Anda di halaman 1dari 14

Tugas Agama

Ringkasan/resume bab 1-4

Disusun oleh : Shalwa Asri Rahayu

Kelas : XI Mia 4

SMA N 1 PANGKALPINANG
Bab 1

A. Pentingnya Mengimani Kitab-Kitab Allah Swt.

Iman kepada kitab Allah Swt. artinya meyakini sepenuh hati bahwa Allah Swt. telah
menurunkan kitab kepada nabi atau rasul yang berisi wahyu untuk disampaikan kepada seluruh
umat manusia. Di dalam al-Qur’ān disebutkan bahwa ada 4 kitab Allah Swt. yang diturunkan
kepada para nabi-Nya, yaitu; Taurāt diturunkan kepada Nabi Musa as., Zabūr kepada Nabi Daud
as., Inj ³ l kepada Nabi Isa as., dan al-Qur’ān kepada Nabi Muhammad saw.

B. Pengertian Kitab dan Ṡuḥuf

Kitab dan ṡuḥuf merupakan wahyu Allah Swt. yang disampaikan kepada para rasul untuk
disampaikan kepada manusia sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Perbedaan antara kitab dan
ṡuḥuf bisa dilihat pada tabel berikut.

Suhuf Kitab
1. Wahyu Allah Swt. yang disampaikan 1. Wahyu Allah Swt. yang disampaikan
kepada para rasul, tetapi masih berupa kepada para rasul sudah berbentuk
“lembaran-lembaran” yang terpisah. buku/kitab.
2. Isi ṡuḥuf sangat simpel. 2. Isi kitab lebsih lengkap jika dibandingkan
dengan isi ṡuḥuf

C. Kitab-Kitab Allah Swt. dan Para Penerimanya

1. Kitab Taurāt

Kata taurat berasal dari bahasa Ibrani (thora: instruksi). Kitab Taurāt adalah salah satu kitab suci
yang diwahyukan Allah Swt. kepada Nabi Musa as. untuk menjadi petunjuk dan bimbingan
baginya dan bagi Bani Israil.

2. Kitab Zabūr

Kata zabur (bentuk jamaknya zubūr) berasal dari zabara-yazburu-zabr yang berarti menulis.
Makna aslinya adalah kitab yang tertulis. Zabūr dalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan
mazmūr (jamaknya mazāmir), dan dalam bahasa Ibrani disebut mizmar, yaitu nyanyian rohani
yang dianggap suci. Sebagian ulama menyebutnya Mazmūr, yaitu salah satu kitab suci yang
diturunkan sebelum al-Qur’ān.

3. Kitab Inj ³ l

Kitab Inj ³ l diwahyukan oleh Allah Swt. kepada Nabi Isa as. Kitab Inj ³ l yang asli memuat
keterangan-keterangan yang benar dan nyata, yaitu perintah-perintah Allah Swt. agar manusia
meng-esa-kan dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun. Ada pula penjelasan, bahwa
di dalam Kitab Inj ³ l terdapat keterangan bahwa di akhir zaman akan lahir nabi yang terakhir dan
penutup para nabi dan rasul, yaitu bernama Ahmad atau Muhammad saw. Kitab Inj ³ l diturunkan
kepada Nabi Isa as. sebagai petunjuk dan cahaya penerang bagi manusia.

4. Kitab al-Qur’ān

Al-Qur’ān diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. melalui Malaikat Jibril. Al-
Qur’ān diturunkan tidak sekaligus, melainkan secara berangsurangsur. Waktu turun al-Qur’ān
selama kurang lebih 23 tahun atau tepatnya 22 tahun 2 bulan 22 hari. Terdiri atas 30 juz, 114
surat, 6.236 ayat, 74.437 kalimat, dan 325.345 huruf.

