Makalah Filsafat Ilmu
Makalah Filsafat Ilmu
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan merupakan alat bagi manusia, yang diciptakan dengan tujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Dengan ilmu dapat diciptakan
suasana yang lebih baik dan dengan demikian melalui ilmulah manusia dapat lebih
mudah mencapai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan. Meskipun dalam perkem
bangannya kemajuan ilmu pengetahuan tidak selalu mensejahterakan manusia, tetapi
banyak pula keburukan bahkan penderitaan yang dialami oleh manusia sebagai
dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Sebagai sebuah disiplin ilmu dan keilmuan, didalamnya tekandung nilai-nilai
seperti etika, moral, norma, dan kesusilaan. Demikian pula pada aplikasinya, seorang
ilmuwan dalam kehidupan sehari-hari seakan dituntut untuk menerapkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupannya, baik saat berpikir maupun bertindak. Kendati tinggi
ilmu seseorang, apabila tidak memiliki nilai-nilai yang sudah menjadi semacam
aturan dalam kehidupannya dan tidak memanfaatkan ilmu yang dimilikinya untuk
kebaikan dan kemaslahatan orang banyak orang tersebut tidak akan dipandang tinggi.
Dalam filsafat juga memiliki konsep pemikiran baik dan buruk yang dikenal
dengan nama etika, yakni aturan untuk membedakan baik dan buruk. Suatu ilmu dan
etika adalah sumber pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan
menghentikan perilaku menyimpang di kalangan masyarakat. Untuk itu peranan ilmu
sangat dibutuhkan sebagai sumber moralitas dalam mengembangkan kesejahteraan
dan kemaslahatan manusia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas ada beberapa masalah yang akan
dibahas dalam makalah etika keilmuan ini adalah:
BAB II
1
PEMBAHASAN
Secara etimologis etika berasal dari kata ethos yang berarti adat, kebiasaan atau
susila. Dalam filsafat etika membicarakan tentang tingkah laku atau perbuatan manusia dalam
kaitan antara baik dan buruk. Baik dan buruk adalah suatu penilaian atas apa yang bisa dilihat
dan dirasakan seperti perbuatan dan tingkah laku. Sedangkan untuk hal-hal yang menyangkut
aspek motif atau watak, sulit dinilai. Secara garis besar ada dua macam etika yaitu etika
deskriptif dan etika normatif. Etika deskriptif hanya bersifat menggambarkan, melukiskan
dan menceritakan sesuatu seperti apa adanya tanpa memberikan penilaian atau pedoman
tentang bagaimana seharusnya bertindak. Sedangkan etika selain memberikan penilaian baik
dan buruk juga memberikan pedoman mana yang harus diperbuat dan yang tidak.
Moral berasal dari bahasa Latinmoralis (kata dasar mos, moris) yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, cara, dan tingkah laku. Moral berarti sesuatu yang menyangkut prinsip
benar salah, dan salah satu dari suatu perilaku yang menjadi standar perilaku manusia. Bila
dijabarkan lebih lanjut moral mengandung empat pengertian: i)baik-buruk, benar-salah dalam
aktifitas manusia, ii) tindakan yang adil dan wajar, iii) kapasitas untuk diarahkan pada
kesadaran benar-salah, dan kepastian untuk mengarahkan orang lain agar sesuai dengan
kaidah tingkah laku yang dinilai benar-salah dan iv) Sikap seseorang dalam hubungannya
dengan orang lain.
Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran yang mengatakan bagaimana
seharusnya hidup, tetapi itu adalah ajaran moral. Ilmu Pengetahuan dan etika sebagai suatu
pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan menghentikan perilaku
penyimpangan dan kejahatan di kalangan masyarakat. Ilmu pengetahuan dan etika
diharapkan mampu mengembangkan kesadaran moral di lingkungan masayarakat sekitar agar
dapat menjadi ilmuwan yang memiliki moral dan akhlak yang baik dan mulia.
