Bagian F. Mineralogy, Petrology, and Economic Mineral Resources-22-66
Bagian F. Mineralogy, Petrology, and Economic Mineral Resources-22-66
SARI. Potensi endapan mineralisasi bijih primer emas (Au) di daerah Plampang dan sekitarnya,
Kabupaten Kulonprogo merupakan hasil aktifitas magmatisme pada daerah post-vulkanik
Kulonprogo kala Oligosen-Misoen. Beberapa titik pengamatan di permukaan menunjukan adanya
alterasi dan potensi mineralisasi tipe endapan epitermal. Studi geofisika metode geomagnetik
bermaksud untuk mendeliniasi zona prospek mineralisasi bijih primer Au serta menyelidiki pola
persebaran dan model endapan pada daerah penelitian dengan mengacu pada data geologi
permukaan yang ada. Pengukuran metode geomagnetik dilakukan dengan 8 lintasan sepanjang
1,7 km, memotong arah umum struktur pengontrol mineralisasi, dengan jarak antar titik 50 m dan
jarak antar lintasan 143 m. Analisa terhadap peta Tilt-Derivative memperlihatkan daerah telitian
berkembang tiga arah umum struktur yaitu berorientasi tenggara-baratlaut, barat-timur dan
baratdaya-timurlaut. Sementara dari data geologi permukaan, pola mineralisasi di daerah
penelitian cenderung mengikuti 2 pola struktur utama yang berkembang yaitu sesar geser
mengiri regional Kali Plampang (timurlaut-baratdaya) dan sesar yang memotongnya (tenggara-
baratlaut), dengan persebaran urat termineralisasi kuat diperkirakan mengikuti pola struktur
regional Sesar Kali Plampang dengan arah umum berkisar N 51°E - N 76°E (timurlaut-baratdaya)
yang ditandai dengan kehadiran mineralmineral asosiasi emas (kalkopirit, kovelit, sphalerit,
Galena) yang melimpah. Sementara dari hasil anomali reduce to pole didapatkan bahwa semakin
ke utara relatif mendekati zona inti dari sistem epitermal yang ada dengan ditandai nilai anomali
kemagnetan rendah (130 – (500)nT) relatif dominan sebagai respon dari frekuensi kehadiran jenis
ubahan kuat yang lebih intensif. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya singkapan
alterasi silisik bertekstur masif-vuggy, serta hadirnya mineral barit di sekitar LP 6 sebagai penciri
pembentukan suhu tinggi. Dengan demikian diduga kuat potensi kandungan logam berharga
emas di daerah utara lebih tinggi seiring dengan meluasnya persebaran jenis alterasi kuat dengan
ditandai hadirnya zona demagnetisasi (mengikuti zona inti cebakan mineralisasi) dibandingkan
pada daerah selatan.
Kata kunci: epitermal sulfida rendah, emas, tilt-derivative, struktur, demagnetisasi
I. PENDAHULUAN
Potensi keberadaan mineralisasi bijih di daerah Kulonprogo sudah banyak
diketahui oleh masyarakat umum karena terdapaatnya eksistensi pertambangan yang
dilakukan oleh masyarakat lokal, terutama di Pedukuhan Plampang dan sekitarnya,
894
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
ini dikarenakan oleh pengaruh dari Pola Meratus yang berarah baratdaya-timurlaut. Hal
tersebut dibuktikan dengan banyaknya kelurusan - kelurusan struktur yang saling
berpotongan yang menandakan bahwa daerah Pegunungan Kulonprogo telah
mengalami beberapa kali reaktifasi struktur (Ansori dan Hastria, 2013). Pegunungan
Kulonprogo sendiri berada pada zona peralihan antara jalur paleosubduksi pada zaman
Kapur yang berarah baratdaya-timurlaut (Pola Meratus) dan jalur subduksi Tersier –
Kuarter yang berarah barat-timur atau disebut Pola Jawa (Harjanto, 2008).