5. Nama-Nama Lain al-Qur’ān

Nama-nama lain dari al-Qur’ān, yaitu:

a. Al-Hudā, artinya al-Qur’ān sebagai petunjuk seluruh umat manusia.

b. Al-Furqān, artinya al-Qur’ān sebagai pembeda antara yang baik dan buruk.

c. Asy-Syifā', artinya al-Qur’ān sebagai penawar (obat penenang hati).

d. Aż-Żikr, artinya al-Qur’ān sebagai peringatan adanya ancaman dan balasan.

e. Al-Kitāb, artinya al-Qur’ān adalah firman Allah Swt. yang dibukukan.

6. Isi al-Qur’ān

Adapun isi pokok al-Qur’ān adalah seperti berikut.

a. keimanan.

b. 'Ibādah, baik 'ibādah maḥḍah maupun gairu maḥḍah.

c. Akhlaq seorang hamba kepada Khāliq, kepada sesama manusia dan alam sekitarnya.

d. Mu’āmalah, yaitu hubungan manusia dengan sesama manusia.

e. Qiṡṡah, yaitu cerita nabi dan rasul, orang-orang saleh, dan orang-orang yang ingkar.

f. Semangat mengembangkan ilmu pengetahuan.

7. Keistimewaan al-Qur’ān

Adapun keistimewaan kitab suci al-Qur’ān adalah sebagai berikut.

a. Sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa
b. Sebagai informasi kepada setiap umat bahwa nabi dan rasul terdahulu mempunyai syariat
(aturan) dan caranya masing-masing dalam menyembah Allah Swt.

c. Al-Qur’ān sebagai kitab suci terakhir dan terjamin keasliannya.

d. Al-Qur’ān tidak dapat tertandingi oleh ide-ide manusia yang ingin menyimpangkannya.

e. Membaca dan mempelajari isi al-Qur’ān merupakan ibadah.

Bab 2
A. Pentingnya Perilaku Jujur

Jujur memiliki arti kesesuaian antara apa yang diucapkan atau diperbuat dengan kenyataan yang
ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, dikatakan benar/jujur, tetapi kalau
tidak, dikatakan dusta. Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk berlaku benar baik dalam
perbuatan maupun ucapan.

Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan
suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinnya. Ketika berani mengatakan “tidak”
untuk korupsi, berusaha menjauhi perilaku korupsi. Jangan sampai mengatakan tidak,
kenyataannya ia melakukan korupsi. Demikian juga seorang munafik tidaklah dikatakan sebagai
seorang yang jujur karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang bertauhid, padahal
hatinya tidak. Yang jelas, kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman, sedangkan
lawannya, dusta, merupakan sifat orang yang munafik. Ciri-ciri orang munafik adalah dusta,
ingkar janji, dan khianat

B. Keutamaan Perilaku Jujur

Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur. Karena kejujuran merupakan akhlak mulia yang
akan mengarahkan pemiliknya kepada kebajikan, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad
saw.

Sifat jujur merupakan tanda keislaman seseorang dan juga tanda kesempurnaan bagi si pemilik
sifat tersebut. Pemilik kejujuran memiliki kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan
kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari
segala keburukan. Dapat kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa orang yang jujur akan
dipermudah rezeki dan segala urusannya. Contoh yang perlu diteladani, karena kejujurannya,
Nabi Muhammad saw. dipercaya oleh Siti Khadijah untuk membawa barang dagangan lebih
banyak lagi. Ini artinya Nabi Muhammad saw. akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar
lagi, dan tentu saja apa yang dilakukan Nabi akan mendapat kemudahan. Banyak contoh dalam
kehidupan sehari-hari tentang hikmah perilaku jujur.
C. Macam-Macam Kejujuran

Menurut tempatnya, jujur itu ada beberapa macam, yaitu jujur dalam hati atau niat, jujur dalam
perkataan atau ucapan, dan jujur dalam perbuatan.

1. Jujur dalam niat dan kehendak, yaitu motivasi bagi setiap gerak dan langkah seseorang dalam
rangka menaati perintah Allah Swt. dan ingin mencapai riḍaNya. Jujur sesungguhnya berbeda
dengan pura-pura jujur. Orang yang pura-pura jujur berarti tidak ikhlas dalam berbuat.

