USHUL FIQH
“ HUKUM TAKLIFI
DAN HUKUM
WADH’I ”
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
M. Sulthan Ferrel (180212084)
Munawar (180212075)
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................1
C. TUJUAN......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
1. PENGERTIAN HUKUM SYARA’...........................................................2
2. PEMBAGIAN HUKUM SYARA’.............................................................3
A. HUKUM TAKLIFI.................................................................................3
B. HUKUM WADH’I..................................................................................5
3. PERBEDAAN HUKUM TAKLIFI DAN WADH’I.................................7
BAB III PENUTUP................................................................................................9
A. KESIMPULAN............................................................................................9
B. SARAN.........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Oleh karena itu, pada pembahasan makalah ini, hal-hal yang berkaitan
dengan hukum Syara’ akan dikaji dan di berikan penjelasan oleh pemakalah.
B. RUMUSAN MASALAH
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Fiqh dan Ushul Fiqh, dan menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan
masalah. Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan
pengetahuan baik bagi penulis maupun bagi pembaca tentang hukum Syara’.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut istilah ahli fiqh, yang disebut hukum adalah khitab Allah dan
sabda Rasul. Apabila disebut hukum Syara’, maka yang dimaksud ialah
hukum yang bersangkutan dengan manusia, yaitu yang dibahas dalam ilmu
fiqh, bukan hukum yang bersangkutan dengan akidah dan akhlaq.2
1
Satria Efendi, dkk,Ushul Fiqh, (Jakarta:Kencana, 2009), hlm. 36.
2
Muin Umar,Ushul Fiqh 1, (Jakarta: 1985), hlm. 20.
Anjuran untuk melakukan suatu perbuatan. Perbuatan yang di
anjurkan untuk dilakukan itu sifatnya mandub (sunah).
Anjuran untuk meninggalkan suatu perbuatan. Perbuatan yang di
anjurkan untuk dilakukan itu sifatnya makruh.
Memberi kebebasan untuk memilih antara melakukan atau tidak
melakukan dan perbuatan yang di beri pilihan untuk dilakukan atau
ditinggalkan itu sifatnya mubah.
Menetapkan sesuatu sebagai sebab.
Menetapkan sesuatu sebagai syarat.
Menetapkan sesuatu sebagai mani’ (penghalang)
Menetapkan sesuatu sebagai kriteria sah dan fasad atau batal.
Menetapkan sesuatu sebagai kriteria ‘azimah dan rukhsah.
Secara garis besar para Ulama Ushul Fiqh membagi hukum kepada dua
macam, yaitu hukum Taklifi dan hukum Wadh’i.
A. HUKUM TAKLIFI
Hukum Taklifi ini terbagi kepada lima bagian yaitu: ijab (wajib), nadb
(sunah), tahrim (haram), karahah (makruh), dan ibahah (mubah).
1. Ijab (wajib), adalah ketentuan suatu perintah itu harus dilakukan oleh mukallaf
sesuai dengan petunjuk yang telah ditentukan. Konsekuensi dari hukum wajib ini
akan mendatangkan pahala jika dilakukan dan akan mendatangkan dosa jika
ditinggalkan.
3
Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islam, (Beirut: Dar al-Fikr, 2001), cet. Ke-2, hlm. 42.
Contoh dari perkara wajib seperti:
Shalat lima waktu, berpuasa, membayar zakat, menunaikan haji bagi orang
yang mampu, shalat jenazah, dan berbakti kepada orang tua.
Berzina, mencuri, berjudi, riba, durhaka kepada orang tua, fitnah, ghibah,
membunuh tanpa hak, dsb.
4. Karahah (makruh), ialah berasal dari kata kariha yaitu sesuatu yang tidak
disenangi, di benci, atau sesuatu yang dijauhi. Makruh adalah suatu perkara yang
dianjurkan untuk tidak dilakukan. Konsekuensi dari makruh ini ialah jika
dilakukan maka tidak mendapat dosa, namun jika ditinggalkan akan mendapat
pahala.
Makan dan minum, tidur, berdiri, berdoa tidak menggunakan bahasa Arab,
jual beli, dsb.4
B. HUKUM WADH’I
Hukum Wadh’i ini juga terbagi menjadi lima bagian, yaitu: sebab, syarat,
mani’, rukhsah dan azimah, sah dan batal.
“Sesuatu yang tergantung kepadanya ada sesuatu yang lain dan berada diluar
dari hakikat sesuatu itu”7
Misalnya wudhu sebagai syarat sahnya shalat, tanpa wudhu maka tidak
sah mendirikan shalat, tetapi tidak berarti adanya wudhu menetapkan adanya
shalat. Dengan demikian, antara syarat dan yang disyarati itu merupakan bagian
yang terpisah.8
3. Mani’ (penghalang), secara bahasa kata mani’ ialah penghalang. Dalam istilah
Ushul Fiqh, mani’ adalah sesuatu yang ditetapkan Syara’ sebagai penghalang bagi
adanya hukum atau berfungsinya sebab (batalnya hukum).
4. Rukhsah dan Azimah, Rukhsah ialah keringanan hukum yang diberikan oleh
Allah SWT kepada mukallaf dalam kondisi-kondisi tertentu. Sedangkan Azimah
ialah hukum yang berlaku secara umum yang telah disyariatkan oleh Allah SWT
sejak semula, di mana tidak ada kekhususan karena suatu kondisi.
7
Efendi Satria,Ushul Fiqih(Jakarta:Fajar Interpratama,2005).Hal.65.
8
Sapiudin, op. Cit., hlm. 136-137.
5. Sah dan Batal, secara etimologi kata sah atau shihhah merupakan lawan
saqam, yang berarti sakit. Istilah sah dalam Syara’ digunakan dalam ibadah dan
akad muamalat. Yaitu suatu perbuatan dipandang sah apabila sejalan dengan
kehendak Syara’, atau perbuatan mukallaf disebut sah apabila terpenuhi rukun dan
syaratnya. Sedangkan istilah batal, yaitu tidak tercapainya suatu perbuatan yang
memberikan pengaruh secara Syara’. Yaitu suatu perbuatan yang dikerjakan
mukallaf apabila tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan syara’, maka
perbuatan disebut batal. Dengan kata lain, suatu perbuatan yang tidak memenuhi
rukun dan syaratnya, maka perbuatan itu menjadi batal.
A. KESIMPULAN
Hukum Wadh’i ialah firman Allah swt. yang menuntut untuk menjadikan
sesuatu sebab, syarat atau penghalang dari sesuatu yang lain. bentuk-bentuk
hukum Wadh’i ada yaitu sebab, syarat, mani’ (penghalang), rukhshah
(keringanan) dan Azimah.
B. SARAN
Semoga makalah ini dapat menambah sedikit ilmu kita tentang apa-apa
saja tentan Hukum Syara’. Dan semoga kita dapat mengambil Syafa'atnya.
Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA