Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH TUTORIAL KASUS 4

NEOPLASMA

Disusun Oleh :

Ihsan Febrianto Rahman 1910211042

Rahayu Dewi Kusumawardhani 1910211051

Raden Ayu Salsabila Rifdah 1910211052

Deandra Atya Maharani 1910211053

Audrey Alvura Digna 1910211089

Enrico Yusuf 1910211102

Ismah Nurul Sittah Fitriya 1910211116

Maishariifa Isfahani Saptowati 1910211127

PROGRAM STUDI S1 KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”


JAKARTA

2019
DAFTAR ISI

JUDUL 1

DAFTAR ISI 2

A. NEOPLASMA 5

Definisi Neoplasma 5

Nomenklatur Neoplasma 5

Karakteristik 8

Etiologi 13

Predisposisi 16

B. BIOLOGI PERTUMBUHAN TUMOR 18

C. KARSINOGENESIS 23

Onkogenesis dan Kanker 25

Aktivasi Onkogen 27

Gen Supresor Kanker 29

Gen Regulator Apoptosis 31

Gen Perbaikan DNA 33

Dasar Molekuler Karsinogemesis 36

D. GAMBARAN KLINIK NEOPLASMA 37

E. GRADING DAN STAGING TUMOR 39

F. DIAGNOSIS LABORATORIUM KANKER 41

G. RESPON IMUN TERHADAP TUMOR 43

DAFTAR PUSTAKA 46

2
3
4
A. NEOPLASMA
a. Definisi
Neoplasma secara umum berarti “Pertumbuhan baru”. Neoplasma juga dapat
diartikan sebagai “Massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya tidak
terkoordinasikan oleh jaringan normal dan terus bertumbuh meskipun rangsangan
awal pemicu perubahan pertumbuhan tersebut sudah hilang”. Terjadinya neoplasma
didasari oleh hilangnya responsivitas terhadap pengendali pertumbuhan normal
sehingga sel neoplasma terus melakukan pembelahan tanpa mempedulikan regulator
pertumbuhan.
Di dalam istilah kedokteran yang umum, neoplasma seringkali disebut sebagai
“Tumor”. Ilmu yang mempelajari tentang neoplasma atau tumor disebut Onkologi
(oncos “tumor” dan logos “ilmu”). Onkologi membagi neoplasma menjadi tumor
jinak dan tumor ganas yang didasari oleh perilaku klinis neoplasma.
Tumor jinak atau beligna adalah tumor yang masih terlokalisasi sehingga tidak
menyebar ke bagian atau organ lain. Sedangkan tumor ganas atau maligna ialah
tumor yang dapat menyebar ke bagian atau organ lain (metastasis) dan dapat
menyebabkan kematian.

b. Nomenklatur
Neoplasma atau tumor memiliki dua kompenen dasar, yaitu parenkim dan
stroma. Parenkim merupakan sel yang telah mengalami neoplastik sedangkan stroma
adalah jaringan ikat dan pembuluh darah yang dapat menunjang pertumbuhan sel atau
jaringan neoplasma. Tata nama atau nomenklatur neoplasma berbeda antara tumor
jinak dan tumor ganas.
a) Tumor Jinak

Umumnya tata nama tumor jinak adalah pemberian akhiran “-oma” oma pada
parenkim neoplasma. Sebagai contoh neoplasma yang berasal dari tulang rawan
disebut kondroma, neoplasma yang berasal dari jaringan fibrosa disebut fibroma, dan
lain sebagainya. Namun, tata nama tumor jinak dengan parenkim sel epitel memiliki
aturan yang lebih rumit, bergantung pada penampakan mikroskopik dan
makroskopiknya. Berikut contoh tata nama tumor jinak pada sel epitel:

1. Endenoma

Kata endenoma digunakan pada neoplasma jinak sel epitel yang


membentuk pola kelenjar dan juga untuk neoplasma jinak yang berasal dari sel
5
epitel kelenjar. Misalnya, neoplasma pada tubulus ginjal yang membentuk pola
kelenjar (berisi cairan) dan neoplasma yang berasal dari kelenjar adrenal
(meskipun tidak membentuk pola kelenjar) sama-sama disebut sebagan
endenoma.

2. Papiloma

Merupakan neoplasma jinak sel epitel yang tumbuh membentuk tonjolan


seperti jari baik secara mikroskopik maupun makroskopik.

3. Polip

Polip merupakan suatu massa menonjol yang tumbuh di atas mukosa dan
bersifat makroskopik. Contoh polip ialah pada usus. Polip juga dapat digunakan
pada penamaan tumor ganas.

4. Kistadenoma

Merupakan massa kistik berongga dan bersifat khas, yaitu hanya


ditemukan di ovarium.

b) Tumor Ganas

Nomenklatur tumor ganas jaringan mesenkim atau turunannya adalah


penambahan akhiran “sarkoma” pada jenis sel yang menyusunnya (histogenesis),
misalnya tumor ganas yang terdiri dari kondrosit disebut kondrosarkoma dan tumor
ganas yang terdiri dari fibrosit disebut fibrosarkoma.

Nomenklatur tumor ganas yang berasal dari sel epitel disebut karsinoma.
Karsinoma terbagi lagi sesuai dengan jenis sel epitel penyusunnya, misalnya
karsinoma sel skuamosa yang merupakan tumor ganas mirip sel epitel skuamosa
berlapis dan adenokarsinoma yang merupakan tumor ganas sel epitel berpola
kelenjar.

Sel parenkim neoplasma, baik tumor jinak maupun tumor ganas, memiliki
kemiripan satu sama lain seolah-olah berasal dari satu progenitor (meskipun asal
neoplasma bersifat monoklonal) sehingga dapat terbentuklah yang dinamakan
sebagai “Tumor campuran”. Tumor campuran merupakan hasil dari differensiasi
divergen dari sel neoplastik yang membentuk berbagai jenis sel. Contoh dari tumor
campuran berada pada kelenjar air liur yang disebut adenoma pleomorfik. Tumor

6
pada kelenjar air liur ini memiliki komponen epitel dan pulau tulang rawan yang
kemungkinan hasil differensiasi divergen dari sel epitel.

Contoh lain dari tumor campuran ialah tumor jinak pada payudara yang disebut
fibroadenoma. Fibroadenoma tersusun atas proliferasi sel duktus yang berada di
dalam jaringan ikat fibrosa. Meskipun telah dibuktikan bahwa yang mengalami
proliferasi hanyalah jaringan ikat fibrosanya, nama fibroadenoma tetap digunakan.

Teranoma adalah salah satu bentuk tumor campuran yang bersifat lebih
kompleks, yaitu tersusun oleh lebih dari satu lapisan germinativum dan sel atau
jaringannya dapat bersifat matur maupun imatur. Apabila semua komponennya
berdifferensiasi dengan baik, maka disebut teratoma matur (jinak). Namun, apabila
differensiasinya kurang baik maka disebut teratoma imatur (ganas). Teratoma
biasanya terjadi pada sel atau jaringan yang bersifat totipotensial, seperti sel atau
jaringan yang terdapat pada ovarium dan testis.

Tidak semua kata yang memiliki struktur seperti nomenklatur neoplasma adalah
tumor. Sebagai contoh, hamartoma, merupakan suatu malformasi yang
bermanifestasi sebagai massa jaringan yang memang terdapat pada beberapa bagian
tubuh seperti paru-paru. Hamartoma pada paru-paru mengandung pulau tulang
rawan, bronkus, dan pembuluh darah. Selain hamartoma, terdapat juga koristoma
yang merupakan nodus kecil pada submukosa lambung, usus halus, dan duodenum.
Koristoma tersusun oleh struktur pankreatik yang berkembang dengan baik.
Koristoma sendiri merupakan salah satu jenis dari heterotropic rest (sisa
heterotropik). Oleh karena namanya yang seperti mengisyaratkan suatu bentuk
neoplasma, hamartoma dan koristoma seperti memiliki makna yang jauh lebih berat
daripada makna aslinya yang sebenarnya ringan.

Selain itu, tidak semua jenis neoplasma mengikuti aturan nomenklatur tersebut.
Terdapat beberapa jenis neoplasma yang memang memiliki namanya sendiri
sehingga seorang dokter atau seseorang yang bekerja di bidang kesehatan dituntut
untuk dapat menghafalkan nama-nama dari setiap jenis neoplasma atau tumor.

Berikut contoh dari penamaan neoplasma:

7
c) Karakteristik

Neoplasma memiliki karakteristik yang khas sehingga membedakannya dari sel atau
jaringan normal. Karakteristik neoplasma menjadi indikator pembagian tumor, yaitu
tumor jinak dan tumor ganas. Karakteristik neoplasma penting untuk menegakkan
diagnosis agar selanjutnya dapat dilakukan pengobatan dan terapi yang tepat. Berikut
karakteristik dari neoplasma:

a. Differensiasi dan Anaplasia

Pada tumor jinak sel berdifferensiasi dengan baik sehingga mirip dengan sel
normal. Jaringan tumor jinak juga jarang ditemukan mitosis karena konfigurasi
pembelahan selnya masih baik. Namun, pada tumor ganas atau kanker sel
berdifferensiasi sangat buruk atau bahkan tidak berdifferensiasi sama sekali. Sel-sel
tumor ganas dapat berdifferensiasi menjadi sel selain sel normalnya. Neoplasma ganas
juga bersifat anaplastik dimana sel tidak berdifferensiasi dan terus tumbuh dan

8
nonfungsional. Sel anaplastik ini ditandai dengan inti yang hiperkromatik dan
perbandingan inti dengan sitoplasma sama dengan 1:1 (pada sel normal seharusnya 1:4
atau 1:6). Neoplasma ganas juga ditandai dengan pleomorfisme, yaitu ukuran dan
jumlah sel yang bervariasi.

Gambar A1: sel anaplastik pada neoplasma ganas

Gambar A2: Variasi ukuran dan bentuk inti sel pada neoplasma ganas

b. Laju Pertumbuhan

Pertumbuhan neoplasma jinak relatif lambat sedangkan neoplasma ganas relatif


cepat dan tak terkontrol. Namun, banyak terdapat pengecualian terhadap generalisasi
ini, dan sebagian tumor jinak tumbuh lebih cepat daripada sebagian kanker. Sebagai
contoh, laju pertumbuhan leiomioma (tumor otot polos jinak) pada uterus dipengaruhi
oleh kadar estrogen dalam darah. Tumor dapaf cepat membesar selama kehamilan dan

berhenti tumbuh atau.menciut dan umumnya mengalami fibrokalsifikasi setelah


9
menopause. Pengaruh lain, seperti cukup tidaknya pasokan darah dan mungkin
pembatasan oleh tekanan, juga dapat memengaruhi pertumbuhan tumor jinak.

c. Invasi Lokal

Sebagian besar tumor jinak dilapisi oleh kapsul yang merupakan bagian stroma
pada neoplasma, sehingga tumor jinak cenderung terpisah dari jaringan normal. Hal
tersebut memudahkan tumor jinak dalam proses pembedahan. Namun, terdapat
beberapa tumor jinak yang tidak memiliki kapsul, seperti hemangioma. Neoplasma
ganas umumnya tidak memiliki kapsul sehingga dapat menyebar secara lebih luas dan
lebih jauh. Neoplasma ganas juga dapat mengilfiltratif jaringan normal disekitarnya,
sehingga pada proses pembedahan beberapa jaringan normal akan ikut terangkat.

