Anda di halaman 1dari 7

2.

1 Definisi Trauma Kepala

Trauma kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak
langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi
psikososial baik temporer maupun permanen. Menurut Brain Injury Association of America,
cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi
atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi
fisik.

2.2 Kareteristik Penderita Trauma Kepala

2.2.1 Jenis Kelamin

Pada populasi secara keseluruhan, laki-laki dua kali ganda lebih banyak mengalami
trauma kepala dari perempuan. Namun, pada usia lebih tua perbandingan hampir sama. Hal
ini dapat terjadi pada usia yang lebih tua disebabkan karena terjatuh. Mortalitas laki-laki dan
perempuan terhadap trauma kepala adalah 3,4:1. Menurut Brain Injury Association of
America, laki-laki cenderung mengalami trauma kepala 1,5 kali lebih banyak daripada
perempuan.

2.2.2 Umur

Resiko trauma kepala adalah dari umur 15-30 tahun, hal ini disebabkan karena pada
kelompok umur ini banyak terpengaruh dengan alkohol, narkoba dan kehidupan sosial yang
tidak bertanggungjawab. Menurut Brain Injury Association of America, dua kelompok umur
mengalami risiko yang tertinggi adalah dari umur 0 sampai 4 tahun dan 15 sampai 19 tahun.

2.3 Mekanisme Trauma Kepala

Beberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kepala adalah seperti translasi yang terdiri
dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu arah atau tidak
bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan
mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut. Deselerasi apabila kepala bergerak dengan
cepat ke suatu arah secara tiba-tiba dan dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak
tembok. Mekanisme fisiologis yang berperan pada cidera kepala antara lain :

2.3.1 Tekanan Intra Kranial


Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal.
Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intra
kranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH2O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan
normal, tekanan intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat
meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari normal. Ruang intra
kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang
tidak dapat ditekan, yaitu : otak ( 1400 g), cairan serebrospinal ( sekitar 75 ml), dan darah
(sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini
mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intra
kranial.

2.3.2 Hipotesa Monro-Kellie

Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu
dari ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus mengkompensasi dengan
mengurangi volumenya ( bila TIK masih konstan ). Mekanisme kompensasi intra kranial ini
terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal.
Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis
dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme
kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak
dan pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila TIK makin meningkat. Dua mekanisme
terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila peningkatan TIK berat dan
menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan
kematian neuronal.

2.4 Macam Trauma Kepala

2.4.1 Jenis Trauma Luka Pada Kulit dan Tulang

Jenis Trauma Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi
trauma. Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara garis besar
adalah trauma kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup merupakan
fragmenfragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala setelah luka. The Brain
and Spinal Cord Organization 2009, mengatakan trauma kepala tertutup adalah apabila suatu
pukulan yang kuat pada kepala secara tiba-tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan
tengkorak. Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai
kepada dura mater. Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti berikut;

2.4.1.1 Fraktur

Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis


fraktur yaitu simple fracture, linear or hairline fracture, depressed fracture, compound
fracture. Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai berikut:

 Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit


 Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi,
distorsi dan ‘splintering’.
 Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak.
 Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain
retak terdapat juga hematoma subdural.

Terdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak atau
kelainan pada bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal ini
memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada kranium. Insidensi kasus ini
sangat sedikit dan hanya pada 4% pasien yang mengalami trauma kepala. Terdapat
tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis kranii yaitu rhinorrhea (cairan
serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejala raccoon’s eye (penumpukan darah
pada orbital mata). Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga menyebabkan
kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa terjadi pada fossa
anterior, media dan posterior . Fraktur maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada
tulang maxilofasial yang merupakan tulang yang kedua terbesar setelah tulang
mandibula. Fraktur pada bagian ini boleh menyebabkan kelainan pada sinus maxilari.

2.4.1.2 Luka memar (kontosio)

Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana


pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit
tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak
terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada
frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat terlihat di CT-Scan atau
MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar. Pada kontusio dapat terlihat
suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di sebut edema. Jika
pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat kesadaran.

2.4.1.3 Laserasi (luka robek atau koyak)

Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau
runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh benda bermata tajam
dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi
kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi pada
kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan biasanya pada
penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut. d) Abrasi Luka abrasi yaitu luka
yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini bisa mengenai sebagian atau
seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis tetapi akan terasa sangat
nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak. e) Avulsi Luka avulsi yaitu apabila
kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi sebagian masih berhubungan dengan
tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada kranial terlepas setelah kecederaan.

