Anda di halaman 1dari 16

Questions for Discussion

1. State and define the intellectual development stages espoused by Piaget and discuss
the mathematical ability of the children at each stage.
2. Define the following terms used Piaget: assimilation and accommodation. Discuss
each of the terms relating to its application in the learning of mathematics.
3. Define and provide an example for each of the following mathematics learning object:
fact, skill, concept and principle from any mathematics topics.
4. Explain the difference between a learning theory and a instructional theory. State a
teacher needs to know these theories. What is the relationship between the theory of
learning and the theory of instruction with respect to their aplication in the teaching
and learning of mathematics in the classroom?
5. Explain how Dienes’ theory regarding the teaching and learning of mathematics is
related to piaget’s intellectual development theory.
6. State four theorems/principles put forward by Burner. Explain how these
theorems/principles can be applied in the teaching and learning of mathematics.
7. Get hold of secondary school textbook, choose a topi cor a sub-topic and then analyse
the examples given in the textbook according to the leaning theories of Burner,
Gagne, and Ausubel.
8. Using a suitable example, explain the basic of learning mathematics that was
suggested by Gagne.

Translate

1. Nyatakan dan tentukan tahap perkembangan intelektual yang dianut oleh Piaget dan
bahas kemampuan matematika anak-anak di setiap tahap.
Jawab :
Teori Piaget menyatakan bahwa perkembangan intelektual manusia terjadi
sesuai dengan kronologi empat tahap secara berurutan. Pengaturan tahap
perkembangan intelektual di antara manusia ini ditemukan konstan. Namun
demikian, usia di mana seseorang memasuki setiap tahap perkembangan intelektual,
mungkin bervariasi tergantung pada faktor genetik dan lingkungannya.
Sebenarnya, teori dan penelitian Jean Piaget adalah studi tentang
pengetahuan dan bagaimana pengetahuan berkembang dalam organisme manusia.
Piaget juga mengemukakan teori yang terkait dengan proses pembelajaran dan teori
perkembangan kognitif.
Teori Perkembangan Kognitif anak berbeda dari satu anak ke anak lainnya
dan perubahan terjadi sesuai dengan usia anak-anak. Terdapat empat tahap
perkembangan kognitif anak, yaitu:
 Tahap sensorik-motorik (0-2 tahun)
Tahap pertama perkembangan intelektual adalah tahap sensorik-
motorik yang dimulai ketika bayi lahir sampai ia berusia dua tahun. Pada
tahap ini, bayi menggunakan motor sensoriknya untuk memahami dan
berinteraksi dengan sekitarnya. Balita kemudian belajar untuk
mengoordinasikan motor sensoriknya dengan gerakan yang dilakukan dan
upaya untuk menghubungkan benda-benda yang terlihat di lingkungan.
Sebagai contoh, seorang bayi mungkin mengenali ketukan di pintu pada waktu
tertentu sebagai saat ayahnya kembali dari kantor. Selama tahap ini, seorang
anak juga memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas refleks, berjalan
dan akhirnya berbicara di akhir tahap.
 Tahap Pra-Operasional ((2-7 tahun)
Tahap ini dimulai dari usia dua tahun hingga tujuh tahun. Anak-anak
dikatakan egosentris pada tahap ini. Mereka mulai menggunakan bahasa dan
simbol sederhana untuk memvisualisasikan konsep dan hanya memiliki
kemampuan untuk berpikir transduktif yaitu dari satu contoh spesifik ke
contoh spesifik lainnya saja. Mereka tidak dapat berpikir secara deduktif
(yaitu dari umum ke spesifik) atau secara induktif (yaitu dari spesifik ke
umum). Anak-anak pada tahap ini juga tidak memiliki kemampuan untuk
memahami proses yang mengubah satu bentuk ke bentuk lain. Mereka merasa
sulit untuk membedakan konsep kuantitas, volume, ruang dan area. Anak-anak
juga tidak dapat mengamati proses pembalikan.
 Tahap Operasional Konkret (7-12 tahun)
Tahap ini dimulai ketika seorang anak berusia tujuh tahun sampai dia
mencapai 12, 13 atau 14 tahun. Pada tahap ini, tingkat egosentrisitas anak-
anak mulai berkurang secara bertahap. Anak-anak juga dapat mengidentifikasi
karakteristik tertentu dari suatu objek dan mengklasifikasikan objek tersebut
ke dalam set dan subset sesuai dengan karakteristik spesifik mereka. Mereka
juga memperoleh konsep transformasi dan proses pembalikan serta
kemampuan untuk mengamati proses inversi serta untuk berpikir secara
induktif dan deduktif. Namun, mereka tidak dapat berpikir secara abstrak
melainkan hanya berpikir logis terbatas pada masalah nyata. Dengan
demikian, kegiatan belajar harus bergantung pada bahan konkret dan
pengalaman langsung. Mereka juga kurang memiliki kemampuan dalam
memecahkan masalah logika matematika seperti 'Jika Ali lebih tinggi dari
Bakar dan Bakar lebih pendek dari Ahmad, lalu siapa yang paling pendek?'.
