus
h) Polihidramnion
i) Bagian janin yang terpresentasi
belum engaged
j) Plasenta letak rendah atau
abnormal
3) Jika pecah ketuban terjadi spontan, denyut jantung janin normal, dan
tidak ada faktor risiko prolaps tali pusat, pemeriksaan vagina tidak
perlu dilakukan bila ketuban jernih.

33
4) Setelah ketuban pecah, periksa pula denyut jantung janin. Curigai
adanya prolaps tali pusat bila ada perubahan pola denyut jantung janin
yang abnormal setelah ketubah pecah atau amniotomi.
5) Prolaps tali pusat dapat dipastikan bila:
a) Tali pusat tampak atau teraba pada jalan lahir lebih rendah dari
bagian terendah janin (tali pusat terkemukan, saat ketuban masih
ututh)
b) Tali pusat tampak pada vagina setelah ketuban pecah (tali pusat
menumbung, saat ketuban sudah pecah)
c. Tatalaksana Umum
1) Tali Pusat Terkemuka
Tekanan tali pusat oleh bagian terendah janin dapat diminimalisasi
dengan posisi knee chest atau Trendelenburg. Segera rujuk ibu ke
fasilitas yang menyediakan layanan seksio sesarea.
2) Tali Pusat Menumbung
Perhatikan apakah tali pusat masih berdenyut atau tidak. Jika sudah
tidak berdenyut, artinya janin telah mati dan sebisa mungkin
pervaginam tanpa tindakan agresif. Jika tali pusat masih berdenyut:
a) Berikan oksigen.hindari memanipulasi tali pusat. Jangan
memegang atau memindahkan tali pusat yang tampak pada vagina
secara manual.
b) Posisi ibu Trendelenburg atau knee chest.
c) Dorong bagia terendah janin ke atas secara manual untuk
mengurangi kompresi pada tali pusat.
d) Segera rujuk ibu ke fasilitas yang melayani seksio sesarea. Pada
saar proses transfer dengan ambulan, posisi knee-chest kurang
aman sehingga posisikan ibu berbaring ke kiri.
15. Retensio Plasenta
a. Definisi
Tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30
menit setelah bayi lahir.

34
b. Faktor Predisposisi
1) Grandemultipara
2) Kehamilan ganda
3) Kuretase berulang
4) Plasenta previa
5) Bekas seksio sesarea
c. Tanda dan Gejala
Plasenta yang belum dilahirkan setelah 30 menit kelahiran bayi.
d. Tatalaksana
1) Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/
Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit IM.
Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/
Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan
berhenti.
2) Lakukan tarikan tali pusat terkendali.
3) Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta
manual secara hati-hati.
4) Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV dan
metronidazol 500 mg IV).
5) Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi
komplikasi perdarahan hebat atau infeksi.
16. Sisa Plasenta
a. Definisi
Plasenta tidak lepas sempurna dan meninggalkan sisa, dapat berupa
fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan.
b. Faktor Predisposisi
1) Usia ibu
2) Jarak antar kelahiran
3) Paritas
4) Anemia
c. Tanda dan Gejala

35
1) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak
lengkap
2) Perdarahan dapat muncul 6-10 hari pascasalin disertai sub involusi
uterus.
d. Tatalaksana
a. Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/
Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unit IM.
Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/
Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan
berhenti.
b. Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan bekuan
darah dan jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen,
lakukan evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi vakum manual atau
dilatasi dan kuretase.
c. Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV dan
metronidazole 500 mg).
d. Jika perdarahan berlanjut, tatalaksana seperti kasus atonia uteri.
17. Atonia Uteri
a. Definisi
Ketidakmampuan uterus untuk berkontraksi sebagaimana mestinya setelah
plasenta lahir.
b. Faktor Predisposisi
Pada atonia uteri, penyebabnya antara lain uterus overdistensi
(makrosomia, kehamilan kembar, hidramnion atau bekuan darah), induksi
persalinan, penggunaan agen anestetik (agen halogen atau anastesia
dengan hipotensi), persalinan lama, korioamniotis, persalinan terlalu cepat
dan riwayat atonia uteri sebelumnya.
c. Tanda dan Gejala
1) Perdarahan segera setelah anak lahir
2) Uterus tidak berkontraksi atau lembek
d. Tatalaksana
1) Lakukan pemijatan uterus.

