POLIP NASI
a. Definisi
Polip nasi ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung,
berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Umumnya sebagian
besar polip ini berasal dari celah kompleks osteomearal (KOM) di meatus media dan
sinus etmoid yang kemudian tumbuh ke arah rongga hidung. 2,5 Polip yang tumbuh ke
arah belakang dan membesar di nasofaring disebut polip koana. Polip koana kebanyakan
berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antro-koana.
b. Epidemiologi
Prevalensi penderita polip nasi belum diketahui pasti karena hanya sedikit laporan dari
hasil studi epidemiologi serta tergantung pada pemilihan populasi penelitian dan metode
diagnostik yang digunakan. Polip nasi ditemukan 1-4% dari total populasi, 36% penderita
dengan intoleransi aspirin, 7% pada penderita asma. Polip pada dewasa berkisar 1-4%
sedangkan 0,1% ditemukan pada anak-anak. Polip nasi terutama ditemukan pada laki-laki
dibanding wanita dengan rasio 2,4:1. Biasanya terjadi setelah umur 20 tahun dan banyak
pada umur 40 tahun ke atas.5
Polip antrokoanal meliputi 4-6% dari seluruh polip nasal, merupakan jenis polip
nasal yang banyak ditemukan pada anak dan usia muda, 33% polip nasal pada
anak adalah polip antrokoanal. Distribusi umur penderita polip antrokoanal adalah
antara 7 sampai 75 tahun, dengan umur rata-rata 20 tahun. Rasio kejadian antara
pria dan wanita adalah 1.3–1.5 : 1.6 Prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% pada orang
dewasa di Eropa dan 4,3% di Finlandia. Dengan perbandingan pria dan wanita 2- 4:1. Di
Amerika Serikat prevalensi polip nasi diperkirakan antara 1-4 %. Pada anak-anak sangat
jarang ditemukan dan dilaporkan hanya sekitar 0,1%. Penelitian Larsen dan Tos di
Denmark memperkirakan insidensi polip nasi sebesar 0,627 per 1000 orang per tahun
(Bateman 2003, Ferguson et al.2006). Di Indonesia studi epidemiologi menunjukkan
bahwa perbandingan pria dan wanita 2-3 : 1 dengan prevalensi 0,2%-4,3%.2,3,4
c. Etiopatogenesis
Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai etiologi polip nasi, terdapat sejumlah
hipotesis mengenai asal dari polip nasi eosinofilik dan neutrofilik yang berkisar dari
predisposisi genetik, variasi anatomi, infeksi kronis, alergi inhalan, alergi makanan, sampai
ketidakseimbangan vasomotor.2
Etiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada terjadinya polip, yaitu:
1. Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus.
2. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor.
3. Adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa hidung
d. Manifestasi Klinis
Polip hidung dapat menyebabkan hidung tersumbat, yang selanjutnya dapat
menginduksi rasa penuh atau tekanan pada hidung dan rongga sinus. Kemudian
dirasakan hidung yang berair (rinorea) mulai dari yang jernih sampai purulen,
hiposmia atau anosmia serta dapat juga dirasakan nyeri kepala daerah frontal. Gejala
lain yang dapat timbul tergantung dari penyertanya, pada infeksi bakteri dapat
disertai pula dengan post nasal drip serta rinorea purulen. Gejala sekunder yang
dapat timbul adalah bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur,
dan gannguan kualitas hidup.2
Dapat juga menyebababkan gejala pada saluran nafas bawah, berupa batuk kronik
dan mengi, terutama pada penderita polip hidung dengan asma. 5 Selain itu harus
dicari riwayat penyakit lain seperti alergi, asma, intoleransi aspirin.5
e. Diagnosis
Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan keluhan-keluhan berupa hidung tersumbat, rinorea,
hiposmia atau anosmia. Dapat pula didapatkan gejala skunder seperti bernafas
melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan gangguan aktifitas.2
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Terlihat deformitas hidung luar sehingga hidung tampak melebar
- Rhinoskopi anterior
Memperlihatkan massa translusen pada rongga hidung. Deformitas septum
membuat pemeriksaan menjadi lebih sulit. Tampak sekret mukus dan
polip multipel atau soliter. Polip kadang perlu dibedakan dengan konka nasi
inferior, yakni dengan cara memasukan kapas yang dibasahi dengan larutan
efedrin 1% (vasokonstriktor), konka nasi yang berisi banyak pembuluh darah akan
mengecil, sedangkan polip tidak mengecil. Polip dapat diobservasi berasal dari daerah
sinus etmoidalis, ostium sinus maksilaris atau dari septum.