Gambar C1: Neoplasma jinak, fibroadenoma, dengan kapsul

d. Metastasis

Metastasis merupakan penyebaran neoplasma ganas sehingga dapat menginvasi


bagian atau jaringan atau organ yang letaknya jauh dari asal neoplasma. Metastasis ini
hanya terjadi pada tumor ganas. Terdapat tiga mekanisme metastasis, yaitu melalui
rongga tubuh, sistem limfatik, dan sistem sirkulasi atau hematogen.

Penyebaran melalui rongga tubuh atau Penyemaian kanker terjadi apabila


neoplasma menginvasi suatu rongga alami tubuh. Karsinoma kolon dapat menembus
dinding usus dan mengalami reimplantasi di tempat jauh di rongga peritonenm.
Rangkaian kejadian yang sama dapat terjadi pada kanker paru di rongga pleura. Cara
penyebaran ini terutama khas untuk kanker ovarium, yang sering.meliputi permukaan
10
peritoneum secara luas. Implan secara harfiah mungkin melapisi semua permukaan
peritoneum, tetapi belum menginvasi parenkim organ abdomen di bawahnya. Ini
adalah contoh tentang kemampuan melakukan reimplantasi di tempat lain yang
tampaknya terpisah dari kemampuan melakukan invasi. Neoplasma sistem saraf pusat
seperti meduloblastoma atau ependimoma, mungkin menembus.ventrikel otak dan
terangkut oleh cairan serebrospinalis.sehingga tertanam di permukaan meningen, baik
di dalam otak maupun di medula spinalis.

Penyebnran limfatik iebih khas untuk karsinoma, sedangkan rute hematogen


disenangi oleh sarkoma. Namun, terdapat banyak hubungan antara sistem limfe dan
vaskular sehingga semua bentuk kanker dapat menyebar melalui salah satu atau kedua
sistem. Pola keterlibatan kelenjar getah bening terutama bergantung pada letak
neoplasma primer dan jalur drainase limfe alami dari letak tersebut. Karsinoma paru
yang timbul di saluran napas pertama kali menyebar ke kelenjar getah bening
bronkialis regional, kemudian ke kelenjar getah bening trakeobronkus dan hilus.
Karsinoma payudara biasanya timbul di kuadran luar atas dan pertama kali menyebar
ke kelenjar aksila. Lesi medial mungkin mengalirkan limfanya melalui dinding dada
ke kelenjar di sepanjang arteria mamaria interna. Setelah itu, pada keduanya,
penyebaran adalah ke kelenjar supraklavikula dan infraklavikula. Pada beberapa
kasus, se1kanker tampaknya melewatkan saluran limfa di dalam kelenjar terdekat dan
terperangkap dalam kelenjar limfa berikutnya sehingga menghasilkan apa yang
disebut metastasis loncat. Sel mungkin melintasi semua kelenjar getah bening sampai
akhimya mencapai kompartemen vaskular melalui duktus torasikus.

Penyebaran hematogen merupakan konsekuensi suatu kanker yang paling ditakuti.


Jalur ini terutama disukai oleh sarkoma, tetapi karsinoma kadang-kadang juga
memanfaatkannya. Seperti dapat diperkirakan, arteri lebih sulit ditembus daripada
vena. Setelah vena mengalami invasi, sel kanker yang masuk ke dalam darah akan
mengikuti aliran vena yang mendrainase tempat tersebut. Hati dan paru adalah tempat
sekunder yang paling sering terkena pada penyebaran hematogen ini. Semua drainase
daerah portal mengalir ke hati, dan semua darah vena kava mengalir ke paru. Kanker
yang timbul dekat dengan kolumna vertebra sering mengalami embolisasi melalui
pleksus paravertebra; jalur ini mungkin berperan dalam metastasis karsinoma tiroid
dan prostat ke vertebra. Karsinoma tertentu memiliki kecenderungan menginvasi vena.
Karsinoma sel ginjal sering menginvasi vena renalis untuk tumbuh seperti tilar sampai
ke vena kava inferior, kadang-kadang hingga ke sisi kanan jantung. Karsinoma
11
hepatoselular sering menembus radikulus hati dan porta untuk tumbuh di dalamnya
dan menuju pembuluh vena utama. Yang mengherankan, pertumbuhan intravena
semacam ini mungkin tidak disertai oleh penyebaran yang 1uas.

Banyak pengamatan yang mengisyaratkan bahwa lokalisasi anatomik neoplasma


dan jalur alami drainase vena tidak dapat menjelaskan secara lengkap distribusi
sistemik metastasis. Sebagai contoh, karsinoma prostat cenderung menyebar ke tulang,
karsinoma bronkogenik cenderung mengenai kelenjar adrenal dan otak, dan
neuroblastoma menyebar ke hati dan tulang. Sebaliknya, otot rangka jarang menjadi
tempat penyebaran.

Gambar D1: perbandingan karakteristik antara tumor jinak dan tumor ganas
(leiomioma dan leiomiosarkoma)

12
Gambar D4: perbedaan karakteristik tumor jinak dan tumor ganas

d) Etiologi Kanker
Segala sesuatu yang menyebabkan terjadinya kanker disebut karsinogen.
Karsinogen menimbulkan perubahan pada DNA yang satuan terkecilnya ialah gen.
Oleh karena itu , karsinogen sering disebut sebagai bersifat mutagenik. Sangat sering
lebih dari satu karsinogen diperlukan untuk terjadinya perubahan sel normal menjadi
sel neoplastik (transformasi sel). Dari berbagai penelitian diketahui bahwa neoplasia
(proses terbentuknya neoplasma) terjadi dalam beberapa tahap dan sering
memerlukan waktu yang panjang. Terdapat massa laten (tidak menunjukkan
penampilan klinis) sebelum menjadi progresif. Pada massa progresif terjadi invasi ke
jaringan di sekitarnya dan menyebar ke tempat yang juah (metastasis).
Dari berbagai penelitian dapat diketahui bahwa karsinogen dapat dibagi ke
dalam 4 golongan :
1. Karsinogen Kimia

Pertama kali dikemukakan oleh Sir Pervical Pott pada tahun 1775, yang
melukiskan sering terjadi kanker kulit skrotum pada orang-orang yang pekerjaannya
membersihkan cerobong asap. Kebanyakan karsinogen kimia ialah pro-karsinogen,
yaitu karsinogen yang memerlukan perubahan metabolis agar menjadi karsinogen
aktif , sehingga dapat menimbulkan perubahan pada DNA , RNA , atau protein sel
tubuh. Dengan demikian terjadi neoplasma pada tempat bahan kimia terbentuk
sebagai hasil metabolisme , dan bekerja sebagai karsinogen aktif. Terdapat pula
karsinogen yang dapat langsung menimbulkan neoplasma pada tempat karsinogen
mengenai jaringan tubuh tanpa perlu melalui perubahan metabolis.

Kebanyakan karsinogen kimia melalui perubahan metabolis membentuk gugus


elektrofilik (kurang muatan elektron) , sebagai hasil antara , yang kemudian dapat
13
berikatan dengan pusat-pusat nukleofilik (banyak muatan elektron) pada
protein,RNA,dan DNA.

Beberapa karsinogen kimia dapat bekerja bersama-sama atau dengan jenis


karsinogen lain seperti virus atau radiasi mempengaruhi terbentuknya neoplasma.

Beberapa contoh karsinogen kimia :

 Karsinogen yang bereaksi langsung


1. Golongan alkylating agents: dimetil sulfat , obat anti kanker( cyclochospamide,
chlorambucil)
2. Golongan acylating agents : dimetil karbamoil klorida
Pada umumnya merupakan karsinogen yang lemah tetapi penting oleh karena
beberapa di antara mereka merupakan obat kemoterapi kanker misalnya
alkylating agents yang telah berhasil menyembuhkan , mengendalikan atau
memperlambat kekambuhan jenis kanker tertentu misalnya :
leukemia,limfoma,penyakit Hodgkin dan karsinoma ovarium. Baru kemudian
diketahui menimbulkan kanker kedua biasanya leukemia.

Risiko rangsangan untuk terjadinya kanker adalah rendah,tetapi suatu kenyataan


bahwa timbulnya kanker yang kedua disebabkan oleh agents tersebut di atas.

 Karsinogen yang memerlukan perubahan metabolis


1. Hidrokarbon polisiklik aromatic
2. Amin aromatik dan pewarna Azo (Amino Azo Dyes)
3. Nitrosamin
4. Unsur Logam

2. Karsinogen Virus

Virus yang bersifat karsinogen disebut virus onkogenik. Dari berbagai penelitian
diketahui bahwa baik virus DNA maupun virus RNA dapat menimbulkan transformasi
sel.

Golongan virus DNA:

1. Human Papiloma Virus (HPV)


Dikenal hamper 50 tipe HPV
HPV tipe 1,2,4,dan 7 sering menyebabkan terjadinya papilloma skuamosa
14
HPV tipe 16,18,dan 31 dihubungkan dengan terjadinya karsinoma serviks uteri.
2. Epstein-Barr Virus (EBV)
Golongan virus ini dihubungkan dengan terjadinya karsinoma nasofaring ,
limfoma burkitt atau beberapa subtype penyakit Hodgkin.
3. Virus Hepatitis B (HBV)
Pada daerah yang endemic tinggi infeksi HBV terdapat angka kejadian yang tinggi
karsinoma sel hati.
4. Cytomegalovirus (CMV)
CMV juga virus herpes yang dihubungkan dengan sarkoma kaposi pada penderita
AIDS

Virus DNA mengadung DS-DNA yang dapat berintegrasi sebagian atau


seluruhnya dengan kromosom sel pejamu. Mereka dapat bergabung untuk waktu yang
lama. Pada perpaduan yang lama ini menimbulkan mutasi sehigga terjadi neoplasma.

