Anda di halaman 1dari 29

MINI PROJECT

GASTER “ HIGIENITAS IBU”

Disusun Oleh:

dr. Riyadila Fajariza

Pembimbing:

dr. M. Rehulina, M. Kes (Epid)

PROGRAM DOKTER INTERNSIP

ANGKATAN IV TAHUN 2019

PERIODE 21 NOVEMBER 2019– 20 MARET 2020

PUSKESMAS REMBANG 2

2020
BAB I
PENDAHULUAN

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang disebabkan


adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis dan atau penyakit infeksi kronis berulang
yang ditunjukan dengan nilai standar deviasi (SD) unit z (Z-Score) tinggi badan
menurut umur (TB/U) < -2 SD ≥ -3 SD. Stunting dapat diketahui bila sorang
balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya lalu dibandingkan dengan
standar World Health Oragnization (WHO) dan hasilnya berada di bawah normal
(Kemenkes R.I., 2016). World Health Assembly (WHA) tahun 2012
mengungkapkan lebih dari 165 juta (25%) anak yang berumur dibawah lima tahun
mengalami stunting dan 90% lebih berada di negara berkembang. Secara
demografi menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 2012
kejadian stunting tertinggi didaerah pedesaan (40%) dibandingkan di perkotaan
33%. WHO menunjukan batas besaran masalah stunting secara global sebesar
20%, hal tersebut menjadikan hampir selutuh negara di dunia ini mengalami
kesehatan masyarakat berupa stunting (WHO, 2010). Indonesia masuk dalam lima
besar kejadian stunting terbanyak pada balita, sejumlah 7,8 juta anak (UNICEF,
2009). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2001 mencatat prevalensi
stunting di Indonesia dari 29,5% menjadi 28,5% pada tahun 2004, mengalami
peningkatan di tahun 2007 sebesar 36,8%, dan
35,6% tahun 2010 menjadi 37,2% tahun 2013 (Kemenkes R.I, 2014). Indonesia
menempati peringkat pertama prevalensi stunting dari South-East Asia Regions
yaitu 36,4% berdasarkan data Child Malnutrition Estimate tahun 2013 jauh diatas
Filipina 30,3% (World Bank, 2016). Di kota Rembang sendiri, stunting masih
menjadi perhatian khusus. Angka balita stunting di Rembang pada tahun 2015,
mencapai 38,50 persen dan turun menjadi 26,00 persen di tahun berikutnya.
Namun jumlahnya naik pada 2017 di angka 32,00 persen.
Stunting disebabkan oleh banyak faktor dan tidak hanya disebabkan oleh
faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang
paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting, oleh karenanya
perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting adalah praktek pengasuhan ibu
yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan
gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa
fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan
tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24
bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI). Masih
terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care
(pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan), Post Natal Care dan
pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari publikasi
Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di
Posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak
belum mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2
dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta
masih terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1
dari 3 anak usia 3-6 tahun belum terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak
Usia Dini). Masih kurangnya akses rumah tangga /keluarga ke makanan bergizi.
Penyebabnya karena harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal.
Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan
menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar
(BAB) di ruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air
minum bersih (Yustika, 2015).

Berdasarkan latar belakang di atas kami mengadakan kegiatan yang


berjudul GASTER “Gerakan Anti Stunting Terpadu” di Balaidesa Mondoteko
yang merupakan cakupan wilayah UPT Puskesmas Rembang 2 berupa kegiatan
promosi kesehatan yang melibatkan ibu hamil dan ibu balita stunting untuk
mencegah dan mengatasi kejadian stunting secara berkesinambungan di 1000 Hari
Pertama Kehidupan. Kami berharap dengan adanya kegiatan ini dapat
memberikan edukasi kepada Ibu hamil maupun Ibu balita tentang pencegahan
stunting.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Hiegenitas Ibu

1.1.1 Hiegenitas
Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara
dan melindungi kebersihan individu, seperti mencuci tangan untuk
kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan
piring, membuang bagian makanan yang telah rusak (Chandra,
2006).
1.2.1 Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan (Environmental Sanitation), secara
relatif merupakan disiplin yang lebih terbatas yang sekarang telah
dikembangkan menjadi kesehatan lingkungan. WHO
mengemukakan definisi sanitasi lingkungan sebagai usaha
pengendalian dari semua faktor-faktor lingkungan fisik manusia
yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang
merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan
hidup manusia (Hassan, 2012).
Ruang lingkup sanitasi lingkungan terutama ditujukan
kepada pengendalian (kontrol) dari:

1). Cara pembuangan dari ekskreta, air buangan dan sampah-


sampah lainnya sehingga dapat menjamin bahwa cara-cara
tersebut memadai dan aman.

2). Penyediaan air, untuk menjamin bahwa air yang digunakan oleh
masyarakat cukup bersih dan sehat.
3). Perumahan, untuk menjamin bahwa rumah dapat memberikan
rasa nyaman dan bebas dari kemungkinan penyebaran
penyakit.
4). Makanan termasuk susu, untuk menjamin bahwa segala
sesuatunya bersih dan aman.
5). Individu dan masyarakat agar terbiasa hidup sehat dan bersih.
6). Kondisi udara untuk menjamin bahwa udara luar bebas dari
elemen yang merugikan, dan udara di dalam ruangan dapat
mencukupi kebutuhan sesuai dengan aktifitas di dalamnya
(Arifin M, 2009).
1.3.1 Hiegenitas Ibu terhadap Kejadian Stunting
Praktik kebersihan/higyene ibu berpengaruh dengan
dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan. Maka dapat
dikatakan bahwa ibu yang memperhatikan kondisi
kebersihan/higyene anak akan berpengaruh positif kepada keadaan
status gizi anak, dimana digambarkan pada hasil penelitian ini yang
termasuk dalam kategori baik dalam praktik kebersihan/higyene
menunjukkan 61,9% tinggi badan anak normal di posyandu Asoka
II wilayah pesisir keluarahan barombong (Rahmayana dkk, 2014).
Penelitian Aditianti (2010) juga mendukung hasil penelitian
tersebut yang meneliti factor determinan stunting di Indonesia
dengan hasil penelitian bahwa personal higiene adalah faktor yang
berpengaruh signifikan terhadap kejadian stunting pada anak usia
24-59 bulan di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa ibu yang
melakukan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, sebelum
menyiapkan makanan, setelah buang air besar dan setelah pegang
binatang pada anak dengan status gizi normal jumlahnya lebih
banyak dari ibu pada kelompok anak stunting. Menurut Turnip
(2008), Kebersihan tubuh, makanan dan lingkungan berperan
penting dalam memelihara kesehatan akan serta mencegah
penyakit-penyakit diare dan infeksi kecacingan. Satu kebiasaan
yang bersih seperti mencuci tangan dengan sabun sebelum makan
dan setelah buang air besar, telah menjadi fokus kampanye WHO
untuk mengurangi timbulnya penyakit-penyakit diare.
Bayi adalah individu yang mengalami pertumbuhan dan

perkembangan cepat terutama pada aspek sosial, motorik, dan

kognitif. Kemampuan dan Pengetahuan orang tua dalam memenuhi

kebutuhan dasar seperti higienitas pada balita mutlak diperlukan

untuk pertumbuhan dan perkembangan anak karena masih

bergantung pada lingkungan sekitarnya yaitu orang tuannya. Salah

satunya adalah penggunaan Diapers. Diapers adalah alat yang

berupa popok sekali pakai yang merupakan pengganti popok kain

yang terbuat dari plastik dan campuran bahan kimia untuk

menampung air seni dan feses. Sebaiknya diapers diganti dalam

waktu 2-4 jam sekali kecuali jika anak buang air besar dan harus

langsung di ganti. Pemakaian diapers lebih dari 4 jam dapat

mengakibatkan ruam diapers. Kontak terus menerus diapers

dengan kulit bayi menyebabkan bakteri, dan jamur mudah

berkembang biak pada bahan plastik sehingga dapat menyebabkan

ruam (Sujatni, M.A, & Kusuma, 2013).

Selain menjaga higienitas balita, orang tua perlu

memperhatikan kebersihan makanan yang ada di rumahnya.

Makanan merupakan suatu hal yang sangat penting didalam

kehidupan manusia, karena makanan berfungsi memberikan tenaga

atau energy panas pada tubuh, membangun jaringan-jaringan tubuh

yang baru. Peluang terjadinya kontaminasi makanan dapat terjadi

pada setiap tahap pengolahan makanan. Faktor manusia dalam hal


ini penjamah makanan mempunyai peranyang sangat besar dalam

proses pengolahan makanan karena penjamah makanan dapat

memindahkan bakteri pada makanan dan factor peralatan seperti

alat makan merupakan salah satufaktor yang memegang peran

penting dalam penularan penyakit, sebab alat makan yang tidak

bersih dan mengandung mikroorganisme dapat menularkan

penyakit melalui makanan. Cara pencucian piring yang baik dan

benar adalah dengan memisahkan kotoran atau sisa makanan dari

peralatan makan, perendaman, pencucian, pembilasan dengan air

bersih dan mengalir, perendaman dengan air kaporit, penirisan,

perendaman dengan air panas dan pengeringan. Teknik pencucian

yang benar akan memberikan hasil akhir alat makan yang sehat dan

bersih (Marisdayana, Sahara, & Yosefin, 2017). Penyimpanan

makanan yang tidak baik seperti kertas, plastik dan tempat yang

tidak tertutup menyebabkan makanan dapat terkontaminasi oleh

bakteri, debu, ataupun serangga. Sehingga penyimpanan makanan

yang baik seperti tudung saji cukup aman untuk menjaga makanan

dari kontaminasi (Kishnam, 2014). Menjaga kebersihan makanan

pada balita sangat penting agar mencegah balita terkena diare.

Diare merupakan masalah yang masih ada di Indonesia,

diperkirakan sebanyak 60 juta kejadian setiap tahunnya. 70-80%

dari penderita diare adalah anak dibawah umur 5 tahun dengan

lebih dari 40 juta kejadian. Sebagian besar penderita diare dapat

menyebabkan dehidrasi dan kalau tidak segera di tolong 50-60%


dapat meninggal dunia. Penyebab diare secara umum adalah

beberapa kuman usus penting, yaitu rotavirus, escherichia coli,

shigella, cryptosporidium, vibrio cholera, dan salmonella. Salah

satu penyebab adalah pengetahuan orang tua mengenai

penggunaan botol susu yang tidak bersih, hal ini memudahkan

kuman seperti esherichia coli mudah mencemari susu yang

dimasukkan kedalam botol yang tidak bersih (Setyaningsih &

Fitriyanti, 2015).

Diare kadang disertai dengan gejala dehidrasi, demam,

mual dan muntah, lemah dan pucat. Balita sangat gemar

menggunakan botol susu. Susu formula umumya digunakan

sebagai pelengkap ASI atau bahkan menjaga kebutuhan pokok bagi

anak-anak. Untuk itu kebersihan botol susu perlu diperhatikan.

Higienitas dalam pencucian botol susu sebaiknya memisahkan

botol, dot, dan tutup botolnya serta mencucinya dengan air sabun.

Menggunakan sikat khusus untuk membersihkan botol susu, dot

dan tutup botolnya dengan cara menyikat dengan bersih bagian

dasar botol dan bagian leher botol. Kemudian membilas botol

menggunakan air bersih yang mengalir hingga sabunya hilang.

Kemudian merebus botol dalam air selama 5-10 menit kemudian

keringkan (Fathir et al., 2017).

1.4.1 Sanitasi Lingkungan Terhadap Kejadian Stunting


Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara sanitasi lingkungan dengan
kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan. Maka dapat
dikatakan bahwa ibu yang memperhatikan kondisi sanitasi
lingkungan baik didalam rumah dan dilingkungan sekitar anak
akan berdampak positif kepada keadaan status gizi anak, dimana
digambarkan pada hasil penelitian ini yang termasuk dalam
kategori baik dalam kondisi sanitasi lingkungan menunjukkan
72,7% tinggi badan anak normal di posyandu Asoka II wilayah
pesisir keluarahan barombong. Sedangkan kondisi sanitasi
lingkungan yang kurang baik didominasi oleh balita stunting.
Sebagian besar tinggi badan anak normal memiliki kondisi
lingkungan yang baik sedangkan balita stunting memiliki kondisi
lingkungan yang kurang baik. Hal ini menandakan perlunya
seorang ibu untuk memperhatikan kondisi lingkungan anak
sehingga anak bisa mengeksplorasi diri dengan aman karena
lingkungan yang nyaman. Seperti membuang sampah pada
tempatnya, membuat SPAL di rumah, membersihkan tempat
penampungan air dan menyediakan jamban di dalam rumah dan
lain sebagainya. Karena semua hal itu akan merusak kondisi
lingkungan dimana anak nanti akan bermain dan mengeksplorasi
diri (Rahmayana dkk, 2014).
Faktor determinan stunting di Indonesia dengan hasil
penelitian bahwa sanitasi lingkungan adalah faktor yang
berpengaruh signifikan terhadap kejadian stunting pada anak usia
24-59 bulan di Indonesia (Aditianti, 2010). Keadaan sanitasi
lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai
jenis penyakit antara lain diare, kecacingan, dan infeksi saluran
pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan,
penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan
terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan zat gizi akan
mudah terserang penyakit, dan petumbuhan akan terganggu
(Supariasa dkk, 2013). Menurut Gibney dkk (2009), Ketersediaan
air yang aman, penyiapan makanan yang bersih, dan pembuangan
limbah yang tepat merupakan unsur-unsur esensial dalam
mencegah tubuh yang pendek ataupun gizi kurang yang kronis,
kendati mobilisasi semua ini tidak mungkin terlaksana dalam
kondisi kemiskinan yang ekstern.
1.5.1 Upaya Sanitasi Untuk Mencegah Stunting
1. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga
PAMM-RT merupakan suatu proses pengolahan, penyimpanan,
dan pemanfaatan air minum dan pengelolaan makanan yang
aman di rumah tangga. Tahapan kegiatan dalam PAMM-RT,
yaitu:
 Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga
1) Pengolahan air baku
Apabila air baku keruh perlu dilakukan pengolahan awal:
pengendapan dengan gravitasi alami, penyaringan dengan
kain, dan pengendapan dengan bahan kimia/tawas.
2) Pengolahan air untuk minum
Pengolahan air minum di rumah tangga dilakukan untuk
mendapatkan air dengan kualitas air minum. Cara
pengolahan yang disarankan, yaitu: air untuk minum harus
diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan kuman dan
penyakit melalui :

a) Filtrasi (penyaringan), contoh : biosand filter, keramik


filter, dan sebagainya.

b) Klorinasi, contoh : klorin cair, klorin tablet, dan


sebagainya.

c) Koagulasi dan flokulasi (penggumpalan), contoh : bubuk


koagulan

d) Desinfeksi, contoh : merebus, sodis (Solar Water


Disinfection)

3) Wadah Penyimpanan Air Minum


Setelah pengolahan air, tahapan selanjutnya menyimpan air
minum dengan aman untuk keperluan sehari-hari, dengan
cara:

a) Wadah bertutup, berleher sempit, dan lebih baik


dilengkapi dengan kran.

b) Air minum sebaiknya disimpan di wadah


pengolahannya.
c) Air yang sudah diolah sebaiknya disimpan dalam tempat
yang bersih dan selalu tertutup.
d) Minum air dengan menggunakan gelas yang bersih dan
kering atau tidak minum air langsung mengenai
mulut/wadah kran.
e) Letakkan wadah penyimpanan air minum di tempat yang
bersih dan sulit terjangkau oleh binatang.
f) Wadah air minum dicuci setelah tiga hari atau saat air
habis, gunakan air yang sudah diolah sebagai air bilasan
terakhir.
4) Hal penting dalam PAMM-RT
a) Cucilah tangan sebelum menangani air minum dan
mengolah makanan siap santap.
b) Mengolah air minum secukupnya sesuai dengan
kebutuhan rumah tangga.
c) Gunakan air yang sudah diolah untuk mencuci sayur
dan buah siap santap serta untuk mengolah makan
siap santap.
d) Tidak mencelupkan tangan ke dalam air yang sudah
diolah menjadi air minum.
e) Secara periodik meminta petugas kesehatan untuk
melakukan pemeriksaan air guna pengujian
laboratorium.
 Pengelolaan Makanan Rumah Tangga
Makanan harus dikelola dengan baik dan benar
agar tidak menyebabkan gangguan kesehatan dan
bermanfaat bagi tubuh. Cara pengelolaan makanan
yang baik yaitu dengan menerapkan prinsip higiene dan
sanitasi makanan. Pengelolaan makanan di rumah
tangga, walaupun dalam jumlah kecil atau skala rumah
tangga juga harus menerapkan prinsip higiene sanitasi
makanan. Prinsip higiene sanitasi
makanan :
1) Pemilihan bahan makanan
Pemilihan bahan makanan harus
memperhatikan mutu dan kualitas serta memenuhi
persyaratan yaitu untuk bahan makanan tidak
dikemas harus dalam keadaan segar, tidak busuk,
tidak rusak/berjamur, tidak mengandung bahan
kimia berbahaya dan beracun serta berasal dari
sumber yang resmi atau jelas. Untuk bahan
makanan dalam kemasan atau hasil pabrikan,
mempunyai label dan merk, komposisi jelas,
terdaftar dan tidak kadaluwarsa.
2) Penyimpanan bahan makanan
Menyimpan bahan makanan baik bahan
makanan tidak dikemas maupun dalam kemasan
harus memperhatikan tempat penyimpanan, cara
penyimpanan, waktu/lama penyimpanan dan suhu
penyimpanan. Selama berada dalam penyimpanan
harus terhindar dari kemungkinan terjadinya
kontaminasi oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan
lainnya serta bahan kimia berbahaya dan beracun.
Bahan makanan yang disimpan lebih dulu atau masa
kadaluwarsanya lebih awal dimanfaatkan terlebih
dahulu.
3) Pengolahan makanan
Empat aspek higiene sanitasi makanan sangat
mempengaruhi proses pengolahan makanan, oleh
karena itu harus memenuhi persyaratan, yaitu :
a) Tempat pengolahan makanan atau dapur harus
memenuhi persyaratan teknis higiene sanitasi
untuk mencegah risiko pencemaran terhadap
makanan serta dapat mencegah masuknya
serangga, binatang pengerat, vektor dan hewan
lainnya.
b) Peralatan yang digunakan harus tara pangan
(food grade) yaitu aman dan tidak berbahaya
bagi kesehatan (lapisan permukaan peralatan
tidak larut dalam suasana asam/basa dan tidak
mengeluarkan bahan berbahaya dan beracun)
serta peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak
retak, tidak gompel dan mudah dibersihkan.
c) Bahan makanan memenuhi persyaratan dan
diolah sesuai urutan prioritas Perlakukan
makanan hasil olahan sesuai persyaratan higiene
dan sanitasi makanan, bebas cemaran fisik,
kimia dan bakteriologis.
d) Penjamah makanan/pengolah makanan berbadan
sehat, tidak menderita penyakit menular dan
berperilaku hidup bersih dan sehat.

4) Penyimpanan makanan matang

Penyimpanan makanan yang telah matang harus


memperhatikan suhu, pewadahan, tempat penyimpanan
dan lama penyimpanan. Penyimpanan pada suhu yang
tepat baik suhu dingin, sangat dingin, beku maupun suhu
hangat serta lama penyimpanan sangat mempengaruhi
kondisi dan cita rasa makanan matang.
5) Pengangkutan makanan

Dalam pengangkutan baik bahan makanan maupun


makanan matang harus memperhatikan beberapa hal
yaitu alat angkut yang digunakan, teknik/cara
pengangkutan, lama pengangkutan, dan petugas
pengangkut. Hal ini untuk menghindari risiko terjadinya
pencemaran baik fisik, kimia maupun bakteriologis.

6) Penyajian makanan

Makanan dinyatakan layak santap


apabila telah dilakukan uji organoleptik atau
uji biologis atau uji laboratorium, hal ini
dilakukan bila ada kecurigaan terhadap
makanan tersebut. Adapun yang dimaksud
dengan:

a) Uji organoleptik yaitu memeriksa


makanan dengan cara meneliti dan
menggunakan 5 (lima) indera manusia
yaitu dengan melihat (penampilan),
meraba (tekstur, keempukan), mencium
(aroma), mendengar (bunyi misal telur)
menjilat (rasa). Apabila secara
organoleptik baik maka makanan
dinyatakan layak santap.

b) Uji biologis yaitu dengan memakan


makanan secara sempurna dan apabila
dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi
tanda-tanda kesakitan, makanan tersebut
dinyatakan aman

c) Uji laboratorium dilakukan untuk


mengetahui tingkat cemaran makanan baik
kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan
ini diperlukan sampel makanan yang diambil
mengikuti standar/prosedur yang benar dan
hasilnya dibandingkan dengan standar yang
telah baku. Beberapa hal yang harus
diperhatikan pada penyajian makanan yaitu
tempat penyajian, waktu penyajian, cara
penyajian dan prinsip penyajian. Lamanya
waktu tunggu makanan mulai dari selesai
proses pengolahan dan menjadi makanan
matang sampai dengan disajikan dan
dikonsumsi tidak boleh lebih dari 4 (empat)
jam dan harus segera dihangatkan kembali
terutama makanan yang mengandung
protein tinggi, kecuali makanan yang
disajikan tetap dalam keadaan suhu hangat.
Hal ini untuk menghindari tumbuh dan
berkembang biaknya bakteri pada makanan
yang dapat menyebabkan gangguan pada
kesehatan. (Permenkes,2014).

2. Mencuci Tangan Dengan Sabun

Cuci tangan pakai sabun adalah suatu


tindakan sanitasi dengan membersihkan
tangan dan jari-jari tangan menggunakan air
dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih
dan memutus mata rantai kuman (Kemenkes
RI, 2014b). Mencuci tangan dengan sabun
dikenal juga dikenal sebagai salah satu upaya
pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan kerena
tangan merupakan salah satu agen yang
membawa kuman dan menyebabkan petogen
berpindah dari satu orang kepada orang lain.
Menurut (Permenkes RI No. 3 Tahun 2014)
tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
terdapat waktu penting perlunya CTPS yaitu
sebelum makan, sebelum mengolah dan
menghidangkan makanan, sebelum menyusui,
sebelum memberi makan bayi/balita, sesudah
buangair besar/kecil dan sesudah memegang
hewan/unggas. (KEPMENKES RI No. 1429 Tahun
2006) tentang Pedoman Penyelenggaraan
Kesehatan Lingkungan Sekolah menyebutkan
bahwa setiap ruang kelas tersedia tempat cuci
tangan dengan air bersih yang mengalir di
depan ruang kelas minimal 1 tempat cuci
tangan untuk 2 kelas.

a. 7 Langkah Cara Mencuci Tangan

1. Ratakan sabun dengan menggosokkan pada kedua telapak tangan.


2. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari, lakukan pada kedua tangan.
3. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari kedua tangan.
4. Gosok punggung jari pada kedua tangan dengan posisi tangan saling
mengunci.
5. Gosok ibu jari kiri dengan diputar dalam genggaman tangan kanan,
lakukan juga pada tangan satunya.
6. Usapkan ujung kuku tangan kanan dengan diputar di telapak tangan
kiri, lakukan juga pada tangan satunya.
7. Usapkan pergelangan tangan kanan dan kiri kemudian bilas.
b. Tujuan Mencuci Tangan

Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu cara paling efektif untuk
mencegah penyakit. Mencuci tangan juga bermanfaat untuk membunuh kuman
penyakit yang ada di tangan, mencegah penularan penyakit seperti diare, kolera,
disentri, typus, kecacingan, flu burung atau SARS . Selain itu, tangan menjadi
bersih dan bebas dari kuman (Kemenkes RI, 2014). Indikator waktu untuk
mencuci tangan pakai sabun adalah sebelum makan, sebelum mengolah dan
menghidangkan makanan, sebelum menyusui, sebelum memberi makan
bayi/balita, sesudah buang air besar/kecil, dan sesudah memegang unggas/hewan.

c. Akibat Buruk Tidak Melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun

Cuci tangan pakai sabun merupakan salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah penularan penyakit, namun jika CTPS tidak
dilakukan akan menimbulkan dampak buruk, yaitu terkena penyakit diare,
cacingan, kolera disentri, typus, flu burung bahkan penyakit SARS (Kemenkes
RI, 2014).

3. Berhenti Buang Air Besar Sembarangan

Pilar Pertama STBM adalah Stop buang air besar sembarangan. Pesan yang

ingin disampaikan pada masyarakat dari pilar pertama STBM adalah :

a. Buang air besar sembarangan akan mencemari lingkungan dan akan


menjadi sumber penyakit.
b. Buang air besar dengan cara yang aman dan sehat berarti menjaga
harkat dan martabat diri dan lingkungan.

c. Jangan jadikan kotoran yang dibuang sembarangan untuk penderitaan


orang lain dan diri sendiri.

d. Cara hidup sehat dengan membiasakan keluarga buang air besar yang
aman dan sehat berarti menjaga generasi untuk tetap sehat.

Berdasarkan konsep dan definisi MDGs, akses sanitasi layak yaitu apabila
penggunaan fasilitas tempat buang air besar milik sendiri atau bersama, dengan
jenis kloset leher angsa dan tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan
tangki septik atau sarana pembuangan air limbah (SPAL). Metode pembuangan
tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai berikut :

1. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi

2. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki
mata air atau sumur

3. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan

4. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain

5. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar, atau bila memang benar
benar diperlukan harus dibatasi seminimal mungkin

6. Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang

7. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.

(Depkes, 2013)

4. Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga


Proses pengamanan limbah cair yang aman pada tingkat rumah
tangga untuk menghindari terjadinya genangan air limbah yang berpotensi
menimbulkan penyakit berbasis lingkungan. Untuk menyalurkan limbah
cair rumah tangga. Diperlukan sarana berupa sumur resapan dan saluran
pembuangan air limbah rumah tangga. Limbah cair rumah tangga yang
berupa tinja dan urine disalurkan ke tangki septik yang dilengkapi dengan
sumur resapan. Limbah cair rumah tangga yang berupa air bekas yang
dihasilkan dari buangan dapur, kamar mandi, dan sarana cuci tangan
disalurkan ke saluran pembuangan air limbah. Prinsip pengamanan limbah
cair rumah tangga adalah:
a. Air limbah kamar mandi dan dapur tidak boleh tercampur
dengan air dari jamban
b. Tidak boleh menjadi tempat perindukan vektor
c. Tidak boleh menimbulkan bau
d. Tidak boleh ada genangan yang menyebabkan lantai licin dan
rawan kecelakaan
e. Terhubung dengan saluran limbah umum/got atau sumur
resapan( Damanhuri, 2008)

5. Buang Sampah Pada Tempatnya

Tujuan pengamanan sampah rumah tangga adalah untuk


menghindari penyimpanan sampah dalam rumah dengan segera menangani
sampah. Pengamanan sampah yang aman adalah pengumpulan,
pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan atau pembuangan dari
material sampah dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan
masyarakat dan lingkungan. Prinsip-prinsip dalam Pengamanan sampah:

a. Reduce

Reduce yaitu mengurangi sampah dengan mengurangi pemakaian


barang atau benda yang tidak terlalu dibutuhkan. Contohnya: mengurangi
pemakaian kantong plastik, mengatur dan merencanakan pembelian
kebutuhan rumah tangga secara rutin misalnya sekali sebulan atau sekali
seminggu, mengutamakan membeli produk berwadah sehingga bisa diisi
ulang, memperbaiki barang-barang yang rusak (jika masih bisa diperbaiki)
dan membeli produk atau barang yang tahan lama.

b. Reuse

Reuse yaitu memanfaatkan barang yang sudah tidak terpakai tanpa


mengubah bentuk. Contohnya: sampah rumah tangga yang bisa
dimanfaatkan seperti koran bekas, kardus bekas, kaleng susu, wadah sabun
lulur, dan sebagainya. Barangbarang tersebut dapat dimanfaatkan sebaik
mungkin misalnya diolah menjadi tempat untuk menyimpan tusuk gigi,
perhiasan, dan sebagainya, memanfaatkan lembaran yang kosong pada
kertas yang sudah digunakan, memanfaatkan buku cetakan bekas

untuk perpustakaan mini di rumah dan untuk umum, menggunakan


kembali kantong belanja untuk belanja berikutnya.

c. Resycle

Recycle yaitu mendaur ulang kembali barang lama menjadi barang baru.

Contohnya: sampah organik bisa dimanfaatkan sebagai pupuk dengan cara

pembuatan kompos atau dengan pembuatan lubang biopori, sampah


anorganik bisa di daur ulang menjadi sesuatu yang bisa digunakan
kembali, seperti mendaur ulang kertas yang tidak digunakan menjadi
kertas kembali, botol plastik bisa menjadi tempat alat tulis, bungkus
plastik detergen atau susu bisa dijadikan tas, dompet, dan sebagainya,
sampah yang sudah dipilah dapat disetorkan ke bank sampah terdekat,
kegiatan pengamanan sampah rumah tangga dapat dilakukan dengan cara
sampah tidak boleh ada dalam rumah dan harus dibuang setiap hari dan
pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah. Pemilahan sampah dilakukan
terhadap 2 (dua) jenis sampah, yaitu organik dan nonorganik. Untuk itu
perlu disediakan tempat sampah yang berbeda untuk setiap jenis sampah
tersebut serta tempat sampah harus tertutup rapat. Pengumpulan sampah
dilakukan melalui pengambilan dan pemindahan sampah dari rumah
tangga ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah

terpadu. Sampah yang telah dikumpulkan di tempat penampungan


sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu diangkut ke tempat
pemrosesan akhir (Marliana, 2014).
BAB III
TUJUAN DAN SASARAN KEGIATAN

3.1 Tujuan Kegiatan


3.1.1 Meningkatkan pengetahuan Ibu Hamil dan Ibu Balita tentang
stunting dan pencegahannya
3.1.2 Meningkatkan pengetahuan Ibu Hamil tentang pentingnya ANC
dan pemenuhan gizi seimbang pada Ibu Hamil
3.1.3 Meningkatkan pengetahuan Ibu Hamil dan Ibu Balita tentang
pemberian ASI eksklusif dan MPASI yang tepat
3.1.4 Meningkatkan pengetahuan Ibu Hamil dan Ibu Balita tentang
penyakit kecacingan
3.1.5 Meningkatkan pengetahuan Ibu Hamil dan Ibu Balita tentang
hieginitas dan sanitasi lingkungan yang tepat untuk pencegahan
stunting
3.1.6 Meningkatkan pengetahuan Ibu Hamil dan Ibu Balita tentang
pentingnya pemberian F100 untuk intervensi balita stunting
3.2 Sasaran Kegiatan

Sasaran kegiatan “GASTER” ini adalah ibu hamil dan ibu balita di
wilayah Rembang 2, yang diharapkan mampu mengoptimalkan tumbuh
kembang anak di 1000 Hari Pertama Kehidupan untuk mencegah kejadian
stunting.

BAB IV
BENTUK KEGIATAN DAN PELAKSANAAN KEGIATAN

Bentuk kegiatan :
Kegiatan Miniproject dilakukan dalam 1 hari pada tanggal 29 Februari 2020\

4.1. Registrasi Peserta


Peserta Ibu Hamil dan Ibu Balita yang datang dipersilahkan untuk
melakukan registrasi dengan mengisi absen kehadiran, kemudian untuk
Ibu Hamil dilakukan pengukuran tekanan darah, LILA, dan timbang berat
badan oleh dokter Interenship. Untuk Ibu Balita juga melakukan registrasi
dengan mengisi absen kehadiran dan melakukan timbang berat badan
serta tinggi badan balita.
4.2. Pembukaan dan Sambutan
Kegiatan acara diawali dengan pembukaan dari Ketua Panitia Mini
Project, sambutan oleh perwakilan pengurus UKM, Kepala Pukesmas
Rembang II oleh dr. M. Rehulina, M. Kes (Epid).

4.3. Pre Tes


Peserta Ibu hamil dan Ibu balita diberi 10 soal pre tes yang harus
dikerjakan untuk menilai sejauh mana pengetahuan peserta.
4.4. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan oleh dokter interenship dengan materi stunting dan
pencegahannya di 1000 Hari Pertama Kehidupan, Penyakit Infeksi
Kecacingan pada balita.
4.5. Mitos ata Fakta
Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan suasana yang menarik dengan
memberikan pernyataan Mitos atau Fakta.
4.6. Demonstrasi Pembuatan F100
Kegiatan ini dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan terhadap Ibu
Hamil dan Ibu Balita tentang gizi tambahan yang dapat diberikan untuk
anak yang tergolong stunting. Dokter Interenship melakukan demonstrasi
cara penyajian F100 dalam bentuk kemasan, dan pembuatan F100 secara
manual. Hasil demonstrasi pembuatan F100 secara manual dibagikan
kepada balita stunting masing-masing satu gelas.
4.7 Peraga Cuci Tangan
Kegiatan ini dilaksanakan untuk memberikan suasan asik, dengan
melakukan peraga cuci tangan menggunakan musik.
4.8 Pembagian Doorprize
Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan penghargaan kepada peserta
yang aktif bertanya maupun peserta yang mampu menjawab pertanyaan
dengan benar.
4.9 Pojok Konsultasi
Kegiatan ini berisi sesi konsultasi dengan dokter Interenship. Konsultasi
ini berisi tentang penyampaian hasil laboratorium feses rutin balita
stunting. Pojok konsultasi ini ditujukan untuk Ibu Balita. Pada akhir sesi
konsultasi, Ibu Balita mendapatkan satu paket F100 kemasan dan mineral
mix serta makanan tambahan balita.

BAB V
PELAKSANAAN KEGIATAN

5.1. Kegiatan Mini Project


Kegiatan Gaster “Gerakan Anti Stunting Terpadu” merupakan salah
satu bentuk rangkaian kegiatan dalam meningkatkan pengetahuan
tentang pencegahan stunting di 1000 Hari Pertama Kehidupan.

Kegiatan periksa feses rutin balita stunting dilaksanakan pada :


Hari, Tanggal : Senin, 24 Februari 2020
Waktu : 08.00 – 12.00 WIB
Tempat : Laboratorium Puskesmas Rembang 2
Kegiatan dilaksanakan pada :
Hari, Tanggal : Sabtu, 29 Februari 2020
Waktu : 08.00 – 11.00 WIB
Tempat : Balaidesa Mondoteko Lama
Pemberi Materi : Tim Dokter Internsip Pukesmas Rembang2

BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI

6.1 MONITORING
Kegiatan ini dihadiri oleh 35 peserta yang terdiri dari 20 ibu hamil
dari desa mondoteko dan 15 Ibu Balita stunting beserta balita. Seluruh peserta
telah hadir pada pukul 08.00 WIB sehingga kegiatan dapat segera dimulai.
Para peserta sangat antusias dan kooperatif dalam mengikuti seluruh
rangkaian kegiatan hingga selesai. Pembukaan acara dilakukan oleh ketua tim
miniproject setelah itu dilanjutakan sambutan dari kepala puskesmas,
perwakilan penanggungajawab gizi dan penanggung jawab KIA dari
puskesmas. Kegiatan acara ini berjalan lancar karena kerjasama panitia
dengan pihak puskesmas, terutama bidan-bidan dari berbagai desa yang sudah
memberikan andil dalam membagikan pot feses pasien balita stunting untuk
pemeriksaan feses rutin. Di akhir acara, semua pihak yang terlibat mengaku
sangat puas dan secara keseluruhan kegiatan berjalan lancar.