Sebagai suatu obyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu
maupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dilakukan itu salah
atau benar, baik atau buruk. Dengan begitu dalam proses penilaiannya ilmu pengetahuan
sangat berguna dalam memberikan arah atau pedoman dan tujuan masing-masing orang.
2
Ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan umat manusia tanpa merendahkan
martabat seseorang.
Masalah moral tidak dapat dilepaskan dengan tekad nanusia untuk menemukan
kebenaran. Sebab untuk menemukan dan mempertahankan kebenaran diperlukan keberanian.
Sejarah kemanusiaan telah mencatat semangat para ilmuwan yang rela mengorbankan
nyawanya untuk mempertahankan apa yang mereka anggap benar. Kemanusiaan tak pernah
urung dihalangi untuk menemukan kebenaran. Tanpa landasan moral maka ilmuwan akan
mudah melakukan pemaksaan intelektual. Penalaran secara rasional yang telah membawa
manusia mencapai harkat kemanusiaannya berganti dengan proses rasionalisasi yang
mendustakan kebenaran.
Maka inilah pentingnya etika dan moral dalam ilmu pengetahuan yang menyangkut
tanggung jawab manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi
sebesar-besarnya kemaslahatan manusia itu sendiri. Karena dalam penerapannya ilmu
pengetahuan juga mempunyai akibat positif dan negatif bahkan destruktif maka diperlukan
nilai atau norma untuk mengendalikannya. Di sinilah etika menjadi ketentuan mutlak yang
akan menjadi pengendali bagi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk
meningkatkan derajat hidup serta kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.
Dalam bahasa Inggris bebas nilai disebut dengan value free, bahwa ilmu dan juga
teknologi bersifat otonom (berdiri sendiri) untuk dikembangkan dengan tidak memperhatikan
nilai-nilai atau tujuan lain di luar Ilmu pengetahuan. Ilmu secara otonom tidak memiliki
keterkaitan sama sekali dengan nilai. Pembatasan-pembatasan etis hanya akan menghalangi
eksplorasi pengembangan ilmu. Bebas nilai berarti semua kegiatan yang terkait dengan
penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu itu sendiri. Tuntutan dasarnya
3
adalah agar ilmu pengetahuan dikembangkan hanya demi ilmu pengetahuan, tidak boleh
dikembangkan dengan didasarkan pada pertimbangan lain diluar ilmu pengetahuan.
Kriteria yang menentukan apakah sebuah kajian itu ilmiah atau tidak ditentukan oleh
bagaimana kemampuan seorang peneliti dalam memaparkan informasi secara obyektif.
Tuntutan dalam prinsip bebas nilai adalah kegiatan ilmiah yang didasarkan pada hakikat ilmu
pengetahuan itu sendiri. Artinya, tidak ada campur tangan eksternal di luar struktur obyektif
sebuah pengetahuan. Obyektivitas hanya bisa diraih dengan mengandaikan ilmu pengetahuan
yang bebas nilai (value-neutral).
Dengan begitu berbicara masalah bebas nilai atau tidaknya ilmu pengetahuan sangatlah
relevan dengan apa yang terjadi di zaman Renaissance, yang terkenal dengan paham
Aufklarung yang mendewakan rasionalitas manusia. Pada zaman kegelapan (Dark Age),
gereja senantiasa mengatur dan mengendalikan kaum cendekiawan sehingga mereka merasa
sangat terkekang. Setiap teori atau penemuan-penemuan baru hanya dapat dipergunakan
dengan persetujuan dan pengakuan gereja. Sejak saat itulah para cendekiawan Barat
beranggapan bahwa nilai dan norma hanya menghambat kemajuan IP. Pemahaman rasional
tentang dirinya dan alam mengantar manusia pada suatu pragmatisme ilmiah, dimana
perkembangan ilmu dianggap berhasil ketika memiliki konsekuensi-konsekuensi pragmatis.
Keadaan ini pula yang menggiring ilmuwan untuk menjaga jarak terhadap problem nilai
secara langsung.
Menurut Josep Situmorang (1996) menyatakan bahwa bebas nilai artinya tuntutan
terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri.1
Untuk menentukan bahwa ilmu itu bebas nilai atau tidak, maka diperlukan sekurang-
kurangnya 3 faktor sebagai indikator. Pertama, ilmu tersebut harus bebas dari pengandaian
dan pengaruh faktor eksternal seperti politik, ideologi, agama, budaya, dll. Kedua, perlunya
kebebasan usaha ilmiah demi terjaminnya otonomi ilmu pengetahuan.Ketiga, tidak luputnya
penelitian ilmiah dari pertimbangan etis yang selalu dituding menghambat kemajuan ilmu
pengetahuan. Indikator pertama dan kedua memperlihatkan upaya ilmuwan untuk menjaga
objektivitas ilmiah ilmu pengetahuan, sedangkan indikator ketiga ingin menunjukkan adanya
faktor X yang hampir mustahil dihindarkan dari perkembangan ilmu pengetahuan, yaitu
pertimbangan etis. 2
Selain 3 indikator tadi, masih ada indikator keempat yang amat sulit ditolak oleh ilmu
pengetahuan, yakni kekuasaan. Perkembangan IP selalu sarat dengan berbagai kepentingan,
terutama kepentingan kekuasaan yang kadang memunculkan konflik kepentingan antara
ilmuwan dengan truth claim melawan penguasa dengan authority claimnya. Dan di negara
berkembang, konflik itu hampir selalu dimenangkan pihak penguasa.
1 Drs, Surajiyo, 2012, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta : PT Bumi Aksara Cetakan Kelima
2 Ibid Hal 84
4
Ilmu sendiri, baik secara teoritis maupun praktis tidak pernah bebas dari nilai. Selalu ada
kepentingan yang bermain di dalam ilmu itu. Namun, pertimbangan etis semestinya hanya
berperan sebagai rambu-rambu saja, dan bukannya mengekang perkembangan IP tersebut.
Kesalahan Barat adalah mereka menganggap bahwa ilmu selalu bebas nilai dan sudah
semestinya ilmu pengetahuan tidak berhubungan dengan agama (sekularisme). Akan tetapi,
intervensi nilai yang berlebihan ke dalam ilmu pengetahuan juga akan mengekang kreativitas
manusia dalam berpikir. Ilmu pengetahuan semata-mata hanya menjadi alat dari berbagai
macam kepentingan, terutama kepentingan ideologis dan politik.
Karena IP tidaklah bebas nilai, maka sudah sewajarnya kita mengkuti perkembangannya,
asalkan jangan sampai kita terjebak rasa ketergantungan pada teknologi. Teknologi hanyalah
alat untuk membantu meringankan beban kerja kita sehingga jangan sampai justru kita
menjadi malas dan diperbudak teknologi. Dalam perkembangan teknologi komunikasi dan
komunikasi kontemporer sendiri, sudah begitu banyak media yang dikembangkan untuk
memperlancar komunikasi dan memperpendek jarak antar manusia. Sebut saja komputer,
jaringan telepon selular yang dibantu adanya satelit komunikasi, serta internet yang
mengusung Super Highway Communication dengan electronic mail. Selain itu, telepon
selular di beberapa negara pun sudah dilengkapi fasilitas 3G atau bahkan 4G yang
memungkinkan manusia mengakses data dalam waktu yang amat singkat.
Berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengantar kita pada
kemudahan-kemudahan untuk mengerjakan pekerjaan sehari-hari baik di rumah, sekolah,
maupun kantor. Namun, jangan sampai justru dengan segala fasilitas itu kita menjadi
diperbudak oleh alat. Kita adalah manusia yang bisa berpikir dan menciptakan berbagai
macam peralatan. Oleh karena itu hendaknya kita menciptakan teknologi sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan manusia, bukannya membuat manusia harus menyesuaikan diri
dengan teknologi.
Disini kita akan mempelajari cara mengatasi ilmu bebas nilai dalam ilmu pengetahuan,
sebenarnya Filsafat sebagai “phylosophy of life” mempelajari nilai-nilai yang ada dalam
kehidupan dan berfungsi sebagai pengontrol terhadap keilmuan manusia dan sebagai
pengendalian manusia. Teori nilai berfungsi mirip dengan agama yang menjadi pedoman
kehidupan manusia. Dalam teori nilai terkandung tujuan bagaimana manusia mengalami
kehidupan dan memberi makna terhadap kehidupan ini.
Nilai, bukan sesuatu yang tidak eksis, sesuatu yang sungguh-sungguh berupa kenyataan,
bersembunyi dibalik kenyataan yang tampak, tidak tergantung pada kenyataan-
kenyataan lain, mutlak dan tidak pernah mengalami perubahan. Netralitas ilmu terhadap
nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya
5
kegiatan keilmuan haruslah berlandaskan pada asas-asas moral agar tidak terjadi sesuatu yang
tidak inginkan.
Ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat
atau mengubah hakikat kemanusiaan (Eksistensi Manusia), dengan pertimbangan; (1) ilmu
secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang dibuktikan dengan
adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi-teknologi keilmuan; (2) ilmu telah
berkembang dengan pesat dan makin esoterik sehingga kaum ilmuwan lebih mengetahui
tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi salah penggunaan; dan (3) ilmu telah
berkembang sedemikian rupa sehingga terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah
manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik
perubahan sosial.
Jalan keluar dari Bebas Nilai dalam ilmu pengetahuan dapat ditelusuri dengan dua cara
berikut :
a. Context of Discovery
Dengan begitu pada intinya ilmu pengetahuan lahir dikarenakan ada sebab sebab tertentu,
mulai berawal dari pengalaman lalu terjadi sebab lalu dikembangkan menjadi sesuatu yang
bernilai.
Dengan contoh sepeda yang dulunya tidak ada mensin nya sekarang menjadi ada mesin
nya berawal dari kreativitas manusia dengan pandai mengembangkan sesuatu.
b. Context of Justification.
6
dan penalaran logis-rasional. Satu-satunya nilai yang berlaku dan diperhitungkan adalah nilai
kebenaran pada hal-hal yang dapat dibuktikan melalui observasi ilmiah.
Dari sintesis ini dapat dipahami bahwa dalam context of discovery ilmu pengetahuan
tidak bebas nilai, tetapi dalam context of justification, ilmu pengetahuan harus bebas nilai.
Dalam context of discovery ilmu pengetahuan mau tidak mau peduli akan berbagai nilai lain
di luar ilmu pengetahuan. Namun, dalam context of justification, satu-satunya yang
menentukan adalah benar tidaknya hipotesis atau teori itu berdasarkan bukti-bukti empiris
dan penalaran logis yang bisa ditunjukkan.
Lalu, apakah perdebatan tentang masalah ‘bebas nilai’ dalam ilmu pengetahuan itu tetap
relevan untuk dibicarakan? Jawabannya adalah masih. Jawaban ini tentu disertai oleh alasan
yang mendukung. Alasan pertama adalah, tuntutan ‘bebas nilai’ dalam ilmu pengetahuan
memiliki tujuan yang harus senantiasa dijaga dan dijunjung dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. Dengan itu ilmu pengetahuan tetap otonom dan murni ilmiah. Harapannya,
ilmu pengetahuan tidak serta merta bisa dijadikan alat bagi pihak tertentu yang ingin
melegitimasikan otoritas demi kepentingannya semata. Kedua, perdebatan tentang ‘bebas
nilai’ dalam ilmu pengetahuan itu perlu dilihat sebagai upaya check and balances, yang bisa
ditinjau dengan sintesis context of discovery maupun context of justification. Hal ini
dimaksudkan untuk menggugah kesadaran ilmuwan agar tidak sekedar mengembangkan ilmu
pengetahuan yang bersifat destruktif, tetapi juga tetap memerhatikan aspek utiliter ilmu
pengetahuan itu sendiri. Hal tersebut tidak dimaksudkan untuk membatasi otonomi ilmu
pengetahuan, hanya untuk menegaskan bahwa kebenaran memang harus diwujudkan, tapi
apakah perlu, tentunya itu dikembalikan kepada para ilmuwan sendiri.
Tanggung jawab ini juga termasuk berbagai hal yang menjadi sebab dan akibat ilmu
pengetahuan dan teknologi pada masa lalu maupun masa yang akan datang. Jadi bahwa
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menghambat atau meningkatkan
keberadaan manusia tergantung pada manusia itu sendiri, karena ilmu pengetahuan dan
7
teknologi dilakukan oleh manusia dan untuk kepentingan manusia. Kemajuan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi memerlukan kedewasaan manusia dalam arti yang sesungguhnya,
yakni kedewasaan untuk menentukan mana yang layak atau tidak layak, mana yang baik dan
mana yang buruk.
Beberapa problem yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti
dicontohkan oleh Amsal Bakhtiar (2010) pada perkembangan ilmu bioteknologi,
perkembangan yang dicapai sangat maju seperti rekayasa genetika yang menghkhawatirkan
banyak kalangan. Tidak saja para agamawan dan pemerhati hak-hak asasi manusia tetapi para
ahli bioteknologipun juga semakin khawatir karena jika akibatnya tidak bisa dikendalikan
maka akan terjadi bencana besar bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh adalah rekayasa
genetika yang dahulunya bertujuan untuk mengobati penyakit keturunan seperti diabetes,
sekarang rekayasa tidak hanya bertujuan untuk pengobatan tetapi untuk menciptakan
manusia-manusia baru yang sama sekali berbeda baik secara fisik maupun sifat-sifatnya.
Dengan rekayasa tersebut manusia tidak memiliki hak yang bebas lagi. Meskipun teori ini
belum tentu terwujud dalam waktu singkat tetapi telah menimbulkan persoalan dan
kekhawatiran di kalangan ahli etika dan para agamawan, apalagi jika jatuh pada penguasa
yang lalim pasti dampaknya akan sangat membahayakan karena bisa menghancurkan
eksistensi manusia.[10] Maka disinilah diperlukan kedewasaan dari manusia itu sendiri untuk
menentukan mana yang baik dan buruk bagi kehidupannya.
Tugas terpenting ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menyediakan bantuan agar
manusia dapat sungguh-sungguh mencapai pengertian tentang martabat dirinya. Ilmu
pengetahuan dan teknologi bukan saja sarana untuk mengembangkan diri manusia, tetapi juga
merupakan hasil perkembangan dan kreatifitas manusia untuk memperkokoh kedudukan serta
martabat manusia baik dalam hubungan sebagai pribadi dengan lingkungannya, maupun
sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap Allah Swt.
Ilmu adalah suatu cara berpikir tertentu mengenai suatu obyek dengan pendekatan
yang khas sehingga menghasilkan kesimpulan berupa pengetahuan ilmiah, dalam arti bahwa
sisten dan struktur ilmu itu dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka. Pengetahuan ilmiah
adalah pengetahuan yang bersifat kritis, rasional dan logis, obyektif dan terbuka. Namun
yang juga penting adalah apakah pengembangan pengetahuan ilmiah itu membawa dampak
positif`dan baik bagi manusia atau sebaliknya justru membawa keburukan. Oleh karena itu
penting sekali sikap ilmiah yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan. Dan di sini letak
moralitas dari seorang ilmuwandalam penembangan ilmu, baik itu menyangkut
tanggungjawabnya terhadap tata alamiah, terhadap manusia maupun terhadap Allah Swt.
Sikap ilmiah yang sesuai bagi seorang ilmuwan antara lain: i) tidak adanya rasa pamrih yaitu
suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektih; ii) Bersikap
8
selektif yang menyangkut cara mengambil kesimpulan yang beragam, macam-macam
metodologi dan lain-lain; iii) selalu tidak merasa puas dengan hasil penelitiannya sehingga
selalu ada dorongan untuk melakukan riset dalam hidupnya dan iv) Memiliki sikap etis untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan demi kebahagiaan manusia dan untuk pembangunan
bangsa dan negara.
Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara
terbuka oleh masyarakat. Sekiranya hasil karya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan maka
dia diterima sebagai bagian dari kumpulan ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat
tersebut. Dengan perkataan lain, penciptaan ilmu bersifat individual namun komunikasi dan
penggunaan ilmu adalah bersifat sosial. Peranan individu inilah yang bersifat dominan dalam
kemajuan ilmu yang dapat mengubah wajah peradaban. Kreatifitas individu yang didukung
oleh sistem komunikasi sosial yang bersifat terbuka menjadi proses pengembangan ilmu
berjalan secara efektif. Maka jelaslah bahwa seorang ilmuwan memiliki tanggung jawab
sosial yang tinggi. Bukan saja karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya
terlibat secara langsung di masyarakat, namun yang lebih penting adalah adalah karena dia
mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat.
Implikasi penting dari tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah bahwa setiap
pencarian dan penemuan kebenaran secara ilmiah harus disertai dengan landasan etis yang
utuh.. Proses pencarian dan penemuan kebenaran ilmiah yang dilandasi etika, merupakan
kategori moral yang menjadi dasar sikap etis seorang ilmuwan. Ilmuwan bukan saja berfungsi
sebagai penganalisis materi tersebut, tetapi juga harus memiliki moral yang baik.
Kaum ilmuwan tidak boleh menganggap ilmu dan teknologi adalah segala-galanya,
masih terdapat banyak lagi sendi-sendi lain yang menyangga peradaban manusia dengan
baik. Demikian juga masih terdapat kebenaran-kebenaran lain disamping kebenaran keilmuan
yang melengkapi harkat kemanusiaan yang hakiki. Jika kaum ilmuwan konsekuen dengan
9
pandangan hidupnya baik secara moral maupun intelektual maka salah satu penyangga
masyarakat modern ini, yaitu ilmu pengetahuan akan berdiri secara kokoh.
Di bidang etika tanggung jawab ilmuwan bukan lagi hanya memberikan informasi
namun juga memberikan contoh bagaimana bersifat obyektif, terbuka, menerima kritikan,
menerima pendapat orang lain, kukuh pada pendirian yang dianggap benar dan berani
mengakui kesalahan. Tugas seorang ilmuwan harus menjelaskan hasil penelitiannya sejernih
mungkin berdasarkan rasionalitas dan metodologis yang tepat. Secara moral seorang ilmuwan
tidak akan membiarkan hasil penelitiannya digunakan untuk tujuan yang melanggar asas-asas
kemanusian.
10
BAB III
KESIMPULAN
Sebagai suatu obyek etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh oleh
individu maupun masyarakat untuk menilai suatu tindakan yang akan dikerjakan. Dimana
etika memberikan penilaian. batasan dan arahan yang mengatur manusia dalam kelompok
sosial lainnya. Dalam proses penilaiannya etika memberikan arahan agar ilmu pengetahuan
berguna dalam memberikan arah atau pedoman dan tujuan masing-masing orang. Ilmu
secara moral harus ditujukan untuk kebaikan umat manusia tanpa merendahkan martabat
seseorang.
Persoalan yang mendasar dalam etika keilmuan adalah bahwa penerapan ilmu
pengetahuan selalu memerlukan pertimbangan dari segi etis yang berpengaruh pada
pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Sehingga dalam
pengembangannya para ilmuwan harus memperhatikan dan menjaga martabat manusia dan
kelestarian lingkungan. juga diperlukan, kedewasaan yang sesungguhnya dari manusia untuk
menentukan mana yang baik dan buruk bagi kehidupannya.
11
DARFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Amsal Bakhtiar,MA, Filsafat Ilmu,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010
Mohammad Adib, MA, Filsafat Ilmu ( Ontologi, Epistimologi, Aksiologi dan Logika Ilmu
Pngetahuan), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011
Drs, Surajiyo, 2012, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta : PT Bumi Aksara Cetakan
Kelima.
12