Anda di halaman 1dari 28

Makalah Sejarah Indonesia

“KERAJAAN ISLAM DI KALIMANTAN”

NAMA KELOMPOK

1. GEDE ANGGA CIPTA RIADI ( 01 )


2. KADEK ELYZA HANDAYANI ( 16 )
3. KETUT ERMA MARISA ( 17 )
4. KOMANG HERLIA PURNAMI ( 22 )
5. KOMANG KRISNA DEWI ( 23 )

KELAS X IBB 2

SMA NEGERI 1 BANJAR


TAHUN PELAJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-
Nyalah kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Kerajaan Islam di
Kalimantan”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah
Indonesia.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Semoga makalah ini memberikan
informasi bagi siswa-siswi pada khususnya dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami
dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini memberikan manfaat maupun
inspirasi untuk pembaca.

Banyuatis, Pebruari 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER …………………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR ii
………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI
……………………………………………………………………. 1
1
BAB I PENDAHULUAN 2
……………………………………………………... 3
1.1. Latar Belakang …………………………………………………….
1.2. Rumusan Masalah ………………………………………………… 3
1.3. Tujuan …………………………………………………………….. 3
3
BAB II PEMBAHASAN 4
…………………………………………………........ 8
2.1. Proses Masuknya Islam dibeberapa Daerah di Pulau Kalimantan 11
…. 12
2.1.1. Islam masuk di Kalimantan Barat 14
…………………………… 14
2.1.2. Islam masuk di Kalimantan 15
Selatan…………………………. 15
2.1.3. Islam masuk di Kalimantan Timur………………………….. 16
2.1.4. Islam masuk di Kalimantan Tengah 16
………………………… 17
2.2. Awal Mula Kerajaan Islam di Kalimantan 17
………………………… 18
2.3. Kerajaan Islam di Kalimantan …………………………. 18
…………. 18
2.3.1. Kesultanan Pasir 18
……………………………………………. 18
2.3.2. Kesultanan Banjar …………………………………………..

iii
2.3.3. Kesultanan Kotawaringin 23
…………………………………... 23
2.3.4. Kesultanan Sambas 23
………………………………………….
2.3.5. Kesultanan Kutai Kartanegara Ing 24
Martadipura……………..
2.3.6. Kesultanan Berau
……………………………………………
2.3.7. Kesultanan
Sambaliung……………………………………...
2.3.8. Kesultanan Gunung Tabur ………………………………….
2.3.9. Kesultanan Pontianak
……………………………………….
2.3.10. Kerajaan
Tidung……………………………………………
2.3.11. Kseultanan Bulungan
………………………………………
2.4. Peninggalan Sejarah Kerajaan Islam di Kalimantan
……………….

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………


3.1. Kesimpulan ………………………………………………………..
3.2. Saran
……………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Para ulama yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader
dakwah yang terus menerus mengalir sehingga inilah awal dari masuknya islam di
kalimantan. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo kala
itu melalui dua jalur. 
Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur
Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya
Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para
mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat
Kalimantan. 
Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh
yang dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui
puncaknya saat Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke
negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar
dengan ulama-ulamanya yang besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad
al Banjari.
Di Kalimantan Selatan terutama sejak abad ke-14 sampai awal abad ke-16
yakni sebelum terbentuknya Kerajaan Banjar yang berorientasikan Islam, telah
terjadi proses pembentukan negara dalam dua fase. Fase pertama yang disebut
Negara Suku (etnic state) yang diwakili oleh Negara Nan Sarunai milik orang
Maanyan. Fase kedua adalah negara awal (early state) yang diwakili oleh Negara
Dipa dan Negara Daha. Terbentuknya Negara Dipa dan Negara Daha menandai
zaman klasik di Kalimantan Selatan. Negara Daha akhirnya lenyap seiring dengan
terjadinya pergolakan istana, sementara lslam mulai masuk dan berkembang
disamping kepercayaan lama. Zaman Baru ditandai dengan lenyapnya Kerajaan
Negara Daha beralih ke periode negara kerajaan (kingdom state) dengan lahirnya
kerajaan baru, yaitu Kerajaan Banjar pada tahun 1526 yang menjadikan Islam
sebagai dasar dan agama resmi kerajaan.

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Menjelaskan tentang begaimana Islam datang ke Pulau Kalimantan
b. Menjelaskan tentang bagaimana caranya Islam bisa berkembang di Pulau
Kalimantan.
c. Menjelaskan tentang apa saja hikmah bagi Pulau Kalimantan setelah Islam
datang.

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengingat kembali tentang bagaimana Islam masuk ke Pulau Kalimantan
b. Supaya kita bisa mencontoh bagaimana cara berdakwah yang baik
c. Mengenang kembali jasa-jasa para pejuang terdahulu di Pulau Kalimantan

2
BAB II
PEMBAHASAN

Islam pertama kali masuk di Kalimantan adalah di daerah utara tepatnya di daerah
Brunai sekitar pada tahun 1500 M. Setelah raja Brunai memeluk Islam (sekitar 1520),
maka Brunai menjadi pusat penyiaran agama Islam sehingga Islam sampai ke Pilipina.
Pusat penyebaran Islam yang lain adalah di Kalimantan Barat di dekat Muara
Sambas. Islam masuk ke daerah ini diperkirakan pada abad XVI di bawa oleh orang-orang
dari Johor, menyusul kemudian daerah Sambas ditaklukkan oleh kerajaan Johor.
Adapun masuknya Islam di Kalimantan Selatan terjadi sekitar 1550 M atas pengaruh
dari Jawa. Dikatakan bahwa raja-raja di Kalimantan Selatan memeluk agama Islam setelah
mendapat bantuan dari Sultan Demak. Daerah Timur Kalimantan terdapat kerajaan Bugis
yang mendapat pengaruh Islam sekitar tahun 1620 M. Islam masuk ke daerah ini melalui
jalan perkawinan orang-orang Arab dengan putri-putri raja di daerah ini.

2.1 Proses Masuknya Islam Di Beberapa Daerah di Pulau Kalimantan


2.1.1 Islam Masuk di Kalimantan Barat
Islam masuk ke Indonesia masih menyisakan perdebatan panjang,ada
tiga teori yang dikembangkan para ahli mengenai masuknya Islam di
Indonesia:
a. Teori Gujarat banyak dianut oleh ahli dari Belanda
Islam dari anak BenuaIndia, menurut Pijnappel orang Arab bermazhab
Syafi’i yang bermingrasi menetap diwilayah India kemudian membawa
Islam ke Indonesia (Azra,1998:24) Teori ini dikembangkan oleh Snouck
Hurgonje.Moquette iaberkesimpulan bentuk nisan di Pasai kawasan
Sumatera 17 Dzulhijjah 1831H/27 September 1428, batu nisan mirip di
Cambay,Gujarat.W.F. Stuterheimmenyatakan masuknya agama Islam ke
Nusantara pada abad ke-13 Masehi,yakniMalik Al-Saleh pada tahun 1297.
masuknya Islam ke Indonesia adalah Gujarat. Relief batu nisan Sultan Malik
Al-Saleh bersifat Hinduistikj mempunyai kesamaan batu nisan di Gujarat.
(Suryanegara,1998:76). J.C.Van Leur pada th 674 M pantai barat Sumatera

