Latar Belakang

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 11

I.

LATAR BELAKANG
Hepatitis B adalah suatu penyakit radang hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B, dapat dalam bentuk akut maupun kronik. Bentuk kronik aktif dapat
mengakibatkan terjadinya serosis, kanker hati sampai kematian. Hepatitis B sulit
dikenali karena gejala-gejalanya tidak langsung terasa dan bahkan ada yang sama
sekali tidak muncul. Karena itulah, banyak orang yang tidak menyadari bahwa
dirinya telah terinfeksi. Virus ini biasanya berkembang selama 1-5 bulan sejak
terjadi pajanan terhadap virus sampai kemunculan gejala pertama
(Riemawati,1998).
World Health Organitation (WHO) membagi prevalensi pengidap virus
Hepatitis di seluruh dunia dalam 3 kelompok yaitu prevalensi tinggi (HbsAg
positif 8-20%), prevalensi sedang (HbsAg positif 2-7%), dan prevalensi rendah
(HbsAg 0,2-1,5%) Di dunia, virus hepatitis telah menyerang hingga dua miliar
penduduk dan saat ini di perkirakan 400 juta penduduk sedang terinfeksi oleh
Hepatitis B dan sekitar 170 menderita Hepatitis C. Dimana 360 juta orang
diantaranya mengalami infeksi kronis serta 240 juta orang terdapat di Asia,
termasuk Indonesia.Berdasarkan pemeriksaan HBsAg pada kelompok donor
darah di Indonesia, prevalensi hepatitis B berkisar antara 2,5% - 36,17%. D i
Indonesia infeksi virus hepatitis B terjadi pada bayi dan anak, diperkirakan 25% -
45% karena infeksi perinatal. Hal ini berarti bahwa Indonesia merupakan daerah
endemis (Siampa, 2012).
Indonesia merupakan negara dengan pengidap hepatitis B nomor 2
terbesar setelah Myanmar diantara negara-negara anggota WHO SEAR (South
East Asian Region) Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2014),
studi dan uji saring darah donor PMI maka diperkirakan 1 di antara 100 orang
Indonesia, 10 di antaranya telah terinfeksi Hepatitis B atau C. Sehingga saat ini
diperkirakan terdapat 28 juta penduduk Indonesia yang terinfeksi Hepatitis B dan
C, 14 juta di antaranya berpotensi untk menjadi kronis, dan dari yang kronis
tersebut 1,4 juta orang berpotensi untuk menderita kanker hati (Kemenkes RI ,
2014).
Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara kasus
Hepatitis B tahun 2008 berjumlah 53 kasus. Tahun 2009 tidak ada kasus yang
dilaporkan, tahun 2010 dilaporkan 13 kasus. Pada tahun 2011 ditemukan 4 kasus
dan Tahun 2012 dilaporkan 14 kasus yang di laporkan .
Rumah sakit merupakan institusi yang mempunyai potensi bahaya
kompleks bagi tenaga kerja di dalamnya. Tenaga kesehatan terutama perawat
berisiko tinggi terinfeksi kuman ataupun tertular berbagai macam penyakit,
perawat merupakan tenaga kesehatan di garis terdepan yang 24 jam berinteraksi
dengan pasien dalam memberikan asuhan keperawatan (Elvia, 2013).
Menurut penelitian Syamsuhidajat & Wim de Jong (1997). apabila tenaga
medis terkena infeksi akibat kecelakaan maka resikonya 1% mengidap hepatitis
fulminan, 4% hepatitis kronis (aktif), 5% menjadi pembawa virus.
II. DASAR TEORI
1. Pengertian Hepatitis B Hepatitis
B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, suatu
anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau
kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B akut jika
perjalanan penyakit kurang dari 6 bulan sedangkan Hepatitis B kronis bila penyakit
menetap, tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium atau pada gambaran
patologi anatomi selama 6 bulan (Mustofa & Kurniawaty, 2013).
Hepatitis B merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang
disebabkan oleh virus hepatitis B. Virus hepatitis B merupakan jenis virus DNA untai
ganda, famili hepadnavirus dengan ukuran sekitar 42 nm yang terdiri dari 7 nm
lapisan luar yang tipis dan 27 nm inti di dalamnya. Masa inkubasi virus ini antara 30-
180 hari rata-rata 70 hari. Virus hepatitis B dapat tetap infektif ketika disimpan pada
30- 32°C selama paling sedikit 6 bulan dan ketika dibekukan pada suhu - 15°C dalam
15 tahun (WHO, 2002).
Gambar 1. Struktur virus hepatitis B (www.biomedika.co.id)