896
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
yang kesemuanya adalah hasil dari interaksi fluida hidrotermal dengan batuan yang
dilaluinya. Perubahan-perubahan tersebut tergantung pada beberapa faktor penting
yaitu : karakteristik dari batuan samping, sifat fluida (Eh dan pH), kondisi tekanan dan
temperatur pada saat reaksi berlangsung (Guilbert dan Park, 1986), konsentrasi dan lama
aktivitas hidrotermal (Browne, 1991). Pada kesetimbangan tertentu, proses hidrotermal
akan menghasilkan kumpulan mineral penciri khusus yang dikenal sebagai himpunan
mineral (mineral assemblage). Secara umum himpunan mineral tertentu akan
mencerminkan tipe alterasi hidrotermal yang terjadi pada sistem tersebut
3.2. Mineralisasi
Deposit Epitermal Deposit tipe ini merupakan deposit dangkal yang merupakan
hasil stadia paling akhir dari fase hidrothermal. Tipe endapan ini merupakan tipe
endapan lanjutan dari deposit porfiri yang tebentuk pada suhu < 300 0C serta telah
mengalami reaksi dengan air meteorik dan terjadi pada lingkungan pasca vulkanik kalk-
alkali ataupun pada batuan dasar sedimen (Corbett dan Leach, 1996). Kontaminasi air
meteorik terhadap fluida magmatik akan mengakibatkan keasaman (kandungan pH)
larutan hidrotemal menurun yang ditandai dengan semakin banyaknya kandungan
897
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
sulfur. Menurut White dan Hedenquist (1995), tipe deposit ini dibagi menjadi dua
berdasarkan pada tingkat keasaman fluida hidrothermal, yaitu epithermal sulfidasi
tinggi dengan pH tinggi yang dicirikan kandungan mineral logam pada urat lebih tinggi
dibanding kandungan sulfur dan ephithermal sulfidasi rendah dengan pH mendekati
netral yang berciri kandungan mineral logam cenderung sangat sedikit dibanding
kandungan sulfur.
Teori pada kemagnetan dikenal dua jenis muatan, yaitu muatan positif dan
muatan negatif.
Keterangan :
898
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
sebanding dengan kuat kedua kutub dan berbanding terbaik dengan kuadrat jarak dari
kedua kutup magnet.
Kemudian dari gaya magnet Hukum Coloumb dapat diketahui kuat medan
magnet (H). Kuat medan magnet adalah besarnya medan magnet pada suatu titik dalam
ruang yang timbul sebagai akibat dari sebuah kutub magnet (m) yang berada sejauh
jarak (r) dari titik tersebut. Dengan medan magnet itu sendiri adalah daerah di sekitar
magnet yang masih dapat di pengaruhi gaya magnet. Didefinisikan gaya persatuan
kutub magnet (Telford, 1990), dapat ditulis sebagai berikut :
Keterangan :
B = Induksi Magnet
μ = Permeabilitas Magnet
μo = 4π x 10^-7
Intensitas kemagnetan (M) pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu intensitas
kemagnetan terinduksi dan intensitas remanensi kemagnetan atau kemagnetan
permanen (Hinze et al., 2012). Intensitas kemagnetan terinduksi merupakan kuat medan
magnet pada suatu bahan atau batuan yang muncul akibat proses magnetisasi karena
terinduksi oleh medan magnet bumi (H) terhadap batuan yang berada dalam medan
magnet bumi, sedangkan intensitas remanensi kemagnetan merupakan kemagnetan
yang dimiliki oleh suatu benda secara intrinsik pada saat batuan tersebut terbentuk
(Dentith & Mudge, 2014). Secara fisis intensitas kemagnetan didefinisikan dengan
persamaan sebagai berikut:
899
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Keterangan :
M = Intensitas Magnet
(A/m) k = Suceptibilitas
Dalam vektor magnetik bumi dikenal tiga komponen vektor utama yang
dihasilkan oleh suatu peristiwa yang dikenal sebagai geodinamo magnetic, yaitu proses
terbentuknya medan magnet yang disimbolkan dengan “H”, proses magnetisasi yang
menghasilkan Intensitas Magnet suatu benda atau batuan yang disimbolkan dengan “M”
serta gabungan dari keduanya yang dinamakan sebagai proses Induksi Magnetik atau
medan magnet total dimana Induksi Magnetik ini dilakukan oleh medan magnet bumi
beserta batuan yang telah memiliki Intensitas Magnet. Persamaan dapat dituliskan
sebagai berikut :
Keterangan :
B = Induksi Magnet
H= Kuat Medan Magnet
μ = Permeabilitas Magnet
k = Suceptibilitas
μo = 4π x 10^-7
M = Intensitas Magnet
Persamaan (8) merupakan persamaan induksi gabungan yang akan terbaca saat
pengukuran metode magnetik dilakukan menggunakan Magnetometer.