3
telah terdapat perkampungan Islam, Islam tidak terjadi pada abad ke- 13
akan tetapi abad  ke-7
b. Teori Persia dikembangkan oleh: Hoesin Djajadiningrat
Titik berat pada kesamaan kebudayaan masyarakat Indonesia dengan Persia.
Kesamaan budaya seperti peringatan 10 muharram atau Asyura sebagai hari
peringatanSyi’ah terhadap syahidnya Husain. Kedua adanya ajaran
wahdatul Wujud Hamzah Fansuri dan Syekh Siti Jenar dengan ajaran sufi
Persia, Al-Hallaj.Persia, dibantah K.H. Saifuddin Zuhri , apabila
berpedoman Islam
masuk abad ke -7 pada masa Bani Umayyah, Kekuasaan politik
dipegangoleh bangsa Arab, tidak mungkin Islam berasal dari Persia. (1)
M.Natsir,S.Sos.M.Si Peneliti pada Balai Pelestarian Sejarah Pontianak.
Dosen pada Isipol UNTAN(2) Bahan tulisan Seminar Serantau
Perkembangan Islam Borneo, 27-28 Peb 2008 di UiTM Malaysia
c. Teori Arabia,
Penganut teori  ini adalah :T.W.Arnold,Crawfurd, Keijzer, Niemann, De
Holander, Naquib Al-Attas ,A. Hasyimi, dan Hamka. Teori Arabiah yang
dipertegas Hamka ia menolak keras terhadap teori Gujarat, teori ini
dikemukan Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia di Medan, 17-20
Maret 1963 ia menolak bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 jauh
sebelumnya abad ke-7 Masehi. Adapun keberadaan Islam di Kalimantan
Barat tidak diketahui secara pasti,namun dari beberapa literatur dan
pendapat yang ada masih merupakan  sebuah prediksi yang dikemukakan
oleh para peneliti maupun dari bekas-bekas peninggalanyang ada, baik yang
terekam di masyarakat melalui ajaran atau kepercayaan, dapat juga dilihat
dari situs-situs yang masih ada dan sejarah keberadan keraton yang
banyak didominasi oleh kesultanan Islam.(Doc.Natsir)
2.1.2 Islam Masuk di Kalimantan Selatan
Barangkali sumber yang cukup tua menyebutkan bahwa Kalimantan pada
periode menjelang masuknya Islam di Kalimantan ialah Negara Kartagama,
yang ditulis oleh Mpu Prapanca tahun 1365 ini telah menyebut daerah

4
Kalimantan Selatan yang diketahui ialah daerah sepanjang sungai Negara,
sungai Barito dan sekitarnya.
Situasi politik di daerah Kalimantan Selatan menjelang Islam banyak
diketahui dari sumber historiografi tradisional yakni Hikayat Lambung
Mangkurat atau Hikayat Banjar. Sumber tersebut memberitahukan bahwa di
daerah Kalimantan Selatan telah berdiri kerajaan yang bercorak Hindu Negara
Dipa yang berlokasi sekitar Amuntai dan kemudian dilanjutkan dengan Negara
Daha sekitar Negara sekarang.
Menjelang datangnya Islam ke daerah Kalimantan Selatan kerajaan yang
bercorak Hindu telah berpindah dari Negara Dipa ke Negara Daha diperintah
oleh Maharaja Sukarama, mertua Ratu Lemak. Setelah dia meninggal dia
digantikan oleh Pangeran Tumenggung yang menimbulkan sengketa dengan
Pangeran Samudera cucu Maharaja Sukarama, yang dilihat dari segi institusi
kerajaan mempunyai hak mewarisi tahta kerajaan. Dengan demikian Negara
Daha adalah benteng terakhir dari institusi kerajaan bercorak Hindu dan setelah
itu digantikan dengan institusi bercorak Islam.
Sunan Giri sangat besar terhadap perkembangan kerajaan Islam Demak.
Sunan Girilah yang memberikan gelar Sultan kepada raja Demak. Dalam hal
ini sangat menarik perhatian hubungan antara Sunan Giri dengan daerah
Kalimantan Selatan. Dalam Hikayat Lambung Mangkurat diceritakan tentang
Raden Sekar Sungsang dari Negara Dipa yang lari ke Jawa. Ketika dia masih
kecil kelakuannya menjengkelkan ibunya Puteri Kaburangan, yang juga
dikenal sebagai Puteri Kalungsu. Waktu dia kecil karena sering mengganggu
ibunya, dia dipukul di kepalanya dan mengeluarkan darah. Sejak itu dia lari
dan ikut dengan juragan Petinggi atau Juragan Balaba yang berasal dari
Surabaya. Juragan Balaba memeliharanya sebagai anaknya sendiri dan setelah
dewasa dia dikawinkan dengan puteri Juragan Balaba sendiri. Dia mempunyai
dua orang putera Raden Panji Sekar dan Raden Panji Dekar. Keduanya berguru
pada Sunan Giri, Raden Sekar kemudian diambil menjadi menantu Sunan Giri
dan kemudian bergelar Sunan Serabut. Raden Sekar Sungsang kemudian
kembali menjalankan perdagangan sampai ke Negara Dipa. Dengan
penampilan yang tampan Raden Sekar Sungsang adalah seorang pedagang dari

5
Jawa, yang banyak mengadakan hubungan perdagangan dengan pihak kerajaan
Negara Dipa. Akhirnya dia kawin dengan Puteri Kalungsu penguasa Negara
Dipa, yang sebetulnya adalah ibunya sendiri. Setelah Puteri Kalungsu hamil
barulah terungkap bahwa suaminya adalah anaknya yang dulu hilang. Mereka
bercerai, Raden Sekar Sungsang memindahkan pemerintahannya menjadi
Negara Daha, yang berlokasi sekitar Negara sekarang, sedangkan Ibunya tetap
di Negara Dipa sekitar Amuntai sekarang. Raden Sekar Sungsang yang
menurunkan Raden Samudera yang menjadi Sultan Suriansyah raja pertama
dari Kerajaan Banjar.
Raden Sekar Sungsang Menjadi raja pertama dari Negara Daha dengan
gelar Maharaja Sari Kaburangan. Selama dia berkuasa hubungan dengan Giri
tetap terjalin dengan pembayaran upeti tiap tahun.Yang menjadi masalah
adalah, kalau Raden Sekar Sungsang selama di Jawa kawin dengan melahirkan
putera Raden Panji Sekar selanjutnya menjadi menantu Sunan Giri, adalah hal
mungkin sekali bahwa Raden Sekar Sungsang juga telah memeluk agama
Islam. Raden Panji Sekar menjadi seorang ulama yang bergelar Sunan Serabut,
adalah hal yang wajar kalau ayahnya sendiri Raden Sekar Sungsang telah
memeluk agama Islam meskipun keimanannya belum kuat. Kalau anggapan ini
benar maka Raden Sekar Sungsang raja dari Negara Daha dari Kerajaan Hindu
yang telah beragama Islam pertama sebelum Sultan Suriansyah.
Kalau benar bahwa Raden Sekar Sungsang yang bergelar Sari Kaburangan
telah beragama Islam, mengapa dia tidak menyebarkan Islam itu pada
rakyatnya. Hal ini terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinannya antara
lain bahwa agama Hindu masih terlalu kuat, sehingga lebih baik
menyembunyikan ke Islamannya, atau memang keimanannya belum kuat.
Tetapi yang dapat disimpulkan bahwa Islam telah menyelusup di daerah
Negara Daha Kalimantan Selatan, sekitar abad ke 13-14 Masehi.
A.A. Cense dalam bukunya “De Kroniek van Banjarmasin”, menjelaskan
bahwa ketika Pangeran Samudera berperang melawan pamannya Pangeran
Tumenggung raja Negara Daha. Pangeran Samudera menghadapi bahaya yang
berat yaitu kelaparan di kalangan pengikutnya. Atas usul Patih Masih Pangeran
Samudera meminta bantuan pada Kerajaan Islam Demak yang saat itu kerajaan