2. Jujur dalam ucapan, yaitu memberitakan sesuatu sesuai dengan realitas yang terjadi, kecuali
untuk kemaslahatan yang dibenarkan oleh syari’at seperti dalam kondisi perang, mendamaikan
dua orang yang bersengketa, dan semisalnya. Setiap hamba berkewajiban menjaga lisannya,
yakni berbicara jujur dan dianjurkan menghindari kata-kata sindiran karena hal itu sepadan
dengan kebohongan, kecuali jika sangat dibutuhkan dan demi kemaslahatan pada saat-saat
tertentu, tidak berkata kecuali dengan benar dan jujur. Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis
kejujuran yang paling tampak dan terang di antara macam-macam kejujuran.

3. Jujur dalam perbuatan, yaitu seimbang antara lahiriah dan batiniah hingga tidaklah berbeda
antara amal lahir dan amal batin. Jujur dalam perbuatan ini juga berarti melaksanakan suatu
pekerjaan sesuai dengan yang diriḍai Allah Swt. dan melaksanakannya secara terus-
menerus dan ikhlas.

D. Petaka Kebohongan

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, betapa berartinya sebuah kejujuran karena kejujuran akan
membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan membawa ke surga. Sebaliknya, betapa
berbahayanya sebuah kebohongan. Kebohongan akan menghantarkan pelakunya tidak dipercaya
lagi oleh orang lain. Ketika seseorang sudah berani menutupi kebenaran, bahkan
menyelewengkan kebenaran untuk tujuan jahat, ia telah melakukan kebohongan. Kebohongan
yang dilakukannya itu telah membawa kepada apa yang dikhianatinya itu.

E. Hikmah Perilaku Jujur

Beberapa hikmah yang dapat dipetik dari perilaku jujur, antara lain sebagai berikut.

1. Perasaan enak dan hati tenang, jujur akan membuat kita menjadi tenang, tidak takut akan
diketahui kebohongannya karena memang tidak berbohong.

2. Mendapatkan kemudahan dalam hidupnya.

3. Selamat dari azab dan bahaya.

4. Dijamin masuk surga.

5. Dicintai oleh Allah Swt. dan rasul-Nya


Bab 3
A. Tata cara memandikan jenazah

Kewajiban pertama orang muslim terhadap saudaranya yang  telah meninggal dunia adalah
memandikannya. Orang yang lebih berhak memandikan jenazah adalah muhrimnya. Jika
muhrimnya tidak ada atau jika belum mampu memandikannya maka dapat diserahkan kepada
orang yang dapat dipercaya dalam menjaga kerahasiaan jenazah. Jika jenazahnya laki-laki maka
yang memandikan laki-laki dan jika wanita maka yang memandikan adalah wanita.

Syarat-syarat jenazah yang akan dimandikan

1.Beragama Islam

2.Didapati tubuhnya walaupun hanya sebagian

3.Tidak mati syahid (mati dalam membela agama Allah).

Cara memandikan jenazah

1.Jenazah ditempatkan pada tempat yang terlindung dari panasnya matahari, hujan , pandangan
orang banyak, dan ditempatkan pada tempat yang lebih tinggi.

2.Jenazah diberi pakaian basahan agar auratnya tetap tertutup

3.Membersihkan kotoran (najis) yang melekat pada badan jenazah termasuk mengeluarkan
kotoran dari perutnya dengan menekan pelan-pelan pada perutnya dan pinggulnya agak dibuka
sedikit kemudian dibersihkan pada dubur jenazah tersebut. Sebaiknya dalam membersihkan
kotoran menggunakan kain pelapis.

4.Menyiramkan air ke seluruh tubuh dimulai dari kepala, kemudian di sabun dan di siram lagi
sampai bersih.

5.Diwudukan dan terakhir disiram dengan air yang dicampur dengan kapur barus, daun bidara
atau lainnya yang berbau harum guna mengawetkan kulit dan menjauhkan serangga yang akan
mengganggunya.