Lokasi pengukuran yang terpengaruh oleh sudut inklinasi dan deklinasi atau
sering disebut juga dengan efek dipole (dua kutub). Dimana efek dipole ini
menyebabkan pola anomaly kemagnetan tidak berada pada posisi yang sebenarnya atau
bergeser sesuai dengan sudut inklinasi dan deklinasi suatu daerah. Disarankan untuk
menggunakan jenis filter ini karena untuk menarik respon dipole dari peta TMI agar
berbentuk simetris dan berada pada posisi sebenarnya (sesuai kondisi lapangan)
(Gambar 3 ). Penarikan respon gelombang tersebut dimaksudkan untuk menyesuaikan
letak dari benda yang diukur sehingga berada tepat dibawah anomali kemagnatan serta
agar mempermudah dalam pengidentifikasiannya. Dengan diterapkannya filter RTP
900
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
maka efek dari sudut inklinasi dan deklinasi pada suatu pengukuran akan dihilangkan.
Gambar dibawah merupakan sketsa penerapan filter RTP pada peta anomaly magnetic
TMI (Gambar 4).
902
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
cara dalam setiap titik pengukuran dilakukan tiga hingga lima kali pengukuran dengan
jarak waktu pengukuran pertama dengan pengukuran berikutnya kurang lebih 30 detik
hingga satu menit. Hal tersebut dimaksudnya untuk menambah jumlah data
pengambilan data agar dapat dilakukan sortasi (Gambar 8).
satuan batuan andesitik (Rahardjo dkk, 1995) dan secara vulkanostratigrafi termasuk
kedalam zona Khuluk Gunung Ijo (Harjanto, 2008) yang memiliki komposisi utama lava
dan breksi piroklastik serta intrusi andesit. Hal tersebut bersesuaian dengan
ditemukannya singkapan-singkapan jenis lava andesitik yang cukup dominan di sekitar
lokasi penelitian. Singkapan lava andesit ditemukan hampir pada setiap lokasi
pengamatan. Singkapan lava andesit dapat dicirikan dengan kondisi batuan yang
didominasi oleh susunan mineral mikro (halus) dan cenderung bertekstur afanitik. Selain
itu, struktur sheeting joint yang dimiliki oleh batuan tersebut merupakan sebagai penciri
khusus dari lava. Singkapan breksi vulkanik dengan fragmen andesitik juga ditemukan
dibeberapa lokasi pengamatan yaitu LP 4 dan 13 yang dianulir masih termasuk dalam
anggota dari Khuluk Ijo. Dikatakan anggota khuluk ijo karena merupakan hasil produk
dari aktivitas vulkanik gunung api purba Ijo (Harjanto, 2008). antara N 36 0E – N 780E
(Harjanto, 2008) (Gambar 10).