6
terkuat setelah Majapahit. Patih Balit diutus menghadap Sultan Demak dengan
400 pengiring dan 10 buah kapal. Patih Balit menghadap Sultan Tranggana
dengan membawa sepucuk surat dari Pangeran Samudera. F.S.A. De Clereq
dalam bukunya. De Vroegste Geschiedenis van Banjarmasin (1877) halaman
264 memuat isi surat Pangeran Samudera itu. Surat itu tertulis dalam bahasa
Banjar dalam huruf Arab-Melayu. Isi surat itu adalah : “Salam sembah putera
andika Pangeran di Banjarmasin datang kepada Sultan Demak. Putera andika
menantu nugraha minta tolong bantuan tandingan lawan sampean kerana
putera andika berebut kerajaan lawan parnah mamarina yaitu namanya
Pangeran Tumenggung. Tiada dua-dua putera andika yaitu masuk mengula
pada andika maka persembahan putera andika intan 10 biji, pekat 1.000 galung,
tudung 1.000 buah, damar 1.000 kandi, jeranang 10 pikul dan lilin 10 pikul”.
Yang menarik dari surat ini adalah bahwa surat itu tertulis dalam huruf Arab.
Kalau huruf Arab sudah dikenal oleh Pangeran Samudera, adalah jelas
menunjukkan bukti bahwa masyarakat Islam sudah lama terbentuk di
Banjarmasin. Terbentuknya masyarakat Islam dan lahirnya kepandaian
membaca dan menulis huruf Arab memerlukan waktu yang cukup lama. Kalau
Kerajaan Islam Banjar terbentuknya pada permulaan abad ke- 16, maka
dapatlah diambil kesimpulan bahwa masyarakat Islam di Banjarmasin sudah
terbentuk pada abad ke- 15. Karena itulah masuknya agama Islam ke
Kalimantan Selatan setidak-tidaknya terjadi pada permulaan abad ke- 15.
Perdagangan sangat ramai setelah bandar pindah ke Banjarmasin. Disini
dapat pula kita lihat perbedaan perekonomian antara Negara Daha dan
Banjarmasin. Negara Daha menitik beratkan pada ekonomi pertanian
sedangkan Banjarmasin menitik beratkan pada perekonomian perdagangan.
Hubungan itu terutama adalah hubungan ekonomi perdagangan dan akhirnya
meningkat menjadi hubungan bantuan militer ketika Pangeran Samudera
berhadapan dengan Raja Daha Pangeran Tumenggung.
Pangeran Samudera adalah cikal bakal raja-raja Banjarmasin. Dia adalah
cucu Maharaja Sukarama dari Negara Daha. Pangeran Samudera terpaksa
melarikan diri demi keselamatan dirinya dari ancaman pembunuhan pamannya
Pangeran Tumenggung raja terakhir dari Negara Daha. Patih Masih adalah

7
Kepala dari orang-orang Melayu atau Oloh Masih dalam Bahasa Ngaju.
Sebagai seorang Patih atau kepala suku, tidaklah berlebihan kalau dia sangat
memahami situasi politik Negara Daha, apalagi juga dia mengetahui tentang
kewajiban sebagai daerah takluk dari Negara Daha, dengan berbagai upeti dan
pajak yang harus diserahkan ke Negara Daha. Patih Masih mengadakan
pertemuan dengan Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, Patih Kuwin untuk
mencari jalan agar jangan terus-menerus desa mereka menjadi desa. Mereka
sepakat mencari Pangeran Samudera cucu Maharaja Sukarama yang menurut
sumber berita sedang bersembunyi di daerah Balandean, Serapat, karena
Pangeran Tumenggung yang sekarang Menjadi raja di Negara Daha pamannya
sendiri ingin membunuh Pangeran Samudera.
Pangeran Samudera dirajakan di kerajaan baru Banjar setelah berhasil
merebut bandar Muara Bahan, bandar dari Negara Daha dan memindahkan
bandar tersebut ke Banjar dengan para pedagang dan penduduknya. Bagi
Pangeran Tumenggung sebagai raja Negara Daha, hal ini berarti suatu
pemberontakan yang tidak dapat dimaafkan dan harus dihancurkan, perang
tidak dapat dihindarkan lagi. Pangeran Tumenggung kalah, mundur dan
bertahan di muara sungai Amandit.
Dalam perjalanan sejarah raja-raja di Kalimantan Selatan, bila diteliti
dengan seksama nampak bahwa pergantian raja-raja dari Negara Daha sampai
Banjarmasin dari :
1. Maharaja Sari Kaburangan/Raden Sekar Sungsang
2. Maharaja Sukarama
3. Pangeran Mangkubumi/Raden Manteri
4. Pangeran Tumenggung
5. Pangeran Samudera
Bukan pergantian yang lumrah dari ayah kepada anak tapi dari tangan
musuh yang satu ketangan musuh yang lain, melalui revolusi istana. Raden
Sekar Sungsang usurpator pertama adalah pembangunan dinasti Hindu Negara
Daha, dan Pangeran Samudera usurpator kedua adalah pembangun dinasti
Islam Banjarmasin.
2.1.3 Islam Masuk di Kalimantan Timur