Golongan Virus RNA :

Pada binatang virus RNA banyak menimbulkan neoplasma, mislanya rous sarcoma
virus dan bittner milk faktor. Pada manusia HLTVI menimbulkan leukemia sel T.
Limfoma sel B pada penderita AIDS berkaitan dengan HIV

3. Karsinogen Radiasi:
Radiasi UV dengan panjang gelombang 280-320 nm berkaitan dengan
terjadinya kanker kulit (karsinoma sel basal,karsinoma sel skuamosa,melanoma
malignum) terutama pada orang kulit putih yang sering mendapat sinar matahari
berlebihan. Radiasi UV menimbulkan pirimidin dimer yang merusak rangka
fosfodiester DNA. Pada penderita Xeroderma Pigmentosum yang mempunyai
kelainan bawaan defisiensi enzim untuk memperbaiki kerusakan DNA, mudah sekali
terjadi kanker kulit jika sering terkena UV.
Radiasi pengion baik untuk diagnostic,pengobatan,maupun yang dipergunakan
di kalangan industry dapat menimbulkan neoplasma, sehingga sangat diperlukan
perlindungan bagi orang-orang yang bekerja menggunakan radiasi pengion.
Radiasi pengion dapat langsung menimbulkan kerusakan makromolekul atau
berinteraksi dengan cairan sel menimbulkan radikal bebas yang kemudian

15
menimbulkan kerusakan ikatan kimia,kerusakan enzim,perubahan protein,kromosom
pecah atau translokaso,atau mutase titik.

4. Agen Biologik
 Hormon : Beberapa jenis hormone agaknya bekerja sebagai ko-faktor pada
karsinogenesis. Sebagai contoh estrogen membantu pembentukan kanker
endometrium dan payudara. Hormon steroid merangsang pembentukan karsinoma
sel hati.
 Mikotoksin : Mikotoksin ialah toksin yang dibuat oleh jamur. Aspergillus flavus
ialah jamur yang terdapat pada kacang-kacangan yang kurang baik pengolahan dan
penyimpanannya , membuat terutama aflatoksi terutama aflatoksin B1. Aflatoksin
B1 bersifat karsinogenik kuat dan berkaitan dengan terjadinya karsinoma sel hati.
Apabila aflatoksin tercerna , maka akan dioksidasi di sel hati dan menimbulkan
hasil antara yang kemudian berikatan dengan guanine pada DNA
 Parasit : Parasit yang dihubungkan dengan terjadinya kanker ialah Schistosoma
dan Clonorchis sinensis. Infeksi Schistosoma dihubungkan dengan terjadinya
kanker kandung kemih (karsinoma sel skuamosa) dan infeksi Clonorchis sinensis
dihubungkan dengan terjadinya adenokarsinoma kandung empedu

e) Faktor Predisposisi Kanker


1. Insidens Kanker
Beberapa perspektif tentang kemungkinan timbulnya suatu jenis kanker dapat
diperoleh dari data insidens nasional dan data mortalitas. Secara keseluruhan
diperkirakan ada 1,5 juta kasus kanker baru pada tahun 2011 dan 569 ribu
meninggal akibat kanker di Amerika Serikat tahun itu. Data insidens untuk kanker
yang tersering dijumpai sebagai gambar berikut

16
2. Usia
Secara umum frekuensi kanker meningkat seiring bertambahnya usia.
Penurunan kompetensi imun juga merupakan salah satu penyebab yang
berpengaruh dalam faktor usia. Kematian akibat kanker tersering antara usia 55-75
tahun.

3. Variabel Geografi dan Lingkungan


Penyebab dominan kasus kanker yang dilihat dari faktor geografi dan
lingkungannya. Lingkungannya bisa berupa pola makan , merokok atau tidak ,
minum alkohol atau tidaknya seseorang, bahkan penggunaan iodin pada seseorang
dalam penelitian juga berpengaruh dalam predisposisi suatu kanker.
Contohnya adalah Kanker payudara 4x lebih tinggi di AS dibandingkan di
Jepang. Di jepang lebih dominan kanker di traktus digestivus karena konsumsi
dominan minuman keras.

4. Keturunan / Herediter
Tidak hanya dipengaruhi faktor lingkungan tetapi juga dapat dipengaruhi
karena pewarisan sifat yang berupa familial. Jenis kanker keturunan dibagi menjadi
3 kelompok :
 Sindrom Kanker Autosom Dominan

17
 dimana pewarisan kanker satu gen mutan tinggi untuk risiko tumor dengan
pola autosom dominan
 Sindrom Autosom Resesif pada DNA Repair yang Cacat
 dimana kromosom/DNA tidak stabil pada kasus kanker tertentu
 Kanker Familial dengan Sifat Penurunan Tidak Jelas

5. Lesi Praneoplastik yang Didapat


Beberapa kondisi herediter meningkatkan risiko terjadinya kanker , hal
tersebut juga terjadi pada kondisi yang didapat. Kelompok tersebut disebut Lesi
Praneoplastik atau mudahnya disbeut Prakanker . Namun tidak semuanya
berkembang menjadi kanker. Menyebabkan mudahnya pra kanker . Contoh Lesi
Prekursor yang penting :
 Metaplasia Skuamosa dan Displasia Mukosa Bronkus dijumpai pada pecandu
rokok – merupakan faktor risiko kanker paru
 Hiperplasia Endometrium dan Displasia dijumpai pada wanita dengan stimulasi
estrogen yang terus menerus – faktor risiko kanker endometrium
 Leukoplakia Rongga Mulut , Vulva , atau Penis , yang dapat berkembang
menjadi karsinoma sel skuamosa
 Adenoma Vilosum Usus Besar dihubungkan dengan risiko tinggi untuk
transformasi menjadi karsinoma kolorektal

B. BIOLOGI PERTUMBUHAN TUMOR


Faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan tumor, antara lain:
18
1. Kinetik dan pertumbuhan sel tumor
Lama waktu yang diperlukan oleh suatu sel dari masa transformasi untuk
membentuk massa tumor yang jelas secara klinis dipengaruhi oleh tiga variabel, yaitu:
a) Waktu kelipatan sel tumor
Sel tumor lebih cepat memasuki siklus sel. Selain itu, sel tumor juga sel yang
gagal melakukan diferensiasi secara sempurna sehingga terbentuk cepat sel baru
yang memiliki sifat berbeda dan tidak sesempurna sel normalnya.
b) Fraksi pertumbuhan
Fraksi pertumbuhan berhubungan dengan jumlah populasi sel tumor yang
berada dalam kutub replikatif (proliferatif). Setiap sel yang akan membelah akan
menuju ke kutub proliferatif untuk memasuki G0 dan melanjutkan siklus atau jika
makanan tidak medukung maka sel akan mati. Namun, jika dipahami lagi karena
pertumbuh sel tumor sangat cepat maka jarang ditemukan adanya sel yang berada
di kutub proliferasi namun biasanya sel sudah berada di fase G0.
c) Produksi dan kehilangan sel tumor
Perbandingan antara produksi sel tumor atau tingkat proliferasi suatu sel tumor
terhadap jumlah sel yang mati atau hilang dapat menentukan tingat
progresifitas.untuk tumbuh.
2. Angiogenesis tumor
Angiogenesis merupakan pembentukan vaskular baru pada suatu jaringan.
Angiogenesis pada sel tumor merupakan salah satu faktor terpenting untuk
pertumbuhan sel tumor. Jadi, fungsi utama angiogenesis, antara lain:
 Memasok nutrisi dan oksigen ke sel tumor
 Sel endothelial baru akan merangsang pertumbuhan tumor dengan mensekresi
faktor-faktor partumbuhan
 Membantu proses metastasis pada sel tumor yang ganas
Sel tumor merupakan sel yang dapat membuat sendiri faktor-faktor induksi
pertumbuhan, termasuk faktor angiogenesis. Sel tumor dan sel radang (makrofag)
dapat menginduksi pengeluaran TAAF (Tumor Associated Angiogenic Factor),
beberapa TAAF yang paling penting dalam proses angiogenesis adalah Bfgf (basic
Fibrose Growth Factor) dan VEGF ( Vaskular Endothelial Growth Factor). Setelah
faktor-faktor pertumbuhan tersebut terpenuhi maka akan terjadi angiogenesis.
Tubuh pada dasarnya memiliki cara untuk mengendalikan angiogenesis yang
berlebihan ini dengan cara mengeluarkan faktor penghambat bernama
Thrombospondin yang diekspresikan oleh gen p53. Namun, pada dasarnya pada sel
19
tumor, mutasi gen yang terjadi biasanya merusak kinerja dari p53 sehingga pada sel
tumor tidak terjadi penghambatan angiogenesis secara maksimal.

3. Heterogenitas dan progresi tumor


Ketika terbentuk subpopulasi sel tumor maka dapat dilihat bahwa mereka
memIliki kemiripan sifat maka dapat dilihat bahwa pada dasarnya subpopulasi
tersebut merupakan hasil klonal dari suatu sel. Namun, dalam perjalanan waktu
(progresi) karena sel tumor kehilangan kestabilan genetiknya maka akan ditemui
banyaknya perbedaan (heterogenitas) antara suatu sel tumor dengan sel tumor yang
lainnya seperti sifat kecepatan invasi, kemampuannya dalam melakukan metastasis,
kepekaan hormonal serta kepekaan terhadap obat antineoplastik.

4. Mekanisme invasi dan metastasis lokal dan jauh


Penyebaran tumor merupakan proses kompleks, melibatkan serangkaian
langkah sekuensial disebut kaskade invasi-metastasis. Langkah ini terdiri atas invasi
lokal, intravasasi ke dalam pembuluh darah dan pembuluh limfe, transit melalui sistem
pembuluh darah, ekstravasasi dari pembuluh darah, pembentukan mikrometastasis,
dan pertumbuhan mikrometastasis menjadi tumor yang tampak secara makroskopi.
Dapat diprediksi, sekuens ini bisa mengalami gangguan pada tiap stadium oleh faktor
yang berkaitan dengan pejamu atau faktor yang berkaitan dengan tumor. Kaskade
metastasis dibagi menjadi dua fase: (1) invasi ECM dan (2) diseminasi vaskular serta
homing sel tumor.
a. Invasi ke dalam Matriks Ekstrasel (ECM)
Telah diketahui, bahwa jaringan tubuh manusia terorganisasi menjadi
kompartemen yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh dua tipe ECM:
membran basal dan jaringn ikat interstisium. Walaupun terorganisasi
berbeda, masing-masing ECM terdiri atas kolagen, glikoprotein, dan
proteoglikan. Sel tumor harus berinteraksi pada beberapa stadium dengan
ECM pada kaskade metastasis. Karsinoma harus merusak membran basal
di bawahnya, kemudian melalui jaringan ikat interstisium untuk mencapai
sirkulasi dengan melakukan penetrasi membran basal pembuluh darah.
Siklus ini diulangi bila terjadi ekstravasasi emboli sel tumor pada tempat
yang jauh. Jadi agar terjadi metastasis, sel tumor harus menembus beberapa
membran basalis, juga harus mencari jalan melalui sedikitnya dua jaringan

20
interstisium. Invasi pada ECM merupakan proses aktif yang membutuhkan
4 langkah, yaitu:

 Langkah pertama pada kaskade metastasis adalah lepasnya sel


tumor. Seperti sudah dibahas terdahulu, E-kadherin berfungsi
sebagai lem antar sel, dan bagian sitoplasma akan mengikat P-
katenin. Molekul E-kadherin yang berdekatan akan berupaya agar
sel tetap bersama; dan sebagai tambahan, E-kadherin bisa
mengirimkan sinyal anti pertumbuhan dengan memecah 13-katenin.
Fungis E-kadherin hilang pada hampir semua kanker selbisa terjadi
dengan menginaktifkan gen E-kadherin, nelalui pengaktifan gen 13-
katenin, atau dengan ekspresi yang tidak tepat oleh faktor SNAIL
21
dan oleh faktor transkripsi TWIST, yang menekan supresi ekspresi
E-kadherin.
 Langkah kedua pada invasi ialah degradasi membran basal dan
jaringan ikat interstisium. Sel tumor akan mengeluarkan enzim
proteolitik sendiri atau merangsang sel stroma (misalnya fibroblas
dan sel radang) untuk menghasilkan protease. Berbagai kelompok
protease yang berbeda, misalnya matriks metalloproteinase (MMP),
katepsin D, dan aktivator plasminogen urokinase, terlibat dalam
invasi sel tumor. MMP mengatur invasi tumor tidak hanya dengan
mengubah bentuk ulang komponen yang tidak larut air dari
membran basal dan matriks interstisium tetapi juga melepaskan
faktor pertumbuhan ECM yang terasing. Memang produk pelepasan
kolagen dan proteoglikan juga mempunyai pengaruh kemotaksis,
angiogenik dan pemicu pertumbuhan. Sebagai contoh, MMP-9
merupakan suatu gelatinase yang memecah kolagen tipe IV dari
epitel dan membran basal pembuluh darah dan juga merangsang
lepasnya VEGF dari tempat ECM yang terpencil. Tumor jinak
payudara, usus besar, dan lambung hanya menunjukkan aktivitas
kolagenase tipe IV, yang terbatas sedangkan tumor ganas payudara
mengekspresi enzim ini berlebihan. Pada saat itu, kadar inhibitor
metalloproteinase berkurang sehingga keseimbangannya
mendorong kearah degradasi jaringan. Memang, ekspresi MMP
berlebihan dan protease lain telah banyak dilaporkan pada berbagai
tumor.
 Langkah ketiga pada invasi melibatkan perubahan pada perlekatan
sel tumor dengan protein ECM. Sel epitel normal mempunyai
reseptor, seperti integrin, untuk laminin pada membran basal dan
kolagen yang terpolarisasi pada permukaan basal; reseptor ini akan
membantu sel untuk tetap berada pada status istirahat, dan telah
berdiferensiasi. Hilangnya perlekatan pada sel normal akan
menginduksi apoptosis, sedangkan tidak mengherankan, sel tumor
resisten terhadap bentuk kematian sel ini. Tambahan pula. Matriks
sendiri akan dimodifikasi sehingga memudahkan invasi dan
metastasis. Contoh pemecahan protein membran basal, kolagen IV

22
dan laminin, oleh MMP-2 atau MMP-9 menghasilkan tempat yang
tepat untuk mengikat reseptor sel tumor dan menstimulasi migrasi.
 Pergerakan merupakan langkah terakhir invasi, melemparkan sel
tumor melalui membran basal yang telah rusak dan zona proteolisis
matriks. Migrasi merupakan langkah-langkah proses yang
kompleks, yang melibatkan banyak kelompok reseptor dan protein
pemberi sinyal yang akan mengenai sitoskeleton aktin. Gerakan
tersebut agaknya diperkuat dan diarahkan oleh sitokin dari sel
tumor, seperti faktor motilitas autokrin. Juga, hasil pemecahan
komponen matriks (misalnya kolagen, laminin) dan beberapa faktor
pertumbuhan (misalnya faktor pertumbuhan mirip insulin I dan II)
mempunyai aktivitas kemotaksis terhadap sel tumor. Sel stroma
juga menghasilkan efektor parakrin dari pergerakan sel, misalnya
faktor pertumbuhan hepatosit/faktor penguraian (HGF/SCF), yang
mengikat reseptor pada sel tumor. Konsentrasi HGF/SCF
meningkat pada batas terjauh dari tumor otak yang sangat ganas
seperti glioblastoma multiforme. Hal ini mendukung aturan pada
pergerakan sel tumor.

b. Diseminasi Vaskular dan Kembalinya (Homing) Sel Tumor


Apabila berada dalam sirkulasi, sel tumor amat rentan terhadap
destruksi oleh sel imun pejamu (akan dibahas kemudian). Dalam aliran
darah, beberapa sel tumor membentuk emboli melalui penggumpalan dan
perlekatan dengan leukosit yang beredar, terutama trombosit; sel tumor
yang telah bergumpal akan terlindung dari sel efektor antitumor pejamu.
Namun sebagian besar sel tumor, berada dalam sirkulasi sebagai sel
tunggal. Ekstravasasi dari sel tumor bebas atau sebagai emboli tumor
melibatkan proses perlekatan pada endotel vaskular diikuti dengan
keluarnya sel tumor dari membran basal untuk mencapai parenkim organ
melalui mekanisme yang sama dengan proses invasi.
Tempat ekstravasasi dan distribusi pada metastasis dapat diperkirakan
melalui lokasi dari tumor primer dan aliran keluar dari darah dan cairan
limfe. Banyak tumor bermetastasis ke organ dengan kelompok kapiler
pertama yang dijumpai setelah memasuki sirkulasi. Namun, pada banyak
23
kasus, jalur alamiah drainase tidak segera dapat menjelaskan distribusi
metastasis.

C. KARSINOGENESIS
Karsinogenesis adalah proses pembentukan neoplasma/tumor. Sel yang oleh suatu
penyebab berubah menjadi sel ensitive , membentuk kumpulan sel yang berubah secara
otonom yang disebut transformasi. Segala suatu penyebab kanker disebut karsinogen.
Terbentuk tumor/neoplasma sebagai akibat terjadinya perubahan ensiti/penyakit
ensiti. Perubahan ensiti disebabkan oleh pengaruh yang berada pada lingkungan seperti
bahan kimia, virus, radiasi, atau factor keturunan pada sel germinal.
Terdapat 4 gen regulator :
a. Onkogen
Sebelum menjadi onkogen, gen ini awalnya berupa protoonkogen yang
mengatur/mencetuskan pertumbuhan dan diferensiasi sel. Protoonkogen mempunyai
potensi untuk berubah menjadi onkogen dengan transduksi virus RNA dan juga
melalui salah satu mekanisme antara mutasi titik, translokasi, amplifikasi, insersi,
ataupun delesi.
Onkogen merupakan gen yang produknya merupakan hasil dari transformasi
ensitive . Untuk mengaktivasi protoonkogen menjadi onkogen ditandai dengan
adanya perubahan bagian struktur dan perubahan bagian regulator. Perubahan bagian
struktur sering disebabkan oleh mutasi titik yang menyebabkan adanya perubahan
pada protein yang dihasilkan, ens juga disebabkan oleh insersi atau delesi. Sedangkan
perubahan bagian regulator seringnya terjadi akibat translokasi ataupun amplifikasi
yang menyebabkan kelainan jumlah protein yang dihasilkan. Protein-protein yang
dihasilkan akibat aktivasi onkogen ini disebut onkoprotein. Onkoprotein ini dapat
berupa protein yang jumlahnya normal tetapi molekulnya mengalami mutasi, ataupun
jumlahnya berlebih tetapi molekulnya normal.
Efek yang ditimbulkan akibat aktivasi onkogen ini adalah sebagai berikut :
1. Mengode pembuatan protein yang berfungsi sebagai ensit pertumbuhan yang
berlebihan dan merangsang diri sendiri
2. Memproduksi reseptor ensit pertumbuhan yang tidak sempurna yang memberi
isyarat pertumbuhan terus menerus, meskipun tidak ada rangsang dari luar
3. Pada amplifikasi gen terbentuk reseptor ensit pertumbuhan yang berlebihan,
sehingga sel tumor sangat peka terhadap factor pertumbuhan berkadar rendah
yang berada di bawah ambang normal
24
4. Memproduksi protein yang berfungsi sebagai penghantar isyarat dalam sel
tidak sempurna yang terus menerus menghantarkan isyarat meski tidak ada
rangsang dari luar
5. Memproduksi protein yang berikatan langsung dengan inti yang merangsang
pembelahan inti
Penampilan onkogen yang meningkat juga dapat dilihat dari adanya oncoprotein
yang berlebihan pada sel, peningkatan produksi transkripsi Mrna onkogen, dan
peningkatan jumlah kopi gen.

Protein produk yang dihasilkan berupa :

1. Protein yang berfungsi sebagai ensit pertumbuhan


2. Protein yang berfungsi sebagai reseptor ensit pertumbuhan
3. Protein yang berfungsi sebagai penghantar isyarat
4. Protein yang berfungsi sebagai ensit transkripsi inti
5. Cycline dan cycline-dependent kinase

b. Gen tumor suppressor


Penghambat pertumbuhan sel tumor yang tidak terkendali. Biasanya kedua alel
dari gen supresor tumor harus dirusak agar terjadi transformasi. Namun, penelitian
terakhir mengatakan, satu alel saja hilang dapat menyebabkan transformasi
Terdapat 2 kelompok:
a. Pelaksana (governers) : gen supresor tumor klasik. Mutasinya akan
menyebabkan transformasi dengan menghilangnya antiproliferasi sel
b. Penjaga (guardians) : berperan untuk mendeteksi adanya kerusakan gen.
Beberapa dari gen ini akan memulai dan memuat gambaran tentang “respons
pengaturan yang rusak”. Respons ini mengakibatkan dihentikannya kegiatan
proliferasi

c. Gen pengatur apoptosis


Penumpukan sel neoplasma tidak hanya karena aktivasi gen perangsang
pertumbuhan atau tidak aktifnya anti-onkogen, tetapi juga karena mutasi gen pengatur
apoptosis.
25
Kehidupan sel ditentukan oleh gen perangsang dan penghambat apoptosis,
yaitu bcl-2. Yang meningkatkan apoptosis adalah gen BAX. Hubungan tingkat
kapasitas gen bcl-2 dan BAX menentukan jumlah sel.

d. Gen perbaikan DNA


Gen repair akan memperbaiki DNA yang rusak/ DNA yang mengalami mutasi.