12), pola distribusi urat termineralisasi memiliki 2 arah umum yaitu trend baratdaya-
timurlaut (pola Sesar Kali Plampang) dengan kisaran kedudukan N 51°E - N 76°E dan
trend tenggara-baratlaut dengan kisaran kedudukan antara N 113°E - N 137°E. Dari
analisis kedua arah umum tersebut, urat termineralisasi dengan arah relatif baratdaya-
timurlaut cederung memiliki kandungan mineralisasi yang lebih banyak dan lebih
beragam seperti pirit, kalkopirit, galena, bornit dan kovelit dimana mineral-mineral
tersebut merupakan mineral-mineral bijih yang umumnya berasosiasi dengan emas
(White & Hedenquist, 1985) sehingga dapat digolongkan sebagai arah umum urat
termineralisasi baik/kuat (Harjanto, 2008). Sedangkan untuk arah urat termineralisasi
tenggara-baratlaut memiliki kadungan variasi mineral yang lebih sedikit (didominasi
pirit). Hal tersebut mendukung hasil penelitian terdahulu oleh Ansori dan Hastria (2013)
yang menyatakan bahwa arah mineralisasi logam mulia (Au) disekitar Gunung Agung
(Plampang I) berkisar N 212°E – N 230°E (Gambar 12).
dalam hal identifikasi struktur geologi, baik struktur regional maupun struktur dangkal
terutama dalam kegiatan eksplorasi endapan mineral bijih (Gambar 13).
Respon dari peta anomali magnetik terhadap pola persebaran alterasi dapat
terlihat relatif mengikuti pola mineralisasi hidrotermal dan pola struktur yang
berkembang. P ola anomali kemagnetan rendah yang melebar di sekeliling struktur
geologi menandakan bahwa pada daerah tersebut mengalami alterasi yang lebih intens
dibanding daerah lainnya. sedangkan semakin tinggi anomali kemagnetan disekitar
struktur geologi maka dimungkinkan bahwa batuan pada daerah tersebut terubahkan
secara lemah atau tidak terubah sama sekali (Gambar 14).
Sementara dari segi anomali kemagnetan regional yang terekam pada peta
kontinyuasi ke atas dari peta RTP, daerah utara lokasi penelitian cenderung didominasi
oleh pola anomali rendah yang kemungkinan besar disebabkan oleh pengaruh dari
frekuensi perkembangan struktur yang tinggi serta disebabkan oleh proses ubahan
hidrotermal (alterasi) terhadap batuan samping yang lebih intens mengingat sifat
kemagnetan suatu batuan akan berkurang atau hilang apabila dipanaskan. Pada peta
RTP dan kontinyasi ke atas (upward-continuation) dapat diketahui pola anomali
kemagnetan rendah berkisar (-500) – 130 nT yang relatif konsentris ke arah timurlaut
yang diduga kuat daerah tersebut semakin mendekati sistem inti dari tipe endapan
epitermal sulfida rendah yang ada. Dugaan tersebut diperkuat dengan data pendukung
permukaan pada LP 6 yaitu ditemukannya singkapan alterasi silisik yang relatif cukup
luas dengan tekstur masif – vuggy, serta hadirnya mineral barit sebagai penciri
pembentukan suhu tinggi yang tumbuh pada rekahan-rekahan diksekitar LP 6 (White &
Hedequist, 1995). Untuk tiga pola kemagnetan tinggi (berkisar 520 – 900 nT) yang relatif
mebulat pada bagian utara diperkirakan merupakan respon dari intrusi dangkal yang
hadir relatif bersamaan dengan naiknya larutan sisa magma (Harjanto 2008). Analisa
lebih lanjutnya dilakukan pembuatan 4 buah sayatan C, D, E dan F terhadap peta
anomali RTP untuk memperjelas bentuk geometri geofisika bawah permukaan dari
daerah penelitian. Sayatan C dibuat melintang utara-selatan untuk mengetahui gradasi
906
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
persebaran zona alterasi ke arah utara sementara sayatan D, E dan F dibuat melintang
barat-timur untuk memperdetail kondisi bawah permukaan daerah telitian dari sayatan
C (Gambar 15).
ada pada daerah penelitian dengan unit satuan SI, yaitu : zona alterasi filik yang
cenderung jenuh silika = (0,006), zona alterasi propilitik = (0,075), zona tak terubahkan
(volkanik andesitik) = (0,1), zona alterasi argilik = (0,0125) dan intrusi andesitik = (0,16).