8
Pada masa pemerintahan Aji Raja Mahkota (1525-600) kerajaan Kutai
Kartanegara kedatangan dua orang ulama dari Makassar, yaitu Syekh Abdul
Qadir Khatib Tunggal yang bergelar Datok Ri Bandang dan Datok Ri Tiro
yang dikenal dengan gelar Tunggang Parangan. Seperti yang di kisahkan dalam
Silsilah Kutai, tujuan kedatangan dua ulama tersebut adalah untuk
menyebarkan agama islam dengan cara mengajak Aji Raja Mahkota Untuk
memeluk agama Islam, pada awalnya ajakan ulama ini di tolak oleh Aji Raja
Mahkota dengan alasan bahwa agama di kerajaan Kutai Kartanegara adalah
Hindu.
Langkah dakwah kedua ulama ini untuk mengajak Aji Raja Mahkota di
tolak oleh sang Raja. Bahkan karena langkah dakwah ini buntu, Tuan ri
Bandang akhirnya memutuskan kembali ke Makassar dan meninggalkan
tunggang parangan di kerajaan Kutai Kartanegara. Sebagai jalan akhir,
Tunggang Parangan menawarkan solusi kepada Aji Raja Mahkota untuk
mengadu kesaktian dengan taruhan apabila Aji Raja Mahkota kalah, maka sang
raja bersedia untuk memeluk islam. Akan tetapi jika Aji Raja Mahkota yang
akan menang maka Tunggang Parangan akan mengabdikan hidupnya untuk
kerajaan Kutai Kartanegara.
Solusi Tunggang Parangan di setujui oleh Raja Mahkota. Adu kesaktian
akhirnya di gelar dan berujung dengan kekalahan Aji Raja Mahkota. Sebagai
konskuensi kekalahan, maka Aji Raja Mahkota Akhirnya masuk Islam. Sejak
Aji Raja Masuk Islam maka pengaruh Hindu yang telah tertular lewat interaksi
dengan kerajaan  majapahit lambat laun luntur dan berganti dengan pengaruh
Islam dan sebagian rakyat yang masih memilih untuk memeluk agama hindu
kemudia tersisih dan berangsur-angsur pindah ke daerah pinggiran kerajaan.
Perkembangan kerajaan Kutai Kartanegara yang mempunyai lokasi
berdekatan dengan kerajaan kutai yang lebih dulu ada di Muara Kaman pada
awalnya tidak menimbulkan friksi yang berarti. Hanya saja ketika Kerajaan
Kutai Kartanegara di perintah oleh Aji Pangeran Sinom Panji Mendapa ing
Martadipura (1605-1635 M) terjadi perang antara dua kerajaan besar ini. Di
akhir perang Kerajaan Kutai dan Kerajaan Kutai Kartanegara di lebur menjadi
satu dengan nama Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Raja pertama

9
dari penggabungan dua kerajaan ini adalah Aji Pangeran Sinom Panji Mendapa
ing Martadipura (1605-1635 M).
Pada masa pemerintahan Aji Pangeran Sinom Panji Mendapa ing
Martadipura, pengaruh Islam yang telah masuk sejak pemerintahan Aji Raja
Mahkota (1525-1600 M) telah mengakar kuat. Islam sangat berpengaruh pada
sistem pemerintahan Kerajaan Kutai Karta Negara ing Martadipura. Indikator
dari pengaruh islam terlihat pada pemakaian Undang-Undang Dasar Kerajaan
yang di kenal dengan nama “Panji Salaten” yang terdiri dari 39 Pasal dan
memuat sebuah kitab peraturan yang bernama “Undang-Undang Beraja Nanti”
yang memuat 164 Pasal peraturan. Kedua Undang-Undang tersebut berisi
peraturan tentang yang di sandarkan pada Hukum Islam.
Pemimpin pertama yang memakai gelar “Sultan” adalah Aji Su;tan
Muhammad Idris. Beliau merupakan menantu dari Sultan Wajo La
Madukelleng, seorang bangsawan Bugis di Sulawesi Selatan. Pada saat rakyat
Bugis di Sulawesi Selatan sedang berperang melawan VOC (Vereenigde Oost
Indische Compagnie), Sultan Wajo meminta bantuan Aji Sultan Muhammad
Idris. Permintaan bantuan pun di penuhi oleh Aji Sultan Muhammad Idris.
Kemudian berangkatlah rombongan Aji Sultan Muhammad Idris ke Sulawesi
Selatan untuk membantu Sultan Wajo La Madukelleng. Dalam upaya
memberikan bantuan tersebut Aji Sultan Muhammad Idris Meninggal dunia.
Selama kepergian Aji Sultan Muhammad Idris ke Sulawesi, kursi Sultan
Kutai Kartanegara ing Martadi pura di pegang oleh dewan perwakilan. Tetapi
ketika Aji Sultan Muhammad Idris Meninggal dalam pertempuran di Sulawesi,
timbul perebutan tahta tentang pengganti sultan. Perebutan tahta terjadi antara
kedua anak Aji Sultan Muhammad Idris, yaitu putra Mahkota Aji Imbut dan
Aji Kado.
Pada awal awal perebutan tahtta, Aji Imbut terdesak oleh Aji Kado dan lari
ke Sulawesi, ke tanah kakeknya, yaitu Sultan Wajo La MAdukelleng. Aji
Imbut menggalang kekuatan untuk kembali menyerang Aji Kado yang telah
menduduki ibukota kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura yang
terletak di pemarangan, karena ibukota Kesultanan Kutai Kartanegara telah
berpindah dari Kutai lama ke Pemarangan sejak tahun 1732.

10
Aji Imbut Akhirnya menyerang Aji Kado di Pemarangan. Di dukung oleh
orang-orang Wajo dan Bugis dan Aji Imbut berhasil mengalahkan Aji Kado
dan memduduki singgasana Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura
dengan Gelar Aji Marhum Muslihuddin (1739-1782 M). sedangkan Aji Imbut
dihukum mati dan dimakamkan di pulau jembayan.
Di Kalimantan Timur inilah dua orang da’i terkenal datang, yaitu Datuk Ri
Bandang dan Tuan Tunggang Parangan, sehingga raja Kutai (raja Mahkota)
tunduk kepada Islam diikuti oleh para pangeran, para menteri, panglima dan
hulubalang. Untuk kegiatan dakwah ini dibangunlah sebuah masjid. Tahun
1575 M, raja Mahkota berusaha menyebarkan Islam ke daerah-daerah sampai
ke pedalaman Kalimantan Timur sampai daerah Muara Kaman, dilanjutkan
oleh Putranya, Aji Di Langgar dan para penggantinya.
2.1.4 Islam Masuk di Kalimantan Tengah
Seorang ulama yang telah berjasa besar dalam menyebarkan ajaran Islam di
Pulau Kalimantan, khususnya di wilayah Kotawaringin. Ulama tersebut adalah
Kiai Gede, seorang ulama asal Jawa yang diutus oleh Kesultanan Demak untuk
menyebarkan ajaran Islam di Pulau Kalimantan. Kedatangan Kiai Gede
tersebut ternyata disambut baik oleh Sultan Mustainubillah. Oleh sang Sultan,
Kiai Gede kemudian ditugaskan menyebarkan Islam di wilayah Kotawaringin,
sekaligus membawa misi untuk merintis kesultanan baru di wilayah ini.
Berkat jasa-jasanya yang besar dalam menyebarkan Islam dan membangun
wilayah Kotawaringin, Sultan Mustainubillah kemudian menganugerahi
jabatan kepada Kiai Gede sebagai Adipati di Kotawaringin dengan pangkat
Patih Hamengkubumi dan bergelar Adipati Gede Ing Kotawaringin. Namun,
hadiah yang paling berharga dari sang Sultan bagi Kiai Gede adalah
dibangunnya sebuah masjid yang kelak bukan sekedar sebagai tempat
beribadah, melainkan juga sebagai pusat kegiatan-kegiatan kemasyarakatan
bagi Kiai Gede dan para pengikutnya.
Bersama para pengikutnya, yang waktu itu hanya berjumlah 40 orang, Kiai
Gede kemudian membangun Kotawaringin dari hutan belantara menjadi
sebuah kawasan permukiman yang cukup maju. Kalaupun wilayah
Kotawaringin sekarang ini menjadi salah satu kota yang terbilang maju di

11
Kalimantan, hal itu tidak dapat dipisahkan dari jasa besar Kiai Gede dan para
pengikutnya.
iai Gede membangun Sebuah Masjid yang bernama Masjid Kiai Gede,
Mesjid ini menjadi saksi sejarah perkembangan Islam di Kotawaringin. Masjid
Kiai Gede dibangun pada tahun 1632 Miladiyah atau tahun 1052 Hijriyah,
tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Mustain Billah (1650-1678 M), raja
keempat dari Kesultanan Banjarmasin.

2.2 Awal Mula Kerajaan Islam Di Kalimantan


Pada waktu islam berkembang diseluruh kepulauaan indonesia kerajaan
majapahit hindu diperintah oleh brawija putera angka wijaya, yang kemudian
mengalami keruntuhan raja yang dirobohkan kerajaan majapahit ialah raden patah
dengan delapan menterinya  yaitu Sunan Ampel.Sunan Giri.Sunan Drajat, Sunan
Gunung Jati, Sunan Kudus, Ngundung dan Sunan Demak. Mulai itulah agama islam
disebar diseluruh indonesia . yang menjadi islam sesungguhnya adalah haji purwa
putera  brawijaya maesa tandrana  dan lari ke cirebon. Dicirebon agama islam
disebarkan oleh syech bin maulana malik syech ibrahim yang bergelar sultan gunung
jati.
Sedangkan kerajaan Islam di Kalimantan   ada di Banjarmasin sejak Pangeran
Samudra atau  Pangeran Suriansyah alias Maruhum ialah:
(1) (kerajaan banjar masin tahun 1540 dalam pemerintahan pangeran samudra (yang
kemudian di islamkan bernama pangeran suriansyah atau maruhum); (2) kota
waringin tahun1620. Sultannya yang pertama ratu bagawan; (3) pasir (tanah grogot)
tahun 1600. Didirikan oleh orang arab yamg menikah dengan seorang puteri sultan
(puteri  petung); (4) kutei (kutai) tahun 1600. Diperintah oleh raka mahkota; (5)
berau dan bulongan tahun 1700, diperintah oleh raja adipati ; (6) pontianak tahun
1450; (7) matan tahun 1743, didirikan oleh seorang arab bernama syarif husin; dan
(8) mempawa tahun 1750, juga oleh seorang arab bernama syarif husin.
Mula-mula kerajaan hindu berperang dengan kerajaa islam, tetapi akhirnya
kerajaan hindu menyerah , yaitu kerajaan hindu dicandi laras dan candi agung  juga
ditanjung  pura dan lain-lain. Sebagian rakyat memeluk agama islam termasuk
sebagian rakyat dayak dipantai-pantai. Rakyat dayak yang telah masuk islam , ialah

12
yang sering disebut sebagai  dayak melayu, yang kebanyakkan di kuala kapuas ,
tumpung laung (barito) dan beberapa kampung melayu, sebenarnya mereka tetap
suku dayak , hanya sudah memeluk agama islam.
Pangeran samudra (suriansyah) pernah meminta seorang puteri bernama biang
lawai untuk dijadikan istri. Biang lawai, adalah adik patih dadar, patih muhur, dan
mengijin perkawinan, hanya dengan perjanjian tidak akan di islamkan.mula-mula
oleh pangeran samudra, disanggupi, tetapi sesudah sampai istana, putri itu
dikabarkan diislamkan. Kabar tersebut sampai kepada patih muhur bersaudara,
menimbulkan amarah patih rumbih dari kahayan , patih muhur dari bakumpai
(barito)dengan ilmu gaib, berhasil merampas saudaranya kembali, biang lawai, dari
istana sultan dan dibawanya kesungai katan.
Pangeran samudra memerintah balatentaranya untuk mencari perempuan
tersebutdipedelaman. Tetapi karena balatentara patihn muhur sangat hebat, maka
mundur lah balatentara sultan.
Patih  muhur dan patih rumbih mundur dan membuat pertahanandi taliu
dikampung tundai. Sesudah itu mereka mundur lagi membuat pertahanan didanau
karam bersebrangan dengan negeri goha kahayan. Mereka menyebrangi danau
tersebut dan dipasang dundang, bambu yang diruncingkan dibawah jembatans
ehingga   sewktu-wktu jembatan tersebut dapat diputuskan jika balatentara sultan
lewatatas jembatan  dan luka-luka terkena bambu yang diruncingkan dibawahnya.
Perahu-perahu mereka dapat dirampas  oleh patih rumbih ditengelamkan . sekarang
tempat tersebut dinamai berayar yang artinay “berlayar”.
Diantara tempat pertempuran-pertempuran tersebut dengan bentengnya ialah
sungai muhur (barito), parabingan, (pangkoh) bukit rawi, tewang pajagen, tewah,
hulu kaspuas dan lain-lain.
Tentang tersebarnya agama islam dari banten  kedaerah kalimantan dapat kita
baca artikel kerajaan islam dari banten di karang an R. Muchtadi dalam almanak
muhamadyah 1357 H (1938) hlm. 166 dan 169, antara lain ditulis : aliudin sultan
banten bergelar abu mufakir muhamad aliudin, dia beramah tamah dengan kompeni,
dan mendapat kebebasan sisa utang kerajaan banten sebanyak 60.000 ringgit, bekas
menempuh landak (tahun 1698 ditentukan , bahwa landak dan sukadana diserahkan

13
pada kompeni. Daerah pantai barat kalimantan diperintah oleh sultan abdurahman
yang mendirikan kota pontianak.
Sultan muhamad aliudin hanya berputera seorang saja dan meninggal ketika
masih kanak-kanak tahun1786. Sultan zainal abidin dari banten memasuki landak,
matan. Tahun 1699. Kapal kompeni /VOC dan 75 pecalang banten berlayar
kesukadana diperintahkan oleh sultan agung (pangeran agung), keponakan sultan
banten yang bergelar panebahan.
Sultan landak didibantu oleh orang bugis dapat merebut kembali daerahnaya .
sehingga panebahan dapat dipukul mundur , dengan keluarganya melarikan diri ke
anyer (banten). Landak dipegaruhiselama 80 tahun  (1699-1778).

