Oleh
Oleh :
Aisyah Istianingsih (1840322003)
Nadya Arista (1840322004)
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan rujukan
yang berfungsi menyelenggarakan pengobatan dan pemulihan, peningkatan,
serta pemeliharaan kesehatan. Undang-undang RI No 44 Tahun 2009 tentang
rumah sakit mengatakan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan bagi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan
yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Salah satu kegiatan yang ada di rumah
sakit untuk menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan
farmasi (Umam, 2010).
Peralatan kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit maupun di fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya. Guna mencapai kondisi maupun fungsi peralatan
kesehatan yang baik serta dapat mendukung pelayanan kesehatan maka perlu
adanya pengelolaan peralatan kesehatan yang terpadu (Kemkes RI, 2015)
Keberadaan alat kesehatan sangat penting terutama di lingkungan rumah
sakit untuk menunjang perawatan atau proses pemeriksaan seorang pasien.
Salah satu dari sekian banyak jenis alat kesehatan adalah bahan habis pakai.
Menurut Permenkes No. 74 Tahun 2016, Bahan habis pakai adalah bahan
habis pakai baik medis dan non medis yang hanya dapat digunakan sekali saja
(single use) baik oleh orang yang sama ataupun oleh orang yang berbeda.
Setelah alat kesehatan tersebut digunakan harus segera dibuang atau bahkan
dimusnahkan.
Penggunaan bahan habis pakai yang hanya sekali pakai ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya penularan atau penyebaran virus/kuman penyakit
tertentu dari satu orang ke orang lain bahkan hingga virus mematikan
sekalipun. Oleh karenanya bahan habis pakai baik obat, cairan dan alat ini
harus diperhatikan pengelolaannya baik dari penerimaan hingga pembuangan
limbah alat kesehatan habis pakai ini sehingga tidak menimbulkan dampak
negatif baik kepada petugas maupun pasien di rumah sakit (Rachmayanti,
2017)
Pengelolaan bahan habis pakai merupakan satu segi manajemen rumah
sakit yang penting karena ketidak-efisienan akan memberi dampak negatif
terhadap rumah sakit, baik secara medik maupun secara ekonomi. Tujuan
pengelolaan tersebut adalah agar bahan yang diperlukan selalu tersedia setiap
dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup dan mutu yang terjamin, untuk
mendukung pelayanan yang bermutu
Rumah Sakit Universitas Andalas merupakan rumah sakit Perguruan
tinggi Negeri (RSPTN) tipe C yang berada dibawah pengelolaan Universitas
Andalas. Rumah sakit yang berada di kompleks kampus Unand Limau Manis,
kecamatan Pauh, kota Padang, Sumatera Barat. Pelayanan meliputi pelayanan
rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan kamar operasi, pelayanan UGD,
instalasi farmasi, pelayanan pasien rujukan, pelayanan ICU, ambulance,
pelayanan penunjang (radiologi, laboratorium dan gizi) serta dilengkapi
fasilitas radioterapi yang sangat modern (RS UNAND, 2020).
Rumah sakit Universitas Andalas adalah rumah sakit terkemuka dan
berakreditasi paripurna di Kota Padang (RS UNAND, 2020). Untuk sampai
ke predikat ini tentunya setiap unit rumah sakit haruslah mamu menjalankan
tugasnya dengan baik termasuk dalam pengelolaan bahan habis pakai. Melalui
uraian diatas, penulis tertarik untuk mengetahui manajemen pengelolaan
bahan habis pakai di Rumah Sakit Universitas Andalas.
Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan medis habis pakai
(BMHP) di rumah sakit dilakukan oleh Instalasi Farmasi. Apoteker
bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi. Alat kesehatan,
sediaan farmasi, dan bahan medis habis pakai agar sesuai dengan ketentuan
yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat dan keamanannya.
Alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan medis habis pakai merupakan
suatu siklus dimana siklus pengelolaan BMHP medis terdiri dari berbagai
tahap dan kegiatan yang seharusnya saling terkait antara satu dengan yang
lain. Ketidakterkaitan antara masing-masing tahap dan kegiatan akan
mengakibatkan tidak efisiennya sistem supplai dan penggunaan BMHP yang
ada. Siklus pengelolaan, penggunaan BMHP, hingga pemusnahannya dapat
digambarkan sebagai berikut
a. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi. Untuk
melakukan proses pemilihan maka dibuatlah Komite Farmasi dan Terapi
(KFT). Formularium rumah sakit merupakan daftar obat yang disepakati
staf medis, disusun oleh KFT yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.
Penyusunan dan revisi formularium rumah sakit dikembangkan
berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan obat
agar dihasilkan formularium rumah sakit yang selalu mutakhir dan dapat
memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional. Kriteria pemilihan obat
untuk masuk formularium rumah sakit yaitu:
1. Mengutamakan obat generik
2. Memiliki rasio risk-benefit yang paling menguntungkan penderita
3. Mutu terjamin, stabilitas dan bioavaibilitas
4. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
5. Memiliki rasio manfaat dan biaya yang tertinggi
6. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman yang
paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau3
b. Perencanaan kebutuhan
Pada tahap ini Kepala Seksi Perencanaan bekerjasama dengan Instalasi
Farmasi dalam menentukan obat – obat yang diperlukan sesuai dengan
kebutuhan, dengan prinsif dasar menentukan jenis obat yang akan
digunakan atau di beli.
c. Pengadaan
Tujuan pengadaan ini sendiri agar rumah sakit mendapatkan sediaan
farmasi, alkes dan BMHP dengan harga yang layak dengan mutu yang
baik. Pengadaan dilakukan melalui jalur resmi. Obat yang telah ada dan
disetujui diformularium boleh di lakukan pengadaan sesuai prosedur.
Proses pengadaaan di Rumah Sakit Universitas Andalas secara umum
dilakukan melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) dengan membuat Surat
Pesanan (SP) yang dikirim melalui e-mail order dan/fax. Untuk obat yang
diluar formularium tetapi ingin dilakukan pengadaan maka pengadaan
harus diketahui dan disetujui oleh Kepala Bidang Kefarmasiaan dan
Kepala Bidang Keuangan.
Pengadaan di RS. Universitas Andalas dilakukan oleh pejabat
pengadaan yang bertugas sebagai pemesan obat dan melakukan transaksi
dengan distributor. Pejabat pengadaan berada dibawah pengawasan
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PPK bertugas dalam melakukan
kontrak/tender penyedia barang di Rumah Sakit dan menyetujui barang
yang akan dipesan oleh pejabat pengadaan.
Pengadaan RS. Universitas Andalas dilakukan dalam dua sistem, yaitu:
Sistem e-catalogue
e-catalog merupakan sistem informasi elektronik yang memuat
daftar barang/jasa, jenis, spesifikasi teknis, harga barang, dan penyedia
barang/jasa yang ditetapkan oleh LKPP (Lembaga Kebijakan
Pengadaan BBarang/ Jasa Pemerintah) melalui https://e-katalog
.lkpp.go.id. kemudian permintaan obat secara otomatis akan masuk ke
Penyedia Pusat (seperti Kimia Farma). Setelah mendapat balasan,
Penyedia Pusat akan menunjuk PBF (Pedagang Besar Farmasi) yang
bertanggung jawab atas pesanan obat tersebut.Daftar produk e-
catalogue disusun berdasarkan Formularium Nasional yang ditetapkan
oleh Menteri Kesehatan. Perencanaan dilakukan setiap satu tahun
sekali dengan mengacu pada formularium rumah sakit yang sudah ada.
Berdasarkan standar terapi yang melihatkan kenaikan Bed Occupation
Rate (BOR), jumlah kunjungan, pola penyakit dan buffer stock.
Sistem non e-catalogue atau manual (pemesanan langsung)
Non E-Katalog yaitu pemesan dilakukan langsung oleh Rumah
Sakit ke PBF (Pedagang Besar Farmasi) sesuai dengan kebutuhan obat,
alat kesehatan dan medis. Sistem manual (pemesanan langsung)
dilakukan untuk produk yang tidak masuk ke dalam daftar e-
catalogue. Daftar barang dipesan berdasarkan Formularium Rumah
Sakit yang disusun oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT).
Pemesanan dengan sistem manual ini bertujuan untuk mencegah
kekosongan persediaan barang akibat waktu tunggu barang-barang e-
purchasing yang lama, sehingga berpotensi adanya kekosongan
barang. Skema pengadaan e-catalogue dan non e-catalogue
d. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang
tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang
diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan
dengan baik. Dalam proses ini PBF mengantarkan pesanan obat, alat
kesehatan dan medis ke Rumah Sakit langsung. Rumah Sakit
melakukan pengecekan item yang terdiri dari jenis obat, kesesuaian
jumlah permintaan dan expired date.
Sedangkan untuk penerimaan vaksin, khusus untuk vaksin Hb0
mengajukan permintaan vaksin ke Puskesmas Pauh dikarenakan
pemberian vaksin Hb-0 merupakan salah satu program pemerintah,
yang pendistribusiannya dari Dinkes ke Puskesmas terkait. Pelaporan
pemakaian vaksin ini akan dilaporkan setiap bulannya ke Puskesmas
Pauh.
e. Penyimpanan
Pada tahap ini Instalasi Farmasi memastikan rotasi stok sesuai
dengan tanggal kadarluasa obat dan/ atau bahan obat mengikuti
kaidah First Expired First Out (FEFO). Obat dan/ atau bahan obat
harus ditangani.
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan
harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan
kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi
persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban,
ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas
terapi, bentuk sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis dengan
menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In
First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA,
Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus
diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan
Obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat
penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian. Pengelolaan obat emergensi harus
menjamin:
a) Jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi
yang telah ditetapkan;
b) Tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan
lain;
c) Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d) Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e) Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
Penyimpanan yang sesuai dengan peraturan yang telag
ditetapkan menjamin mutu, dilindungi terhadap kehilangan atau
pencurian, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab,
menjaga ketersediaan dan mudah dalam pencarian dan pengawasan.
f. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam
rangka menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai
kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas,
jenis, jumlah, dan ketepatan waktu Pendistribusian obat dari gudang
farmasi ke Depo IGD, Depo OK, Depo Rawat Jalan, Depo
Kemoterapi, dan Depo Rawat Inap berdasarkan permintaan obat
melalui pengisian SIMRS secara online oleh petugas Depo. Sedangkan
untuk pendistribusian obat dari Depo-Depo tersebut ke ruangan
berdasarkan permintaan obat di lembar KIO.
Dalam pendistribusian vaksin, vaksin dijaga dalam suhu 2-8oC .
vaksin didapatkan dari PBF dan Puskesmas. Dari PBF seperti vaksin
DT, campak, dan polio. Dan vaksin yang didapatkan di puskesmas
yaitu Hb-0.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan
dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang
sangat dibutuhkan.
Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang
mengelola (diatas jam kerja) maka pendistribusiannya
didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan.
Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat
floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab
ruangan.
Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan
kemungkinan interaksi obat pada setiap jenis obat yang
disediakan di floor stock.
Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan resep perorangan/pasien
rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi.
Sistem Unit Dosis
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai berdasarkan resep perorangan yang disiapkan
dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali
dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat
inap.
Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan
menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c.
Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan
untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan
pemberian Obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5%
dibandingkan dengan sistem floor stock atau Resep individu yang
mencapai 18%. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan
untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan efisiensi dan
efektifitas sumber daya yang ada dan metode sentralisasi atau
desentralisasi.
b. Pendistribusian
Setiap unit mengisi borang bukti permintaan barang yang selanjutnya
disampaikan ke Bagian logistik. Selanjutnya akan diberikan barang sesuai
dengan jumlah yang disetujui yang disesuaikan dengan ketersediaan barang
di Gudang logistik. Barang dijemput oleh masing-masing unit ke bagian
logistik. Untuk permintaan barang harian seperti air dan tissue dapat
langsung diambil oleh unit bersangkutan ke gudang logistik II dengan
borang bukti permintaan barang ataupun tidak.