6.2 EVALUASI
Kegiatan GASTER ini secara keseluruhan sudah berjalan cukup baik,
hanya saja pada saat kegiatan penyuluhan banyak balita yang tidak kondusif
hal ini dipahami karena waktu yang cukup lama mengingat balita mudah
merasa bosan. Durasi waktu untuk pojok konsultasi juga dirasa kurang,
karena pojok konsultasi ini dilakukan di akhir acara menjadikan ibu balita
tidak leluasa untuk melakukan konsultasi dengan dokter.

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. KESIMPULAN
Kegiatan mini project yang bertema GASTER “Gerakan Anti
Stunting Terpadu” di Balaidesa Mondoteko Rembang ini berjalan dengan
lancar dan diharapkan dapat memberikan pengaruh positif pada para
peserta tentang pentingnya pencegahan stunting di 1000 Hari Pertama
Kehidupan.

7.2. SARAN
7.3.1 Melaksanakan kegiatan GASTER “Gerakan Anti Stunting Terpadu”
secara rutin di setiap desa untuk meningkatkan pengetahuan tentang
pencegahan stunting di 1000 HPK.
7.3.2 Bekerjasama dengan pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang 2,
sehingga dapat di sosialisasikan kepada Puskesmas di seluruh
Kabupaten Rembang.
7.3.3 Memberikan materi kepada kader terkait pencegahan stunting supaya
kader dapat ikut memberikan penyuluhan terhadap ibu hamil dan ibu
balita di setiap desa.

DAFTAR PUSTAKA
Aditianti. Faktor Determinan “Stunting” Pada Anak Usia 24–59 Bulan di
Indonesia. Program Pascasarjana : Institut Pertanian Bogor, 2010.

Aridiyah FO, Rohmawati N, Ririanty M. Faktor-faktor yang mempengaruhi


kejadian stunting pada anak balita di wilayah pedesaan dan perkotaan. e-
Jurnal Pustaka Kesehat. 2015;3(1):163–170.

Arifin, M., 2009. Beberapa Pengertian tentang Sanitasi Lingkungan.


Sumber:
http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2008/07/sanitasi-lingkungan.htm [Akses:
24-8-2010] diambil dari WHO dan http://en.wikipedia.org
Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran

Jakarta: EGC

Damanhuri. 2008. Pengelolaan Limbah Padat Secara Umum. Laporan Diklat

Landfiling Limbah 2008. Jakarta. Kementrian Perindustrian.

Fathir, M. et al., 2017. Hubungan Higienitas Botol Susu Dengan Kejasian Diare
Di Wilayah Puskesmas Kelayan Timur Banjarmasin.

Gibney, Michael J dkk. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC, 2009.

Hassan, B.A.R. 2012. Importance of Personal Hygiene. Pharmaceutica Analytica

Acta. Volume 3

Kishnam, Y.G., 2014. Gambaran Perilaku Hidup Sehat Ibu Yang Memiliki Balita
Di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud I, Kabupaten Gianyar Bali Tahun
2014. , 4(1), pp.51–58.

Marisdayana, R., Sahara, P. & Yosefin, H., 2017. Teknik Pencucian Alat Makan,
Personal Hygiene, Terhadap Kontaminasi Bakteri Pada Alat Makan. ,
2(October), pp.376–382.

Marliana. 2014. Pemanfaatan Limbah Rumah Tangga (Sampah Anorganik)


sebagai Bentuk Implementasi dari Pendidikan Lingkungan Hidup. Jurnal
Formatif, Vol. 4, No. 2, Hal. 124-132. Jakarta. Universitas Indraprasta.

Rahmayana.,Ibrahim IA.,Damayanti DS. Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan


Kejadian Stunting Anak Usia 24-59 Bulan Di Posyandu Asoka II Wilayah
Pesisir Kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate Kota Makassar Tahun
2014. Vol. VI, No. 2, Juli-Desember 2014

Setyaningsih, R. & Fitriyanti, L., 2015. Hubungan perilaku ibu dalam


membersihkan botol susu dengan kejadian diare pada bayi di desa sale
kecamatan plaosan kabupaten magetan. , 3(2), pp.28–37.
Sujatni, R.A., M.A, S.H. & Kusuma, M.A.B., 2013. Pengaruh Lamanya
Pemakaian Diapers Terhadap Ruam Diapers Pada Anak Diare Usia 6-12
Bulan Di RSUD Tugurejo Semarang. , pp.0–7.

Supariasa, dkk. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran,


2012.

Turnip, Frisda. Pengaruh Positive Deviance Pada Ibu dari Keluarga Miskin
Terhadap Status Gizi anak Usia 12-24 Bulan Di Kecamatan Sidikalang
Kabupaten Dairi Tahun 2007. Medan : Universitas Sumatera Utara, 2008.

Yustika AE. Buku Pelengkap Sistem pembangunan desa. 2015:41.

Anda mungkin juga menyukai