2.3 Kerajaan Islam Di Kalimantan


2.3.1 Kesultanan Pasir
Dahulunya rakyat dayak pasir, diperintahkan oleh kepala-kepala dari
rakyat dayak sendiri . ada seorang kepala suku dayak yang sangat
berpengaruh , yang bernama tamanggung tokio, mengusulkan agar didaerah
daerah dikepali oleh sorang kepala suku dan untuk itu diminta sultan yang
dekat tempat tinggalnya. Mereka telah berangkat  dengan perahu yang penuh
bermuatan emas  dan perak, yang dianugrahkan kepada nya kepada raja yang
baru , mereka telah pergi ke utara dan selatan, tetapi tak ada mendapat 
seorangpun yang dipandang cakap. Tamanggung tokio sangatlah sedih sampai
tidak minum dan makan , kemudian dalam mimpinya ia melihat seorang tua
yang berkata kepadanya:
Untuk mendapat raja, baiklah engkau pergi kelaut, dan disitu engkau
memperoleh sepotong bambu, yang ruasnya  tarapung apung dilaut  ambilah
bambu itu, dan bungkuslah dengan sutra kuning, karena didalam bambu itu ada
sebutir telur yang harus dirabun diberi asap dupa, menyan dan garu. Dan dari
telur itu nanti akan dilahirkan seorang raja perempuan.
Pada esokkan harinya sesudah dia bangun, tamanggung tokio menuruti
pesan perempuan dalam mimpinya . sesudah 3 hari 3 malam telur itu
didupakan, maka terbelah dua lah buluh itu dan dari telur itu pecah pula dan
dilahirkan seorang bayi puteriyang cantik jelita. Anak itu sama sekali tidak

14
mampu menyusu, setelah berusaha dapatlah ia diberi makanan dengan susu
kerbau putih: lambat laun menjadi akil balig.
Puteri inilah yang diangkat jadi raja *(ratu pasir) , dan waktu ia berumur
15 tahun  ia telah dinikahnkan , tetapi malang sekali ia tidak mendapat
keturunan sihingga harus diceraikan beberapa kali.
Seterusnya sesudah kawin yang ketujuh kali , belum juga mempunyai
anak, kebetulan datang lah seorang arab dari jawa (gresik), terus dikawin kan
dengan sang puteri . orang yang dari gresik tersebut dicarinya dukun agar
membuang sari bambu yang ada pada sang puteri sehingga bisa melahirkan 2
puteri dan satu putera. Puetri yang tertua dikawinkan dengan seorang  arab
yang membawa agama islam dipasir (1600). Yang putera sesudah ibunda
mangkat, mengantikan duduk disingasana. Inilah cerita ringkas dari raja pasir,
yang berasal dari sebutir telur dan bersuamikan putera arab dari jawa.
2.3.2 Kesultanan Banjar (1526-1905).
Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin (berdiri 1520, masuk
Islam 24 September 1526, dihapuskan Belanda 11 Juni 1860, pemerintahan
darurat/pelarian berakhir 24 Januari 1905) adalah sebuah kesultanan
wilayahnya saat ini termasuk ke dalam provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.
Kesultanan ini semula beribukota di Banjarmasin kemudian dipindahkan ke
Martapura dan sekitarnya (kabupaten Banjar). Ketika beribukota di Martapura
disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.
Ketika ibukotanya masih di Banjarmasin, maka kesultanan ini disebut
Kesultanan Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan
Negara Daha yaitu kerajaan Hindu yang beribukota di kota Negara, sekarang
merupakan ibukota kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan.
2.3.3 Kesultanan Kotawaringin
Kerajaan Kotawaringin adalah sebuah kerajaan Islam (kepangeranan
cabang Kesultanan Banjar) di wilayah yang menjadi Kabupaten Kotawaringin
Barat saat ini di Kalimantan Tengah yang menurut catatan istana al-Nursari
(terletak di Kotawaringin Lama) didirikan pada tahun 1615 atau 1530, dan
Belanda pertama kali melakukan kontrak dengan Kotawaringin pada 1637,
tahun ini dianggap sebagai tahun berdirinya sesuai dengan Hikayat Banjar dan

15
Kotawaringin (Hikayat Banjar versi I) yang bagian terakhirnya saja ditulis
tahun 1663 dan di antara isinya tentang berdirinya Kerajaan Kotawaringin pada
masa Sultan Mustain Billah. Pada mulanya Kotawaringin merupakan
keadipatian yang dipimpin oleh Dipati Ngganding. Kerajaan Pagatan (1750).
Kerajaan Pagatan (1775-1908) adalah salah satu kerajaan yang pernah berdiri
di wilayah Tanah Kusan atau daerah aliran sungai Kusan, sekarang wilayah ini
termasuk dalam wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Wilayah Tanah Kusan bertetangga dengan wilayah kerajaan Tanah Bumbu
(yang terdiri atas negeri-negeri: Batu Licin, Cantung, Buntar Laut, Bangkalaan,
Tjingal, Manunggul, Sampanahan).
2.3.4 Kesultanan Sambas (1675)
Kesultanan Sambas adalah kesultanan yang terletak di wilayah pesisir
utara Propinsi Kalimantan Barat atau wilayah barat laut Pulau Borneo
(Kalimantan)dengan pusat pemerintahannya adalah di Kota Sambas sekarang.
Kesultanan Sambas adalah penerus dari kerajaan-kerajaan Sambas sebelumnya.
Kerajaan yang bernama Sambas di Pulau Borneo atau Kalimantan ini telah ada
paling tidak sebelum abad ke-14 M sebagaimana yang tercantum dalam Kitab
Negara Kertagama karya Prapanca. Pada masa itu Rajanya mempunyai gelaran
"Nek" yaitu salah satunya bernama Nek Riuh. Setelah masa Nek Riuh, pada
sekitar abad ke-15 M muncul pemerintahan Raja yang bernama Tan Unggal
yang terkenal sangat kejam. Karena kekejamannya ini Raja Tan Unggal
kemudian dikudeta oleh rakyat dan setelah itu selama puluhan tahun rakyat di
wilayah Sungai Sambas ini tidak mau mengangkat Raja lagi. Pada masa
kekosongan pemerintahan di wilayah Sungai Sambas inilah kemudian pada
awal abad ke-16 M (1530 M) datang serombongan besar Bangsawan Jawa
(sekitar lebih dari 500 orang) yang diperkirakan adalah Bangsawan Majapahit
yang masih hindu melarikan diri dari Pulau Jawa (Jawa bagian timur) karena
ditumpas oleh pasukan Kesultanan Demak dibawah Sultan Demak ke-3 yaitu
Sultan Trenggono.
2.3.5 Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Kesultanan Kutai atau lebih lengkap disebut Kesultanan Kutai
Kartanegara ing Martadipura (Martapura) merupakan kesultanan bercorak