Dasar Molekuler Karsinogenesis


Karsinogenesis merupakan proses multitahap yang terjadi akibat akumulasi perubahan
genetik yang multipel sehingga keseluruhannya bisa mengakibatkan transformasi fenotipe.
Jadi biasanya kanker terjadi karena akumulasi, hanya satu perubahan genetic tidak akan
langsung menimbulkan kanker, melainkan akan terjadinya multistep, kemudian akan
terakumulasi perubahan abnormal pada gennya.
Berbagai kanker terjadi dari lesi prekursor yang non neoplastik, namun analisis
molekuler menunjukkan telah terjadi sejumlah mutasi yang dibutuhkan untuk membentuk
kanker yang lengkap. Agaknya mutasi ini mengakibatkan lesi prekursor mempunyai
peluang tertentu. Segera setelah terjadi inisiasi, kanker akan berkembang sesuai dengan
seleksi Darwin. Terdapat beberapa tahap dalam dasar molekuler karsinogenesis,
diantaranya:
1. Inisiasi
Ketika sel normal terpapar dengan zat karsinogen sebagai inisiator. Kejadian
ini menyebabkan transformasi genetik pada sel normal dan berujung pada mutasi
DNA jika DNA mengalami kegagalan perbaikan. Pada tahap ini sel akan tumbuh
dengan cepat dibandingkan dengan sel normal disekitarnya. Dan juga akan
mengaktivasi onkogen dari protoonkogen.
2. Promosi
Sesaat sel telah diinisiasi munculah promotor yang terus menyebabkan
ketidakstabilan gen dalam berproliferasi berlebihan dan mengubah cara diferensiasi
dan maturasi sel tersebut. ( saat aktivasi onkogen, inaktivasi tumor supresor gen,
penurunan apoptosis). Pada tahap ini sel mengalami sejumlah perubahan tambahan
dalam genom yang berpotensi mempercepat ketidakstabilan gen sel. Promosi
membutuhkan waktu yang lama. Lalu setelah nya akan terjadi ekspansi sel dari
populasi multiseluler tumor yang melakukan proliferasi. Senyawa-senyawa yang
merangsang pembelahan sel disebut promotor.
3. Persistensi (progresi)
26
Terjadi bila proliferasi klonal dari sel tumor tidak lagi memerlukan inisiator
dan promotor- sel tumor tumbuh secara otonom. Proses ini akan menghasilkan klon
baru sel-sel tumor yang memiliki aktivitas proliferasi, bersifat invasif dan potensi
metastatiknya meningkat. Selama tahapan ini, sel-sel berkembang biak menyerbu
jaringan sekitar, menyebar ke tempat lain. Jika tidak ada yang menghalangi
pertumbuhannya, akan terbentuk dalam jumlah yang cukup besar untuk
mempengaruhi fungsi tubuh, dan gejala-gejala kanker muncul. Jadi, gejala klinis
terjadi setelah terjadi proliferasi yang berlebihan dan sudah bersifat invasive.

D. GAMBARAN KLINIK NEOPLASMA


Pentingnya neoplasma bergantung efeknya pada pasien. Walaupun tumor ganas lebih
membahayakan daripada tumor jinak, morbiditas, dan mortalitas dapat dikaitkan dengan
tumor apa pun termasuk juga dengan tumor jinak. Memang, kedua jenis tumor, baik jinak
maupun ganas dapat menimbulkan masalah karena,
1. lokasi dan akibatnya terhadap struktur sekitarnya,
2. aktivitas fungsional seperti sintesa hormon atau timbulnya sindrom paraneoplastik,
3. perdarahan dan infeksi bila tumor mengalami ulserasi ke jaringan permukaan
sekitarnya,
4. simptom yang terjadi akibat ruptur atau infark dan,
5. kaheksia atau penyusutan tubuh.

a. Efek Tumor pada Pejamu


1) Efek Lokal (Lokasi sangat penting pada kedua jenis tumor jinak dan ganas)
1. Suatu tumor kecil (1cm) adenoma hipofisis dapat menekan dan merusak
kelenjar normal disekitarnya dan mengakibatkan hipopituitarisme.
2. Suatu leiomioma ukuran 0,5 cm pada dinding arteri renalis dapat menggangu
suplai darah, mengakibatkan iskemia ginjal dan hipertensi.
3. Suatu karsinoma ukuran kecil pada duktus biliaris dapat mengakibatkan
obstruksi fatal saluran empedu.

2) Efek Hormonal (Produksi hormon dijumpai pada neoplasma jinak dan ganas dari
kelenjar endokrin).
1. Adenoma dan karsinoma berasal dari sel beta pulau Langerhans pankreas
akan menyebabkan hiperinsulinisme

27
2. Beberapa adenomas dan karsinoma korteks kelenjar adrenal menghasilkan
kortikosteroid yang memberi pengaruh pada pasien : Aldosteron, yang
menginduksi retensi natrium, hipertensi, dan hipokalemia)
3. Suatu tumor dapat mengalami ulserasi ke permukaan, dengan akibat
perdarahan dan infeksi sekunder.
4. Neoplasma jinak atau ganas yang tumbuh ke dalam lumen saluran cerna dapat
terjebak gerakan peristaltik, dan menyebabkan intususepsi dan obstrusi
intestinum atau infark

Jadi, Kanker yang menempati suatu ruang akan mendesak dan mempengaruhi
jaringan maupun organ di sekitarnya.

b. Kaheksia

Ada korelasi antara besar dan luasnya penyebaran kanker dengan beratnya kaheksia.
Namun, kaheksia tidak diakibatkan oleh kebutuhan nutrisi tumor.

1. Kaheksia terjadi karena kerja faktor yang larut air, misalnya sitokin yang diproduksi
oleh tumor dan pejamu, dan bukan karena berkurangnya intake makanan.

2. Pasien dengan kanker biasanya terjadi abnormalitas metabolisme, salah satunya adalah
akibat TNF yang diproduksi oleh makrofag sebagai respons terhadap sel tumor yang
memicu kaheksia. TNF menekan nafsu makan dan mencegah kerja lipase
lipoprotein, mencegah keluarnya asam lemak bebas dari lipoprotein.

3. Juga, suatu faktor mobilisasi protein, yang disebut faktor yang menginduksi
proteolisis, yang mengakibatkan pemecahan protein otot skeletal oleh jalur
ubiquitin-proteosome, yang ditemukan pada serum pasien kanker.

Tidak ada pengobatan yang memuaskan untuk kaheksia kanker kecuali


menghilangkan penyebabnya, yaitu tumor.

c. Sindrom Paraneoplasma

Sekelompok gejala yang terjadi pada pasien kanker dan tidak dapat dijelaskan apakah
akibat penyebaran lokal / penyebaran jauh / elaborasi hormon yang tidak berasal dari
jaringan asal tumor.

Sindrom tersebut dapat menyatakan adanya manifestasi dini suatu neoplasma


yang tersembunyi. Disebabkan oleh produksi dan sekresi substansi bioaktif ektopik
seperti ACTH, PTHrP, atau TGF-a.
28
Perubahan patologis (terkena sindrom) dapat diasosiasikan dengan penyakit klinis
yang jelas dan dapat bersifat mematikan.

Gejala dapat menyerupai suatu penyakit yang bermetastasis, sehingga akan


mengacaukan pengobatan.

E. GRADING DAN STAGING TUMOR

Metode untuk mengukur kemungkinan agresivitas sejumlah neoplasma secara


klinis dan kuantitatif serta perluasan dan penyebaran pada seorang pasien, perlu untuk
membuat prognosis yang akurat dan untuk membandingkan hasil akhir berbagai protokol
29
pengobatan. Misalnya, hasil dari pengobatan adenokarsinoma tiroid yang kecil
berdiferensiasi baik dan masih terbatas di kelenjar tiroid akan berbeda dengan hasil
pengobatan karsinoma tiroid anaplastik yang telah menginvasi organ pada leher.
Penentuan grading dan staging tumor sangat penting karena berguna untuk : a)
perencanaan pengobatan; b) petunjuk prognosis; c) pertukaran informasi antar berbagai
pusat pengobatan kanker.

Grading kanker ialah upaya untuk memperkirakan agresivitas atau derajat


keganasan berdasarkan diferensiasi sitologi sel tumor dan jumlah mitosis yang dijumpai
pada tumor. Kanker dapat diklasifikasi sebagai grade I, II, III, atau IV, sesuai dengan
urutan beratnya anaplasia. Kriteria gradasi berbeda pada tiap jenis neoplasia. Kesulitan
untuk memastikan kriteria yang jelas menyebabkan kemudian dipilihnya cara
karakterisasi deskriptif. Yaitu dengan kategori well-differentiated, moderately
differentiated, poorly differentiated, atau undifferentiated. Misalnya adenokarsinoma
berdiferensiasi baik tanpa invasi vaskular maupun limfatik atau sarkoma yang sangat
anaplastik dengan invasi vaskular yang luas.

Kebanyakan tumor ganas berkembang ke tingkat yang lebih tinggi sebagai akibat
dari sel tumor yang semakin kurang diferensiasinya. Pada umumnya tumor yang derajat
keganasannya (grade) rendah, prognosisnya baik.

Nilai grading sangat bergantung kepada ukuran jaringan tumor yang diperiksa dan
daerah yang diperiksa. Kelemahan sistem grading ialah bahwa hubungan antara
diferensiasi sel tumor dan sifat biologik kadang-kadang tidak sejalan. Penilaian grading
suatu tumor ganas lebih banyak bermakna bagi pengobatan radiasi.
30
Jika daerah yang berbeda diberikan neoplasma menunjukkan tingkat keganasan
yang berbeda, tumor harus dinilai sesuai dengan area yang lebih tidak
terdiferensiasi/undifferenitated (kanker prostat menjadi pengecualian). Karena fokus area
yang ditunjukkan diambil dari biopsi kecil sel tumor yang mungkin tidak selalu mewakili
seluruh neoplasma.

Grading tidak mempunyai manfaat untuk keperluan prognosis dari jenis kanker
tertentu, dan pada jenis lain masih dipertanyakan. Di beberapa tumor, seperti karsinoma
sel transisional pada vesika urinaria, grading memiliki hubungan langsung terhadap
prognosis. Tingkat bertahan hidup dalam 5 tahun untuk tumor grade I adalah 80%,
sedangkan untuk grade III hanya 20%. Pada sistem saraf pusat, grading berguna untuk
astrocytomas, namun tidak berguna untuk ependymomas atau oligrodendogliomas. Pada
sarkoma tulang, grading berguna untuk chondrosarcomas, karena tingkat bertahan hidup
dalam 5 tahun untuk well-differentiated tumor adalah 78%, 53% untuk moderately
differentiated, dan hanya 22% untuk poorly differentiated. Grading tidak memiliki
manfaat untuk osteosarcomas, kecuali untuk beberapa keadaan dari tumor ini.

Stadium kanker lebih didasarkan pada penyebaran dibandingkan dengan


penampilan mikroskopiknya. Stadium kanker didasarkan pada besarnya lesi primer,
penyebaran ke kelenjar getah bening regional dan ada atau tidaknya metastasis. Penilaian
ini biasanya didasarkan pada pemeriksaan klinis dan radiografi (computed tomography
and magnetic resonance imaging) dan pada beberapa kasus didasarkan atas eksplorasi
bedah. Penetapan stadium sekarang dilakukan menurut dua metode: sistem TNM (T,
31
tumor primer; N, keterlibatan kelenjar getah bening; M, metastasis) dan sistem AJC
(American Joint Committee).

