Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit menular masih merupakan penyebab kematian yang terbesar

di Indonesia. Kurangnya sarana air bersih, sempitnya lahan tempat tinggal

keluarga, kebiasaan makan dengan tangan yang tidak dicuci lebih dulu,

pemakaian ulang daun-daun dan pembungkus makanan yang sudah

dibuang ke tempat sampah, sayur-sayur yang dimakan mentah,

penggunaan air sungai untuk berbagai kebutuhan hidup (mandi, mencuci

bahan makanan, mencuci pakaian, berkumur, gosok gigi, yang juga

digunakan sebagai kakus), dan penggunaan tinja untuk pupuk sayuran,

meningkatkan penyebaran penyakit menular yang menyerang sistem

pencernaan (Soedarto, 2009). Dapat disimpulkan bahwa di Indonesia

masih sangat banyak yang mengalami penyakit menular.

Penyakit menular bisa menyerang keseluruh sistem tubuh manusia

salah satunya menyerang sistem pencernaan. Ada beberapa penyakit

menular pada sistem pencernaan Salah satu penyakit yang bisa

meneyerang sistem pencernaan adalah penyakit demam typhoid.

Demam typhoid merupakan salah satu penyakit yang sangat

berbahaya karena bisa merenggut nyawa manusia jika terlambat

ditangani. Menurut Nursalam et al. (2008), demam tipoid adalah penyakit

infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala

demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan


gangguan kesadaran. Sedangkan menurut Darmowandowo 2006 demam

typoid (typhoid fever) yang biasa disebut tifus merupakan penyakit yang

disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang menyerang bagian saluran

pencernaan. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam

sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran

darah.

Demam typhoid umumnya muncul pada sore dan malam hari, demam

biasanya disertai nyeri kepala hebat dan susah buang air besar. Pada

parathypus jenis thypus yang lebih ringan mungkin sesekali mengalami

buang air besar. Jika diamati, lidah tampak berselaput putih susu, bagian

tepinya merah terang, bibir kering, dan kondisi fisik tampak lemah, serta

nyata tampak sakit. Jika sudah lanjut, mungkin muncul gejala kuning,

sebab pada typhoid organ hati bisa membengkak seperti gejala hepatitis

(Syahrurachman,A (2010).

Demam typhoid juga merupakan penyakit endemik di Indonesia.

Penyakit ini merupakan penyakit menular yang tercantum dalam Undang-

Undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular

ini dapat menyerang banyak orang sehingga bisa menimbulkan wabah.

Demam typhoid menyerang penduduk Asia dengan pravelensi sekitar

900/10.000 penduduk pertahun. Meskipun demam typhoid menyerang

semua umur, namun golongan terbesar tetap pada usia kurang dari 20

tahun (Widoyono, 2011). Depkes RI (2013) di indonesia, penyakit

demam typhoid bersifat endemik. Penyakit ini tersebar diseluruh wilayah


dengan jumlah yang tidak berbeda jauh antar daerah.

Menurut WHO penderita demam typhoid di indonesia cendrung

meningkat setiap tahun rata-rata 81,7 per 100.000 penduduk. Kemenkes

RI, dalam Alan(2014) Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2014

dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di

Indonesia typhoid abdominalis menduduki peringkat ke-3 dengan jumlah

kasus mencapai 41.081 pasien dan 274 diantaranya meninggal. Di

Indonesia penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah

kesehatan masyarakat. Dari kasus di rumah sakit besar di indonesia, kasus

typhoid abdominalis menujukan kecenderungan meningkat dari tahun

ketahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk dengan

kematian 0,65% Rampengan (2013) Penyakit demam typhoid masih

merupakan masalah kesehatan di negara berkembang khususnya di

indonesia. Insidens demam typhoid masih tinggi meskipun komplikasi

dan angka kematian sudah menurun dengan upaya diagnosis cepat dan

pemberian antibotik yang tepat. Dari kasus di beberapa rumah sakit besar,

kasus tersangka demam typhoid menunjukan kecendrungan yang

meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000

penduduk dengan kematian antara 0,6%-5,0%.

WHO dalam Enria (2014) terdapat sekitar 17 juta kasus typhoid

abdominalis di seluruh dunia dengan kejadian 600.000 kasus kematian

tiap tahun. Angka kejadian typhoid abdominalis di ketahui lebih tinggi

pada Negara berkembang khususnya di daerah tropis. Sehingga tidak


heran jika typhoid abdominalis banyak ditemukan di Indonesia. Itang

Andi (2016), Pada tahun 2014 di provinsi Bengkulu ditemukan kasus

Typhoid Abdominalis sebanyak 1000 penderita. Dengan suspek sebanyak

1.630 orang, sedangkan tahun 2015 sebnyak 1.212 dengan suspek 12.600

orang.