16
Islam yang berdiri pada tahun 1300 oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti di
Kutai Lama dan berakhir pada 1960. Kemudian pada tahun 2001 kembali eksis
di Kalimantan Timur setelah dihidupkan lagi oleh Pemerintah Kabupaten Kutai
Kartanegara sebagai upaya untuk melestarikan budaya dan adat Kutai Keraton.
Dihidupkannya kembali Kesultanan Kutai ditandai dengan dinobatkannya sang
pewaris tahta yakni putera mahkota Aji Pangeran Prabu Anum Surya
Adiningrat menjadi Sultan Kutai Kartanegara ing Martadipura dengan gelar H.
Adji Mohamad Salehoeddin II pada tanggal 22 September 2001.
2.3.6 Kesultanan Berau (1400).
Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah
Kabupaten Berau sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14 dengan
raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji
Raden Suryanata Kesuma dan istrinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar
Aji Permaisuri. Pusat pemerintahannya berada di Sungai Lati, Kecamatan
Gunung Tabur.[3] Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan
Berau terpisah menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan
Sambaliung.Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah
ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister
van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus
1849, No. 8
2.3.7 Kesultanan Sambaliung (1810).
Kesultanan Sambaliung adalah kesultanan hasil dari pemecahan
Kesultanan Berau, dimana Berau dipecah menjadi dua, yaitu Sambaliung dan
Gunung Tabur pada sekitar tahun 1810-an. Sultan Sambaliung pertama adalah
Sultan Alimuddin yang lebih dikenal dengan nama Raja Alam. Raja Alam
adalah keturunan dari Baddit Dipattung atau yang lebih dikenal dengan Aji
Suryanata Kesuma raja Berau pertama. Sampai dengan generasi ke-9, yakni Aji
Dilayas. Aji Dilayas mempunyai dua anak yang berlainan ibu. Yang satu
bernama Pangeran Tua dan satunya lagi bernama Pangeran Dipati. Kemudian,
kerajaan Berau diperintah secara bergantian antara keturunan Pangeran Tua
dan Pangeran Dipati (hal inilah yang membuat terjadinya perbedaan pendapat
yang bahkan kadang-kadang menimbulkan insiden). Raja Alam adalah cucu

17
dari Sultan Hasanuddin dan cicit dari Pangeran Tua, atau generasi ke-13 dari
Aji Surya Nata Kesuma. Raja Alam adalah sultan pertama di Tanjung Batu
Putih, yang mendirikan ibukota kerajaannya di Tanjung pada tahun 1810.
(Tanjung Batu Putih kemudian menjadi kerajaan Sambaliung).

2.3.8 Kesultanan Gunung Tabur (1820).


Kesultanan Gunung Tabur adalah kerajaan yang merupakan hasil
pemecahan dari Kesultanan Berau, dimana Berau dipecah menjadi dua, yaitu
Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur pada sekitar tahun 1810-an.
Kesultanan ini sekarang terletak dalam wilayah kecamatan Gunung Tabur,
Kabupaten Berau, provinsi Kalimantan Timur.
2.3.9 Kesultanan Pontianak (1771).
Kesultanan Kadriah Pontianak didirikan pada tahun 1771 oleh penjelajah
dari Arab Hadramaut yang dipimpin oleh al-Sayyid Syarif 'Abdurrahman al-
Kadrie, keturunan Rasulullah dari Imam Ali ar-Ridha. Ia melakukan dua
pernikahan politik di Kalimantan, pertama dengan putri dari Panembahan
Mempawah dan kedua dengan putri Kesultanan Banjarmasin (Ratu Syarif
Abdul Rahman, puteri dari Sultan Sepuh Tamjidullah I).Setelah mereka
mendapatkan tempat di Pontianak, kemudian mendirikan Istana Kadariah dan
mendapatkan pengesahan sebagai Sultan Pontianak dari Belanda pada tahun
1779.
2.3.10 Kerajaan Tidung
Kerajaan Tidung atau dikenal pula dengan nama Kerajaan Tarakan
(Kalkan/Kalka) adalah kerajaan yang memerintah Suku Tidung di utara
Kalimantan Timur, yang berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di
Salimbatu.
2.3.11 Kesultanan Bulungan(1731).
Kesultanan Bulungan atau Bulongan adalah kesultanan yang pernah
menguasai wilayah pesisir Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau,
Kabupaten Nunukan, dan Kota Tarakan sekarang. Kesultanan ini berdiri pada
tahun 1731, dengan raja pertama bernama Wira Amir gelar Amiril Mukminin

18
(1731–1777), dan Raja Kesultanan Bulungan yang terakhir atau ke-13 adalah
Datuk Tiras gelar Sultan Maulana Muhammad Djalalluddin (1931-1958).

2.4 Peninggalan Sejarah Kerajaan Islam Di Kalimantan


2.4.1 Keraton Kadriah (kota Pontianak)
Keraton Kadriah Pontianak merupakan pusat pemerintahan Pontianak
tempo dulu, struktur bangunannya terbuat dari kayu yang sangat kokoh,
didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alqadrie pada tahun 1771. keraton
ini memberikan daya tarik khusus bagi para pengunjung dengan banyaknya
artefak atau benda-benda bersejarah seperti beragam perhiasan yang digunakan
secara turun-temurun sejak jaman dahulu. Di samping itu, koleksi tahta,
meriam, benda-benda kuno, barang pecah belah dan foto keluarga yang telah
mulai pudar, menggambarkan kehidupan dan kejayaan kerajaan ini dimasa
lampau.
2.4.2 Keraton Amantubillah (Pontianak)
Mempawah, memilIki beragam potensi wisata. Selain event tahunan
berupa acara robo-robo, mempawah juga memilki istana Amantubillah, seni
budaya, dan beragam  kuliner khas mempawah. Nama Istana “Amantubillah”
mempunyai arti, “Aku beriman kepada Allah”. Istana yang didominasi oleh
warna hijau ini menempatkan tulisan “ Mempawah harus maju, malu dengan
adat” pada pintu gerbang istana
2.4.3 Keraton Ismahayana (Kab. Landak)
Keraton Ismahayana Landak terletak sekitar 50 meter disebelah barat
sungai pinyuh yang membelah kota ngabang. Istana ini berupa rumah
panggung khas melayu Kalimantan Barat yang memanjang kebelakang dengan
fondasi, lantai dan dinding, serta atap sirap dari kayu belian sebagai bahan
utamanya. Terdapat beberapa koleksi peninggalan Kesultanan Landak yang
tergolong sebagai warisan budaya dan sejarah, diantaranya mahkota Sultan
Landak, keris “si kanyut”, sepasang pedang sakti, tempat tidur panembahan
dan istrinya, duplikat payung kebesaran Sultan, dua kipas raja, seperangkat
gamelan, dan Al-Quran kuno. Selain itu, ada juga artefak-artefak lain seperti
meriam “si penyuk” dan empat buah meriam lainnya, lontar silsilah raja dan

19
sejarah singkat Kesultanan Landak, foto-foto keluarga raja, bendera
Kesultanan, serta perlengkapan upacara perkawinan adat berupa timbangan
kayu.

2.4.4 Keraton Surya Negara (Kab. Sanggau)


Daerah yang dikenal dengan julukan Bumi Daranante ini memilki banyak
keunikan. Baik beragam kekayaan alam, sejarah maupun pesona budaya
daerahnya. Seiring peradaban manusia, Kabupaten Sanggau juga mempunyai
peninggalan kebudayaan jaman keemasan masyarakat sanggau tempo dulu.
Ditandai dengan terdapatnya Keraton Surya Negara. Dari sejarah kerajaan 
sanggau  memerintah pada abad ke-18 dengan rajanya bergelar “Panembahan”.
Catatan seharah menyebutkan bahwa pertama kali Kerjaan Sanggau didirikan
oleh Daranante. Dia bukan asli Sanggau, namun berasal dari Kabupaten
Ketapang. Daranante kemudian menikah dengan Babai Cingak darui suku
dayak Sanggau  
2.4.5 Keraton Matan (Kab. Ketapang)
Matan yang berarti “Tanah Keselamatan”  merupakan kerajaan yang
memilki sejarah panjang. Kerajaan Matan ini merupakan saksi bisu perjalanan
sejarah masyarakat dan pemerintah Kabupaten Ketapang. Sekaligus dinasti
terakhir Kerajaan Tanjungpura beragama hindu yang pernah berdiri sejak abad
9. baru setelah tahun 1451 raja-raja Tanjungpura memeluk agama islam dengan
nama Kerajaan Matan yang dipimpin raja pertama bercirikan islam yakni
pangeran Giri Kusuma. Koleksi unik terdapat di keraton ini adalah Meriam
“Padam Pelita” dan sepasang tempayan bersejarah.
2.4.6 Rumah Melayu (Kab. Ketapang)
Pada  arsitektur traditional melayu terkandung nilai budaya yang tinggi.
Hal ini terlihat dari bentuk bubungan yang tidak lurus. Tetapi agak mencuat ke
kanan dan ke kiri. Dapat disimpulkan bahwa para ahli pembuat rumah melayu
jaman dahulu telah memikirkan faktor keindahan pada bubungan rumah yang
mereka diami. Letak rumah melayu pada jaman dahulu menghadap ke arah

20
matahari terbit. Ini berarti mengharapkan berkah dan rahmat seperti halnya
matahari pagi yang bersinar cerah. 
2.4.7 Keraton Al Mukarramah (Kab.Sintang)
Seorang belanda. Sampai saat ini kompleks Istana Sintang masih terawat
dengan baik. Dihalaman istana, terdapat sebuah meriam dan situs batu kundur,
yaitu sebuah batu peninggalan Demong Irawan sebagai lambang berdirinya
Kerajaan Sintang. Di serambi depan istana terpajang salinan Undang-undang
Adat Kerajaan Sintang yang terbuat pada masa pemerintahan Sultan Nata
(disalin ulang pada tahun 1939) serta silsilah raja-raja yang pernah memerintah
Kerajaan Sintang. Sedangkan pada bangunan sisi barat dan timur tersimpan
koleksi meriam, naskah Al-Quran tulisan tangan pada masa Sultan Nata.
  2.4.8 Keraton Alwatzikhoebillah (Kab. Sambas)
Kuno tapi terawat dengan baik. Hijau dan sejuk. Begitulah kira-kira
kesan yang muncul ketika menginjakkan aki di istana Alwatzikhoebillah
Kesultanan Sambas ini, bangunan istana didominasi dengan warna kuning
sebagai warna khas melayu yang melambangkan kewibawaan dan keluhuran
budi pekerti. Terdapat pula bekas kolam pemandian keluarga sultan di
samping  kanan istana dan rumah kediaman keluarga sultan yang berada di
belakang istana. Pada sore hari, pengunjung akan berdecak kagum melihat
pesona istana ini yang eksotik, apalagi di lihat dari atas perahu yang berjalan 
perlahan-perlahan di atas Sungai Sambas Kecil.
2.4.9 Rumah Adat Dayak Sebujit (Kab. Bengkayang) 
Rumah adat dayak sebujit yang bernama “Balug” ini terletak di kampung
sebujit kecamatan siding Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat ini
merupakan rumah adat dayak yang dimilki suku dayak Bidayuh. Khasanah
masyarakat dayak bidayuh menggambarkan kebersamaan dan sangat
menghormati setiap tamu yang datang. Benda-benda pusaka masih tetap
menjadi simbol keperkasaan dan manjadi kebanggan masyarakat sebagai
peninggalan leluhur yang harus tetap dijaga dan dihormati, sehingga ritual
upacara adat tetap dilaksanakan setiap tahunnya. Salah satu upacara yang
dikenal adalah upacara nyobeng yaitu upacara memandikan tengkorak manusia

21
untuk keselamatan kampung dari bencana maupun malapetaka yang mungkin
akan datang juga sebagai simbol penghormatan terhadap roh leluhur. 
2.4.10 Bangunan Leluhur Marga Chia Hiap Sin (Kota Singkawang)
Sebuah bangunan ala Tiongkok kuno terletak di belakang deretan
bangunan ruko baru Jl. Budi Utomo, Singkawang. Tepatnya rumah no. 37 ini
berada di ujung jalan menuju tepi sungai. Bangunan ini tampak masih kokoh
berdiri selama ratusan tahun hingga sekarang. Bentuknya yang mirip “Si he
yuan” (bangunan khas Tiongkok Utara) ini justru memberikan kesan bersahaja
dan sedikit kesuraman karena terkikis hantaman cuaca selama ratusan tahun.
Namun, rumah besar Hiap Sin ini merupakan bangunan ala kombinasi timur
barat satu-satunya yang tertua dan masih berdiri kokoh di Singkawang.
2.4.11 Rumah Betang ( Rumah Adat Dayak KalBar) 
Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam
kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap
kehidupan individu dalam rumah tangga da masyarakat secara sistematis diatur
melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Keamanan
bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagi makanan, suka duka
maupun mobilitas tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang
menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan
(komunalisme) di antara para warga yang menghuninya, terlepas dari
perbedaan-perbedaan  yang mereka miliki. Dari sini kita mengetahui bahwa
suku Dayak adalah suku yang menghargai suatu perbedaan. Suku Dayak
menghargai perbedaan etnik, agama ataupun latar belakang sosial.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setelah Islam datang ke Indonesia terutama di Pulau Kalimantan banyak
perubahan-perubahan yang terjadi terutama bagi rakyat yang menengah ke bawah.
Mereka lebih di hargai dan tidak tertindas lagi karena Islam tidak mengenal sistem
kasta, karena semua masyarakat memiliki derajat yang sama. Islam juga membawa
perubahan-perubahan baik di bidang politik, ekonomi dan agama. Islam juga bisa
mempersatukan seluruh masyarakat Indonesia untuk melawan dan memgusir para
penjajah.

3.2 Saran
Kami yakin dalam penulisan makalah ini banyak sekali kekurangannya. Untuk
itu kami mohon kepada para pembaca agar dapat memberikan saran, kritikan, atau
mungkin komentarnya demi kelancaran tugas kelompok kami ini.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Masykuri, "Potret Masyarakat Madani di Indonesia", dalam Seminar Nasional


tentang "Menatap Masa Depan Politik Islam di Indonesia", Jakarta:
Ali Daud, Muhammad, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Rajawali, 1991, Cet . ke-2
Azra, Azyumardi, Islam reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1999
http://NovalBunglon.blogspot.com
http://ldiisampit.blogspot.com/2011/11/perkembangan-islam-di-kalimantan.html

24

Anda mungkin juga menyukai