Sementara penampang hasil sayatan peta anomali RTP didapat total kedalaman regional
±950 meter dibawah permukaan berdasarkan atas hasil analisa FFT menggunakan
software mathlab.
Bentuk model sayatan dibuat menggunakan metode curva matching dengan trial
error masing-masingnya yaitu, model C = (56,093), model D = (64,873), model E = (38,895)
dan model F = (52,465). Dari analisa penampang sayatan 2,5 D yang dicocokan dengan
bentuk model endapan epitermal sulfida rendah Buchanan (1981) dan Hedenquist (2000)
menunjukkan hasil yang lebih menguat, dimana pada bawah permukaan daerah
penelitian diperkirakan memiliki pola persebaran alterasi yang cukup relevan. Pada
Sayatan C-C’ menunjukkan pola persebaran alterasi di daerah utara cenderung
didominasi oleh tipe ubahan filik dan argilik yang mengindikasikan bahwa bagian utara
lokasi penelitian relatif permeabel akibat kontrol stuktur yang kompleks. Tipe ubahan
filik dan argilik didaerah telitian merupakan penciri khusus ubahan kuat sehingga akan
menghasilkan nilai kemagnetan relatif lebih rendah, dimana pada penampang sayatan
memiliki kisaran antara (-500) – 200 nT. Hadirnya pola zona demagnetisasi pada daerah
tersebut dapat diartikan bahwa semakin ke utara kemungkinan besar akan semakin
mendekati daerah inti dari sistem epitermal sufidasi yang ada. Sementara apabila
merujuk pada referensi model terkait, semakin mendekati daerah inti sistem epitermal
maka kadar dari endapan logam emas akan semakin meningkat (Gambar 17).
Dari hasil sayatan D-D’ ditemukan beberapa pola anomali tinggi dengan kisaran
500 – 900 nT pada daerah utara penelitian (Gambar 18). Pola anomali tinggi tersebut
diduga respon dari intrusi-intrusi dangkal yang juga tidak menutup kemungkinan
berperan sebagai batuan induk dari mineralisasi yang hadir, mengingat potensi cebakan
mineralisasi logam didaerah telitian merupakan hasil dari aktivitas multiple intrusion
(Harjanto, 2008). Sedangkan pada daerah selatan cenderung didominasi oleh pola
anomali kemagnetan sedang – tinggi (250 – 600 nT) dimana hal tersebut merupakan
cerminan dari daerah yang terubahkan lemah seperti yang ditunjukkan oleh penampang
sayatan C-C’, E-E’ dan F-F’(Gambar 19). Tipe ubahan lemah (propilitik) pada sayatan E
dan F tampak dijumpai lebih dominan sementara jenis ubahan kuat (filik-argilik) terlihat
lebih sedikit yang menandakan bahwa pada daerah tersebut semakin menjauh dari zona
distribusi larutan hidrothermal hasil pembekuan magma yang juga membawa
mineralisasi Au di dalamnya (Gambar 20). Sementara pada ujung barat sayatan F
diketahui memiliki nilai kemagnetan yang cukup tinggi (±1000 nT) yang diperkirakan
sebagai respon dari batuan samping yang tidak terubahkan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pada daerah selatan dimungkinkan relatif bernilai ekonomis rendah
dibanding daerah utara. Rujukan terhadap hasil analisa kadar emas daerah sekitar
telitian oleh Harjanto (2008) turut mendukung, dimana daerah Plampang memiliki kadar
emas (Au) paling tinggi dibanding daerah Sangon (selatan lokasi penelitian) dan Bagelen
(barat lokasi penelitian). Untuk lebih memperjelas dugaan pola persebaran alterasi dan
908
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
909
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
VI. KESIMPULAN
Dari hasil analisa geofisika bawah permukaan yang dikorelasikan dengan data
geologi permukaan dapat ditarik beberapa kesimpulan yang diantaranya yaitu : Pola
distribusi urat termineralisasi memiliki kisaran kedudukan N 51°E - N 76°E
(timurlautbaratdaya) cenderung mengikuti pola Sesar besar Kali Plampang. Dilakukan
hasil analisa terhadap peta Tilt-Derivative, daerah utara lokasi penelitian memiliki
kontrol struktur lebih kompleks serta didapatkan 3 dari 8 zona yang dimungkinkan
memiliki kandungan mineral Au yaitu daerah 1, 7 dan 8 (oval merah putus-putus), yang
dibuktikan dengan data tersingkap/permukaan dengan penciri terdapatnya kandungan
mineral-mineral asosiasi emas seperti pirit, kalkopirit, galena, bornit dan kovelit.