6.Rambut jenazah hendaknya dihanduki agar cepat kering dan tidak terlampaui membasahi kain
kafan serta disisir kemudian diikatkan (jika rambutnya panjang).

B.  Tata cara mengkafani jenazah

Kewajiban setelah memandikan jenazah adalah mengkapani (membungkusnya) dengan kain


yang berwarna putih. Kain kafan yang digunakan untuk mengkafani dibeli dari harta peninggalan
orang yang meninggal (jenazah). Jika hartanya habis, kain kafan menjadi tanggung jawab orang
yang menanggung belanjanya ketika ia masih hidup. Jika yang menanggung juga tidak mampu,
maka kaum muslimin yang mampu wajib menyediakan kain kafan tersebut.

Adapun syarat untuk kain yang dijadikan sebagai kain kafan bagi jenazah adalah sebagai berikut:

1.Baik, bersih, dan menutupi seluruh tubuh

2. putih

3.Tidak terlampau mahal harganya

4.Kering dan berminyak wangi

5.Tiga lipatan bagi laki-laki dan lima lipatan bagi wanita.

Adapun praktik dalam mengkafani jenazah yang umum dilakukan oleh kaum muslimin di
tengah-tengah masyarakat adalah sebagai berikut:

1.Mula-mula hamparkan tikar, lalu diatasnya bentangkan 7 utas tali untuk posisi mengikat ujung
kepala, leher, dada, pinggul, lutut, mata kaki, dan ujung kaki.

2.Diatas tali tersebut hamparkan kain kafan itu sehelai –sehelai dan ditaburkan diatas tiap-tiap
lapis itu harum-haruman seperti kapur barus dan sebagainya, kemudian jenazah diletakan di atas
hamparan kain tersebut. Kedua tangannya diletakan di atas dadanya, tangan kanan di atas tangan
kiri.

3.Tempelkan kapas secukupnya pada bagian muka jenazah, leher, pusarnya, kelaminnya atau
tempat-tempat lain yang dipandang perlu.

4.Setelah itu, balutkan kain kafannya dengan rapi, lalu diikatkan talinya (tali wangsul) yang
sudah dipasang sebelumnya.

5.Tertib.

C. Tata cara menyalatkan jenazah

Salat jenazah adalah salat yang dikerjakan sebanyak empat kali takbir dalam rangka mendo’akan
orang muslim yang sudah meninggal. Jenazah yang disalatkan ini ialah yang telah dimandikan
dan dikafani.

Adapun mengenai tata cara menyalatkan jenazah sebagai berikut:

1.Imam menghadap disebelah kepala jenazah bila jenazah laki-laki dan menghadap kearah perut
bila jenazah perempuan, makmum usakan lebih dari satu saf.
2 Syarat orang yang akan melaksanakan salat jenazah adalah menutup aurat, suci dari hadas dan
najis serta menghadap kiblat

3.Jenazah telah dimandikan dan dikafani

4.Letak jenazah di depan orang yang menyalatkan kecuali pada salat gaib

5.Rukun salat jenazah sebagai berikut:

a.Niat

b.Berdiri bagi yang mampu

c.Takbir empat kali

d.Membaca salawat Nabi

e.Mendoakan jenazah

f.Memberi salam.

Adapun tata cara pelaksanaan salat jenazah sebagai berikut:

1.Niat

 2.Takbiratul ihram pertama dilanjutkan membaca surat al-Fatihah

3.Takbir yang kedua dilanjutkan membaca salawat Nabi

 4. yang ketiga dilanjutkan membaca doa jenazah

 5.Takbir yang keempat dilanjutkan membaca doa

D. Tata cara menguburkan jenazah

1.Setelah selesai menyalatkan, maka hal terakhir adalah menguburkan jenazah, adapun tata cara
penguburan tersebut adalah:

2.Tanah yang sudah ditentukan digali sesuai ukuran badan jenazah dengan lubang setinggi orang
yang ditambah setengah lengan dan lebarnya kira-kira satu meter.