Virus ini memiliki tiga antigen spesifik, yaitu antigen surface, envelope, dan
core. Hepatitis B surface antigen (HBsAg) merupakan kompleks antigen yang
ditemukan pada permukaan VHB, dahulu disebut dengan Australia (Au) antigen atau
hepatitis associated antigen (HAA). Adanya antigen ini menunjukkan infeksi akut
atau karier kronis yaitu lebih dari 6 bulan. Hepatitis B core antigen (HbcAg)
merupakan antigen spesifik yang berhubungan dengan 27 nm inti pada VHB (WHO,
2002). Antigen ini tidak terdeteksi secara rutin dalam serum penderita infeksi VHB
karena hanya berada di hepatosit. Hepatitis B envelope antigen (HBeAg) merupakan
antigen yang lebih dekat hubungannya dengan nukleokapsid VHB. Antigen ini
bersirkulasi sebagai protein yang larut di serum. Antigen ini timbul bersamaan atau
segera setelah HBsAg, dan hilang bebebrapa minggu sebelum HBsAg hilang (Price
& Wilson, 2005). Antigen ini ditemukan pada infeksi akut dan pada beberapa karier
kronis (Mandal & Wilkins, 2006).
2. Etiologi
Virus Hepatitis B adalah virus (Deoxyribo Nucleic Acid) DNA terkecil berasal
dari genus Orthohepadnavirus famili Hepadnaviridae berdiameter 40-42 nm
(Hardjoeno, 2007). Masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata 60-90
hari (Sudoyo et al, 2009). Bagian luar dari virus ini adalah protein envelope
lipoprotein, sedangkan bagian dalam berupa nukleokapsid atau core (Hardjoeno,
2007).
Genom VHB merupakan molekul DNA sirkular untai-ganda parsial dengan 3200
nukleotida (Kumar et al, 2012). Genom berbentuk sirkuler dan memiliki empat Open
Reading Frame (ORF) yang saling tumpang tindih secara parsial protein envelope
yang dikenal sebagai selubung HBsAg seperti large HBs (LHBs), medium HBs
(MHBs), dan small HBs (SHBs) disebut gen S, yang merupakan target utama respon
imun host, dengan lokasi utama pada asam amino 100-160 (Hardjoeno, 2007).
HBsAg dapat mengandung satu dari sejumlah subtipe antigen spesifik, disebut d atau
y, w atau r. Subtipe HBsAg ini menyediakan penanda epidemiologik tambahan
(Asdie et al, 2012)
Gen C yang mengkode protein inti (HBcAg) dan HBeAg, gen P yang mengkode
enzim polimerase yang digunakan untuk replikasi virus, dan terakhir gen X yang
mengkode protein X (HBx), yang memodulasi sinyal sel host secara langsung dan
tidak langsung mempengaruhi ekspresi gen virus ataupun host, dan belakangan ini
diketahui berkaitan dengan terjadinya kanker hati (Hardjoeno, 2007).

3. Epidemiologi
Hepatitis B Virus hepatitis B merupakan penyebab utama penyakit karena
menyebabkan penyakit hati kronis dan hepatoma di seluruh dunia. Terdapat 10.000
infeksi VHB baru per tahun yang didapat di Inggris. Lima sampai sepuluh persen
pasien gagal untuk sembuh dari infeksi dan menjadi karier, hal ini lebih mungkin
pada orang dengan imunitas terganggu. Diperkirakan bahwa hampir 200 juta orang di
seluruh dunia adalah karier (Mandal & Wilkins, 2006).
Infeksi kronis lebih sering dialami bayi dan anak-anak dibanding orang dewasa.
Mereka yang tertular dengan kronis bisa menyebarkan virus hepatitis B pada orang
lain, sekalipun jika mereka tidak tampak sakit. Hingga 1,4 juta penduduk Amerika
mungkin menderita infeksi Hepatitis B yang kronis. Pada tahun 2009, sekitar 38.000
orang tertular hepatitis B (Mustofa & Kurniawaty, 2013).
Virus hepatitis B mudah tersebar melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh
lainnya dari orang yang tertular. Angka infeksi dan karier lebih tinggi pada kelompok
tertutup di mana darah atau cairan tubuh lainnya disuntikkan, ditelan, atau dipajankan
ke membran mukosa. Jadi, anak-anak dalam panti cacat mental, pasien hemodialisis,
dan penyalah guna obat intravena akan memiliki angka karier lebih tinggi (5- 20%).
Wabah dapat terjadi dalam kelompok ini serta melalui ahli bedah dan dokter gigi
yang terinfeksi (Mandal & Wilkins, 2006)
Prevalensi infeksi VHB secara kronis di dunia terbagi menjadi tiga area, yaitu
tinggi (lebih dari 8%), intermediet (2-8%), dan rendah (kurang dari 2%). Asia
Tenggara merupakan salah satu area endemik infeksi VHB kronis yang tinggi.
Sekitar 70-90% dari populasi terinfeksi VHB sebelum usia 40 tahun, dan 8-20%
lainnya bersifat karier (WHO, 2002). Indonesia termasuk negara endemik hepatitis B
dengan jumlah yang terjangkit antara 2,5% sampai 36,17% dari total jumlah
penduduk (Hazim, 2010).
4. Penularan Hepatitis B
Cara utama penularan VHB adalah melalui parenteral dan menembus membran
mukosa, terutama berhubungan seksual (Price & Wilson, 2012). Penanda HBsAg
telah diidentifikasi pada hampir setiap cairan tubuh dari orang yang terinfeksi yaitu
saliva, air mata, cairan seminal, cairan serebrospinal, asites, dan air susu ibu.
Beberapa cairan tubuh ini (terutama semen dan saliva) telah diketahui infeksius
(Thedja, 2012).
Jalur penularan infeksi VHB di Indonesia yang terbanyak adalah secara
parenteral yaitu secara vertikal (transmisi) maternal-neonatal atau horisontal (kontak
antar individu yang sangat erat dan lama, seksual, iatrogenik, penggunaan jarum
suntik bersama). Virus Hepatitis B dapat dideteksi pada semua sekret dan cairan
tubuh manusia, dengan konsentrasi tertinggi pada serum (Juffrie et al, 2010).
Cara penularan VHB pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa dapat terjadi
melalui beberapa cara, yaitu kontak dengan darah atau komponen darah dan cairan
tubuh yang terkontaminasi melalui kulit yang terbuka seperti gigitan, sayatan, atau
luka memar. Virus dapat menetap di berbagai permukaan benda yang berkontak
dengannya selama kurang lebih satu minggu, seperti ujung pisau cukur, meja, noda
darah, tanpa kehilangan kemampuan infeksinya. Virus hepatitis B tidak dapat
melewati kulit atau barier membran mukosa, dan sebagian akan hancur ketika
melewati barier. Kontak dengan virus terjadi melalui benda-benda yang bisa
dihinggapi oleh darah atau cairan tubuh manusia, misalnya sikat gigi, alat cukur, atau
alat pemantau dan alat perawatan penyakit diabetes. Resiko juga didapatkan pada
orang yang melakukan hubungan seks tanpa pengaman dengan orang yang tertular,
berbagi jarum saat menyuntikkan obat, dan tertusuk jarum bekas (WHO, 2002;
Mustofa & Kurniawaty, 2013).
Ada dua macam cara penularan (transimisi) hepatitis B, yaitu transmisi vertical
dan transmisi horisontal.
1. Transmisi vertical Penularan terjadi pada masa persalinan (perinatal). Virus ini
ditularkan dari ibu kepada bayinya yang disebut juga penularan maternal
neonatal. Penularan cara ini terjadi akibat ibu yang sedang hamil menderita
penyakit Hepatitis B akut atau sang ibu memang pengidap virus Hepatitis B. bila
ibu tersebut ditemukan HBsAg (+) dan HBeAg (+), maka sekitar 90% bayi akan
terinveksi virus Hepatitis B dan umumnya menjadi kronis. Namun, bila sang ibu
hanya mengidap HBsAg (+) sedangkan HBeAg (-), maka kemungkinan tertular
hanya sekitar 4% saja dan umunya bayi akan sembuh dan jarang menjadi
hepatitis b kronis.
2. Transmisi horizontal
Transmisi horizontal yaitu penularan dan penyebaran VHB dalam
masyarakat.Penularan terjadi akibat kontak dengan cairan tubuh pengidap virus
Hepatitis B atau penderita Hepatitis B akut.Misalnya pada orang yang tinggal
serumah atau melakukan hubungan seksual dengan penderita Hepatitis B
(Dalimartha S, 2006).
5. Patogenesis Hepatitis B
Masa inkubasi infeksi VHB bervariasi, yaitu sekitar 45-120 hari, dengan rata 60-
90 hari. Variasi tersebut tergantung jumlah virus yang menginfeksi, cara penularan,
dan faktor host (WHO, 2002). Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus
hepatitis B. Virus ini mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hati
kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hati. Dalam sitoplasma, VHB
melepaskan mantelnya sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid
akan menembus dinding sel hati (Mustofa & Kurniawaty, 2013). Kemudian DNA
VHB ditransport ke nukleus sel pejamu. Di nukleus, DNA membentuk covalently
closed circular (ccc) yang disajikan sebagai bahan untuk transkripsi (Lee, 2012).
Hasil transkripsi dan translasi virus di dalam hepatosit akan memproduksi protein-
protein virus seperti protein surface, core, polimerase, dan protein X. Protein tersebut
akan dibungkus oleh retikulum endoplasma dan dikeluarkan dari hepatosit sebagai
antigen, salah satunya yaitu HBsAg (Ganem et al., 2004).
Gambar 2.Patogenesis infeksi virus hepatitis B (Sumber:Dienstag, 2008).

HBsAg tidak hanya diproduksi dari cccDNA, tetapi juga berasal dari rentetan
DNA VHB pada antigen permukaan open-reading frame (ORF) yang berintegrasi
dengan genome hepatosit. HBsAg diproduksi dalam jumlah banyak dan bersirkulasi
di serum pada individu yang terinfksi VHB (Hadziyannis, 2013). Secara teori,
cccDNA merupakan indikator terbaik dalam aktivitas transkripsi VHB di hepatosit.
Level HBsAg berhubungan dengan level cccDNA (Lee, 2012).
Antigen VHB diekspresikan pada permukaan hepatosit dan melalui antigen
presenting cell (APC) akan dipresentasikan kepada sel T helper. Sel T helper yang
teraktivasi akan meningkatkan pembentukan sel B yang distimulasi antigen menjadi
sel plasma penghasil antibodi dan meningkatkan aktivasi sel T sitotoksik. Sel T
sitotoksik bersifat menghancurkan secara langsung hepatosit yang terinfeksi. Hal ini
yang diperkirakan menjadi penyebab utama kerusakan hepatosit. Sel T sitotoksik
juga dapat menghasilkan interferon-γ dan tumor necrosis factor alfa (TNF-α) yang
memiliki efek antivirus tanpa menghancurkan sel target (Ganem et al., 2004)

Gambar 3. Respon imun terhadap virus hepatitis B (Sumber: Ganem et al., 2004)

Apabila seseorang terinfeksi virus hepatitis B akut maka tubuh akan memberikan
tanggapan kekebalan. Ada tiga kemungkinan tanggapan kekebalan yang diberikan
oleh tubuh terhadap virus hepatitis B pasca periode akut. Kemungkinan pertama, jika
tanggapan kekebalan tubuh adekuat maka akan terjadi pembersihan virus, pasien
6. Patofisiologi Hepatitis B
Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus Hepatitis
B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian
mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus melepaskan mantelnya di
sitoplasma, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan
menembus sel dinding hati.
Asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel padaDNA
hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut. Proses selanjutnya adalah DNA VHB
memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru. Virus Hepatitis B
dilepaskan ke peredaran darah, terjadi mekanisme kerusakan hati yang kronis
disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi (Mustofa &
Kurniawaty, 2013)
Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap sel, terbukti
banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan hati ringan.
Respon imun host terhadap antigen virus merupakan faktor penting terhadap
kerusakan hepatoseluler dan proses klirens virus, makin lengkap respon imun, makin
besar klirens virus dan semakin berat kerusakan sel hati. Respon imun host dimediasi
oleh respon seluler terhadap epitop protein VHB, terutama HBsAg yang ditransfer ke
permukaan sel hati. Human Leukocyte Antigen (HLA) class I-restricted CD8+ cell
mengenali fragmen peptida VHB setelah mengalami proses intrasel dan
dipresentasikan ke permukaan sel hati oleh molekul Major Histocompability
Complex (MHC) kelas I. Proses berakhir dengan penghancuran sel secara langsung
oleh Limfosit T sitotoksik CD8+ (Hardjoeno, 2007)
7. Diagnosis dan Gejala Hepatitis B
a. Diagnosis
Untuk menentukan adanya infeksi Virus Hepatitis B dilakukan
pemeriksaan terhadap petanda serologisnya yang ada di dalam darah.
1. Untuk mengetahui apakah seseorang sudah terinfeksi Virus Hepatitis B atau
belum dilakukan Pemeriksaan HBsAg Bila HBsAg (+) berarti telah terinfeksi
oleh Virus Hepatitis B.
2. Untuk mengetahui apakah infeksinya akut atau kronis,dilakukan pemeriksaan
IgM anti-HBc. Bila IgM anti-HBc (+) dan HBsAg (+), berarti infeksinya akut.
Bila IgM anti-HBc (-) dan HBsag (+), diperlukan pemeriksaan IgG anti-HBc atau
total anti-HBc. Bila IgG anti-HBc atau total anti-HBc (+) dan HbsAg(+), berarti
pengidap Virus Hepatitis B. Bila IgG anti-HBc atau total anti-HBc (-) dan
HBsAg (+), berarti infeksi dini Virus Hepatitis b.
3. Untuk mengetahui adanya kesembuhan penderita diperiksa Anti- HBs. Bila Anti-
HBs (+) DAN HBsAg (-) berarti penderita sudah sembuh dan imun. Bila anti-
HBs (+) dan HBsAg (+) berarti telah terinfeksi Virus Hepatitis B dan sembuh,
tetapi terinfeksi lagi oleh Virus Hepatitis B subtype yang lain, Bila anti-HBs (-),
HBsAg (-), anti-HBc (+), anti-HBe (+), dan VHB-DNA (-), berarti telah sembuh
tetapi penderita tidak dapat membentuk anti-HBs.
4. Untuk mengetahui aktivitas infeksi Virus Hepatitis B maka dilakuka
pemeriksaan HBeAg. Bila HbeAg (+) berarti infeksinya masih aktif dan
menandakan ada replikasi virus sehingga penderita sangat infeksius atau ,mudah
menularkan penyakitnya ke orang lain. Pada pasien HBeAg (+) dengan
peningkatan kadar SGPT,bias diobservasi dulu selama 3-6 bulan untuk
menunggu kemungkinan terjadinya serokonversi dari HBeAg (+) menjadi
terbentuknya anti-HBe secara spontan sebelum di berikan pengobatan antivirus.
Bila HBeAg (-) artinya tidak ada replikasi virus, atau mungkin ada cacat (defek)
pre-core partikel Dane sehingga HBeAg tidak terdeteksi.
5. Untuk mengetauhi aktivitas infeksi Virus Hepatitis B dilakukan juga
pemeriksaan VHB-DNA. Dapat terjadi kedaan HBeAg (-), tetapi HBV-DNA (+)
dan ini menandakan masih terjadi replikasi virus dan penderitanya sangat
infeksius (Dalimartha S, 2006).
b. Gejala Infeksi
Virus Hepatitis B menimbulkan berbagai manifestasi klinik dari keadaan
yang ringan sekali atau bahkan tanpa gejala, sampai pada gejala yang berat dan
fatal (sekitar 1% penderita yaitu hepatitis fulminan. Akibat klinis yang timbul
juga bervariasi. Penderita dapat mengalami salah satu dari beberapa keadaan
berikut: tetap sehat,hepatitis akut ikterik (radang hati akut disertai kuning).
Hepatitis akut ikterik dimulai dengan masa inkubasi.Lamanya masa inkubasi
berkorelasi terbalik dengan dosis virus yang menginfeksi.Semakin besar dosis
virusnya, semakin singkat masa inkubasinya. Kemudian dilanjutkan dengan masa
prodromal selama 3-5 hari, kadang-kadang bias sampai 3 minggu. Pada saat ini
penderita tidak sehat dengan gejala gangguan pencernaan seperti tidak napsu
makan, mual, muntah, rasa sakit pada sisi kanan atas perut, demam ringan, lesu,
cepat lelah terutama pada malam hari, dan sakit kepala. Hasil pemeriksaan darah
sering menunjukkan peningkatan serum transminase (SGOT dan SGPT) dan
terdeteksinya HBsAg. Gejala di atas agak mereda saat timbul ikterus yang
dimulai dengan urin berwarna pekat seperti air teh kental, diikuti dengan warna
kuning pada bagian putih bola mata. Tinja berwarna pucat seperti dempul.Pada
stadium ikterik yang berlansung 1-4 minggu ini dapat timbul rasa gatal (pruritus)
selama beberapa hari. Hati membesar dan terasa nyeri bila ditekan,kadang-
kadang disertai pembengkakan limpa(Dalimartha S, 2006).

DAPUS

Wijayanti ,Budi Ika.(2016). Efektivitas HBsAg – Rapid Screening Test Untuk Deteksi Dini
Hepatitis B. Surakarta.

West, D., Calandra, G (1996). Vaccine Induced Immunological Memory For Hepatitis B Surface
Antigen., Impli- cation For Policy on Booster Vaccination. Volume 10 19–26. Wijayanti
,Budi Ika.(2016). Efektivi

Thamrin, A. R (2016) Gambaran Hepatitis B Surface Antigen (HBsAg) pada Petugas Kebersihan
yang bekerja di Rumah Sakit Umum Kota Kendari” kendari, Sulawesi Tenggara.KTI.

Dwi, Susi, Haryati., dan Dwi, Sulistyowati. (2015). Hubungan antara faktor gender dan usia
terhadap efektivitas vaksinasi hepatitis b pada mahasiswa jurusan keperawatan di
poltekkes Surakarta. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 4, Nomor 1, Mei 2015,
hlm. 78–81

Etika, Emiliawati (2016) Tindakan Kewaspadaan Universal sebagai upaya untuk mengurangi
resiko penyebaran infeksi. KTI Bandung

Fairley C.K. and Read T.R. (2012). Vaccination against sexually transmitted infections. Current
Opinion in Infectious. Volume 5. No 1: 66–72

DEPKES. dan Kesejahteraan, Sosial, RI., ( 2001). Pedoman Tata Laksana Klinis Infeksi HIV
Disarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta.
DEPKES RI. (2003). Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan.
Jakarta.

Lesmana A. Riemawati (1998) Deteksi HBsAg dan HBeAg Dalam Saliva Pengidap Virus
Hepatitis B., Jumal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Vo1.5.No.1.,

Kemenkes RI. (2014) . Pusat Data dan Informasi.Jakarta Selatan.Hal.1.

Kresno,B.S.(2010) Imunologi Diangnosis dan Prosedur Laboratorium. Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia : Jakarta : 450-454

Kresno, S. B. ( 1984). Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboraturium. Jakarta: EGC, 338-341.

Anda mungkin juga menyukai