Sementara dari hasil analisa peta RTP dan sayatan C, D, E dan F diperkirakan
potensi kandungan mineral bijih primer emas di daerah utara-timurlaut akan berangsur
meningkat (mengikuti zona inti cebakan mineralisasi) seiring dengan meluasnya
persebaran alterasi jenis filik dan argilik yang digambarkan oleh hadirnya zona
demagnetisasi, dibandingkan pada daerah selatan lokasi penelitian. Dugaan diperkuat
dengan ditemukannya singkapan alterasi silisik bertekstur masif-vuggy, serta hadirnya
mineral barit di sekitar LP 6 sebagai penciri pembentukan suhu tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Ansori, C. dan Hastria, D., 2013. Studi Alterasi dan Mineralisasi di Sekitar Gunung Agung, Kabupaten
Kulonprogo-Purworejo, LIPI-Kebumen, Kebumen, Buletin Sumberdaya Geologi Volume 8,
No. 2.
Arisoy, Muzaffer Özgü and Dikmen, Ünal, 2013. Edge Detection of Magnetic Sources Using Enhanced
Total Horizontal Derivative of the Tilt Angle, Bulletin of the Earth Sciences Application and
Research Centre of Hacettepe University. 34 (1), page 73-82.
Budiadi, E., Syafri, I., and Sudradjat A., 2013, Geotectonic Configuration of Kulon Progo Area,
Yogyakarta, Indonesian Journal of Geology, Vol.8 No.4.
Buchanan, L. J., 1981. Precious Metal Deposits Associated With Volcanic Environments In The Southwest,
Arizona Geology Soc. Digest, v. 14, p. 237-261.
Dentith, Michael and Mudge, Stephen T., 2014. Geophysics for the Mineral Exploration Geoscientist,
New York, Cambridge University Press.
Harjanto, A., 2008. Magmatisme dan Mineralisasi di Daerah Kulonprogo, Disertasi Doktor Teknik
Geologi, ITB, Bandung, tidak dipublikasikan.
Harjanto, A., 2011. Vulkanostratigrafi di Daerah Kulonprogo dan Sekitarnya, Yogyakarta, Jurnal Ilmiah
MTG Vol. 4, No. 2.
Harjanto, A., 2011. Petrologi dang Geokimia Batuan Volkanik di Daerah Kulonprogo dan Sekitarnya Daerah
Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta, Jurnal Ilmiah MTG Vol. 4, No. 1.
910
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Hartono, H.M.S., 1969. Globigerina marls and their planktonic foraminifera from the Eocene of Nanggulan,
Central Java, Foram. Res. Jour., v 5, 1, 1- 20.
Hedenquist, J.W., White, N.C., Izawa, E. and Arribas, A., 1996. Epithermal Gold Deposits : Styles,
Characteristics and Exploration, Japan, The Society of Resource Geology.
Hinze, William J., R. B., Ralph,. and Saad , Von Frese Afif H., Gravity and Magnetic Exploration, New
York, Cambrige University Press.
Hoschke, Terry., 2008. Geophysical signatures of copper-gold porphyry and epithermal gold deposits,
Tasmania, Arizona Geological Society Digest 22.
Lowell, J. D., and Guilbert, J. M., 1970. Lateral and Vertical Alteration-Mineralization Zoning In
Porphyry Ore Deposits, Society of Economic Geology vol. 65, pp. 373-408.