Dalam memecahkan masalah, mereka menggunakan metode yang tidak
sistematis. Anak-anak pada tahap ini juga tidak mampu membuat generalisasi
berdasarkan contoh-contoh yang diberikan seperti: 3 + 4 = 4 + 3, 7 + 12 = 12
+ 7, dengan demikian a + b = b + a. Mereka juga kurang mampu mempelajari
lebih dari satu konsep secara bersamaan.
 Tahap Operasional Formal (12 tahun ke atas)
Anak-anak yang usianya berkisar antara 12 tahun hingga sekitar 16, 17
atau 18 tahun dikatakan dalam tahap operasional formal. Mereka tidak lagi
mengandalkan material konkret untuk membantu mereka memvisualisasikan
materi abstrak karena mereka mampu berpikir secara abstrak dan memecahkan
masalah yang kompleks. Mereka dapat berpikir secara induktif dan deduktif
untuk membuktikan teorema dan aturan matematika, serta membuat
generalisasi atau kesimpulan. Selain itu, mereka dapat menggunakan simbol
matematika untuk mewakili ide-ide abstrak, mengaitkan konsep tertentu
dengan konsep lain, menerapkan logika untuk memecahkan masalah dan dapat
memperdebatkan implikasi seperti 'jika x, maka y'. Anak-anak pada tahap ini
juga dapat melakukan pemikiran ilmiah dan penalaran matematis seperti
membuat hipotesis, menguji hipotesis dan membuat kesimpulan. Mereka juga
memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi semua faktor yang relevan
terkait dengan masalah atau situasi. Begitu mereka mencapai akhir tahap ini,
mereka akan dapat memahami dan menerapkan konsep yang lebih kompleks
seperti permutasi, kombinasi, proporsionalitas, korelasi, dan probabilitas.
2. Tentukan istilah Piaget yang digunakan sebagai berikut: asimilasi dan akomodasi.
Diskusikan masing-masing istilah yang berkaitan dengan penerapannya dalam
pembelajaran matematika.
Jawab :
Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibangun melalui dua proses, yaitu
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan suatu proses di mana seorang anak
menggabungkan setiap pengalaman baru ke dalam skema yang ada. Anak
menafsirkan pengalaman baru tersebut berdasarkan pengalaman sebelumnya dalam
skema. Sebagai contoh, eorang siswa mempunyai skema tentang perkalian sebagai
penjumlahan bilangan sebanyak n kali. Kemudian, guru memberikan informasi baru
mengenai ekponensial atau perkalian bilangan yang sama sebanyak n kali. Dengan
pemberian informasi tersebut, siswa akan merasa proses perkalian sebagai
penjumlahan bilangan sebanyak n kali berbeda dengan perkalian bilangan yang sama
sebanyak n kali karena mempunyai kekhususan, yaitu dalam penulisannya. Siswa
perlu memasukkan informasi baru ini ke dalam skema yang sudah dimiliki dengan
mencoba mengerjakan proses perkalian bilangan yang sama sebanyak n kali tersebut.
Sedangkan akomodasi merupakan suatu proses yang melibatkan modifikasi permanen
struktur mental untuk memenuhi kebutuhan pengalaman baru. Akomodasi menuju
sekitarnya akan menghasilkan modifikasi skema yang konstan tetapi perubahan ini
tidak semuanya bersifat kuantitatif tetapi kemudian skema tersebut akan mengalami
perubahan kualitatif juga. Sementara individu berkembang dari anak-anak menjadi
orang dewasa, cara dia bertindak atau berpikir akan sering berubah dikarenakan
struktur mental baru akan menggantikan struktur lama berdasarkan proses akomodasi.
Contohnya, Dalam proses perkalian bilangan yang sama sebanyak n kali yang
dilakukan, siswa akan memodifikasi skema yang sudah dimiliki yaitu perkalian
sebagai penjumlahan bilangan sebanyak n kali dengan menambahkan skema
eksponensial sebagai perkalian bilangan yang sama sebanyak n kali. Dengan
memodifikasi, siswa akan memperoleh skema baru mengenai eksponensial yang
merupakan perkalian bilangan sebanyak n kali dengan kekhususan bilangan tersebut
sama yang kemudian dapat dituliskan dalam bentuk ab = c dengan keterangan a =
sebuah bilangan, b = banyaknya pengulangan, dan c = hasil perkalian yang juga
merupakan hasil eksponensial atau perpangkatan.
3. Tetapkan dan berikan contoh untuk masing-masing objek pembelajaran matematika
berikut: fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip dari topik matematika apa pun.
Jawab :
 Fakta-Fakta Matematika
Fakta-fakta matematika merujuk pada pendapat yang disepakati dalam
matematika seperti simbol matematika. Sebagai contoh, 2 adalah simbol
untuk konsep dua, + adalah simbol untuk operasi penjumlahan dan sinus
adalah nama yang diberikan untuk fungsi spesifik dalam trigonometri. Fakta
dapat dipelajari melalui berbagai latihan, permainan dan lainnya. Seorang
siswa dikatakan telah menguasai fakta jika ia dapat menyatakan fakta dan
dapat menggunakannya dalam banyak situasi.
 Keterampilan Matematika
Keterampilan matematika mengacu pada operasi dan prosedur yang
diharapkan dilakukan oleh siswa secara akurat dan cepat. Sebagian besar
keterampilan terdiri dari serangkaian aturan/arah yang harus diikuti atau
prosedur khusus yang harus dilakukan secara berurutan yang disebut dengan
algoritma. Keterampilan yang dapat dikuasai oleh siswa adalah pembagian
panjang, penambahan fraksi, perkalian dua desimal, membangun sudut kanan,
membagi dua sudut sama rata atau menemukan persatuan dan persimpangan
dua set atau lebih. Keterampilan ini dapat dikuasai melalui demonstrasi dan
latihan. Seorang siswa dikatakan menguasai keterampilan tertentu jika ia
mampu menyelesaikan berbagai masalah secara akurat dengan menggunakan
keterampilan ini atau menggunakan keterampilan ini secara efektif dalam
banyak situasi.
 Konsep Matematika
Konsep matematika merupakan ide abstrak yang memungkinkan kita
untuk mengklasifikasikan objek atau peristiwa serta menentukan apakah objek
atau peristiwa tertentu adalah contoh atau non-contoh dari ide abstrak tersebut.
Persamaan, ketidaksetaraan, segitiga, kubus, jari-jari dan eksponensial adalah
beberapa contoh konsep dalam matematika. Konsep-konsep ini dapat
dipelajari melalui definisi atau diagram. Anak-anak yang masih pada tahap
operasional konkret Piaget perlu melihat atau memanipulasi representasi fisik
dari konsep yang akan dipilih. Remaja pada tahap operasional formal dapat
belajar konsep tertentu melalui diskusi dan refleksi .Seorang dikatakan telah
menguasai konsep jika dia mampu membedakan contoh dan non-contoh.
 Prinsip Matematika
Prinsip matematika merujuk pada objek matematika yang paling sulit.
Prinsip sebenarnya adalah urutan konsep dan hubungan antara konsep-konsep
ini. Misalnya, pernyataan "Dua segitiga dikatakan selaras jika dua sisi dan
satu sudut dalam satu segitiga sama dengan dua sisi dan satu sudut pada
segitiga lain" adalah prinsip matematika. Teorema Pythagoras adalah prinsip
lain. Setiap prinsip melibatkan beberapa konsep dan hubungan antara konsep-
konsep. Prinsip matematika dapat dipelajari melalui investigasi, pembelajaran
penemuan terbimbing, diskusi kelompok dan menerapkan strategi pemecahan
masalah.
Berdasarkan definisi di atas, hubungan antara fakta, keterampilan, konsep dan
prinsip dalam pengajaran dan pembelajaran matematika dapat diilustrasikan dengan
menggunakan topik persamaan kuadrat sebagai berikut:
Seorang siswa yang mampu mengingat dan menghafal rumus persamaan
kuadrat dikatakan menguasai fakta. Jika dia mampu mengganti angka ke dalam
rumus kuadratik dan mendapatkan beberapa jawaban, maka dia dikatakan telah
menguasai keterampilan. Lebih lanjut, jika ia mampu mengklasifikasikan 5, 3 dan 4
sebagai konstanta dan x sebagai variabel dalam persamaan kuadratik 5 x+ 3 x + 4=0,
maka ia telah menunjukkan penguasaan konsep. Akhirnya, jika dia berhasil
membuktikan atau menurunkan rumus kuadrat dan kemudian menjelaskannya kepada
siswa lain, dia dikatakan telah menguasai prinsip matematika.