3.Setelah sampai ditempat pemakaman jenazah dimasukan kedalam liang lahat dengan posisi
miring dan menghadap kiblat. Pada saat meletakan jenazah hendaknya membaca:

ِ‫بِس ِْم هللاِ َو َعلَى ُسنَّ ِة َرسُوْ ِل هللا‬

Artinya, “Dengan nama Allah dan di atas petunjuk Rasulullah”


4.Tali-tali pengikat kain kafan dilepas, pipi kanan dan ujung kaki ditempelkan pada tanah.
Setelah itu jenazah ditutup dengan papan kayu atau bambu, di atasnya ditimbun dengan tanah
sampai galian liang kubur itu rata. Tinggikan dari tanah biasa sekitar satu jengkal dan di atas
kepala diberi tanda batu nisan

5.Setelah selesai menguburkan dianjurkan berdoa, mendoakan dan memohon ampunan untuk
jenazah.

Tata karma yang sebaiknya dilakukan ketika akan menguburkan jenazah antara lain:

1.Mengiringi jenazah dengan diam sambil berdoa

2.Tidak turut mengiringi, kecuali jika memungkinkan bagi perempuan

3.Membaca salam ketika memasuki pemakaman

4.Tidak duduk hingga jenazah diletakan

5.Orang  yang turun ke liang kubur bukan orang yang berhadas besar

6.Tidak duduk di atas kubur

Bab 4
A. PENGERTIAN KHUTBAH/KHOTBAH, TABLIGH DAN DAKWAH

#1. Pengertian Khutbah

Khutbah secara bahasa berarti ceramah atau pidato. Selain itu juga, khutbah dapat bermakna
memberi peringatan, pembelajaran atau nasehat dalam kegiatan ibadah seperti : salat(salat Jumat,
Idul Adha, Istisqa’, Kusuf) wukuf dan nikah.

Sedangkan pengertian khutbah secara istilah yaitu kegiatan ceramah yang disampaikan kepada
sejumlah orang Islam dengan syarat dan rukun tertentun yang erat kaitannya dengan keabsahan
dan/atau kesunahan ibadah (misalnya khutbah Jumat untuk solat Jumat, khutbah nikah untuk
kesunahan akad nikah).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa macam khutbah, yaitu :
khutbah Jumat, khutbah Idul Fitri, khutbah Idul Adha, khutbah Istisqa’, maupun khutbah dalam
rangkaian salat Kusuf dan Khusuf.

#2. Pengertian Tabligh

Tablig secara etimologi/bahasa berasal dari kata ballaga-yuballigu-tabligan yang artinya


menyampaikan atau memberitahukan dengan lisan.
Adapun menurut terminologi/istilah, tablig berarti menyampaikan ajaran Islam baik dari Al-
Quran maupun Hadist yang ditujukan kepada umat manusia. 

Tablig juga dapat diartikan sebagai kegiatan menyampaikan ‘pesan’ Allah Subhanahu Wata’ala
secara lisan kepada satu orang Islam atau lebih untuk diketahui dan diamalkan isinya. 

Misalnya, Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam memerintahkan kepada sahabat di majlisnya


untuk menyampaikan suatu ayat kepada sahabat yang tidak hadir.

Seseorang yang melakukan tabligh disebut dengan muballig. Muballig ini biasanya
menyampaikan tablignya dengan gaya dan retorika yang menarik. Sobat pasti sering mendengar
istilah tabligh akbar, istilah tersebut dapat diartikan sebagai kegiatan menyampaikan ‘pesan’
Allah Subhanahu Wata’ala dalam jumlah pendengar yang banyak.

#3. Pengertian Dakwah

Dakwah berasal dari Bahasa Arab yaitu da’a – yad’u – da’watan yang berarti memanggil,
menyeru atau mengajak. Menurut istilah, dakwah adalah kegiatan untuk mengajak orang lain ke
jalan Allah Subhanahu Wata’ala secara lisan atau perbuatan untuk kemudian diamalkan dalam
kehidupan nyata supaya mendapat kebahagiaan yang hakiki baik di dunia dan akhirat.