Pada sistem TNM, T1, T2, T3, dan T4 menjelaskan tentang membesarnya ukuran
lesi primer; N0, N1, N2, dan N3 menyatakan makin meluasnya secara progresif
keterlibatan kelenjar getah bening; dan MO dan M1 menyatakan ada atau tidak adanya
metastasis jauh. Pada metode AJC, kanker dibagi dalam stadium 0 sampai IV,
menyatukan ukuran lesi primer, adanya penyebaran pada kelenjar getah bening dan
metastasis jauh. Harap diperhatikan, apabila dibandingkan dengan penentuan grade, maka
stadium mempunyai nilai klinis yang lebih bermanfaat.

Komponen TNM :

1. Tumor (T)
T0 : Tumor masih in situ.
T1 : Tumor berdiameter max 2 cm.
T2 : Tumor berdiameter sekitar 2-5 cm.
T3 : Tumor berdiameter lebih dari 5 cm.
T4 : Terjadi invasi ke organ lain.
2. Nodul (N) → metastasis ke KGB

N0 : Belum terjadi metastasis ke KGB.

N1 : Baru terjadi metastasis.

N2 : Metastasis ke KGB yang berada di sekitar tumor.

N3 : Metastasis sangat luas ke KGB lainnya (KGB jauh dari tumor).

3. Metastasis (M) → penyebaran ke jaringan atau organ

M0 : Tidak ada metastasis.

M1 : Telah terjadi metastasis.

M2 : Metastasis ke jaringan dan organ sekitarnya.

M3 : Metastasis sangat luas ke jaringan dan organ lain.

The American Jo Committee on Cancer (AJCC) mengembangkan skema stadium


dengan cara membagi semua kanker ke dalam stadium I sampai semua stadium
bergantung kepada nilai tumor primer, penyebaran ke kelenjar getah bening dan
metastasis.
32
Ketentuan umum sistem TNM untuk semua tempat :

1. Semua kasus harus dijelaskan gambaran histopatologiknya.


2. Dipergunakan 4 klasifikasi :
2.1. Klasifikasi klinik disebut Ctnm atau TNM
Klasifikasi ini berdasarkan bukti yang ada sebelum pengobatan. Hal ini ditentukan
oleh pemeriksaan klinik, radiologik, imejing, endoskopi, biopsi, bedah eksplorasi
dan cara penemuan lain yang relevan.
2.2. Klasifikasi patologik disebut Ptnm
Disebut pula Pathological Staging atau Klasifikasi Histologik Pasca Bedah.
Klasifikasi ini berdasarkan penemuan sebelum pengobatan ditambah dengan bukti
tambahan yang ditemukan pada pemeriksaan patologik jaringan tumor hasil
operasi. Penilaian patologik pada tumor primer (Pt) memerlukan reseksi tumor
primer atau biopsi yang adekuat agar mendapat angka Pt yang tertinggi. Penilaian
patologik pada kelenjar getah bening (Pn) memerlukan pengangkatan kelenjar
getah bening yang memadai untuk keabsahan tidak ada metastasis pada kelenjar
getah bening regional (No). Di samping itu harus menilai PN yang tertinggi.
Penilaian patologik metastasis jauh (PM) menyatakan pemeriksaan mikroskopik
lesi yang jauh.
Tujuan klasifikasi Ptnm ialah untuk :
a. Menentukan apakah tumor uni-atau multisentrik
b. Menentukan diameter tumor primer
c. Penentuan histopatologik daerah invasi tumor dan luasnya invasi ke dalam
pembuluh vena
d. Menentukan ada atau tidak metastasis pada kelenjar getah bening;
menentukan ukuran dan jumlah kelenjar getah bening yang terkena;
membedakan antara makro dan mikrometastasis; menentukan jauhnya invasi
ke simpai kelenjar getah bening dan ke jaringan sekitarnya.

Stadium patologik, yaitu dalamnya invasi tumor berdasarkan pemeriksaan


mikroskopik merupakan data yang paling tepat untuk memperkirakan prognosis dan
menilai akibat akhir.

2.3. Klasifikasi Retreatment digunakan setelah interval bebas penyakit dan jika
pengobatan definitif lebih lanjut direncanakan. Semua informasi yang ada pada

33
waktu pengobatan ulang harus dipergunakan untuk menentukan staging tumor
residif (Rtnm). Keterangan biopsi tumor sangat diperlukan.
2.4. Klasifikasi autopsi disebut Atnm
Dipakai apabila klasifikasi kanker dikerjakan setelah penderita meninggal dan
telah dilakukan pemeriksaan autopsi (postmortem). Semua keterangan patologik
harus dipergunakan. Kronologi stadium harus tercermin pada Atnm.

3. Setelah ditentukan T, N dan M atau Pt, Pn dan Pm kemudian dikelompokkan pada


stadium. Klasifikasi TNM dan pengelompokan stadium (stage grouping) sekali
ditentukan harus tetap tidak berubah dalam catatan medis. Stadium klinik penting untuk
menentukan dan menilai hasil pengobatan.
4. Jika terdapat keragu-raguan pada penentuan nilai T, N dan M harus dipilih nilai terendah.
Hal ini juga harus tercermin pada pengelompokan stadium.
5. Untuk tumor multipel pada suatu alat tubuh, maka tumor dengan kategori tertinggi harus
dipilih dan tanda multipel harus ditulis, misalnya T2 (m). Pada tumor simultan pada
pasangan alat tubuh bilateral tiap tumor harus diklasifikasikan terpisah.

34
F. DIAGNOSIS LABORATORIUM KANKER
a. Metode Morfologi
Biasanya diagnosis laboratorium kanker tidak sulit. Biasanya ganas dan jinak
dapat dibedakan secara jelas, namun pada keadaan tertentu, yaitu keadaan dimana sel
terlihat tidak jelas ganas atau jinaknya, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Pekerja
klinik mempunyai kecenderungan menganggap mudah kontribusinya untuk
menentukan diagnosis neoplasma.
Untuk diagnosis patologi yang optimum, data klinis dan radiologi belum
cukup. Karena terkadang, suatu kelainan dapat terlihat seperti neoplasma dan
memerlukan pemeriksaan secara teliti. Contohnya, gambaran klinis perubahan yang
disebabkan radiasi pada kulit atau mukosa dapat mirip dengan kanker dan juga sediaan
yang diambil dari fraktur yang sedang menyembuh dapat mirip dengan osteosarcoma.

35
1. Diagnosis Potong Beku
Diagnosis potong beku terkadang sangat diperlukan, seperti misalnya untuk
menentukan sifat lesi atau mengevaluasi kelenjar getah bening pasien kanker,
untuk menentukan metastasis. Metode ini, di mana suatu sampel dibekukan terus
dilakukan pemotongan, memungkinkan evaluasi histologis dalam beberapa menit.
Oleh ahlinya yang kompeten, diagnosis potong beku akurat, tetapi ada beberapa
keadaan, diperlukan pemeriksaan histologis lebih lanjut dengan waktu lebih
banyak untuk mendiagnosis kelainan. Pada keadaan ini lebih baik menunggu
beberapa hari, walaupun ada kekurangannya, daripada melakukan tindakan bedah
yang tidak adekuat atau tidak perlu.

2. Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)/ Aspirasi Jarum Halus


Aspirasi jarum halus dari tumor merupakan cara yang banyak dipergunakan.
Dilakukan aspirasi sel dari suatu massa, diikuti pemeriksaan ensitiv sediaan apus.
Prosedur ini biasanya dilakukan pada lesi yang mudah teraba pada payudara,
tiroid, kelenjar getah bening dan kelenjar liur. Teknik pencitraan modern
memungkinkan metode ini dilakukan untuk organ yang terletak lebih dalam,
seperti hati, ensitiv, dan kelenjar getah bening pelvis. Modalitas diagnosis ini
mengurangi bahaya tindakan bedah dan risiko yang terkait. Walaupun adanya
kesulitan, misalnya ukuran sampel yang kecil dan kesalahan pengambilan sampel,
pada tangan yang ahli diperoleh hasil tepat, cepat dan bermanfaat. Biasanya
penentuan letak sampel agar diambil menggunakan jarum dengan presisi adalah
dengan melakukan USG agar didapatkan letak sampel yang akan diambil.

3. Papanicolaou smear (Papsmear)


Sedian apus ensitiv (Papanicolaou) merupakan metode lain untuk deteksi
kanker. Sebelumnya, cara ini sudah digunakan untuk mendeteksi karsinoma leher
ensi, sering pada stadium in situ, tetapi sekarang dipakai untuk memeriksa
berbagai kelainan yang dicurigai keganasan, seperti karsinoma endometrium,
karsinoma bronkogenik tumor kandung kemih, prostat dan karsinoma lambung;
tumor abdomen, pleura, sendi dan cairan serebrospinal; dan agak jarang untuk
evaluasi jenis neoplasma lain. Sel neoplasma kurang kohesif ensitive yang lain
sehingga akan dikeluarkan melalui cairan atau sekresi. Sel yang terlepas akan di
evaluasi anaplasia dan tanda-tanda untuk menentukan asal tumor. Hasil yang baik

36
terhadap pengendalian kanker leher ensi merupakan contoh berhasilnya metode
sitologik ini.

4. Imunositokimia
Imunositokimia merupakan pemeriksaan penunjang untuk pemeriksaan
histologi rutin. Deteksi sitokeratin dengan ensitiv ensitive yang di label
peroksidase mengarahkan diagnosis sebagai karsinoma yang tidak berdiferensiasi
dan bukan limfoma sel besar. Keadaan yang sama, yaitu deteksi antigen spesifik
prostat (PSA) pada deposit metastasis, dengan pulasan imunohistokimia
memungkinkan diagnosis pasti tumor primer prostat. Deteksi imunositokimia
untuk reseptor estrogen memungkinkan untuk menentukan prognostis dan
mengarahkan cara pengobatan pada kanker payudara.

b. Metode Molekuler
Sekarang terdapat metode molekuler untuk mendiagnosis neoplasma. Yaitu
dengan FISH dan PCR yang dapat mendeteksi dan membedakan proliferasi
monoclonal (neoplasma) dan poliklonal (reaktif). Beberapa neoplasma hematopoiesis,
dan juga beberapa tumor solid, ditentukan dengan translokasi khusus, sehingga
diagnosis dapat dibuat dengan mendeteksi translokasi tersebut. Contoh, hibridisasi in
situ fluoresensi (FISH) atau analisis PCR dapat dipakai untuk mendeteksi translokasi
yang khas untuk ensiti Ewing dan beberapa leukemia serta limfoma. Deteksi
transkripsi BCR-ABL berdasarkan PCR memungkinkan diagnosis molekuler untuk
leukemia ensiti kronik.
Selain itu, metode FISH dan PCR dapat dipakai untuk mendeteksi amplifikasi
onkogen seperti HER2/NEU dan NMYC, yang akan memberikan informasi tentang
prognosis dan terapi untuk kanker payudara dan neuroblastoma.
PCR juga dapat mendeteksi sisa minimal penyakit. Manfaat teknik molekuler
yang baru muncul ialah mendeteksi sisa minimal penyakit setelah terapi. Contoh,
deteksi dari transkripsi BCR-ABL dengan PCR menjelaskan tentang ukuran penyakti
yang tersisa pada pasien yang diobati untuk leukemia ensiti kronik. Pengenalan ensit
semua tumor yang telah lanjut, dihubungkan dengan sel tumor dan produk hasil tumor
yang intake (misalnya DNA . tumor) telah menarik perhatian untuk mengikuti
beratnya tumor melalui tes darah yang ensitive.