- Rhinoskopi Posterior
Kadang - kadang dapat dijumpai polip koanal. Sekret mukopurulen ada kalanya berasal
dari daerah etmoid atau rongga hidung bagian superior, yang menandakan adanya
rinosinusitis.
Pembagian stadium polip menurut MacKay dan Lund :
Stadium 1 : polip masih terbatas pada meatus media
Stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus media, tampak pada rongga hidung
tertapi belum memenuhi rongga hidung
Stadium 3: polip masif.2
Pemeriksaan Penunjang
1. Naso-endoskopi
Polip pada stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat dari rinoskopi anterior,
akan tetapi dengan naso endoskopi dapat terlihat dengan jelas. Pada kasus polip
koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius
sinus maksila.2,6
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos sinus paranasal (Posisi waters, AP, Caldwell dan latera) dapat
memperlihatkan adanya penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di
dalam sinus, tetapi kurang bermanfaat untuk polip hidung. Pemeriksaan CT scan
sangat bermanfaat untuk melihat secara jelas keadaan di hidung dan sinus
paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada
kompleks osteomeatal (KOM). CT scan harus diindikasikan pada kasus polip yang
gagal diobati dengan terapi medikamnetosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan
pada perencanaan tindakan bedah endoskopi.6
3. Pemeriksaan Histologis
Secara histologis, polip hidung ditandai dengan epitel kolumnar semu bersilia,
penebalan membran epitel basal dan beberapa ujung saraf. Stroma polip hidung edema.
Vaskularisasi yang sangat sedikit dan tidak memiliki persarafan, kecuali di dasar polip.3
Polip hidup diklafikasian berdasarkan gambaran histologis sehingga perlu
dilakukannya pemeriksaan histologis. Berikut adalah gambaran histologis yang
diklasifikasikan menurut Hellquist HB:13
g. Tatalaksana
Tujuan dari tatalaksana polip hidung yaitu: 4,6
- Memperbaikai keluhan pernafasan pada hidung
- Meminimalisir gelaja
- Meningkatkan kemampuan penghidu
- Menatalaksanai penyakit penyerta
- Meningkatkan kulitas hidup
- Mencegah komplikasi.
Secara umum penatalaksanaan dari polip hidung yaitu melalui penatalksanaan medis
dan operatif.
1. Tatalaksana Medis
Polip Hidung merupakan kelainan yang dapat ditatalaksanai secara medis.