Seseorang yang melaksanakan dakwah disebut da’i. Adapun macam-macam dakwah berdasarkan
bentuk penyampaiannya yaitu :
 Dakwah dengan lisan (kultum, kajian, khutbah).
 Dakwah dengan tulisan (majelis buku, membuat artikel lalu diletakkan di majalah
dinding atau diunggah ke internet).
 Dakwah dengan perilaku (memberi contoh kepada orang lain agar berperilaku baik sesuai
syariat Islam).

B. KETENTUAN KHUTBAH/KHOTBAH, TABLIGH DAN DAKWAH

#1. Ketentuan Khutbah


a.) Syarat Seorang Khatib
 Islam.
 Ballig.
 Berakal sehat.
 Mengetahui ilmu agama.
b.) Syarat Dua Khutbah
 Khutbah dilaksanakan sesudah waktu masuk dzuhur.
 Khatib duduk di antara dua khutbah.
 Khutbah diucapkan dengan suara yang keras dan jelas.
 Tertib.
c.) Syarat-syarat Khotbah Jumat
 Khutbah dilaksanakan sesudah tergelincirnya matahari (masuk waktu dzuhur).
 Khatib dalam keadan suci dari hadas dan najis.
 Khatib harus laki-laki.
 Khatib duduk di antara dua khutbah.
 Khutbah diucapkan dengan suara yang keras dan jelas.
 Khutbah dilakukan dalam keadaan berdiri (jika mampu).
 Hendaknya tertib dalam melakukan rukun khutbah.
d.) Rukun Khutbah
 Membaca hamdallah.
 Membaca syahadat.
 Membaca shalawat atas Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam.
 Berwasiat taqwa.
 Membaca ayat Al Qur’an pada salah satu khotbah.
 Berdoa pada khutbah kedua.
e.) Sunah-sunah Khutbah Jumat
 Khatib memberikan salam sebelum azan dikumandangkan.
 Khotbah diucapkan dengan kalimat yang jelas, fasih, mudah dipahami, dan disampaikan
dengan penuh semangat.
 Khatib menyampaikan khutbah hendaknya diperpendek dan jangan terlalu panjang,
sebaliknya solat Jumatnya yang diperpanjang.
 Khatib menghadap ke jamaah ketika berkhutbah.
 Menertibkan rukun-rukun khutbah.
 Khotbah dilakukan di atas mimbar atau tempat yang tinggi.
Tambahan :
 Pada prinsipnya, ketentuan dan cara khutbah, baik itu untuk salat Jumat, Idul Fitri, Idul
Adha maupun salat khusuf itu sama. Letak perbedaannya yaitu pada waktu
pelaksanaannya, yaitu dilaksanakan setelah salat dan diawali dengan takbir.
 Khutbah wukuf adalah khutbah yang dilakukan pada saat wukuf di Arafah dan
merupakan salah satu rukun wukuf setelah melaksanakan salat dzuhur dan ahsar (di
qasar). Khutbah wukuf hampir sama dengan khutbah Jumat, bedanya pada waktu
pelaksanaannya yaitu ketika wukuf di Arafah.

#2. Ketentuan Tabligh


Syarat Muballig
 Islam.
 Ballig.
 Berakal sehat.
 Mendalami ajaran Agama Islam.
Etika dalam Menyampaikan Tabligh
 Menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
 Bersikap lemah lembut, tidak kasar dan tidak merusak.
 Mengutamakan musyawarah dan berdiskusi untuk memperoleh kesepakatan bersama.
 Materi dakwah yang disampaikan harus memiliki dasar hukum yang kuat, sumbernya
juga harus jelas.
 Menyampaikannya dengan ikhlas dan sabar, sesuai dengan kondisi, psikologis dan
sosiologi si penerima.
 Tidak menghasut orang lain untuk merusak, bermusuhan, berselisih, dan/atau mencari
kesalahan orang lain.
#3. Ketentuan Dakwah
a.) Syarat Seorang Da’i
 Islam.
 Ballig.
 Berakal sehat.
 Mendalami ajaran Agama Islam.
b.) Etika dalam Berdakwah
 Dakwah dilaksanakan dengan hikmah (diucapkan dengan jelas, tegas dan sikap yang
bijaksana).
 Dakwah dilaksanakan dengan mauzatul hasanah atau nasihat yang baik, yaitu cara
persuasif (tanpa kekerasan) dan edukatif (pengajaran).
 Dakwah dilaksanakan dengan memberi contoh yang baik.
 Dakwah dilaksanakan dengan mujadalah, yaitu diskusi atau bertukar pikiran yang
berjalan dengan dinamis dan santun serta menghargai pendapat orang lain.
c.) Objek Dakwah (Mad’u)