G. RESPON IMUN TERHADAP TUMOR


37
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi
tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh pathogen
serta sel tumor.

Pertahanan imun terdiri atas sistem imun alamiah atau non spesifik
(natural/innate/native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired). Disebut non spesifik
karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir.
Sistem ini merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba
dan dapat memberikan respon langsung.

1. Sistem Imun Non Spesifik


Yang termasuk kedalam pertahanan sistem imun non spesifik adalah:
a. Pertahanan fisik/mekanik
Yang termasuk pertahanan fisik atau mekanik adalah kulit, silia saluran napas,
batuk dan bersin,  keratinosit, dan lapisan epidermis kulit sehat, epitel mukosa yang
utuh merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi.
b. Pertahanan Biokimia
Yang termasuk ke dalam  pertahanan ini  adalah
Ph  asam  keringat  dan  sekresi  sebaseus, berbagai asam lemak yang dilepas kulit,
lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu ibu,
saliva  yang  mengandung  enzim  laktooksidase,  asam  hidroklorida dalam
lambung, enzim proteolitik, antibodi dan  empedu dalam usus halus, Ph yang rendah
dalam vagina, spermin dalam semen, pembilasan oleh urin, laktoferin dan transferin
dalam serum, bahan yang disekresi mukosa saluran napas (enzim
danantibodi)  dan  telinga  yang semuanya  merupakan  pertahanan tubuh terhadap
masuknya kuman.
c. Pertahanan Humoral
Yang terlibat dalam pertahanan ini adalah sistem komplemen, interferon, protein
fase akut, dan kolektin. Bahan ini terdapat dalam serum normal.
d. Pertahanan Selular
Yang termasuk ke dalam pertahanan seluler nonspesifik adalah fagosit,
makrofag dan sel Natural Killer (NK).
1) Fagosit

Sel utama yang berperan dalam fagositosis adalah sel mononuklear (monosit dan
makrofag) serta sel polimorfonuklear atau granulosit. Sel-sel ini berperan sebagai sel

38
yang menangkap antigen, mengolah dan selanjutnya mempresentasikannya kepada
sel T, yang dikenal sebagai sel penyaji atau APC.

2) Makrofag

Monosit ditemukan dalam sirkulasi, tetapi monosit yang bermigrasi ke jaringan


dan berdiferensiasi menjadi makrofag yang seterusnya hidup dalam jaringan sebagai
makrofag residen. Sel Kupffer adalah makrofag dalam hati, histiosit dalam jaringan
ikat, makrofag alveolar di paru,sel glia di otak dan langerhans di kulit. Makrofag
dapat melepaskan berbagai bahan antara lain isozim, komplemen, interferon, dan
sitokin yang semuanya memberikan kontribusi dalam pertahanan non spesifik dan
spesifik.

3) Sel NK

Limfosit terdiri atas sel B, sel T dan sel NK. Sel NK berfungsi dalam imuitas
nonspesifik terhadap virus dan sel tumor.Ciri-cirinya yaitu memiliki banyak sekali
sitoplasma, granul sitoplasma azurofilik, pseudopodia dan nucleus eksentrik. Oleh
karena itu sel NK sering disebut LGL (Large Granular Lymphocyte).

4) Sel Mast

Sel mast berperan dalam reaksi alergi dan juga dalam pertahanan pejamu,
jumlahnya menurun  pada sindrom imunodefisiensi. Sel mast juga berperan pada
imunitas terhadap parasit dalam usus dan terhadap invasi bakteri.

2. Sistem Imun Spesifik

Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap
asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama sekali muncul dalam badan segera dikenal oleh
system imun spesifik sehingga terjadi sensitasi sel-sel system imun tersebut. Benda asing
yang sama , bila terpajan ulang akan dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan. Oleh karena
sistem tersebut hanya dapat menyingkirkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya,
maka sistem tersebut disebut spesifik. Untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya
bagi tubuh, sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik.Pada
umumnya terjalin kerjasama yang baik antara antibody-komplemen-fagosit dan antara sel T-
makrofag.

a. Sistem imun spesifik humoral


39
Peran utama dalam system imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B. Sel B
berasal dari sel asal multipoten di sumsum tulang.Bila sel B dirangsang oleh benda asing,
sel tersebut akan berproliferasi, berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma yang
memproduksi antibodi.Antibodi yang dilepas dapat ditemukan dalam serum. Fungsi
utama antibodi ini ialah pertahanan terhadap infeksi ekstra seluler, virus dan bakteri serta
menetralisi toksinnya.

b. Sistem imun spesifik seluler

Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik seluler.Sel ini juga berasal
dari sel yang sama dengan sel B.Pada orang dewasa, sel T dibentuk di dalam sumsum
tulang tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi didalam kelenjar timus. Sel T terdiri
atas beberapa sel subset dengan fungsi yang berlainan yaitu sel Th1 (T helper), Th2, Tdth
(T delayed tipe hipersensitivity), CTL (Cytotoksik T Lymphosit) atau Tc (T cytotoksic),
Ts (T supresor), atau sel Tr (T regulator) atau Th3.Fungsi utama sistem imunspesifik
seluler ialah untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur,
parasit dan keganasan.

GANGGUAN PADA IMUNITAS 

Sistem imun adalah struktur efektif yang menggabungkan spesifisitas dan adaptasi.
Kegagalan pertahanan tubuh dapat terjadi dan jatuh kepada tiga kategori : defisiensi imun,
autoimunitas, dan hipersensitivitas.

1. Defisiensi imun

Defisiensi imun muncul ketika satu atau lebih komponen imun tidak aktif. Kemampuan
system imun untuk merespon pathogen berkurang baik pada golongan muda dan golongan
tua, dengan respon imun mulai berkurang pada usia sekitar 50 tahun karena
immunosenescence. Adapun kondisi yang dapat menyebabkan defisiensi imun adalah
obesitas, penggunaan alcohol dan narkoba, kekurangan nutrisi seperti kekurangan
zinc,selenium, zat besi, tembaga, vitamin A, C, E, dan B6, dan asam folik (vitamin B9) juga
mengurangi respon imun. Selain itu diet kekurangan cukup protein berhubungan dengan
gangguan imunitas seluler, aktivitas komplemen, fungsi fagosit, konsentrasi antibodi Ig A,
dan produksi sitokin. Defisiensi imun juga dapat didapat seperti pada penyakit Chronic
granulomatous disease yang merupakan penyakit yang menyebabkan kemampuan fagosit

40
untuk menghancurkan fagosit berkurang, AIDS dan beberapa tipe kanker
menyebabkan defisiensi imun dapatan.

2. Autoimunitas

Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun yang disebut autoimunitas. Sistem
imun gagal untuk memusnahkan dengan tepat antara diri sendiri dan bukan diri sendiri, dan
menyerang bagian dari tubuh.

3. Hipersensitivitas

Merupakan respon imun yang merusak jaringan tubuh sendiri. Terbagi atas 4 kelas (tipe I
– IV) berdasarkan mekanisme yang ikut serta dan lama waktu reaaksi hipersensitif.

Hipersensitivitas tipe I sebagai reaksi segera atau anafilaksis sering berhubungan dengan
alergi. Reaksi ini ditengahi oleh IgE yang dikeluarkan dari sel mast dan basofil.

Hipersensitivitas tipe II muncul ketika antibodi melilit pada antigen sel pasien, menandai
mereka untuk penghancuran.Disebut juga hipersensitivitas sitotoksik, dan ditengahi oleh
antibodi IgG dan IgM.

Hipersensitivitas tipe III merupakan kompleks imun (kesatuan antigen, protein


komplemen dan antibodi IgG dan IgM)

Hipersensitivitas tipe IV ( juga diketahui sebagai seluler ) biasanya membutuhkan waktu


antara dua dan tiga hari untuk berkembang. Reaksi tipe IV ikut serta dalam dermatitis kontak.
Reaksi tersebut ditengahi oleh sel T, monosit dan makrofag.

SURVEILANS IMUN

Surveilans imun mengatakan bahwa sistem imun mengenal sel tumor dan mengelimasi
tumor tersebut, tetapi ketika surveilans imun tidak dalam kondisi yang seimbang. Maka akan
terjadi pertumbuhan tumor. Surveilans tumor dapat mengenal tumor yang disebabkan oleh
virus karena mengespresikan peptida asing. Setiap tumor berbeda dalam imunogensitasnya,
dan setiap antigen tumor dapat dikenal oleh imun sistem tubuh pejamu.

Penolakan sistem imun terhadap tumor tidak hanya karena kurangnya antigen pada
tumor atau berkurangnya sel T mengenal antigen tumor.

Beberapa tumor mempunyai tumor-spesific antigens (TSA, disebut juga tumor-


specific transplantation antigens,TSTa, atau tumor rejekction antigens,TRA) di
41
permukaannya. TSA tidak ada pada sel normal. TSA biasanya muncul ketika diinfeksi oleh
virus dan mengekspresikan antigen virus.Sedangkan tumor yang lain dapat dijumpai antigen
pada tumor itu sendiri dan juga pada sel normal yang disebut dengan antigen terkait tumor
(tumor associated antigen, TAA).

TUMOR PENYAKIT GEN 

Dewasa ini telah diketahui adanya sejumlah kerusakan dalam mekanisme molekuler
yang mengatur proliferasi dan homeotasis pada hampir semua jenis sel. Pada keadaan normal,
pertumbuhan sel dipertahankan seimbang oleh berbagai regulator yang mengatur kecepatan
sel membagi diri, diferensiasi dan mati. Beberapa regulator adalah intrinsik sedang yang
lainnya berhubungan dengan sinyal yang diperoleh sel dari lingkungan. Tumor terjadi melalui
proses yang disebut transformasi yang terjadi bila sel mengalami perubahan genetik dan
mendapat kemampuan untuk melepaskan diri dari mekanisme regulator. Proses diduga terjadi
bertahap yang mengubah sel normal menjadi tumor yang sangat ganas.

