Hukum Mengamalkan Hadits Dhaif
Hukum Mengamalkan Hadits Dhaif
“STUDI HADITS”
Dosen Pengampu :
Disususun oleh :
Ssegala puji syukur kita ungkapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat, taufiq
serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan segala bentuk
kekurangan. Semoga makalah ini bisa digunakan sebagai salah satu pedoman bagi pemabaca
untuk belajar.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambahkan pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, kami harapkan para
pembaca untuk memberikan kritik dan saran. Sehingga kami dapat memperbaikimakalah ini agar
kedepannya menjadi lebih baik.
Wassalamu’alaikum.wr.wb
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………….1
A. Latar Belakang………………………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………...1
C. Tujuan………………………………………………………………………………..1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………...2
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………...3
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa hadits merupakan sumber hukumkedua
setelah Al-Qur’an. Hadits merupakan perkataa, perbuatan,dan takrir Nabi Muhammad
selama beliau menjadi Nabi dan Rasul. Karena itu selain kita harus mempelejari Al-
Qur’an sebagai sumber hokum yang pertama kita juga harus mempelajari hadits yang
menjadi sumber hokum yang kedua dan menjadikan sebagai pedoman dan penguat dari
Al-Qur’an. Dalam hadist sendiri ada tingkatan-tingakatan hadits yang boleh dijadikan
hujjah dan boleh diamalkan. Bagaimana hokum mengamalkan hadits yang tingkatannya
lemah (hadits dhaif)? Terkadang kita masih bertanya apakah boleh mengamaalkan hadits
dhaif. Oleh karena itu, kami mengangkat tema “hukum mengamalkan hadits dhaif”
diharapkan kita dapat mengetahui bagaimana dengan hokum hadits tersebut.
Rumusan Masalah
Tujuan
1. Untuk mengetahui hokum mengamalkan hadist dhaif
2. Agar dapat mengidentifikasi hadits dhaif
BAB II
PEMBAHASAN
Para ulama muhaditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadits dari dua jurusan, yakni
dari jrusan sanad dan jurusan matan.
Adapun cacat pada keadilan dank e dhabitan rawi itu ada sepuluh macam, yaitu :
1. Dusta
2. Tertuduh dusta
3. Fasik
4. Banyak salah
5. Lengah dalam mengahapal
6. Menyalahi riwayat orang kepercayaan
7. Banyak waham (purbasangka)
8. Tidak diketahui identitasnya
9. Pengaut bid’ah
10. Tidak baik hafalannya2
C. Hokum Hadits Dha’if
Sebenarnya hadits dhaif itu bisa diamalkan, selama kedhaifannya tidak terlalu parah dengan
syarat:
1
Al-Mas’udi, Hasan Hafizh.1420H.Ilmu Mustholah Hadits.Surabaya.Penerbit Al-Hidayah.hal19
2
Solahudin, M Agus.Suyadi Agus.2008.Ulumul Hadits.Bandung.CV. PUSTAKA SETIA.hal148
a. Hadits yang dhaif itu masih dibawah satu hadits yang dapat diamalkan (shahih dan hasan)
b. Dalam mengamalkan hadits dha’if harus dengan itikad yang berhati-hati.3
Pertama, hadits dhaif itu sama sekali tidak boleh diamalkan. Tidak boleh dalam soal
hokum, tidak boleh dalam soal taghrib dan lain-lainnya.
Inilah madzab imam-imam bessar hadits, seperti Al-Bukhary dan Muslim. Muslim dalam
Muqaddamah Shahih-nya dengan tegas mencela mereka yang memerangi hadits dha’if. Alasan
golongan ini ialah agama ini diambil dari kitab dan sunnah yang benar. Hadits dha’if, bukan
sunnah yang benar (tidak dapat diakui benar). Maka, berpegang kepadanya, berarti menambah
agama dengan tidak berdasar kepada keterangan yang kuat.
Pendapat ini menuru sebagian fuqaha dan ahli hadits. Imam Ahmad, menerima hadits-
hadits dha’if kalau berpautan dengan targhib dan tarhib serta menolaknya kalau berpautan
dengan hokum. Diantara fuqaha yang berpendapat begini, Ibnu Abdi al-Barr.
Ketiga, mempergunakan hadits dha’if, apabila dalam sesuatu masalah tidak diperboleh
hadits-hadits shahih dan hasan. Pendapat oni disandarkan kepada Abu Daud. Demikian pula
pendapat Imam Ahmad, apabila tidak diperboleh fatwa shahaby.
Perlu ditegaskan, menurut penerangan Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany bahwa oleh
utama yang memepergunakan hadits dha’if, mensyaratkan keboelhan mengambilnya itu, tiga
syarat:
a. Kelemahan hadits tidak seberapa. Maka hadits yang hanya diriwayatkan oleh orang yang
tertuduh dusta, tidak diapakai
b. Petunjuk hadits itu ditunjuki oleh sesuatu dasar yang dipegangi, dengan arti bahwa
memeganginya tidak berlawanan dengan sesuatu dasar hokum yang sudah dibenarkan.
c. Jangan di I’tiqad kan (diyakini) ketika memeganginya bahwa hadits itu benar dari Nabi
SAW. Hanya dipergunakan sebagai ganti memegangi pendapat yang tidak berdasarkan
nash sama sekali.4
3
Al-Mas’udi, Hasan Hafizh.1420H.Ilmu Mustholah Hadits.hal19
4
Hasbi ash-shiddieqy,Teungku Muhammad.2009.Ilmu Hadits.Semarang.PT. PUSTAKA RIZKI PUTRA.hal173-174
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hadits dhaif adalah semua hadits yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadits yang
diterima dan menurut kebanyakan ulama; hadits dhaif adalah yang tidak terkumpul padanya sifat
hadits dan hasan. Hadits dhaif masih bisa diamalkan dengan ketentuan-ketentuan dan syarat
diatas.
DAFTAR PUSTAKA