Objek dakwah adalah orang yang didakwahi, dengan kata lain orang yang diajak kepada agama
Allah dan untuk kebaikan. Objek dakwah mencakup seluruh manusia, tak terkecuali si
pendakwah itu sendiri.

d.) Materi Dakwah (Al Maudhu’)

Materi dakwah adalah segala sesuatu yang disampaikan kepada subyek dakwah kepada objek
dakwah yang meliputi seluruh ajaran Islam yang bersumber dari Al Quran maupun Hadist.

Secara umum, materi dakwah mencakup 4 hal yaitu : akidah (keyakinan), syariah (hukum),
akhlak (perilaku), dan muamalah (hubungan sosial).

e.) Metode Dakwah (asalibud da’wah)

Metode dakwah yaitu cara-cara yang digunakan oleh seorang da’i dalam berdakwah agar maksud
dari dakwah tersebut tercapai.

Metode dakwah tersebut jika kita jabarkan menjadi :

a.) Berdakwah dengan Hikmah


 Al Quran dan sunah.
 Ucapan ringkas yang mengandung banyak makna.
 Manfaat serta rahasia setiap hari.
b.) Berdakwah dengan Mau’idah Hasanah
 Memberikan motivasi untuk berbuat baik atau memberi peringatan jika melakukan
maksiat.
 Ucapan yang lemah lembut.
 Pengajaran yang mengandung pesan positif.
Jadi, mau’idah hasanah dapat diartikan sebagai nasihat yang diucapkan dengan perkataan lemah
lembut sehingga dapat masuk ke dalam hati orang yang didakwahi dan dapat diterima dengan
penuh kesadaran.
c.) Berdakwah dengan Mujadalah Ahsan
 Mujadalah ahsan adalah melakukan diskusi, bertukar pikiran ataupun membantah
perkataan yang lembut dan tidak menggunakan ucapan yang kasar sehingga dapat
diterima oleh lawan dengan lapang dada.

C. MENERAPKAN PERILAKU MULIA SEHUBUNGAN DENGAN KHUTBAH, TABLIGH


DAN DAKWAH

Sebagai umat Islam yang baik, kita tentu harus merealisasikan nilai-nilai khutbah, tabligh dan
dakwah di mana saja kita berada. Adapun cara-cara yang dapat dilakukan yaitu :

#1. Ketika solat Jumat, hendaknya mengamati dan menyimak khutbah yang disampaikan khatib.
Dengan memperhatikannya secara utuh, diharapkan suatu saat nanti bisa tampil seabagi khatib
pada waktu salat Jumat.

#2. Ketika kita melihat keadaan sekitar yang termasuk maksiat (seperti mencuri, tawuran,
mencontek, dan sebagainya), kita harus mencegahnya dengan memberikan alasan yang logis,
baik atas dasar agama maupun sosial. Cara mencegahnya dapat kita lakukan dengan perbuatan,
jika tidak mampu dengan lisan, dan jika tidak mampu juga maka dengan hati.

#3. Jika melihat sesuatu yang baik, contohlah. Dimulai dari diri sendiri, dari tindakan yang kecil
dimulai dari sekarang.
#4. Lebih aktif mengikuti kegiatan keagamaan.
#5. Memprakarsai kegiatan di lingkungan sekolah, remaja masjid, karang taruna, dakwah
kampus, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai