Anda di halaman 1dari 26

PERENCANAAN CAMPURAN ASPAL PANAS

Makalah Perkerasan Jalan


Kelompok 3

Oleh:
Ida Bagus Tara Jwalita Bhayu 1805511067
Ni Komang Chantika Veronika 1805511068

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perencanaan
Campuran Aspal Panas”. Makalah ini disusun untuk memenuhi kelengkapan
penugasan Perkerasan Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Udayana.
Dengan adanya makalah ini, penulis berharap bisa menyuguhkan sebuah
pengetahuan yang baru, khususnya untuk mahasiswa Perkerasan Jalan Program
Studi Teknik Sipil Universitas Udayana. Tak lupa juga penulis sangat memahami
bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna sehingga penulis sangat
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat konstruktif demi terasahnya
softskill dalam penyusunan makalah dan terciptanya karya-karya makalah baru
dari penulis yang lebih baik dari saat ini.

Denpasar, 25 Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Gradasi Agregat Gabungan....................................................................3
2.2 Jenis-Jenis Campuran Beraspal..............................................................4
2.3 Tahapan Perencanaan Aspal Panas........................................................9
BAB III PENUTUP...............................................................................................21
3.1 Simpulan..............................................................................................21
3.2 Saran.....................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jalan merupakan prasarana yang sangat menunjang bagi kebutuhan
hidup masyarakat, kerusakan jalan dapat berdampak pada kondisi sosial
dan ekonomi terutama padasarana transportasi darat. Dampak pada
konstruksi jalan yaitu perubahan bentuk lapisan permukaan jalan berupa
lubang (potholes), bergelombang (rutting), retak-retak dan pelepasan
butiran (ravelling) serta gerusan tepi yang menyebabkan kinerja jalan
menjadi menurun. Komperhensifitas perencanaan prasarana jalan di suatu
wilayah mulai dari tahapan prasurvey, perencanaan dan perancangan
teknis, pelaksanaan pembangunan fisiknya hingga pemeliharaan harus
integral dan tidak terpisahkan sesuai kebutuhan saat ini dan prediksi umur
pelayanannya di masa mendatang agar tetap terjaga ketahanan
fungsionalnya.
Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak
diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi
memberikan pelayanan kepada sarana transportasi, diharapkan selama
masa pelayanan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Bahan dan material
pembentuk lapisan perkerasan jalan adalah agregat sebagai material utama
yang berpengaruh terhadap daya dukung lapisan permukaan jalan dan
aspal sebagai bahan pengikat agregat agar lapisan perkerasan kedap air.
Jika dikaji secara teori dan realita yang sudah berjalan selama ini,
dalam pembangunan jalan ada banyak hal yang harus diperhatikan lebih
mendetail dan teliti baik itu dari perencanaan jalan itu sendiri maupun
pelaksanaan tentunya. Sebagai pengguna jalan pastinya menginginkan
jalan yang dipakai itu aman, nyaman, dan bersih. Dalam membuat jalan
harus dibuat dengan perkerasan yang baik sehingga menghasilkan jalan
dengan kualitas yang baik. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
jalan khususnya dalam perkerasan jalan adalah perencanaan campuran
aspal panas.

1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat ditarik dari latar belakang tersebut, adalah:
1. Bagaimana gradasi agregat gabungan untuk campuran beraspal?
2. Apa saja jenis-jenis campuran beraspal?
3. Apa saja tahapan perencanaan campuran aspal panas?

1.3 Tujuan
Diharapkan, dengan adanya makalah ini dapat ditarik beberapa tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui gradasi agregat gabungan untuk campuran
beraspal.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis campuran beraspal.
3. Untuk mengetahui tahapan perencanaan aspal panas.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gradasi Agregat Gabungan


Gradasi agregat gabungan untuk campuran beraspal, ditunjukan
dalam persen terhadap berat agregat dan bahan pengisi, harus memenuhi
batas batas yang diberikan dalam Tabel 2.1. Rancangan dan perbandingan
campuran untuk gradasi agregat gabungan harus mempunyai jarak
terhadap batas-batas yang diberikan dalam Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Beraspal

Untuk memperoleh gradasi HRS-WC atau HRS-Base yang


senjang, maka paling sedikit 80% agregat lolos ayakan No. 8 (2,36 mm)
harus lolos ayakan No. 30b (0.6 mm). Bilamana gradasi yang diperoleh
tidak memenuhi kesenjangan yang disyaratkan Tabel 2.1, Pengawas
Pekerjaan dapat menerima gradasi tersebut asalkan sifat-sifat campurannya
memenuhi ketentuan yang disyaratkan pada Tabel 2.2 dibawah ini.

3
Tabel 2.2 Ketentuan Sifat Campuran Lataston

2.2 Jenis-Jenis Campuran Beraspal


A. Hot Rolled Asphalt
Jenis campuran bergradasi senjang menggunakan sedikit agregat
berukuran sedang (2,36 sampai 10 mm) dan mengandung banyak
mortar, campuran agregat halus dengan bitumen serta filler yang
dicampur dengan sedikit agregat kasar.
Sifat :
 Durabilitas tinggi (tahan cuaca)
 Tahan terhadap retak
 Memberikan skid resistance yang baik
B. Hot Rolled Sheet (HRS) atau LATASTON (Lapis Tipis Aspal Beton)
Merupakan campuran yang dirancang untuk lapisan penutup dengan
kadar aspal yang tinggi agar perkerasan memiliki Gradasi yang
digunakan adalah senjang. Dicampur dalam keadaan panas (hotmix)
termasuk dalam lapisan yang tidak memiliki nilai struktural
Sifat :
 Fleksibilitas tinggi, awet
 Tahan terhadap kelelahan (fatique).
 Kedap air

4
C. Asphalt Concrete (AC) atau Laston
Di Indonesia, Aspal beton (Asphalt Concrete atau AC) yang disebut
juga dengan Laston (Lapisan Aspal Beton) merupakan lapis
permukaan struktural atau lapis pondasi atas. Aspal beton terdiri dari
tiga macam lapisan, yaitu Laston Lapis Aus ( Asphalt Concrete-
Wearing Course atau AC-WC), Laston Lapis Permukaan Antara
(Asphalt Concrete - Binder Course atau AC-BC) dan Laston Lapis
Pondasi (Asphalt Concrete- Base atau AC-Base). Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Lapisan Aspal Beton


 Lapisan ini mulai dikembangkan di Amerika Serikat, sebagai
campuran yang memiliki kekakuan yang tinggi dan perkerasan
yang kuat terhadap beban berat.
 Struktur AC yang lebih kaku dibandingkan HRA dan aspal mastik
ini membutuhkan lapisan di bawahnya yang lebih kuat dan stabil.
 Gradasi menerus dan dicampur dalam keadaan panas.
D. Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC)
Asphalt Concrete -Wearing Course (AC-WC) merupakan lapisan
perkerasan yang terletak paling atas dan berfungsi sebagai lapisan aus.
Walaupun bersifat non struktural, AC-WC dapat menambah daya
tahan perkerasan terhadap penurunan mutu sehingga secara
keseluruhan menambah masa pelayanan dari konstruksi perkerasan.
AC-WC mempunyai tekstur yang paling halus dibandingkan dengan
jenis laston lainnya.
E. Asphalt Concrete – Binder Course (AC-BC)
Lapisan ini merupakan lapisan perkerasan yang terletak dibawah
lapisan aus (wearing course) dan di atas lapisan pondasi (base course).

5
Lapisan ini tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi harus
mempunyai ketebalan dan kekauan yang cukup untuk mengurangi
tegangan/regangan akibat beban lalu lintas yang akan diteruskan ke
lapisan di bawahnya yaitu base dan sub grade (tanah dasar).
Karakteristik yang terpenting pada campuran ini adalah stabilitas.
F. Asphalt Concrete – Base (AC-Base)
Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1983) Laston Atas atau
lapisan pondasi atas (AC- Base) merupakan pondasi perkerasan yang
terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu
dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas. Lapisan ini terletak di
bawah lapis pengikat (AC- BC), perkerasan tersebut tidak
berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas
untuk menahan beban lalu lintas yang disebarkan melalui roda
kendaraan. Lapis Pondasi (AC- Base) berfungsi untuk memberi
dukungan lapis permukaan, mengurangi regangan dan tegangan,
menyebarkan dan meneruskan beban konstruksi jalan di bawahnya
(sub grade).
Toleransi tebal untuk tiap lapisan campuran beraspal
1. Latasir tidak lebih dari 2,0 mm
2. Lataston Lapis Aus (HRS-WC) tidak lebih 3,0 mm
3. Lataston Lapis Pondasi (HRS-Base) tidak lebih 3,0 mm
4. Laston Lapis Aus (AC-WC) tidak lebih 3,0 mm
5. Laston Lapis Antara (AC-BC) tidak lebih 4,0 mm
6. Laston Lapis Pondasi (AC-Base) tidak lebih 5,0 mm
G. LATASIR (Lapis tipis aspal pasir)
Terdiri atas aspal dan pasir bergradasi menerus yang dicampur pada
suhu minimum 120⁰C dan dipadatkan pada suhu 98 -110⁰C.
Fungsinya sebagai lapis penutup, lapis aus dan memberikan
permukaan jalan yang tidak licin dan rata. Sifatnya kedap air dan
kenyal, non-struktural, cocok untuk lalu lintas ringan sampai sedang
dan melapisi permukaan lantai jembatan beton.
H. Split Mastic Asphalt (SMA)

6
Menurut Herman (2001) Split Mastic Asphalt (SMA) adalah salah satu
jenis aspal beton campuran panas (hot mix) bergrdasi terbuka, yang
terdiri dari campuran:
 Agregat (split), adalah agregat yang merupakan agregat gradasi
kasar dengan ukuran > 2 mmdan dengan fraksi yang besar,
yaitu sebesar 75 %.
 Mastic Asphal (SMA), adalah bahan pengikat yang merupakan
campuran antara agregat halus dengan aspal dengan kadar yang
relatif tinggi.
 Bahan tambahan, adalah berupa serat sellulose yang berfungsi
menstabilkan aspal (memberikan sifat-sifat aspal minyak).

Sedangkan menurut Suryanto (1997) Split Mastic Asphatl (SMA)


adalah suatu sistem perkerasan jalan raya yang memaksimalakan
inetraksi dan kontak antara frkasi kasar dalam campuran perkerasan.
Fraksi agregat kasar mempunyai nilai stabilitas yang tinggi da tahan
terhadap gaya geser dari campuran, sedangkan campuran fraksi halus
menjadi mastic untuk menyatukan batuan tersebut. Split Mastic
Asphalt (SMA) yang nantinya ditambahkan sellulose akan menjadikan
sistem perkerasan jalan raya Heavy Loaded yaitu konstruksi jalan raya
yang selalu meneri beban-beban berat.
Split Mastic Asphalt (SMA) mempunyai sifat-sifat diantaranya adalah
sebagai berikut:
 Mampu melayani laulintas berat dengan stabilitas Marshall >
750 kg, dan Flow Marshall antar 2-4 mm.
 Tahan terhadap oksidasi, dantebal lapisan film aspal aspal 10
m.
 Tahan terhadap deformasi permanen pada suhu tinggi, dan nilai
stabilitas dinamis adalah > 1.500 lintasan/mm (600C, 4
kg/cm2).
 Fleksibilitas atau lentur, dengan Marshall Quotient antara 190 –
300 kg/mm (stabilitas flow).

7
 Tahan terhadap cuaca panas atau temperatur tinggi, harga titik
lembek (aspal + sellulose) dalah > 600 C.
 Kedap air, dengan rongga udara antara 3-5 %, index
perendaman adalah 75% (600C, 48 jam).
 Aman untuk lalu lintas karena kesat, dengan nilai kekesatan >
0,60.
 Tingkat keseragaman campurannya tinggi.
Menurut Suryanto (1997) Split Mastic Asphalt (SMA) ukurannya
dibedakan menjadi 3 (tiga) type, yaitu:
 SMA 0/11 mm adalah digunakan untuk perkerasan jalan raya
yang baru.
 SMA 0/8 mm adalah digunakan untuk pelapisan ulang (ovelay)
pada jalan lama.
 SMA 0/5 mm adalah digunakan untuk pemeliharaan dan
perbaikan setempat seperti perbaikan deformasi pada jalur roda
(rutting), akibat konsentrasi muatan pada satu tempat Whell
Tracking.

Kelebihan Split Mastic Asphalt (SMA) adalah sebagai berikut:


 Mempunyai permukaan yang kesat dan homogen, sehingga
friction lebih tinggi dan aman, terutama untuk lalu lintas luar
kota yang mempunyai kecepatan relatif tinggi.
 Dengan bahan tambahan serat sellulose akan lebih tahan
terhadap bleeding, dan taha terhadap pembebanan dengan
lalulintas yang cukup berat.
 Akibat kadar aspal yang lebih tinggi maka akan lebih tahan
terhadap sinar ultraviolet atau oksidasi, sehingga umur rencana
diharapkan lebih lama.
 Lebih menguntungkan untuk diterpakan di Indinesia, karena
muatan lalulintas pada umumnya cenderung tidak terukur atau
tidak terkendali muatannya.

8
 Lebih fleksibel terhadap fatique atau dasar yang kurang
mantap.

9
2.3 Tahapan Perencanaan Aspal Panas
2.3.1 Pengujian Material
Sebelum merencanakan campuran aspal, terlebih dahulu harus
dilaksanakan pengujian material: agregat kasar, agregat halus, filer, dan aspal.
Sifat-sifat material harus memenuhi spesifikasi yang ditentukan.

2.3.2 Penentuan Gradasi Agregat


Gradasi masing-masing jenis agregat: kasar, halus dan filler mungkin
saja ditentukan dalam spesifikasi suatu jenis campuran aspal panas. Demikian
pula gradasi agregat gabungannya. Gradasi agregat gabungan bisa diperoleh
dengan mencampur (blending) agregat kasar, halus dan filler. Teknik
mencampur (blending) agregat dapat dilaksanakan secara analitis maupun
secara grafis. Dalam kenyataan dilapangan, akan sangat tidak praktis
melaksanakan pencampuran agregat supaya memenuhi spesifikasi agregat
gabungan. Produksi aspal secara masal biasa dilaksanakan dengan instalasi
pencampur aspal (Asphalt Mixing Plant – AMP). Setiap jenis AMP memiliki
fasilitas: penampung agregat (bin) untuk agregat kasar, agregat halus maupun
filler yang dilengkapi bukaan (pintu) dan ban berjalan (‘belt conveyor’) untuk
menyalurkan agregat dari bin. Besar bukaan pintu bin dan kecepatan bergerak
ban berjalan diatur sesuai kalibrasi (standard operasi/penyetelan) alat untuk
memperoleh gradasi agregat gabungan yang diinginkan. Setiap jenis AMP
memiliki cara pengoperasian tersendiri. Hasil akhir campuran akan besar
dipengaruhi oleh ketrampilan operator AMP yang mengatur operasi AMP
melalui pengaturan pada Controll Unit dari AMP, dan tipe AMP.AMP tipe
batch plant memiliki fasilitas penakaran/penimbangan material sesuai
gradasinya.Jenis ini memberikan gradasi agregat gabungan yang lebih teliti
(Sukirman, 2007). Skema AMP Batch Plant disajikan pada Gambar 2.2.

10
Gambar 2.2 Skema AMP Batch Plant

Sedangkan perencanaan gradasi agregat untuk campuran aspal di


laboratorium, bisa dilaksanakan tanpa mem ‘blending’ agregat, yaitudengan
Cara Proporsional (memproporsikan agregat) berdasarkan Gradasi Ideal
(Batas Tengah) ‘Spesifikasi Gradasi Agregat Gabungan’ yang ditentukan
(Zoorob, 1995). Masing-masing ukuran butir agregat diperoleh dengan
mengayak agregat sesuai ukuran saringan yang ditentukan.Kemudian proporsi
agregat dicari berdasarkan komulatif prosentase lolos gradasi ideal.

2.3.3 Penentuan Proporsi Agregat

Agregat dikelompokan: agregat kasar (tertahan saringan No. 8


=2,36mm), agregat halus (lolos saringan No. 8 =2,36mm dan tertahan saringan
No. 200 = 0,075 mm) dapat langsung menggunakan pasir halus. Sedangkan
filer adalah material non plastis yang lolos saringan No. 200 = 0,075 mm
minimal 85%. Filer dapat berupa abu batu, abu kapur, fly ash dll. Agregat
diproporsikan secara Proporsional berdasarkan gradasi ideal (batas tengah)
spesifikasi agregat gabungan suatu campuran aspal. Untuk pembuatan satu
buah sampel biasanya diperlukan sekitar 1000-1200 gram agregat sesuai
proporsi yang ditentukan.

11
2.3.4 Estimasi Kadar Aspal Awal

Untuk menentukan kadar aspal awal terdapat beberapa formula


pendekatan. Salah satunya adalah formula dari Depkimpraswil, 2004:

P = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + k

Dimana:

P = % kadar aspal awal

%CA = % agregat kasar (Coarse Agregate) terhadap berat total agregat

%FA = % agregat halus (Fine Agregate) terhadap berat total agregat

%FF = % filler (Fine Filler) terhadap berat total agregat

k = konstanta = 0,5 – 1 untuk AC dan 2,0 – 3,0 untuk HRS

Misalnya: untuk Campuran Hot Rolled Sheet-Wearing Course (HRS-


WC)atu Lataston, %CA = 31, %FA = 61, %FF = 8. Bila nilai k diambil 2, dan
maka dari rumus diatas diperoleh P = 7,27 %, dibulatkan 7%.

Atau kadar aspal awal bisa juga diestimasi berdasarkan kadar aspal
tertentu yang memberi tingkat penyelimutan (coating) yang merata atau
berdasarkan pengalaman.

Kemudian untuk mendapatkan kadar aspal optimum, kadar aspal


divariasi dengan mengambil penambahan/pengurangan 0,5 % pada dua variasi
kadar aspal di atas dan di bawah nilai P awal (mis. 7%). Dengan demikian
variasi kadar aspal menjadi : 6 ; 6,5 ; 7 ; 7,5 ; 8 % terhadap berat total
campuran.

Karena rumus di atas hanyalah pendekatan dan bersifat empiris, maka


bisa juga ditentukan berdasarkan pendekatan lain, misalnya:

Kadar aspal awal dapat diestimasi = kadar aspal efektif + kadar aspal yang diserap

12
Kadar aspal efektif bisa mengacu pada suatu spesifikasi. Kadar aspal
yang diserap biasanya diambil sebesar 50 % dari absorpsi total agregat (kasar,
halus dan filer) terhadap air.

2.3.5 Penentuan Prosentase Material Terhadap Berat Total Campuran

Prosentase proporsi agregat adalah berdasarkan berat total agregat.


Karena dalam campuran terdapat kandungan aspal, maka perlu dihitung
prosentase material terhadap berat total campuran, dengan cara sbb:

Tabel 2.3 Proporsi Material

Untuk membuat sebuah sampel, umumnya diperlukan antara 1000-1200


gram agregat (tergantung berat jenis) yang proporsinya sesuai dengan ukuran
butir agregat (seperti pada kolom 2 Tabel 2.3 di atas). Prosentase terhadap
berat total campuran akan berubah sesuai dengan variasi prosentase kadar
aspalnya, misalnya: 6 ; 6,5 ; 7 ; 7,5 ; 8 % terhadap berat total campuran.

2.3.6 Perhitungan Jumlah Material Yang Dibutuhkan

Contoh pada Tabel 2.3 di atas didasarkan atas prosentase kadar aspal
awal 7 %, dimana jumlah agregatnya 93%. Maka berat aspal yang diperlukan
untuk satu sampel adalah: (7/93) x 1200 gram = 90.3 gram. Berat total
campuran menjadi = 1200 gr + 90,3 gr = 1290,3 gram. Proporsi agregat kasar
disesuaikan dengan prosentase ukuran butirnya yang sudah dipersiapkan (di
ayak) terlebih dahulu. Untuk agregat halus bisa langsung menggunakan pasir
halus lolos 4,75 mm tertahan 0.075 mm.

2.3.7 Pemanasan Material dan Cetakan (Mould)

13
Agregat yang sudah diproporsikan, diwadahi dengan wadah dari metal
(misalnya piring/loyang aluminium). Demikian juga aspal ditempatkan dalam
kaleng dengan ukuran yang cukup.Kemudian dipanaskan (sebaiknya) dalam
oven.Dalam praktek sering dilaksanakan pemanasan dan pengadukan
memakai wajan.Hal ini memang kelihatan praktis, tetapi kontrol terhadap
suhu bisa tidak optimal. Ketentuan temperatur aspal untuk pemanasan,
pencampuran dan pemadatan didasarkan atas rentang temperatur dimana ‘
viskositas aspal’ akan memberikan hasil yang optimal.Hal ini didasarkan atas
hasil studi dan data-data yang sudah ada. Sebagai pedoman umum, suhu
pemanasan material disajikan pada Spesifikasi. Mould (cetakan sample)
dengan dia 4 inch (101,6 mm) dan tinggi 3 inch (75 mm) dilengkapi ‘colar
mould’ (mould tambahan), dan alat pencampur (mixer) atau sendok pengaduk
metal, dan batang besi perojok/penusuk juga perlu dipanaskan (dapat
dipanaskan pada temperatur sama dengan temperatur pemanasan aspal).

2.3.8 Jumlah Sampel dan Pencampuran

Untuk setiap variasi kadar aspal, idealnya dibuat minimal 3 sampel,


kemudian karakteristik campuran diambil dari nilai rata-rata minimal dari dua
sample yang memberi hasil terbaik. Bila pencampuran dilaksanakan secara
manual, agregatditempatkan dalam waskom metal dan diaduk rata sebelum
dipanaskan. Setelah panas (2-3 jam dalam oven) kemudian dituangi aspal
sejumlah yang diperlukan, lalu diaduk dengan sendok metal serata
mungkin.Dalam praktek di lab sering pemanasan material dilakukan dengan
memakai wajan metal. Untuk mengurangi kehilangan temperatur, yang bisa
berakibat agregat tidak terselimuti aspal dengan merata maka material
campuran dipanaskan lagi beberapa saat (2-5 menit), kemudian diaduk
kembali sampai rata.

2.3.9 Pemadatan Sampel

Sebaiknya semua perlatan dipanaskan untuk mempertahankan


temperatur dan kemudahan pelaksanaan (workability). Sekitar 1000-1200
gram campuran (untuk memperoleh tinggi benda uji mendekati tinggi standard
63,5 mm)yang sudah diaduk rata dituangkan kedalam mould. Pada bagian

14
dasar mould diberi kertas saring/penghisap atau lapis metal tipis bulat. Dasar
dan dinding mould dilapisi olie/gemuk supaya campuran tidak melekat pada
mould. Kemudian campuran aspal dituangkan ke dalam mould, lalu di rojok-
rojok dengan batang besi diameter 12 mm disekeliling mould sebanyak 15
kali, dan dibagian tengahnya sebanyak 10 kali. Di bagian atasnya diberi kertas
saring/penghisap atau lapis metal tipis bulat. Letakkan mould pada dasar alat
pemadat/tumbuk Marshall (Gambar 3.2). Ukur temperatur campuran memakai
thermometer dengan membuka sedikit penutup kertas/metal di bagiam atas
mould sampai mencapai temperatur yang tepat untuk pemadatan. Kemudian
dipadatkan dengan jumlah tumbukan sbb (Kementerian PU, 2010): - 2 x 50
tumbukan (masing-msing 50 tumbukan pada satu sisi, kemudian sampel
dibalikkan dan dipadatkan lagi 50 kali tumbukan untuk sisi berikutnya), untuk
campuran Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir) atau Sand Sheet (SS). - 2 x 75
tumbukan, untuk campuran selain Latasir.

Gambar 2.3 Alat Tumbuk Marshall Gambar 2.4 Ejektor sampel

Catatan: berat alat tumbuk = 4,5 kg (10 lb), dengan tinggi jatuh tinggi 45.7 cm
(18 inch).

Setelah pemadatan, sampel berikut mould didinginkan pada suhu


ruang.Setelah dingin (mencapai suhu ruang) sample dikeluarkan dengan
ejektor (Gambar 2.3).

2.3.10 Pengukuran Volumetrik Sampel

15
Yang termasuk data volumetrik sample adalah: kepadatan (density),
porositas, rongga antar agregat (Void in Mineral Agregat -VMA), dan rongga
terisi aspal (Void Filled with Bitumen VFB), (Asphalt Institute, 1997).

 Kepadatan Bulk Kering (Dry Bulk Density-D)


Untuk data/sifat ini diperlukan massa dan volume dari sampel.
Masa/beratnya dengan mudah dapat ditimbang, namun penentuan
volumenya memerlukan ketelitian karena bentuk sample yang tidak
sepenuhnya berbentuk matematis.Hal ini dapat dilakukan dengan prinsip
‘penggantian volume air’ sesuai Hukum Archimedes.
Sampel ditimbang diudara dan saat seluruhnya berada didalam air.
Volume Vdiperoleh dengan menghitung selisih berat di udara dan berat di
dalam air.
V= (berat di udara – berat di dalam air)
Prinsip ini sesuai dengan Hukum Archimedes, yaitu sampel di
dalam air akan memperoleh tekanan ke atas (uplift pressure) seberat air
yang dipindahkan. Kepadatan air diambil 1 gram/cm3 pada suhu ruang,
karenanya berat air (dalam gram) yang dipindahkan akan sama dengan
volume sampel dalam cm3. Rumus diatas berlaku untuk sample yang
benar-benar kedap air.
Penimbangan sample di dalam air dilakukan dengan bantuan
sejenis keranjang atau metal dengan dasar dan dinding berlubang-lubang.
Terlebih dahulu alat timbang dibebani keranjang kawat kecil dimana
keranjang dalam keadaan terendam air.Kemudian alat timbang di
nolkan.Lalu keranjang diangkat dan diisi sampel, setelah itu sampel
ditimbang dalam air (lihat Gambar 2.5).

16
Gambar 2.5 Penimbangan sampel di udara dan di dalam air
Karena kondisi sampel campuran aspal yang ‘tidak seluruhnya
kedap air’ akibat adanya porositas, mengakibatkan air bisa meresap
kedalam sampel.Karena itu volume sampel ditentukan sbb (Asphalt
Institute, 1995):
V= (berat sampel dalam keadaan SSD – berat di dalam air)
Sampel SSD: saturated surface dry, diperoleh dari mengeringkan
permukaan sampel dengan ‘lap’ (towel dried) setelah ditimbang dalam air.
Bila sample memiliki porositas tinggi, maka gelembung-
gelembung udara akan keluar dari sample. Pembacaan timbangan
dilakukan saat tidak ada lagi gelembung udara yang keluar.Untuk efisiensi
waktu, sebaiknya sample yang memiliki porositas tinggi direndam dahulu
beberapa waktu (sekitar 30 menit) sampai semua gelembung udara keluar.
Selajutnya Kepadatan Bulk kering (D) ditentukan sbb:

 Porositas (P) = Void in Mix (VIM)


Porositas (air voids) adalah volume dari kantung udara diantara
agregat yang terlapisi aspal, ditentukan menggunakan rumus dibawah (BS
EN 12697-8:2003):

dimana SGmix ditentukan dari Rumus dibawah (BS EN 12697-5:2002):

17
Catatan:
SGmix = maximum theoretical density
CA (coarse aggregate) =agregat kasar
FA (fine aggregate)=agregat halus
F = filler
Binder =perekat aspal
Untuk perhitungan Porositas, dipergunakan:
SG effective = ½ (SG bulk+SG Apparent) dari dari masing-masing
agregat.
 Nilai voids in mineral aggregates (VMA) dan voids filled with bitumen
(VFB), dihitung dengan rumus berikut (Asphalt Institute, MS-2, 1995).
VMA adalah volume antar butiran agregat dari sample yang
dipadatkan yang mencakup porositas (void) dan kadar aspal efektif
campuran padat (yaitu kadar aspal total dikurangi bagian aspal yang
terserap oleh agregat). Sedangkan VFB adalah bagian dari VMA yang
terisi oleh aspal efektif.

dalam satuan % thd. volume total sampel, dimana: % Wagg = % thd berat
total campuran.

terhadap VMA dimana SGagg dihitung berdasarkan rumus berikut:

(berdasarkan berat total agregat)


Catatan : CA = Coarse Aggregate, FA = Fine Aggregate, F = Filler, SG =
specific gravity, (Menurut Bina Marga, untuk perhitungan VMA
dipergunakan : SG eff. dari masing-masing agregat. Menurut Asphalt
Institute dipergunakan SG bulk).

18
2.3.11 Test Stabilitas Marshall dan Flow
Pengujian yang umum dipergunakan untuk sifat mekanis campuran
aspal adalah: test stabilitas, kekakuan (stiffness), ketahanan terhadap
deformasi (resistance to deformation atau creep), kelelahan (fatifue) dan
kekuatan tarik (tensile strength). Campuran aspal hendaknya memiliki
kekuatan mekanis tersebut tadi secara memadai (Asphalt Institute, 1997).
Yang paling umum dipakai di negara berkembang adalah tesstabilitas
Marshall dan flow (deformasi), yang dilaksanakan dengan mempergunakan
Marshall Stability Apparatus (Gambar 4), dimana sampel dikondisikan dalam
suhu 60 °C selama 30-40 menit dalam bak perendam berisi pemanas air (60
°C) atau oven, kemudian ditest secepatnya dalam waktu maximal 30 detik dari
saat pengambilan sample dari bak perendam atau oven.Sampel akan tertekan
dengan kecepatan tetap sebesar 50mm permenit, sampai runtuh. Beban
maximum (stabilitas- dalam kg atau kN) dan besarnya deformasi plastis
(flow), dalam mm dapat dibaca pada arloji pengukur, atau secara digital.

Gambar 2.6 Gambar 2.7


Marshall Stability Apparatus Tipikal Hubungan Stabilitas dan Flow

Secara umum hubungan Stabiltas (kg atau kN) terhadap Flow (mm)
adalah seperti disajikan pada Gambar 2.6, dan tipikal grafik sifat campuran
diperlihatkan pada Gambar 2.7. Nilai stabilitas sampel, perlu dikoreksi, sesuai

19
dengan ketebalan atau volumenya, dengan mempergunakan Koefisien Koreksi
seperti diperlihatkan pada Tabel 2.4.

20
Gambar 3.8 Tipikal Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dengan Sifat
Campuran Aspal Panas.
Sifat-sifat campuran seperti yang tercantum pada Gambar 3.8, disyaratkan
untuk memenuhi spesifikasi tertentu sesuai dengan jenis campurannya.

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
1. Gradasi agregat gabungan untuk campuran beraspal, ditunjukan dalam
persen terhadap berat agregat dan bahan pengisi, harus memenuhi
batas batas yang diberikan.
2. Jenis-jenis campuran beraspal yaitu Hot Rolled Asphalt, Hot Rolled
Sheet (HRS) atau LATASTON (Lapis Tipis Aspal Beton), Asphalt
Concrete (AC) atau Laston, Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-
WC), Asphalt Concrete – Binder Course (AC-BC), Asphalt Concrete –
Base (AC-Base), LATASIR (Lapis tipis aspal pasir), dan Split Mastic
Asphalt (SMA).
3. Tahapan perencanaan aspal panas yaitu pengujian material, penentuan
gradasi agregat, penentuan proporsi agregat, estimasi kadar aspal awal,
penentuan prosentase material terhadap berat total campuran,
perhitungan jumlah material yang dibutuhkan, pemanasan material dan
cetakan (mould), perhitungan jumlah sampel dan pencampuran,
pemadatan sampel, pengukuran volumetrik sampel, dan test stabilitas
marshall dan flow.

3.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan penulis dalam penulisan makalah ini
adalah perlu dilakukannya pembelajaran lebih lanjut mengenai
perencanaan campuran aspal panas untuk mencegah kurangnya
pengetahuan mengenai materi yang disampaikan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Arya Thanaya, I Nyoman. 2019. Diktat Perkerasan Jalan (Bahan Perkerasan


Jalan Dan Perencanaan Campuran Aspal Panas). Universitas Udayana.

23

Anda mungkin juga menyukai