ANTIGEN TUMOR 

Imunitas tumor ialah proteksi sistem imun terhadap timbulnya tumor. Meskipun adanya
respon imun alamiah terhadap tumor dapat dibuktikan, namun imunitas sejati hanya terjadi
pada subset tumor yang mengekspresikan antigen imunogenik, misalnya tumor yang diinduksi
virus onkogenik yang mengekspresikan antigen virus. Identifikasi molekuler antigen tumor
telah dapat memberikan berbagai informasi mengenai respon imun terhadap tumor yang dapat
merupakan faktor kunci dalam perkembangan imunoterapi antitumor.Antigen tumor yang
unik dapat digunakan sebagai molekul yang dapat dijadikan sasaran dan dikenal sistem imun
untuk dihancurkan secara spesifik. Antigen tersebut dapat dibagi sesuai gambaran ekspresinya
pada sel tumor dan sel normal dan pada garis besarnya dapat digolongkn menjadi dua
kategori:

1. Tumor Spesifik Antigen

Antigen yang hanya terdapat pada sel tumor dan tidak terdapat pada sel normal.
Contohnya adalah”

a) Musin dapat menghasilkan antigen spesifik-tumor. Pada sebagian


kanker,  seperti  yang   berasal  dari   pankreas,   ovarium,dan  payudara, kurangnya glik
silasi musin menghasilkan epitop yang semula ditutup oleh karbohidrat.  Oleh karena itu,
antigen ini, demi kepentingan praktis, adalah antigen spesifik tumor.

42
b) Antigen virus. Antigen yang berasal dari virus onkogenik seperti HPV dan EBV dapat
menjadi sasaran sel T CD8+. Antigen tumor semacam ini sama-sama dimiliki oleh tumor
sejenis dari pasien yang berlainan. Antigen ini dapat menjadi sasaran yang efektif untuk
imunoterapi karena tidak diekspresikan pada sel normal.
c) Tumor Associated Antigen
Antigen yang terdapat pada sel tumor dan juga terdapat pada sel normal. Pada banyak
hal, tumor tidak menunjukkan antigen unik yang dapat dikenal limfosit untuk diproses
sebagai antigen. Kanker dapat dikenal sisem imun atas dasar perubahan kuantitatif dalam
ekspresi profil proteinnya.Antigen yang tidak spesifik kanker, disebut Tumor Associated
Antigen (TAA). Contohnya adalah:
1) Antigen onkofetal. Antigen tersebut disandi oleh gen yang diekspresikan selama
embriogenesis dan perkembangan janin, namun transkripsional tenang pada dewasa.
Gen tersebut menyandi protein yang diduga berperan dalam pertumbuhan cepat sel
embrio dan diaktifkan kembali untuk fungsi yang sama pada kanker yang tumbuh
cepat. Golongan antigen onkofetal juga diekspresikan testis normal, dikenal sebagai
antigen kanker testis, paru, kepala, leher dan kandung kencing. Dewasa ini dikenal
lebih dari 50 jenis TAA dan banyak epitop yang sudah dapat diidentifikasi sel T.
2) Jenis TAA lain adalah Tissue-spesific differentiation antigen, protein yang
diekspresikan pada sel yang menjadi kanker dan ekspresinya ditemukan terus
sesudah transformasi neoplastik. Jadi antigen tersebut menunjukkan asal jaringan
kanker.

RESPON IMUN TERHADAP KANKER

1. Imunitas humoral terhadap kanker


Meskipun imunitas selular pada kanker lebih banyak berperan dibanding imunitas
humoral, tetapi tubuh membentuk juga antibodi terhadap antigen kanker.Antibodi
tersebut ternyata dapat menghancurkan sel kanker secara langsung atau dengan bantuan
komplemen atau melalui sel efektor ADCC. Pemilik reseptor Fc misalnya sel NK dan
makrofag (opsonisasi) atau dengan jalan mencegah adhesi sel kanker.
Pada penderita kanker sering ditemukan kompleks imun, tetapi pada kebanyakan
kanker sifatnya masih belum jelas. Antibodi diduga lebih berperan terhadap sel yang

43
bebas (leukemia,metastase kanker) dibanding kanker padat. Hal tersebut mungkin
diseabkan karena antibodi membentuk komleks imun yang mencegah sitotoksisitas sel T.
2. Imunitas selular terhadap kanker
Pada pemeriksaan patologi anatomi kanker, sering ditemukan infiltrat sel-sel yang
terdiri atas sel fagosit mononuklear, limfosit, sedikit sel plasma dan sel mast. Meskipun
pada beberapa neoplasma, infiltrat sel mononuklear merupakan indikator untuk prognosis
yang baik, tetapi pada umumnya tidak ada hubungan antara infiltrasi sel dengan
prognosis. Sistem imun dapat langsung menghancurkan sel kanker tanpa sensitasi
sebelumnya.
Limfosit matang akan mengenal TAA dalam pejamu, meskipun TAA merupakan self
protein yang disandi gen normal. Adanya limfosit yang self reaktif nampaknya
berlawanan dengan self-tolerans.
Bila sel B dan sel T menjadi matang dalam sumsum tulang dan timus, limfosit yang
terpajan dan berikatan dengan self antigen akan mengalami apoptosis. Namun banyak
self-antigen tidak dielkspresikan dalam sumsum tulang atau timus. Oleh karena deletion
sentral tidak lengkap dan limfosit self-reaktif yang mengenal antigen tidak diekspresikan
dalam sumsum tulang atau timus, maka sistem imun biasanya tidak responsif terhadap
self-antigen oleh karena ada dalam keadaan anergi.Mengapa sel autoreaktif
dipertahankan dalam keadaan inaktif, tidaklah jelas. Diduga limfosit anergik tidak
memberikan respons terhadap self-antigen dengan kadar yang diekspresikan pada
keadaan normal oleh sel sehat, namun responsif terhadap peningkatan ekspresi antigen
pada sel kanker.
1) CTL
Banyak studi menunjukkan bahwa kanker yang mengekspresikan antigen unik
dapat memacu CTL/Tc spesifik yang dapat mnghancurkan kanker. CTL biasanya
mengenal peptida asal TSA yang diikat MHC-I. CTL tidak selalu efisien, disamping
respons CTL tidak selalu terjadi pada kanker.
2) Sel NK
Sel NK adalah sitotoksik yang mengenal sel sasaran yang tidak antigen
spesifik dan juga tidak MHC dependen. Diduga bahwa fungsi terpenting sel NK
adalah antikanker. Sel NK juga mengekspresikan IgG-R yang dapat membunuh sel
sasaran melalui ADCC dan melalui penglepasan protease, perforin dan granzim
3) Makrofag
Makrofag juga memiliki enzim dengan fungsi sitotoksik dan melepas
mediator oksidatif seperti superoksid dan oksida nitrit. Makrofag juga melepas TNF-α
44
yang mengawali apoptosis. Diduga makrofag mengenal sel kanker melalui IgG-R
yang berikatan dengan antigen kanker. Makrofag juga dapat memakan dan mencerna
sel kanker dan mempresentasikannya ke sel CD4+. Jadi Makrofag dapat berfungsi
sebagai inisiator dan efektor imun terhadap kanker.

Adapun efektor sistem imun humoral dan selular pada destruksi kanker dapat
disimpulkan sebagai berikut :

a. Mekanisme humoral :
- Lisis oleh antibodi dan komplemen
- Opsonisasi melalui antibodi dan komplemen
- Hilangnya adhesi oleh antibodi
b. Mekanisme seluler
- Destruksi oleh sel CTl/Tc
- Destruksi oleh sel NK
- Destruksi oleh makrofag

USAHA TUMOR MELEPASKAN DIRI DARI RESPON IMUN 

Kebanyakan tumor timbul pada individu yang tidak imunokompromais. Hal itu berarti
bahwa tumor sendiri memiliki mekanisme untuk menghindarkan diri dari imunitas
nonspesifik dan spesifik. Diduga ada berbagai mekanisme:

1) Tidak adanya kostimulasi


Kebanyakan sel tumor tidak dapat dipresentasikan dan diproses oleh karena tidak
memiliki molekul B7 (CD 80) dan CD 86 sebagai molekul kostimulatori. Hal ini tidak
saja menghambat sensitisasi, tetapi juga menyebabkan sel T anergik atau mengalami
apoptosis.
2) Hilang atau berkurangnya ekspresi antigen histokompatibilitas (MHC)
Sel tumor juga tidak mengekspresikan molekul untuk mengaktifkan sel T terutama
MHC-II atau molekul adhesi ICAM-I atau LFA3. Banyak tumor mengekspresikan sedikit
MHC-I yang menimbulkan resistensi terhadap sel Tc.

KEGANASAN SISTEM IMUN 

45
Transformasi maligna sel dapat terjadi dengan hilangnya ekspresi MHC-I.Hal itu
dapat berhubungan dengan meningkatnya potensi metastasis dan diduga karena menurunkan
kemungkinan sel ganas untuk dikenal sel T, tetapi tidak oleh sel NK. 60% kanker mamae
dengan metastase tidak mengekspresikan MHC-I

a. Common Acute Lymphoblastic Leukemia

Common Acute Lymphoblastic Leukemia (Call) berasal dari sel B yang berkembang
menjadi sel plasma dan sangat agresif. Tanpa terapi, Call dapat menimbulkan kematian
dalam beberapa minggu setelah diagnosis ditegakkkan. Mieloma berasal dari sel plasma
matang, tumbuh berlahan, melepas imunoglobulin monoklonal dan penderita dapat hidup
bertahun-tahun tanpa terapi.

b. Keganasan yang disebabkan virus

Virus herpes dan virus retro menginfeksi sel tanpa menimbulkan sitolisis atau
membunuhnya. Virus dapat memacu pertumbuhan sel terinfeksi yang tidak terkontrol.
EBV dapat menimbulkan infeksi mononukleosis/ glandular fever, limfoma dan karsinoma
nasofaringeal.Limfoma yang dipacu EBV sering terjadi pada penderita imunodefisien dan
daerah malaria. EBV memproduksi protein yang merangsang pertumbuhan sel terinfeksi
tidak terkontrol dan mencegah apoptosis.

Infeksi virus lainnya seperti virus herpes 8 (HV8) dapat menimbulkan sarkoma
Kaposis pada individu imunodefisien. Keganasan sel T jarang terjadi. Bila terjadi sering
disebabkan virus T limfotropik (HLV1), suatu retrovirus yang menyandi protein Tax dan
menunjukkan efek serupa dengan IL-2 (faktor pertumbuhan sel T).HLV1 jarang terjadi di
negara berkembang.

46
DAFTAR PUSTAKA

Abbas,A.K., Aster,J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 9. Singapura:
Elsevier Saunders.

Abbas, A.K., H, Andrew. Lishtman, dan Pillai, Shiv. Cellular and Molecullar Immunology
6th Edition. Singapura: Elsevier Saunders.

MUIR. 2017. Buku Ajar Patologi Edisi 15. Jakarta: EGC.

47

Anda mungkin juga menyukai