Walaupun pada beberapa kasus memerlukan penanganan operatif, serta tatalaksana
agresif sebelum dan sesudah operatif juga diperlukan.2,6
a. Antibiotik
Polip hidung dapat menyebabkan terjadinya obstruksi sinus, yang selanjutnya
menimbulkan infeksi. Tatalaksana dengan antibiotik dapat mencegah
pertumbuhan dari polip dan mengurangi perdarahan selama operasi. Antibiotik
yang diberkan harus langsung dapat memberikan efek langsung terhadap
spesies Staphylococcus, Streptococcus, dan bakteri anaerob, yang merupakan
mikroorganisme pada sinusitis kronis.6
b. Corticosteroid
Topikal Korticosteroid
Intranasal/topikal kortikosteroid merupakan pilihan pertama untuk polip
hidung. Selain itu penggunaan topikal kortikosteroid ini juga berguna pada
pasien post-operatif polip hidung, dimana pemberiannya dapat mengurangi
angka kekambuhan. Pemberian dari kortikosteroid topikal ini dapat dicoba
selama 4-6 minggu dengan fluticasone propionate nasal drop 400 ug 2x/hari
memiliki kemampuan besar dalam mengatasi polip hidung ringan-sedang
(derajat 1-2), diamana dapat mengurangi ukuran dari polip hidung dan
keluhan hidung tersumbat.4
Sitemik Kortikosteroid
Penggunaan dari kortikosteroid sistemik/oral tunggal masih belum banyak
diteliti. Penggunaanya umumnya berupa kombinasi dengan terapi kortikosteroid
intranasal. Penggunaan fluocortolone dengan total dosis 560 mg selama 12 hari
atau 715 mg selama 20 hari dengan pengurangan dosis perhari disertai
pemberian budesonide spray 0,2 mg dapat mengurangi gejala yang timbul serta
memperbaiki keluhan sinus dan mengurangi ukuran polip.4
Akan tetapi dari penelitian lain, penggunaan kortikosteroid sistemik tunggal
yaitu methylprednisolone 32 mg selama 5 hari, 16 mg selama 5 hari, dan 8 mg
selama 10 hari ternyata dapat memberikan efek yang signifikan dalam
mengurangi ukuran polip hidung serta gejala nasal selain itu juga meningkatkan
kemampuan penghidu.6
c. Terapi lainnya
Penggunaan antihistamin dan dekongestan dapat memberikan efek
simtomatik akan tetapi tidak merubah perjalanan penyakitnya. Imunoterapi
menunjukkan adanya keuntungan pada pasien dengan sinusitis fungal dan dapat
berguna pada pasien dengan polip berulang. Antagonis leukotrient dapat
diberikan pada pasien dengan intoleransi aspirin.4
2. Terapi Pembedahan
Indikasi untuk terapi pembedahan antara lain dapat dilakukan pada pasien
yang tidak memberikan respon adekuat dengan terapi medikal, pasien dengan
infeksi berulang, serta pasien dengan komplikasi sinusitis, selain itu pasien polip
hidung disertai riwayat asma juga perlu dipertimbangkan untuk dilakukan
pembedahan guna patensi jalan nafas. Tindakan yang dilakukan yaitu berupa
ekstraksi polip (polipektomi), etmoidektomi untuk polip etmoid, operasi Caldwell-
luc untuk sinus maxila. Untuk pengembangan terbaru yaitu menggunakan operasi
endoskopik dengan navigasi komputer dan instrumentasi power. 3,6
Keluhan
Sumbatan hidung dengan 1/> gejala
Keterangan
menentukan stadium
Stad 2&3 Stad I & 2 Polip dalam MM (NE)
Terapi bedah Terapi Polip keluar dari MM
medik Polip memenuhi rongga
hidung
Persiapan pra
bedah
Terapi medik :
steroid topical dan atau
polipektomi medikamentosa dengan cara :
deksametason 12 mg (3 Hr) 8 mg (3 Hr)4 mgt (3 Hr)
Methylprednisolon 64 mg 10 mg (10 Hr)
Prednisone 1 mg/ kgbb (10 Hr)
Polip rekuren :
Cari faktor alergi
Steroid topical
Steroid oral tidak lebih 3-4x/ tahun
Kaustik
Operasi ulang
h. Prognosis
Umumnya setelah penatalaksanaan yang dipilih prognosis polip hidung ini baik
(dubia et bonam) dan gejala-gejala nasal dapat teratasi. Akan tetapi kekambuhan pasca
operasi atau pasca pemberian kortikosteroid masih sering terjadi. Untuk itu follow-up
pasca operatif merupakan pencegahan dini yang dapat dilakukan untuk mengatasi
kemungkinan terjadinya sinekia dan obstruksi ostia pasca operasi, bagaimana patensi
jalan nafas setelah tindakan serta keadaan sinus, pencegahan inflamasi persisten, infeksi,
dan pertumbuhan polip kembali, serta stimulasi pertumbuhan mukosa normal. Untuk itu
sangat penting dilakukan pemeriksaan endoskopi post operatif. Penatalaksanaan lanjutan
dengan intra nasal kortikosteroid diduga dapat mengurangi angka kekambuhan polip
hidung.2,3,6