2.4.2 Perdarahan Intrakranial

2.4.2.1 Perdarahan Epidural

Epidural hematoma terjadi pada 1% trauma kepala, Insiden tertinggi terjadi pada
usia 20-30 tahun, jarang terjadi pada usia dibawah 2 tahun atau lebih dari 60 tahun,
(disebabkan dura yang melekat erat pada tabula interna skull). Fraktur terjadi pada
85% pasien dewasa. Kecelakaan lalulintas merupakan penyebab terbanyak (30-70%),
penyebab lain akibat terjatuh dan korban kekerasan. Lokasi tersering pada daerah
temporal, kemudian frontal, occipital dan fossa posterior. 2-5% terjadi bilateral.
Perdarahan epidural terletak antara tulang kranial dan dura mater. Gejala perdarahan
epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang semakin menurun, disertai
oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontralateral.
Epidural hematoma terjadi akibat robekan arteri meningea media atau cabang-
cabangnya akibat fraktur pada daerah temporoparietal. Akumulasi darah melepaskan
perlekatan duramater dari dinding tabula interna yang kemudian terisi
hematoma.Kemungkinan lain pada awal duramater terlepas dari dinding tabula interna
kemudian ruang yang terbentuk terisi oleh hematoma. Sumber perdarahan terbanyak
bersumber dari perdarahan arteri: arteri meningea media (85%), dapat juga berasal dari
vena meningea media, sinus duramater atau dari vena diploe. Perdarahan epidural di
daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan
kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari. Gambarannya
berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung.

2.4.2.2 Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural. Perdarahan


ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks serebri. Perdarahan
subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak. Biasanya kerusakan
otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk dibandingkan perdarahan epidural.
Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid, yang biasanya
meliputi perdarahan vena. Terbagi atas 3 bagian yaitu:

a) Perdarahan subdural akut

Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan,


respon yang lambat, serta gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan adanya
perlambatan reaksi ipsilateral pupil. Perdarahan subdural akut sering
dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera batang otak.
b) Perdarahan subdural subakut

Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari setelah


cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat. Tekanan
serebral yang terus-menerus menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.

c) Perdarahan subdural kronis

Terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang


subdural. Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler
dan secara pelan-pelan ia meluas. Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa
minggu atau beberapa bulan. Pada proses yang lama akan terjadi penurunan
reaksi pupil dan motorik.

2.4.2.3 Perdarahan Subaraknoid

Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darah pada rongga
subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis. Perdarahan subarakhnoid
ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga subarakhnoid yaitu rongga antara
lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah (arakhnoid matter) yang merupakan
bagian selaput yang membungkus otak (meninges). Penyebab tersering disebabkan
trauma kepala, dapat juga disebabkan perdarahan spontan akibat rupture aneurisma
serebri atau rupture arteriovenous malformation (AVM). Sumber perdarahan
subarachnoid berasal dari: trauma langsung pada vena-vena pial, perdarahan dari
kontusio daerah kortikal dan ekstensi dari perdarahan intraventrikel ke ruang
subaracnoid Pada pasien dengan cidera kepala berat yang dilakukan pemeriksaan CT
Scan, 50-60% menunjukkan perdarahan subarachnoid

2.4.2.4 Perdarahan Intraventrikular

Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel otak.


Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan intraserebral.
Perdarahan intraventrikuler dibagi menjadi 2, perdarahan primer intraventrikel dan
perdarahan sekunder intraventrikel. Perdarahan primer intraventrikel yaitu darah hanya
dalam sistem ventriuler, tanpa adanya rupture atau laserasi dinding ventrikel.
Disebutkan pula bahwa PIVH merupakan perdarahan intreserebral nontraumatik yang
terbatas pada sistem ventrikel. Sedangkan perdarahan sekunder intreventrikuler
muncul akibat pecahnya pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh dari
periventrikular, yang meluas ke sistem ventrikel. “Primary” menandakan tampilan
patologik dan bukan menandakan etiologi yang tidak diketahui.

2.4.2.5 Perdarahan Intraserebral

Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Di


mana terjadi penumpukan darah pada sebelah otak yang sejajar dengan hentaman, ini
dikenali sebagai counter coup phenomenon. Perdarahan intraserebral traumatik terjadi
pada 8% pasien dengan trauma kepala dan 13-35% pada trauma kepala berat. Sering
terjadi multiple dengan lokasi terbanyak pada lobus frontal and temporal, namun dapat
pula terjadi pada kedua hemisfer. Jarang terjadi pada daerah cerebellum, kadang-
kadang perdarahan intracerebral terjadi beberapa hari setelah trauma. Jika bentuk
hematoma berbatas tegas, single, pada pasien dengan riwayat trauma, kemungkinan
penyebab lain akibat nontrauma seperti hipertensi serta rupture aneurisma dapat
terjadi. Kontusio serebri merupakan perdarahan dengan diameter < 1 cm. Mekanisme
terjadinya akibat proses akselerasi deselerasi pada kepala saat terjadi trauma,
menyebabkan terjadi pergeseran cerebra pada tulang yang prominen (temporal, frontal,
dan occipital) pada bagian koup dan kontrakoup.

Anda mungkin juga menyukai