4. Jelaskan perbedaan antara teori belajar dan teori pembelajaran. Sebutkan seorang guru
perlu mengetahui teori-teori ini. Apa hubungan antara teori pembelajaran dan teori
pengajaran sehubungan dengan aplikasi mereka dalam pengajaran dan pembelajaran
matematika di kelas?
Jawab :
Menurut Bruner, ada perbedaan antara teori belajar atau teori pengembangan
intelektual dan teori pengajaran. Teori belajar dikatakan deskriptif sedangkan teori
pembelajaran dianggap sebagai preskriptif. Teori belajar hanya menggambarkan
aktivitas mental yang dilakukan oleh siswa pada tahap tertentu. Ini juga menjelaskan
peristiwa yang telah terjadi atau yang diharapkan terjadi. Sebagai contoh, teori
pengembangan kognitif Piaget menjelaskan tahap perkembangan mental peserta didik
dan mengidentifikasi kegiatan mental yang dapat dilakukan atau sebaliknya pada
setiap tahap. Namun, teori belajar Piaget tidak menjelaskan aturan atau prosedur
untuk pengajaran. Disisi lain, teori pengajaran bersifat preskriptif sehingga
menjelaskan prosedur dan tujuan pengajaran.
Guru matematika yang efektif tidak hanya harus memiliki pemahaman yang
baik tentang isi pelajaran, tetapi juga harus memiliki pengetahuan tentang teori
pembelajaran dan pengajaran matematika. Menurut Skemp masalah belajar dan
mengajar adalah masalah psikologis dan sebelum kita membuat banyak peningkatan
dalam pengajaran matematika, kita perlu tahu lebih banyak tentang bagaimana
matematika itu dipelajari. Guru sering tidak menyadari hubungan antara masalah
mengajar yang mereka hadapi di ruang kelas dan teori belajar. Ini menunjukkan
bahwa mereka tidak benar-benar memahami teori pembelajaran yang dipelajari
sebelumnya. Seorang guru di sekolah dasar yang mungkin mengajar di kelas satu
hingga kelas enam perlu memahami kemampuan anak-anak yang usianya berkisar
antara enam hingga dua belas tahun. Demikian pula, seorang guru di sekolah perlu
memahami kemampuan dan kesiapan anak-anak untuk belajar yang usianya berkisar
antara tiga belas hingga sembilan belas tahun. Namun, guru perlu menyadari bahwa
beberapa siswa di tingkat menengah ke bawah (dan mungkin juga di tingkat atas)
masih dalam tahap operasional konkret. Dengan demikian, sangat penting bahwa
guru matematika memeriksa dan mengidentifikasi karakteristik perkembangan
intelektual yang dimiliki siswa mereka sebelum memulai pembelajaran.

5. Jelaskan bagaimana teori Dienes mengenai pengajaran dan pembelajaran matematika


terkait dengan teori pengembangan intelektual piaget.
Jawab :
Dienes mengembangkan sistem instruksi matematika berdasarkan
pengalaman dan minatnya dalam matematika serta psikologi pembelajaran Piaget.
Sistem ini dikembangkan untuk membuat matematika menyenangkan dan mudah
dipelajari. Dienes percaya bahwa matematika tidak diajarkan dengan memuaskan di
tingkat mana pun sehingga banyak anak yang tumbuh membenci matematika. Anak-
anak ini mungkin tidak pernah berhasil memahami secara bermakna konsep-konsep
matematika yang dipelajari. Menurut Dienes, matematika pada umumnya dipandang
sebagai sesuatu yang sulit dan membingungkan kecuali guru dapat mengubah situasi
ini dengan membuat pembelajaran matematika menjadi menyenangkan, menstimulasi
dan mudah dipelajari.
Dienes percaya bahwa konsep matematika dipelajari dalam tahap progresif
yang mirip dengan tahap perkembangan intelektual Piaget. Dia mengusulkan enam
tahapan dalam pengajaran dan pembelajaran konsep-konsep matematika dimana
tahap-tahap pembelajaran ini harus didasarkan pada tingkat sekolah siswa. Misalnya,
permainan bebas dapat dihilangkan dari kegiatan pembelajaran pada siswa sekolah
menengah. Tahap-tahap pembelajaran menurut Dienes yaitu:
Tahap 1: Permainan Gratis
Permainan informal ini dilakukan oleh siswa sendiri tanpa aturan
atau hukum apa pun yang melekat padanya. Tujuan permainan ini adalah
untuk memotivasi siswa untuk belajar di lingkungan riang. Siswa
menggunakan alat bantu belajar yang terkait dengan konsep yang akan
dipelajari dalam permainan ini di mana mereka juga didorong untuk
bereksperimen dan memanipulasi fisik representasi konsep. Siswa akan
menemukan aturan sendiri dalam permainan ini dan kemudian akan
mengikuti aturan ini dalam melakukan sisa kegiatan permainan.
Tahap 2: Permainan
Setelah periode permainan bebas, siswa akan mulai mengamati pola
dan keteraturan yang diwujudkan dalam konsep-konsep tersebut. Para siswa
akan memperhatikan bahwa sejumlah aturan yang mengatur peristiwa, hal-
hal mungkin terjadi dan hal-hal lain tidak mungkin terjadi. Saat menemukan
aturan dan properti yang menentukan acara, mereka siap untuk bermain
permainan, bereksperimen dengan mengubah aturan permainan buatan guru
dan membuat permainan sendiri. Berbagai permainan dengan representasi
konsep yang berbeda akan membuat siswa untuk menemukan elemen logis
dan matematis dari konsep tersebut.
Tahap 3: Mencari Komunalitas (karakteristik umum)
Guru akan membimbing siswa untuk mencari komunalitas dari
konsep matematika yang dipelajari. Para siswa dapat melakukan ini dengan
memisahkan konsep abstrak dari kegiatan konkret. Untuk membantu siswa
mencapai kesadaran ini, guru akan menunjukkan bagaimana setiap contoh
atau representasi dapat ditransfer ke contoh lain tanpa mengubah
karakteristik abstrak umum.
Tahap 4: Representasi
Setelah mengamati unsur-unsur umum dalam setiap contoh konsep,
siswa perlu membangun dengan bantuan guru, representasi konsep yang
menggabungkan semua elemen umum yang ditemukan dalam setiap contoh
konsep. Representasi konsep bisa dalam bentuk diagram, gambar maupun
kata-kata.
Tahap 5: Simbolisasi
Pada tahap ini, siswa perlu membentuk simbol matematika dan
bahasa untuk menggambarkan representasi mereka sendiri dari konsep yang
bersangkutan. Pembentukan representasi simbol harus dilakukan oleh siswa
sendiri dan guru seharusnya hanya melakukan intervensi jika simbol yang
dipilih tidak sejalan dengan yang ada di buku teks.
Tahap 6: Formalisasi
Siswa menggunakan simbol yang mereka pahami untuk memecahkan
masalah atau untuk mengembangkan teorema, hukum atau rumus
matematika sehingga dapat menciptakan sistem formal dan menggunakan
konsep untuk memecahkan masalah matematika murni dan terapan.

Berdasarkan tahapan tersebut, Dienes memandang pengajaran dan


pembelajaran matematika sebagai berikut:
a) Pembelajaran matematika didasarkan pada pengalaman dan siswa belajar
matematika dengan membuat abstraksi konsep dan struktur matematika dari
pengalaman yang ada.
b) Ada beberapa proses yang harus dilalui siswa dalam mempelajari konsep
matematika. Prosesnya adalah sebagai berikut:
 Periode permainan dan percobaan yang melibatkan bahan konkret dan ide-ide
abstrak.
 Mengatur pengalaman yang diperoleh menjadi sesuatu yang berarti.
 Mendapatkan wawasan dan pemahaman begitu siswa memahami konsep yang
dipelajari.
 Sesi latihan untuk mengajarkan konsep baru sehingga siswa dapat membuat
aplikasi dan menggunakannya dalam pengalaman belajar matematika yang
baru.
c) Matematika adalah seni kreatif dan dapat diajarkan dan dipelajari sebagai seni.
d) Siswa memiliki kemampuan untuk menafsirkan situasi konkret atau peristiwa
menjadi simbol abstrak formal.
e) Konsep matematika baru perlu dihubungkan dengan konsep dan struktur yang
telah dipelajari sebelumnya sehingga akan ada transfer pembelajaran dari yang
terakhir ke yang pertama.

6. Nyatakan empat teorema / prinsip yang diajukan oleh Burner. Jelaskan bagaimana
teorema / prinsip ini dapat diterapkan dalam pengajaran dan pembelajaran
matematika.
Jawab :
Prinsip atau Teorema Pembelajaran Matematika Bruner yaitu:
1. Teorema Konstruksi
Cara terbaik bagi siswa untuk belajar konsep baru, prinsip atau prosedur
dalam matematika adalah dengan membangun perwakilannya sendiri yang sesuai.
Kegiatan konkret harus dilakukan oleh siswa sendiri dalam membangun
representasi konsep. Ini bukan ide yang baik untuk mengungkapkan rumus
matematika secara langsung kepada siswa karena akan menurunkan motivasi
mereka untuk belajar dan bahkan menyebabkan kebingungan bagi beberapa
siswa. Misalnya, beberapa guru sering memperkenalkan konsep gradien siswa.
garis lurus dengan menuliskan rumus: gradient ¿( y 2− y 1)/ x 2−x 1 langsung dan
kemudian memberikan beberapa contoh tentang cara menerapkan formula.
Seharusnya, para guru dapat meminta siswa untuk membangun sendiri rumus
untuk menemukan gradien dari setiap garis antara dua titik pada bidang Cartesian.
Setelah menemukan formula ini, siswa harus didorong untuk mencari beberapa
karakteristik dasar tentang gradien.
2. Teorema Notasi
Notasi matematika yang digunakan harus sesuai dengan tahap
perkembangan intelektual siswa terutama yang berkaitan dengan konstruksi
representasi awal. Sebagai contoh, penggunaan notasi matematika pada
(3+ 4)+(5−7)=(7−2) dan y=4 x +3 tetapi tidak menggambarkan konsep fungsi
seperti pada y=f ( x ).
3. Teorema Kontras dan Variasi
Kemajuan dalam menggunakan representasi konkret menjadi representasi
abstrak melibatkan proses-proses kontras dan variasi. Sebagian besar konsep
matematika tidak ada artinya kecuali konsep yang bersangkutan dibandingkan
dengan konsep lain. Sebagai contoh, dalam geometri, konsep busur, pusat
lingkaran, keliling dan lainnya menjadi lebih bermakna jika dibandingkan satu
sama lain. Selain itu, sebagian besar konsep matematika didefinisikan dalam hal
sifatnya yang kontras di mana ada banyak contoh yaitu konsep multiplikasi dan
pembagian, konsep diferensiasi dan integrasi, bilangan rasional dan irasional,
vektor dan matriks, dan konsep set persimpangan dan serikat yang ditetapkan.
Prinsip kontras adalah cara paling penting untuk membantu siswa memahami
secara intuitif topik baru tertentu dan memperoleh representasi abstrak dengan
sukses. Dalam instruksi matematika, guru harus memberikan banyak dan
berbagai contoh dari setiap konsep yang diajarkan sehingga pemahaman siswa
akan ditingkatkan.
4. Teorema Konektivitas
Setiap konsep, prinsip, dan keterampilan matematika terhubung ke
konsep, prinsip, atau keterampilan lain. Sebagai contoh, konsep gradien garis

dy
lurus terkait dengan garis singgung kurva pada titik tertentu, konsep dari
dx
turunan, konsep fungsi kontinu, grafik untuk fungsi meningkat dan menurun dan
sebagainya. Pengajaran matematika juga harus menunjukkan kontinuitas yang
ada antara struktur matematika seperti dalam sistem bilangan real dan dalam
sistem matriks di bawah operasi penjumlahan dan perkalian. Dalam kedua
sistem, mereka menampilkan karakteristik serupa yang berkaitan dengan hukum
asosiatif. Namun, dalam sistem bilangan real, pernyataan a × b=0, dengan
demikian menyiratkan bahwa a = 0 atau b = 0 benar, tetapi pernyataan yang
sesuai dalam sistem matriks jelas tidak benar.
7. Dapatkan buku teks sekolah menengah, pilih topi topik, dan kemudian menganalisis
contoh-contoh yang diberikan dalam buku teks sesuai dengan teori miring Burner,
Gagne, dan Ausubel.
8. Dengan menggunakan contoh yang sesuai, jelaskan dasar pembelajaran matematika
yang disarankan oleh Gagne.
Jawab :
Penelitian Robert Gagne tentang urutan fase pembelajaran benar-benar
relevan dalam pengajaran matematika. Gagne menggunakan matematika sebagai
media untuk menguji dan menerapkan teori belajarnya yang melibatkan fase belajar
dan jenis pembelajaran. Gagne juga mendaftar objek pembelajaran matematika yang
ia anggap sebagai dasar dalam teori belajar matematika. Dia mengklasifikasikan
objek-objek ini sebagai objek langsung dan tidak langsung. Objek langsung merujuk
pada fakta, keterampilan, konsep dan prinsip yang membentuk empat kategori konten
matematika. Objek tidak langsung mengacu pada transfer proses pembelajaran,
kemampuan untuk menyelidiki, menyelesaikan masalah, disiplin diri, penghargaan
terhadap struktur matematika dan lain-lain.
Objek Langsung
Sebelum mengajarkan topik tertentu, guru matematika perlu mengidentifikasi
fakta-fakta penting terkait dengan topik, keterampilan yang harus ditekankan serta
seberapa efektif penyampaian konsep dan penguasaan siswa terhadap prinsip yang
akan dipelajari dapat dicapai. Guru matematika harus memperhatikan empat aspek
fakta, keterampilan, konsep dan prinsip ini ketika membuat persiapan dan rencana
pengajaran dan selama penyampaian instruksi di kelas. a) Fakta-fakta matematika -
merujuk pada 'pendapat yang disepakati dalam matematika seperti simbol
matematika. Sebagai contoh, 2 adalah simbol untuk konsep dua, + adalah simbol
untuk operasi
Gagne mengidentifikasi dan mempelajari delapan jenis pembelajaran. Jenis-
jenis pembelajaran adalah pembelajaran sinyal, belajar stimulus-respons, rantai,
asosiasi verbal, pembelajaran diskriminasi, pembelajaran konsep, aturan
pembelajaran, dan pemecahan masalah. Di sini, kita akan membahas tiga jenis
pembelajaran yang relevan dengan lingkungan kelas yang kompleks:
a. Pembelajaran Konsep
Pembelajaran konsep melibatkan kemampuan siswa untuk
mengklasifikasikan objek ke dalam himpunan yang berbeda sesuai dengan
karakteristik umum dan kemudian menanggapi karakteristik umum tersebut.
Untuk mempelajari konsep baru, guru seharusnya membuat siswa terpapar pada
bentuk-bentuk pembelajaran yang lebih sederhana sebagai prasyarat. Misalnya,
sebelum memperkenalkan konsep lingkaran, guru dapat menunjukkan satu atau
dua gambar tentang lingkaran sebagai aktivitas stimulus-respons. Kemudian, para
siswa diminta untuk membedakan antara lingkaran dan benda-benda lain seperti
kotak. Guru juga harus mengekspos siswa ke berbagai situasi representasional
seperti dimana lingkaran mungkin tertanam dalam objek yang kompleks dan siswa
akan diminta untuk mengenali dan mengidentifikasi lingkaran. Jika siswa mampu
mengenali lingkaran secara spontan di lingkungan yang tidak dikenalnya, maka
siswa dikatakan telah memperoleh konsep lingkaran. Gagne telah memberikan
guru seperangkat pedoman untuk mengajarkan konsep matematika sebagai
berikut:
 Berbagai contoh tidak identik tentang konsep tertentu harus diberikan
untuk menyederhanakan proses generalisasi. Misalnya, jika guru
menunjukkan semua jenis segitiga di papan tulis (yaitu 2-D), maka ada
kemungkinan bahwa siswa tidak akan mengenali segitiga pada permukaan
padatan geometris 3-D.
 Perlihatkan contoh konsep yang berbeda tetapi terkait untuk membantu
dalam proses diskriminasi. Sebagai contoh, trapesium dan piramida
adalah contoh padatan geometris yang bentuknya berbeda tetapi memiliki
karakteristik yang sama.
 Berikan beberapa contoh konsep untuk membantu dalam proses
diskriminasi dan generalisasi. Sebagai contoh, objek dua dimensi yang
bukan segitiga harus ditunjukkan dan didiskusikan dengan siswa sehingga
mereka dapat mengidentifikasi karakteristik segitiga dan
membandingkannya dengan karakteristik objek non-ingular lainnya.
 Hindari pemberian contoh konsep yang memiliki fitur masuk, hal ini
karena dapat menyebabkan kebingungan dan klasifikasi konsep yang
keliru. Sebagai contoh, jika semua model segitiga berwarna, kita akan
gagal untuk melihat segitiga yang tidak diwarnai merah.
b. Belajar Peraturan
Belajar aturan mengacu pada kemampuan untuk bertindak atas
serangkaian rangsangan dengan serangkaian respons. Pembelajaran aturan telah
menjadi bentuk pembelajaran yang dominan sejak dahulu kala. Sikap dan
perilaku kita sangat terkait dengan aturan dan hukum yang telah kita tentukan
sendiri seperti aturan yang mengatur kehidupan kita sehari-hari, seperti aturan
mengenai penulisan, percakapan dan etiket sosial. Agar manusia dapat
berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain serta agar suatu masyarakat
berfungsi dengan baik, aturan-aturan rumit tertentu perlu dipelajari dan dipatuhi
dalam masyarakat itu.
Ada banyak aturan dalam bidang matematika mulai dari yang paling
sederhana sampai yang paling sulit. Misalnya, 4 x 7=7 x 4 dan 3 x 9=9 x 3 dapat
digeneralisasikan ke aturan sederhana:a × b=b× a dan aturan ini berlaku untuk
semua angka. Beberapa aturan ada dalam bentuk definisi seperti
n !=n × ( n−1 ) × ( n−2 ) × ( n−3 ) × …× 3 ×2 ×1 yang merupakan definisi dari n
faktorial. Beberapa aturan terdiri dari rantai konsep yang terhubung seperti
kebutuhan untuk mengamati operasi aritmatika yang harus dalam urutan × ,+ ¿ dan
−¿. Beberapa siswa mungkin dapat menulis atau mengungkapkan aturan yang
benar dengan benar tetapi mungkin tidak tahu bagaimana menggunakannya.
Sebaliknya, beberapa siswa mungkin tahu cara menggunakan aturan dengan benar
tetapi tidak akan dapat mengekspresikan atau menuliskannya dengan benar.
Sebagai contoh, seorang siswa mungkin dapat menghafal rumus kuadrat di
bawah ini:
−b ± √ b2−4 ac
x=
2a
Namun, tanpa belajar tambahan, ia mungkin tidak dapat menggunakannya
dengan benar. Seperti contoh sebelumnya di atas, kebanyakan dari kita tahu
bahwa perkalian adalah komutatif, tetapi tidak semua orang bisa
menyamaratakannya menjadi a × b=b× a dan sebaliknya. Oleh karena itu, guru
matematika harus menyadari bahwa kemampuan siswanya untuk
mengekspresikan aturan tertentu dengan benar tidak menjamin bahwa siswa
tersebut telah belajar dan memahaminya dengan benar.
Dalam bukunya, The Conditions of Learning, Robert Gagne mendaftarkan
lima langkah berurutan dalam pembelajaran aturan yaitu:
Langkah 1: Inforn pelajar tentang bentuk kinerja yang diharapkan ketika
pembelajaran selesai.
Langkah 2: Mempertanyakan pelajar dengan cara yang membutuhkan
pemulihan kembali (recall) dari konsep-konsep yang telah dipelajari
sebelumnya yang membentuk aturan.
Langkah 3: Gunakan pernyataan verbal (isyarat) yang akan mengarahkan
pelajar untuk menyatukan aturan, sebagai rantai konsep, dalam urutan
yang tepat.
Langkah 4: Melalui pertanyaan, mintalah pelajar untuk
'mendemonstrasikan' satu atau lebih contoh konkret dari aturan tersebut.
Langkah 5: (Opsional, tetapi berguna untuk instruksi selanjutnya): Dengan
pertanyaan yang sesuai, mintalah pelajar untuk membuat pernyataan lisan
tentang aturan tersebut.
c. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah adalah tingkat pembelajaran yang lebih tinggi dan
lebih kompleks daripada pembelajaran aturan (hafalan). Akuisisi aturan
merupakan prasyarat untuk proses penyelesaian masalah. Pemecahan masalah
melibatkan pemilihan unik seperangkat aturan berurutan oleh seorang siswa yang
akibatnya mengarah pada penemuan seperangkat aturan yang lebih kompleks
yang sebelumnya tidak diketahui siswa.
Sebagai contoh, seorang siswa yang tidak tahu rumus kuadrat,
menemukan rumus ketika mencoba untuk menyelesaikan persamaan kuadrat
a x 2+ bx+ c=0. Siswa ini mungkin telah memilih keterampilan yang dipelajari
sebelumnya dengan bijaksana dan menggunakan keterampilan ini untuk
memperoleh rumus kuadratik. Siswa lain yang mendapatkan rumus berdasarkan
instruksi guru hanya mengingat aturan untuk menyelesaikan persamaan kuadratik.
Dalam proses pemecahan masalah, siswa akan memilih dan menerapkan aturan
yang dipelajari sebelumnya untuk mengembangkan solusi untuk masalah yang
mungkin dianggap asing atau aneh bagi siswa. Proses pemecahan masalah
sebenarnya melibatkan lima langkah berikut:
i) Penyajian masalah dalam bentuk umum.
ii) Penyajian kembali masalah dalam definisi operasional (formulir).
iii) Merumuskan hipotesis dan prosedur alternatif yang mungkin merupakan
cara yang tepat untuk menyerang masalah.
iv) Menguji hipotesis dan menjalankan prosedur untuk mendapatkan solusi
atau serangkaian solusi alternatif, dan
v) Menentukan solusi mana yang paling tepat atau memverifikasi bahwa
solusi tunggal itu benar.

Anda mungkin juga menyukai