36
2) Pastikan plasenta lahir lengkap.
3) Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/
Ringer Laktat dengan kecepatan 60 teetes/menit dan 10 unit IM.
Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/
Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan
berhenti.
4) Bila tidak tersedia oksitosin atau bila perdarahan tidak berhenti,
berikan 0,2 mg IM atau IV (lambat), dapat diikuti pemberian 0,2 mg
IM setelah 15 menit, dan pemberian 0,2 mg IM/IV setiap 4 jam bila
diperlukan. JANGAN BERIKAN LEBIH DARI 5 DOSIS (1 mg).
Catatan:
a) Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan intravena yang
mengandung oksitosin
b) Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi
berat/tidak terkontrol, penderita sakit jantung dan penyakit
pembuluh darah tepi.
5) Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus
selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit).
6) Lakukan pasang kondom kateter atau kompresi bimanual interna
selama 5 menit.
7) Siapkan tindakan operatif atau rujuk ke fasilitas yang lebih memadai
sebagai antisipasi bila perdarahan tidak berhenti.
8) Di rumah sakit rujukan, lakukan tindakan operatif bila kontraksi uterus
tidak membaik, dimulai dari yang konservatif.
18. Laserasi Jalan Lahir
a. Definisi
Robekan yang terjadi paa perineum, vagina, serviks, atau uterus, dapat
terjadi secara spontan maupun akibat tindakan manipulatif pada
pertolongan persalinan.
b. Faktor Predisposisi
1) Partus Presipitatus tidak terkendali
2) Peluasan episiotomi

37
3) Bayi besar
4) Malposisi dan mapresentasi janin
5) Distosia bahu
6) Anomali kongenital
c. Tanda dan Gejala
1) Perdarahan segera
2) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
d. Tatalaksana
Ruptura Perineum dan Robekan Dinding Vagina
1) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi sumber perdarahan.
2) Lakukan irigasi pada tempat luka dan bersihkan dengan antiseptik.
3) Hentikan sumber perdarahan dengan klem kemudian ikat dengan
benang yang dapat diserap.
4) Lakukan penjahitan.
5) Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV
(bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk
pasien.
Robekan Serviks
1) Paling sering terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan kanan dari
porsio.
2) Jepitkan klem ovum pada lokasi perdarahan.
3) Jahitan dilakukan secara kontinu dimulai dari ujung atas robekan
kemudian ke arah luar sehingga semua robekan dapat dijahit.
4) Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV
(bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk
pasien.
19. Retensio Urine
a. Definisi
Suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak mempunyai
kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna.
b. Tanda dan Gejala
1) Diawali dengan urine mengalir lambat.

38
2) Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena
pengosongan kandung kemih tidak efisien.
3) Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
4) Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
5) Pada retensio urine berat bisa mencapai 2000-3000 cc.
c. Tatalaksana
1) Kateterisasi uretra.
2) Dilatasi uretra dengan boudy.
3) Drainage suprapubik.

39
DAFTAR PUSTAKA

Himpunan Kedokteran Fetomaternal. 2004. Buku Ilmu Kedokteran Fetomaternal.


Surabaya : Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.
JNPK-KR. 2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR
JNPK-KR. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Dasar (PONED). Jakarta: JNPK-KR.
JNPK-KR. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK). Jakarta: JNPK-KR.
Kementerian Kesehatan RI. 1997. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta:
Kementerian Kesehatan dan JICA.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan (Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Saifuddin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D. 2002. Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin AB. Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.
Jakarta:Yayasan Bina Pustaka.
Wiknjosastro, H. (2011). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

40

Anda mungkin juga menyukai