Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyusun Makalah yang berjudul “Bantuan Hidup Dasar (Basic Life
Support)”. Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana 1.
Saya menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari isi maupun
sistematika penulisannya, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kebaikan serta sebagai evaluasi dalam menyusun makalah di kemudian
hari.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat dapat bermanfaat bagi rekan-rekan
seperjuangan umumnya.

Kolaka, 10 Maret 2020


Hormat Kami,

Ardhita Damayanti

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I.....................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................................1
A. Rumusan Masalah...................................................................................................2
B. Tujuan Penulisan.....................................................................................................2

BAB II....................................................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................................................3

A. Definisi....................................................................................................................3
B. Tujuan.....................................................................................................................3
C. Tindakan..................................................................................................................3
1. Periksa Respon dan Layanan Kedaruratan Medis......................................................3

2. Pembebasan Jalan Napas (Airway Support)........................................................4


3. Bantuan Napas dan Ventilasi (Breathing Support).............................................5
4. Sirkulasi (Circulation Support)...........................................................................7
5. Posisi Pemulihan (Recovery Position)................................................................8

D. Indikasi Bantuan Hidup Dasar................................................................................9

BAB V.................................................................................................................................11
PENUTUP...........................................................................................................................11

A. Kesimpulan...........................................................................................................11
B. Saran......................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas,
membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat
bantu (Alkatiri, 2007). Tujuan bnatuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat
secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan
sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan
kekuatan sendiri secara normal (Latief, 2009). Tindakan bantuan hidup dasar sangat
penting pada pasien trauma terutama pada pasien dengan henti jantung yang tiga
perempat kasusnya terjadi di luar rumah sakit (Alkatiri, 2007).
Cedera merupakan salah satu penyebab kematian. Pada tahun 1990 3,2 juta
kematian dan 312 juta orang mengalami cedera di seluruh dunia. Pada tahun 2000
kematian akan mencapai 3,8 juta dan pada tahun 2020 diperkirakan cedera/trauma
akan menyebabkan penyebab kematian ketiga atau kedua untuk semua kelompok
umur (IKABI, 2004).
Dari hasil penelitian Chandrasekaran dkk pada tahun 2010 di india
menunjukkkan bahwa 31% kalangan medis, mahasiswa keperawatan, mahasiswa
kedokteran gigi dan mahasiswa kedokteran tidak mengetahui singkatan BLS yang
merupakan Basic life support, 51% gagal malakukan usaha penyelamatan sebagai
langkah awal dalam bantuan hidup dasar, dan 74% tidak mengetahui lokasi
yang tepat untuk kompresi dada pada tindakan bantuan hidup dasar
(Chandrasekaran, 2010).
Seiring dengan perkiraan peningkatan kejadian trauma di dunia dan
pentingnya tindakan bantuan hidup dasar pada pasien trauma maka setiap orang
seharusnya terlatih dalam pemberian pertolongan pertama atau bantuan hidup dasar.

1
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah pada penulisan makalah ini
yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan Bantuan Hidup Dasar?
2. Apa tujuan dilakukannya Bantuan Hidup Dasar?
3. Bagaimana melakukan tindakan BHD yang benar?
4. Apa saja indikasi dilakukannya BHD?
5. Apa sajakah kondisi-kondisi tertentu yang tidak boleh dilakukan tindakan
resusitasi jantung paru?
6. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada kondisi pasien yang mempunyai
indikasi BHD?

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu mengetahui dan memahami tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD)
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengetahui dan menyebutkan definisi bantuan hidup dasar dengan
benar.
b. Mampu mengetahui tujuan dilakukannya bantuan hidup dasar.
c. Mampu mengetahui dan mempraktekkan tindakan-tindakan yang dilakukan
dalam bantuan hidup dasar.
d. Mampu mengetahui indikasi pasien dilakukan bantuan hidup dasar.
e. Mampu mengetahui kondisi pasien yang tidak boleh dilakukan tindakan
resusitasi jantung paru.
f. Mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan indikasi
BHD,

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Bantuan hidup dasar (Basic life support) adalah usaha yang dilakukan untuk
menjaga jalan napas (airway) tetap terbuka, menunjang pernapasan dan sirkulasi dan
tanpa menggunakan alat-alat bantu (Soerianata, 1996).
Istilah basic life support mengacu pada mempertahankan jalan nafas dan
sirkulasi. Basuc life support ini terdiri dari beberapa elemen: penyelamatan
pernapasan (juga dikenal dengan pernapasan dari mulut ke mulut) dan kompresi dada
eksternal. Jika semua digabungkan maka digunakan istilah Resusitasi Jantung Paru
(RJP) (Handley, 1997).
Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas,
membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat
bantu (Alkatiri, 2007).
B. Tujuan
Tujuan utama dari bantuan hidup dasar adalah suatu tindakan oksigenasi darurat
untuk mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan darah-oksigenasi ke
jaringan tubuh (Alkatiri, 2007).
Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada
organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan
sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara
normal (Latief, 2009).
C. Tindakan
1. Periksa Respon dan Layanan Kedaruratan Medis
Berteriak didekat kuping Pemeriksaan kesadaran dilakukan untuk
menentukan pasien sadar atau tidak dengan cara memanggil, menepuk bahu atau
wajah korban. Jika pasien sadar, biarkan pasien dengan posisi yang
membuatnya merasa nyaman, dan bila perlu lakukan kembali penilaian
kesadaran setelah beberapa menit. Jika pasien tidak sadar segera meminta
bantuan dengan cara berteriak “TOLONG!” atau dengan menggunakan alat
komunikasi dan beritahukan dimana posisi anda (penolong) (ERC
Guidelines, 2010).

3
Gambar 2.2. Pemeriksaan kesadaran korban (sumber: European Resuscitation
Council Guidelines for Resuscitation 2010). korban “apakah anda
baik- baik saja?”

2. Pembebasan Jalan Napas (Airway Support)


Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan
dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang (ATLS, 2004). Penyebab utama
obstruksi jalan napas bagian atas adalah lidah yang jatuh kebelakang dan menutup
nasofaring. Selain itu bekuan darah, muntahan, edema, atau trauma dapat juga
menyebabkan obstruksi tersebut. Oleh karena itu, pembebasan jalan napas dan
menjaga agar jalan napas tetap terbuka dan bersih merupakan hal yang sangat
penting dalam BLS (Van Way, 1990).
Bila penderita mengalami penurunan tingkat kesadaran, maka lidah
mungkin jatuh kebelakang dan menyumbat hipofaring. Bentuk sumbatan
seperti ini dapat segera diperbaiki dengan cara mengangkat dagu (chin-lift
maneuver) atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan (jaw-thrust
maneuver). Tindakan-tindakan yang digunakan untuk membuka airway dapat
menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Oleh karena itu, selama
mengerjakan prosedur-prosedur ini harus dilakukan immobilisasi segaris (in-line
immobilization) dan pasien/korban harus diletakkan di atas alas/permukaan yang
rata dan keras (IKABI, 2004).
Teknik-teknik mempertahankan jalan napas (airway):
a. Tindakan kepala tengadah (head tilt)
Tindakan ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan
penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah (Latief
dkk,2009).

4
b. Tindakan dagu diangkat (chin lift)
Jari-jemari satu tangan diletakkan dibawah rahang, yang kemudian secara
hati-hati diangkat keatas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari dapat
juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan secara bersamaan
dagu dengan hati-hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan
hiperekstensi leher (IKABI, 2004)

Gambar 2.3. Head-tilt, chin-lift maneuver (sumber: European Resuscitation


Council Guidelines for Resuscitation 2010).
c. Tindakan mendorong rahang bawah (jaw-thrust)
Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong kedepan
pada sendinya tanpa menggerakkan kepala-leher.(Latief dkk, 2009).

Gambar 2.4. Jaw-thrust maneuver (sumber: European Resuscitation


Council Guidelines for Resuscitation 2010).
3. Bantuan Napas dan Ventilasi (Breathing Support)
Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Pada keadaan normal,
oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran darah ke seluruh
tubuh (Smith, 2007).

5
Breathing support merupakan usaha ventilasi buatan dan oksigenasi dengan
inflasi tekanan positif secara intermitten dengan menggunakan udara ekshalasi
dari mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau dari mulut ke alat (S-tube masker atau
bag valve mask) (Alkatri, 2007).
Breathing support terdiri dari 2 tahap :
1. Penilaian Pernapasan
Menilai pernapasan dengan memantau atau observasi dinding dada pasien
dengan cara melihat (look) naik dan turunnya dinding dada, mendengar
(listen) udara yang keluar saat ekshalasi, dan merasakan (feel) aliran udara
yang menghembus dipipi penolong (Mansjoer, 2009).
2. Memberikan bantuan napas
Bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut (mouth-to-mouth),
mulut ke hidung (mouth-to-nose), mulut ke stoma trakeostomi atau mulut ke
mulut via sungkup (Latief dkk, 2009).
a. Pada bantuan napas mulut-ke-mulut (mouth-to-mouth) jika tanpa alat,
maka penolong menarik napas dalam, kemudian bibir penolong
ditempelkan ke bibir pasien yang terbuka dengan erat supaya tidak bocor
dan udara ekspirasi dihembuskan ke mulut pasien sambil menutup kedua
lubang hidung pasien dengan cara memencetnya.

Gambar 2.5. Ventilasi buatan mulut ke mulut (sumber:


European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).
b. Pada bantuan napas mulut-ke-hidung (mouth-to-nose), maka udara
ekpsirasi penolong dhembuskan kehidung pasien sambil menutup mulut
pasien. Tindakan ini dilakukan kalau mulut pasien sulit dibuka (trismus)
atau pada trauma maksilo-fasial.

6
c. Pada bantuan napas mulut-ke-sungkup pada dasarnya sama dengan mulut-
ke-mulut. Bantuan napas dapat pula dilakukan dari mulut-ke-stoma atau
lubang trakeostomi pada pasien pasca bedah laringektomi.
Frekuensi dan besar hembusan sesuai dengan usia pasien apakah korban
bayi, anak atau dewasa. Pada pasien dewasa, hembusan sebanyak 10-12
kali per menit dengan tenggang waktu antaranya kira-kira 2 detik.
Hembusan penolong dapat menghasilkan volum tidal antara 800-1200
ml (Latief dkk, 2009).
4. Sirkulasi (Circulation Support)
Merupakan suatu tindakan resusitasi jantung dalam usaha mempertahankan
sirkulasi darah dengan cara memijat jantung, sehingga kemampuan hidup sel-sel
saraf otak dalam batas minimal dapat dipertahankan (Alkatri, 2007).
Dilakukan dengan menilai adanya pulsasi arteri karotis. Penilaian ini
maksimal dilakukan selama 5 detik. Bila tidak ditemukan nadi maka dilakukan
kompresi jantung yang efektif, yaitu kompresi dengan kecepatan 100 kali per
menit, kedalaman 4-5 cm, memberikan kesempatan jantung mengembang
(pengisian ventrikel), waktu kompresi dan relaksasi sama, minimalkan waktu
terputusnya kompresi dada. Rasio kompresi dan ventilasi 30:2 (Mansjoer, 2009).
Tempat kompresi jantung luar yang benar ialah bagian tengah separuh
bawah tulang dada. Pada pasien dewasa tekan tulang dada kebawah menuju
tulang punggung sedalam 3-5 cm sebanyak 60-100 kali per menit.tindakan ini
akan memeras jantung yang letaknya dijepit oleh dua bangunan tulang yang keras
yaitu tulang dada dan tulang punggung. Pijatan yang baik akan menghasilkan
denyut nadi pada karotis dan curah jantung sekitar 10-15% dari normal (Latief
dkk, 2009).

7
Gambar 2.6. Posisi penolong pijat jantung (sumber: European Resuscitation
Council Guidelines for Resuscitation 2010).

Periksa keberhasilan tindakan resusitasi jantung paru dengan memeriksa


denyut nadi arteri karotis dan pupil secara berkala. Bila pupil dalam
keadaan konstriksi dengan reflex cahaya positif, menandakan oksigenasi aliran
darah otak cukup. Bila sebaliknya yang terjadi, merupakan tanda kerusakan otak
berat dan resusitasi dianggap kurang berhasil (Alkatiri, 2007).
Hentikan usaha RJP jika terjadi hal-hal berikut:
a. Korban sadar kembali (dapat bernapas dan denyut nadi teraba kembali).
b. Digantikan oleh penolong terlatih lain atau layanan kedaruratan medis.
c. Penolong kehabisan tenaga untukmelanjutkan RJP.
d. Keadaan menjadi tidak aman. (Asih, 1996).
5. Posisi Pemulihan (Recovery Position)
Recovery position dilakukan setelah pasien ROSC (Return of
Spontaneous Circulation). Urutan tindakan recovery position meliputi:
1. Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke atas
2. Tangan lainnya disilangkan di leher pasien dengan telapak tangan pada pipi
pasien
3. Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan ditarik ke arah
penolong, sekaligus memiringkan tubuh korban ke arah penolong
Dengan posisi ini jalan napas diharapkan dapat tetap bebas (secure
airway) dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah. Selanjutnya, lakukan
pemeriksasn pernapasan secara berkala.

Gambar 2.7. Recovery position (sumber: European Resuscitation


Council Guidelines for Resuscitation 2010)

8
D. Indikasi Bantuan Hidup Dasar
Tindakan RJP sangat penting terutama pada pasien dengan cardiac arrest
karena fibrilasi ventrikel yang terjadi di luar rumah sakit, pasien di rumah sakit
dengan fibrilasi ventrikel primer dan penyakit jantung iskemi, pasien dengan
hipotermi, overdosis, obstruksi jalan napas atau primary respiratory arrest (Alkatiri
dkk, 2007).
Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif),
antara lain: bila henti jantung (arrest) telah berlangsung lebih dari 5 menit (oleh
karena biasanya kerusakan otak permanen telah terjadi pada saat ini), pada keganasan
stadium lanjut, payah jantung refrakter, edema paru-paru refrakter, syok yang
mendahului arrest, kelainan neurologic yang berat, serta pada penyakit ginjal, hati
dan paru yang lanjut (Alkatiri dkk, 2007).
1. Henti Napas (Respiratory Arrest)
Henti Napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal,
misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi
asap/uap/gas, obstruksi jalan napas oleh benda asing, tersengat listrik, tersambar
petir, serangan infark jantung, radang epiglottis, tercekik (suffocation), trauma
dan lain-lain (Latief dkk, 2009).
Tanda dan gejala henti napas berupa tidak sadar (pada beberapa kasus
terjadi kolaps yang tiba-tiba), pernapasan tidak tampak atau pasien bernapas
dengan terengah-engah secara intermitten, sianosis dari mukosa buccal dan
liang telinga, pucat secara umum, nadi karotis teraba (Muriel, 1995).
Pada awal henti nafas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi,
pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa
menit. Kalau henti napas mendapat pertolongan dengan segera maka pasien
akan terselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau terlambat akan berakibat henti
jantung yang mungkin menjadi fatal (Latief dkk, 2009).
2. Henti Jantung (Cardiac Arrest)
Henti jantung adalah keadaan terhentinya alran darah dalam system
sirkulasi tubuh secara tiba-tiba akibat terganggunya efektifitas kontraksi jantung
saat sistolik (Mansjoer, 2009).

9
Berdasarkan etiologinya henti jantung disebabkan oleh penyakit jantung
(82,4%); penyebab internal nonjantung (8,6%) seperti akibat penyakit paru,
penyakit serebrovaskular, penyakit kanker, perdarahan saluran cerna
obstetrik/pediatrik, emboli paru, epilepsi, diabetes mellitus, penyakit ginjal; dan
penyebab eksternal nonjantung (9,0%) seperti akibat trauma, asfiksisa, overdosis
obat, upaya bunuh diri, sengatan listrik/petir (Mansjoer, 2009).
Henti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti napas.
Umumnya walaupun kegagalan pernapasan telah terjadi, denyut jantung dan
pembuluh darah masih dapat berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada
henti jantung dilatasi pupil kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai terjadi
45 detik setelah aliran darah ke otak berhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam
waktu 1 menit 45 detik. Bila telah terjadidilatasi pupil maksimal, hal ini
menandakan sudah 50% kerusakan otak irreversible (Alkatiri dkk, 2007).
Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis, femoralis,
radialas), disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau
satu- satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi dengan ranngsang cahaya
dan pasien dalam keadaan tidak sadar (Latief dkk, 2009).

10
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas,
membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat
bantu. Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada
organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan
sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri
secara normal. Tindakan bantuan hidup dasar sangat penting pada pasien trauma
terutama pada pasien dengan henti jantung yang tiga perempat kasusnya terjadi di luar
rumah sakit.
B. Saran
Sebagai tenaga medis, sudah seharusnya kita untuk dapat memahami dengan
benar penatalaksanaan bantuan hidup dasar sebagai salah satu upaya untuk
menyelamatkan nyawa pasien. Pada teman-teman mahasiswa disarankan untuk terus
mengasah ilmu yang telah dipelajari dan mengikuti pelatihan mengenai bantuan hidup
dasar yang dapat dijadikan bekal dalam upaya penyelamatan pasien gawat darurat.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31633/4/Chapter%20II.pdf. Diakses
tanggal 02 Januari 2017
http://www.rscm.co.id/files/Arsip/02%20BANTUAN%20HIDUP%20DASAR%202015-
modul.pdf. Diakses tanggal 02 Januari 2017

12

Anda mungkin juga menyukai