Lowrie, William. 2007. Fundamentals Of Geophysic second edition. New York, Cambrige University
Press.
Prastyadi, C., 2007. Evolusi Tektonik Paleogen Jawa Bagian Timur, Disertasi Doktor Teknik Geologi,
ITB, Bandung, tidak dipublikasikan.
Pringgopawiro, H., dan Riyanto, B., 1988. Formasi Andesit Tua Suatu Revisi, Bandung,
Dept.Geol.Contr 1-29, ITB.
Purnamaningsih, S., dan Pringgopawiro, H., 1981. Stratigraphy and Planktonic Foraminifera of the
Eocene - Oligocene Nanggulan Formation, Central Java. Palaeontology Series, 1, 9 – 28. Rahardjo,
W., Sukandarrumidi, dan Rosidi, H. M. S., 1995. Peta Geologi Lembar Yogyakarta skala 1:100.000
edisi 2, Bandung, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Roy, Kalyan K., 2007. Potential Theory in Applied Geophysics, India, Springer-Verlag Berlin
Heidelberg.
Sillitoe, Richard H., 2010. Porphyry Copper Systems, London, Society of Economic Geologists, Inc., v.
105, pp. 3–41.
Sismanto, Hartantyo, E., Sembiring, Adry S., dan Nukman, N., 2009. Interpretasi Keberadaan Urat
Sulfida Menggunakan Model Dua Lapis Kunezt Terhadap Data Elektromagnetik VLFResistivitas
Di Daerah Sangon, Kulon Progo, Yogyakarta.
Sutanto, 2000. Batuan Vulkanik Daerah Kulon Progo, Geokronologi dan Geokimia, Buletin Tekmira
Nomor 14.
Talwani, M., Heirtzler, J. R., Peter, G., and Zurflueh, E. G., 1962. Magnetic Anomalies Caused By Two-
Dimensional Structure : Their Computation By Digital Computers and Their Interpretation, New
York, Lamont Geological Observatory.
Telford, W.M., Geldart, L.P., dan Sheriff, R.E., 1990. Applied Geophysics second edition, London,
Cambridge University Press.
Van Bemmelen, R.W., 1949. Geology of Indonesia. Vol. IA, Government Printing Office, Nijhoff, The
Hague.
Whitehead, N., and Musselman, C., 2007. Oasis Montaj Filltering, Canada, Geosoft.inc.
911
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Tabel 2. Tabel suseptibilitas kemagnetan mineral & batuan (kanan) (Telford dkk., 1990).
912
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Tabel 3. Tabel suseptibilitas kemagnetan mineral & batuan (Mudge & Dentith, 2014). Suseptibilitas
menggunakan satuan unit SI.
913
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
914
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
915
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
916
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Gambar 4. Ilustrasi respon anomali TMI dari benda magnetik yang diukur pada permukaan
horizontal. (1a & 2a) Disekitar kutub utara magnetik (inc +90o). (1b & 2b) Mid-latitude di belahan
utara (inc +45o). (1c & 2c) Didaerah ekuator magnetik (inc 0o). (1d & 2d) Mid-latitude di belahan
selatan (inc -45o). (1e) Benda magnetik dekat permukaan yang terinduksi medan magnet bumi
(Dentith & Mudge, 2014).
917
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Gambar 5. Sketsa hasil penerapan filter kontinuasi pada peta anomali TMI (gambar 4), dengan
interval kontur 10 nT (Xinzhu & Hinze, 1983).
Gambar 6. Penerapan filter derivatif pada anomali TMI (Arisoy and Dikmen, 2)
918
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Gambar 7. Penentuan zona alterasi dan mineral pencirinya dalam sistem hidrotermal, (Lowell
& Guilbert,1970)
Gambar 8. Diagram alir akuisisi data (kanan) dan diagram alir pengolahan data (kiri).
919
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Gambar 9. Desain survei pengukuran magnetik daerah Pedukuhan Plampang dan sekitarnya,
Kokap, Kulonprogo
Gambar 10. Peta geologi dan vulkano-stratigtafi daerah Kulonprogo (Harjanto, 2008), Ilp = lava
dan breksi piroklastik jatuhan ijo, ilh = breksi lahar ijo, ii = intrusi andesit basaltik ijo.
920
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
921
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Gambar 12. Peta alterasi dan mineralisasi beserta diagram roset di bawah kolom keterangan. Prt =
Pirit, Klkp = Kalkopirit, Kvl = Kovelit, Bor = Bornite, Gal = Galena, Sph = Sphalerit.
922
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Gambar 13. Perbandingan data struktur geologi permukaan (kiri) dengan data rekonstruksi
struktur geologi dari peta anomali magnetik tilt-derivatif (kanan).
923
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Gambar 14. Korelasi data geologi permukaan dengan peta anomali geomagnetik tilt-derivatif.
924
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Gambar 15. Korelasi peta upward-continuation dengan peta alterasi dan mineralisasi menunjukkan
pola anomali rendah konsentris ke arah utara-timurlaut. sayatan C, D, E dan F
925
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Gambar 16. Model cebakan epitermal sulfida rendah, atas (Buchanan, 1981), bawah (Hedenquist,
2000).
926
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Gambar 17. (Atas) Penampang blok C - C’ dari peta RTP dengan nilai suseptibilitas
kemagnetannya. (Bawah) Penampang Sayatan C - C’ dicocokan dengan model epitermal sulfida
rendah Hedenquist (2000).
927
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Gambar 18. (Atas) Penampang blok D - D’ dari peta RTP dengan nilai suseptibilitas
kemagnetannya. (Bawah) Penampang Sayatan D - D’ dicocokan dengan model epitermal
928
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Gambar 19. (Atas) Penampang blok E - E’ dari peta RTP dengan nilai suseptibilitas
kemagnetannya. (Bawah) Penampang Sayatan E - E’ dicocokan dengan model epitermal
929
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Gambar 20. (Atas) Penampang blok F - F’ dari peta RTP dengan nilai suseptibilitas
kemagnetannya. (Bawah) Penampang sayatan F - F’ dicocokan dengan model epitermal
930
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
931
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Lampiran Gambar 1. Struktur sheeting joint Lampiran Gambar 2. Foto singkapan bidang
pada outcrop lava andesit di Sungai Plampang, Sesar Kali Plampang (atas) dan Bidang sesar di
Lp 3. Sungai Sangon (bawah).
932
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Lampiran Gambar 5. Singkapan Sesar Kali Plampang pada LP 13. (Kanan) sisi timur
bidang sesar, (kiri) sisi barat bidang sesar. Silisifikasi (alterasi silisik) mengisi rekahan
bidang struktur.
933
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Lampiran Gambar 6. Urat termineralisasi kuat disepanjang zona bukaan sesar pada
LP 8, Sungai plampang (bekas tambang rakyat). Hadir asosiasi mineral bijih pirit,
kalkopirit, galena, bornit dan kovelit.
934
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Lampiran Gambar 7. Urat termineralisasi kuat mengisi kekar disepanjang zona sesar
pada LP 4, Plampang II (pada breksi vulkanik). Hadir asosiasi mineral bijih pirit, galena
dan bornit.
935
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Lampiran Gambar 10. Singkapan alterasi silisik berstruktur silika masif pada LP 6, Plampang I.
Mineral barit dijumpai tumbuh pada rekahan dan berasosiasi dengan mineral pirit.
936
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Lampiran Gambar 11. Singkapan alterasi silisik cukup luas (sekitar 6 x 10 m2) berstruktur silika masif
dan vuggy sillica pada LP 6, Plampang I, dengan tipe alterasi propilit berada pada bagian terluarnya .
937
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F007UNO
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta
Lampiran Gambar 12. Kompilasi foto mineral asosiasi emas di daerah penelitian (perbesaran lup).
938
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten