PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai (Glycine max L.) termasuk famili Leguminoceae yang berasal dari
Manshukuo Cina, kemudian menyebar sampai ke Jepang, Korea, Asia Tenggara,
dan Indonesia. Penyebaran kedelai di Indonesia pertama kali di Jawa Timur, Jawa
Barat, Sulawesi Utara, Lampung, Sumatera Selatan dan Bali. Indonesia
merupakan negara penghasil kedelai terbesar keenam di dunia setelah Amerika
Serikat, Brazil, Argentina, Cina, dan India (Ampnir, 2011).
Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah
padi dan jagung. Kedelai berperan sebagai sumber protein nabati yang sangat
penting dalam rangka peningkatan gizi masyarakat karena aman bagi kesehatan
dan harganya yang relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani.
Kandungan gizi kedelai dalam 100 g yaitu 331.0 kkal kalori, 34.9 g protein, 18.1
g lemak, 34.8 g karbohidrat, 4.2 g serat, 227.0 mg kalsium, 585.0 mg fosfor, 8.0
mg besi, dan 1.0 mg vitamin B1(Bakhtiar, Taufan, Hidayat, dan Jufri, 2014).
Kedelai merupakan salah satu kelompok leguminoseae yang memiliki
kandungan protein tinggi, sehingga kedelai banyak dikonsumsi dalam bentuk
olahan seperti tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai, dan berbagai bentuk
makanan ringan, disamping sebagai bahan makanan juga digunakan sebagai
bahan industri dan pakan ternak (Ayu, Rosmayati, dan Luthfi, 2013).
Varietas berperan penting dalam produksi kedelai, karena untuk mencapai
hasil yang tinggi sangat ditentukan oleh potensi genetik. Potensi hasil di lapangan
dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetik dengan pengelolaan kondisi
lingkungan. Bila pengelolaan lingkungan tumbuh tidak dilakukan dengan baik,
potensi hasil yang tinggi dari varietas unggul tersebut tidak dapat tercapai
(Marliah dkk, 2012).
Budidaya kedelai umumnya dilakukan di lahan sawah setelah tanaman
padi sebagai upaya untuk menghindari resiko kekeringan. Penggunaan teknologi
jerami pada tanaman kedelai dimaksudkan sebagai mulsa. Penggunaan mulsa
bertujuan untuk mencegah kehilangan air dari tanah sehingga kehilangan air dapat
dikurangi dengan menjaga temperatur dan kelembaban tanah. Aplikasi mulsa
merupakan salah satu upaya menekan pertumbuhan gulma, menjaga kelembaban
dan suhu tanah serta menciptakan kondisi yang sesuai bagi tanaman sehingga
tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Setelah terdekomposisi
penggunaan mulsa jerami padi pada kedelai dapat memperbaiki kesuburan dan
struktur tanah, selain itu akan mempengaruhi suplai CO2 yang menentukan
jumlah nodul terbentuk, suhu dan kelembaban tanah terjaga, dan membantu
menambah unsur hara P. Unsur hara seperti P berperan dalam merangsang
Rhizobium menginfeksi akar, pembintilan, penyerapan unsur Ca, Mg, Fe, B, K,
Mo, dan S dalam penggunaan hasil fiksasi. Selain penggunaan mulsa jerami,
penggunaan varietas unggul dapat meningkatkan produksi (Somantri, 2014).
Kedelai merupakan salah satu tanaman C3 yang berarti tidak banyak
membutuhkan sinar matahari yang cukup dalam setiap pertumbuhan tanaman
tersebut dan peka terhadap pencahayaan. Tanaman C3 merupakan tanaman yang
memerlukan intensitas cahaya matahari yang lebih rendah sehingga tanaman ini
dapat membentuk rantai carbon sebanyak 3 buah dalam menambat carbon
dioksida (CO2) dalam melangsungkan fotosintesis (Salisburi dan Ross, 1995).
Untuk tanaman kedelai tidak perlu diadakan naungan karena salah satu tanaman
C3 sehingga tanaman kedelai lebih efektif pada suhu antara 23-270 C dan
ketinggian antara 0,5-500 m dari permukaan laut. Tanaman kedelai termasuk
tanaman dikotil yang berarti memiliki kayu pada bagian batangnya dan termasuk
dalam famili polog-polongan.
Dalam ilmu tumbuhan, tanaman kedelai ini dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Family : Leguminoseae
Genus : Glycine
Spessies : Glycine max. L