Demam typoid merupakan salah satu infeksi yang terjadi di usus

halus dan banyak terjadi dinegara yang beriklim tropis. Menurut

Kunoli,J.Firdaus 2012 menyatakan bahwa penyakit ini mudah menular

dan dapat menyerang banyak orang melalui Empat “F” (Finger, Files,

Fomites, dan Fluids) sehingga memudahkan penyebaran kuman ke

makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa

dicuci/dimasak

Banyak faktor yang mempengaruhi demam typoid, salah satu

penyebab demam typoid menurut Wartonah 2006 dan Nurvina 2013

adalah kebersihan diri. Adapun menurut Depkes RI dalam Nurvina 2013

demam typoid disebabkan oleh personal hygine yang tidak baik. Begitu

juga menurut Manampiring 2014 dari hasil wawancara pada penderita

yang pernah mengalami demam tifoid didapati mereka kurang

memperhatikan kebersihan diri mereka sendiri seperti tidak mencuci

tangan setelah buang air besar, tidak mencuci tangan sebelum makan dan

sering makan di luar rumah. Jadi diatas dapat kita simpulkan bahwa

penyebab yang paling banyak terjadi pada kasus demam typoid adalah

kurang nya menjaga kebersihan diri atau personal hygine.


Personal hygine sangat mempengaruhi demam typoid. Menurut Poter

perry 2005, personal hygine adalah suatu tindakan untuk memelihara

kebersihan diri dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan

psikis. Begitu pula menurut Depkes RI 2016 adalah suatu upaya atau

tindakan untuk menjaga atau meningkatkan kebersihan dan kesehatan

dengan melakukan pemeliharaan dini terhadap semua individu dan faktor

lingkungan yang mempengaruhinya bertujuan agar setiap individu tidak

terkena kuman penyebab penyakit. Sedangkan menurut Brownell 2009

personal hygine adalah cara manusia untuk menjaga dan memelihara

kesehatannya.

Menurut Vandry D dkk 2016 pada hasil penelitian nya didapati ada

hubungan antara kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dengan

kejadian Demam typoid. Artinya responden yang mempunyai kebiasaan

kurang baik mencuci tangan sebelum makan 5,200 kali beresiko

mendapat demam typoid. Hal yang sama terdapat juga pada penelitian

Pramitasari (2013) dimana ada hubungan antara kebiasaan tidak mencuci

tangan sebelum makan dengan kejadian demam tifoid. Dalam penelitian

ini mendapati bahwa 61,9% responden yang menderita demam typoid

memiliki kebiasaan personal hygine yang kurang baik ketika mencuci

tangan sebelum makan dimana mereka tidak mencuci tangan dengan

sabun dan menggosok sela-sela jari dan kuku sehingga kuman Salmonella

typhi ini bisa saja masih ada di bagian tersebut. Sedangkan menurut

Rakhman, dkk (2009) mencuci tangan dengan air dan sabun dapat
melarutkan lemak dan minyak pada permukaan kulit serta menggosoknya

akan menurunkan jumlah kuman yang ada di tangan.

Hubungan antara personal hygiene dengan kejadian demam typoid

sangatlah erat. Saat seseorang kurang memperhatikan hygiene mereka

maka mereka akan gampang terkena berbagai penyakit. Seseorang yang

memiliki hygiene yang baik akan hidup lebih sehat dibandingkan seorang

yang tidak menerapkan hygiene. Macam-macam hygiene yaitu dengan

mencuci tangan pakai sabun, memcuci tangan setelah BAB dan mencuci

bahan makanan yang mentah.. Pernyataan ini searah dengan penelitian

yang dilakukan oleh Pramitasari (2013) dimana ada hubungan antara

kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan dengan kejadian demam

typoid.

Saat dilakukan pra penelitian di RSUD Curup (2019), Data yang

didapat dari Rumah Sakit Umum Daerah Curup di Kabupaten Rejang

Lebong di dapatkan bahwa pasien dengan typhoid abdominalis pada

tahun 2017 jumlah 36 kasus, selanjutnya pada tahun 2018 jumlah kasus

pada pasien typhoid abdominalis meningkat dari tahun sebelumnya yaitu

198 kasus, kemudian pada tahun 2019 jumlah kasus pasien typhoid

abdominalis meningkat lagi dari tahun sebelumnya menjadi 252 kasus.

Merujuk kepada teori dan dari masalah-masalah yang diuraikan

secara rinci diatas menjadi dasar peneliti untuk melakukan penelitian

dengan judul ‘Hubungan Personal Hygine Dengan Kejadian Demam

Typoid di Ruang Melati RSUD Curup Tahun 2020”


1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang permasalahan penelitian, maka

penulis merumuskan masalah: apakah ada Hubungan Personal

Hygiene Terhadap Kejadian Demam Typhoid di RSUD Curup.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan personal hygiene terhadap kejadian

demam typhoid di RSUD Curup.

2. Tujuan Khusus

Mengetahui hubungan personal hygiene dengan kejadian demam

typhoid.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Menjadi pengalaman berharga dalam memperluas wawasan

keilmuan, cakrawala pengetahuan dan pengembangan

keterampilan serta sebagai ajang pengembangan diri.

2. Bagi Responden

Responden bisa mendapatkan informasi mengenai cara

menjaga personal hygiene dan jajan yang sehat untuk mencegah

terjadinya penyakit typhoid.


3. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya

kepustakaan, dapat menjadi salah satu bahan bacaan yang

bermanfaat dan dapat menjadi sumber motivasi bagi mahasiswa-

mahasiswi Tri Mandiri Sakti Bengkulu.

Anda mungkin juga menyukai