Trauma kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak
langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi
psikososial baik temporer maupun permanen. Menurut Brain Injury Association of America,
cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi
atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi
fisik.
Pada populasi secara keseluruhan, laki-laki dua kali ganda lebih banyak mengalami
trauma kepala dari perempuan. Namun, pada usia lebih tua perbandingan hampir sama. Hal
ini dapat terjadi pada usia yang lebih tua disebabkan karena terjatuh. Mortalitas laki-laki dan
perempuan terhadap trauma kepala adalah 3,4:1. Menurut Brain Injury Association of
America, laki-laki cenderung mengalami trauma kepala 1,5 kali lebih banyak daripada
perempuan.
2.2.2 Umur
Resiko trauma kepala adalah dari umur 15-30 tahun, hal ini disebabkan karena pada
kelompok umur ini banyak terpengaruh dengan alkohol, narkoba dan kehidupan sosial yang
tidak bertanggungjawab. Menurut Brain Injury Association of America, dua kelompok umur
mengalami risiko yang tertinggi adalah dari umur 0 sampai 4 tahun dan 15 sampai 19 tahun.
Beberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kepala adalah seperti translasi yang terdiri
dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu arah atau tidak
bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan
mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut. Deselerasi apabila kepala bergerak dengan
cepat ke suatu arah secara tiba-tiba dan dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak
tembok. Mekanisme fisiologis yang berperan pada cidera kepala antara lain :
Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu
dari ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus mengkompensasi dengan
mengurangi volumenya ( bila TIK masih konstan ). Mekanisme kompensasi intra kranial ini
terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal.
Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis
dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme
kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak
dan pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila TIK makin meningkat. Dua mekanisme
terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila peningkatan TIK berat dan
menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan
kematian neuronal.
Jenis Trauma Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi
trauma. Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara garis besar
adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup merupakan
fragmenfragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala setelah luka. The Brain
and Spinal Cord Organization 2009, mengatakan trauma kepala tertutup adalah apabila suatu
pukulan yang kuat pada kepala secara tiba-tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan
tengkorak. Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai
kepada dura mater. Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti berikut;
2.4.1.1 Fraktur
Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak atau
kelainan pada bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal ini
memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada kranium. Insidensi kasus ini
sangat sedikit dan hanya pada 4% pasien yang mengalami trauma kepala. Terdapat
tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis kranii yaitu rhinorrhea (cairan
serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejala raccoon’s eye (penumpukan darah
pada orbital mata). Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga menyebabkan
kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa terjadi pada fossa
anterior, media dan posterior . Fraktur maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada
tulang maxilofasial yang merupakan tulang yang kedua terbesar setelah tulang
mandibula. Fraktur pada bagian ini boleh menyebabkan kelainan pada sinus maxilari.
Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau
runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam
dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi
kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi pada
kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan biasanya pada
penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut. d) Abrasi Luka abrasi yaitu luka
yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini bisa mengenai sebagian atau
seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis tetapi akan terasa sangat
nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak. e) Avulsi Luka avulsi yaitu apabila
kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi sebagian masih berhubungan dengan
tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada kranial terlepas setelah kecederaan.
Epidural hematoma terjadi pada 1% trauma kepala, Insiden tertinggi terjadi pada
usia 20-30 tahun, jarang terjadi pada usia dibawah 2 tahun atau lebih dari 60 tahun,
(disebabkan dura yang melekat erat pada tabula interna skull). Fraktur terjadi pada
85% pasien dewasa. Kecelakaan lalulintas merupakan penyebab terbanyak (30-70%),
penyebab lain akibat terjatuh dan korban kekerasan. Lokasi tersering pada daerah
temporal, kemudian frontal, occipital dan fossa posterior. 2-5% terjadi bilateral.
Perdarahan epidural terletak antara tulang kranial dan dura mater. Gejala perdarahan
epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang semakin menurun, disertai
oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontralateral.
Epidural hematoma terjadi akibat robekan arteri meningea media atau cabang-
cabangnya akibat fraktur pada daerah temporoparietal. Akumulasi darah melepaskan
perlekatan duramater dari dinding tabula interna yang kemudian terisi
hematoma.Kemungkinan lain pada awal duramater terlepas dari dinding tabula interna
kemudian ruang yang terbentuk terisi oleh hematoma. Sumber perdarahan terbanyak
bersumber dari perdarahan arteri: arteri meningea media (85%), dapat juga berasal dari
vena meningea media, sinus duramater atau dari vena diploe. Perdarahan epidural di
daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan
kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari. Gambarannya
berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung.
Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darah pada rongga
subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis. Perdarahan subarakhnoid
ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga subarakhnoid yaitu rongga antara
lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah (arakhnoid matter) yang merupakan
bagian selaput yang membungkus otak (meninges). Penyebab tersering disebabkan
trauma kepala, dapat juga disebabkan perdarahan spontan akibat rupture aneurisma
serebri atau rupture arteriovenous malformation (AVM). Sumber perdarahan
subarachnoid berasal dari: trauma langsung pada vena-vena pial, perdarahan dari
kontusio daerah kortikal dan ekstensi dari perdarahan intraventrikel ke ruang
subaracnoid Pada pasien dengan cidera kepala berat yang dilakukan pemeriksaan CT
Scan, 50-60% menunjukkan perdarahan subarachnoid