Anda di halaman 1dari 3

BAB V

KESIMPULAN

Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis. Kuman ini menyebar emalalui inhalasi droplet nuklei. Kemudian,

masuk ke saluran napas dan bersarang di jaringan paru hingga membentuk afek

primer. Afek primer dapat timbul dimana saja dalam paru. Dari afek primer ini

diikuti dengan terjadinya inflamasi pada kelenjar getah bening menuju hilus

(limfangitis lokal) disertai pembesaran KGB di hilus (limfadenitis regional).

Kompleks primer adalah afek primer disertai dengan limfangitis regional.

Klasifikasi Tuberkulosis berdasarkan hasil BTA dibagi dua, yaitu BTA (-)

dan BTA (+). Kriteria BTA (+) yaitu sekurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak

memberikan hasil (+), atau 1 kali pemeriksaan spesimen hasilnya (+) disertai

gambaran radiologi yang menjadikan tuberkulosis aktif, atau 1 spesiemn BTA (+)

dan kultur (+), atau lebih dari 1 spesiemn dahak positif setelah 3 kali pemeriksaan

dahak SPS sebelumnya negatif dan tidak ada perbaikan setelahnya pemberian

OAT. Kriteria BTA (-) jika hasil sputum BTA 3 kali negatif, dan gambaran

radiologi menunjukkan ke arah TB atau tidak ada perbaikan setelah pemberian

OAT. Klasifikasi TB berdasarkan tipe pasien terbagi menjadi kasus baru, kasus

kambuh, kasus default, kasus gagal, kasus kronik, kasus bekas TB.

Diagnosis tuberkulosis berdasarkan anamnesis, yaitu : batuk ≥ 2 minggu,

hemoptisis, sesak napas, dan nyeri dada, serta demam, malaise, kringat malam,

anoreksia, dan berat badan menurun. Tuberkulosisi juga ditegakkan berdasarkan

pemeriksaan fisik, yaitu: suara napas bronkial, amforik, melemah, atau ronki

36
37

basah. Pemeriksaan bakteriologi dapat dilihat dari hasil sputum SPS. Hasil

pemeriksaan radiologi ditemukan bayangan berawan/nodular di lobus atas paru

segmen apikal dan posterior, kavitas, bercak milier, dan kadang efusi pleura

unilateral.

Pengobatan tuberkulosis terdapat 2 fase, yaitu: fase Intensif (2-3 bulan)

dan lanjutan (4-7 bulan). Pmeberian OAT ada 2 kategori, yaitu Kategori I jika

pasien baru dengan BTA positif, kemudian pasien baru BTA negatif , radiologi

positif atau pasien TB ekstra paru, kategori I diberikan regimen 2RHZE/4RH,

2RHZE/6HE, atau 2 RHZE/4R3H3. Sedangkan kategori II jika pasien BTA + dan

mengalami pasien kambuh, pasien gagal, atau pasien default, regimen yang

diberikan 2RHZES/1RHZE.

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu faktor risiko paling penting

dalam terjadinya perburukan TB. Sejak permulaan abad ke 20, para klinisi telah

mengamati adanya hubungan antara DM dengan TB, meskipun masih sulit untuk

ditentukan apakah DM yang mendahului TB atau TB yang menimbulkan

manifestasi klinis DM.

Meningkatnya risiko TB pada pasien DM diperkirakan disebabkan oleh

defek pada makrofag alveolar atau limfosit. T. Wang et al. mengemukakan adanya

peningkatan jumlah makrofag alveolar matur (makrofag alveolar hipodens) pada

pasien TB paru aktif. Namun, tidak ditemukan perbedaan jumlah limfosit-T yang

signifikan antara pasien TB dengan DM dan pasien TB saja. Proporsi makrofag

alveolar matur yang lebih rendah pada pasien TB yang disertai DM, dianggap
38

bertanggung jawab terhadap lebih hebatnya perluasan TB dan jumlah bakteri

dalam sputum pasien TB dengan DM.

Pengontrolan gula darah yang baik merupakan hal terpenting dan utama

yang harus diperhatikan demi keberhasilan pengobatan TB paru pada pasien DM

Anda mungkin juga menyukai