Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidak ada masyarakat yang tidak mengalami perubahan, sebab kehidupan
sosial adalah diinamis. Perubahan sosial merupakan bagian dari gejalakehidupan
sosial, sehingga perubahan sosial merupakan gejala sosial yang normal. Gejala
dari perubahan itu dapat dilihat dari sistem nilai maupun norma yang pada suatu
saat berlaku akan tetapi di saat lain tidak berlaku atau suatu peradaban yang sudah
tidak sesuai dengan peradaban pada masa kini. Perubahan sosial tidak berarti
keajuan, tetapi dapat pula kemunduran, meskipun dinamika sosial selalu di
arahkan kepada gejala transformas i(pergeseran) yang bersifat linier.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja teori-teori perubahan sosial ?
2. Apa pengertian dari modernisasi ?
3. Apa saja syarat modernisasi ?
4. Bagaimana Disorganisasi, Transformasi, Dan Proses Dalam Modernisasi ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui teori-teori perubahan sosial.
2. Supaya kita dapat memahami apa itu modernisasi.
3. Supaya kita tau syarat-syarat dari modernisasi.
4. Mengetahui Disorganisasi, Transformasi, Dan Proses Dalam Modernisasi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori-Teori Perubahan Sosial


Secara garis besar , perubahan sosial dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari
dalam dan luar masyarakat itu sendiri. Di antara faktor yang berasal dari dalam
masyarakat seperti perubahan pada kondisi ekonomi, sosial, dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun yang berasal dari luar masyarakat
biasanya ialah yang terjadi diluar perencanaan manusia seperti bencana alam .
Kedua faktor-faktor ini memunculkan teori perubahan sosial, diantaranya.
1. Teori Evolusi (Evolusionary Theory)
Teori evolusi banyak di ilhami oleh pemikiran Darwin yang kemudian
dijadikan patokan teori perubahan oleh Herbert Spencer, dan selanjutnya
dikembangkan oleh Emile Durkheim dan Ferdinand Tonnies. Dalam konsep
teoretis yang dikemukakan oleh para ahli ini dinyatakan bahwa evolusi
memengaruhi cara pengorganisasian masyarakat, utamanya adalah yang
berhubungan dengan sistem kerja .
Para ahli sejarah, filsafat, ekonomi, dan para sosiolog telah mencoba untuk
merumuskan prinsip hukum-hukum tentang perubahan sosial . Banyak yang
berpendapat bahwa kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial
merupakan gejala wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia. Ada yang
berpendapat bahwa perubahan-perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan
dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti
perubahan dalam unsur-unsur dalam geografis, biologis, ekonomis, atau
kebudayaan. Kemudian adapula yang berpendapat bahwa perubahan-perubahan
sosial ada yang bersifat periodik dan nonperiodik.
Beberapa sosiolog berpendapat bahwa ada kondisi-kondisi primer yang
menyebabkan terjadinya perubahan sebagai akibat dari kondisi-kondisi tersebut.
Kondisi-kondisi ini ialah kondisi-kondisi ekonomis, teknologis, geografis, atau
geologis yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada aspek-aspek
kehidupan sosial lainnya. Dalam hal ini William Ogburn lebih menekankan pada

2
aspek kondisi teknologis. Sebalikknya ada pula  yang mengatakan bahwa semua
kondisi sama-sama pentingnya, salah satu atau kesemuanya memungkinkan
perubahan-perubahan sosial.
Perubahan sosial secara teoretis terdapat perubahan atas dasarteori siklus,
linier (atau perkembangan), dan konflik. Akan tetapi, dilihat kaji dari sudut
pandang teori apapun, pada dasarnya perubahan sosial akan selalu mengisi setiap
perjalanan kehidupan manusia dan akan menjadi proses dari kehidupan itu sendiri.
Hanya yang menjadi persoalan yaitu masalah cepat atau lambatnya perubahan itu
sendiri. Oleh karena itu, walaupun masyarakat tersebut terisolasi pasti akan
merasakan pergeseran sosial walaupun terjadi secara lambat.
Dari paparan di atas maka berdasarkan waktu, perubahan itu sendiri dibedakan
menjadi dua yaitu: perubahan secara lambat (evolusioner) dan cepat
(revolusioner).
a. perubahan sosial secara lambat (Evolusi)
Perubahan sosial dapat dikatakan terjadi secara lambat hanya apabila dilihat
dari waktunya. Ada berbagai macam teori  perubahan sosial secara evolusioner
yang dipilah beberapa kategori, yaitu:
1. Unlinier Theories of Evolution
Teori ini, berpendapat bahwa manusia dan masyarakat (termasuk
kebudayaannya) senantiasa mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan-
tahapan tertentu dari bentuk kehidupan yang sederhana ke bentuk kehidupan
yang sempurna (kompleks). Pelopor teori ini adalah Augus comtee, Herbert
spencer, yang kemudian dikembangkan oleh Vilfredo Pareto dalam teori
siklus (cyclical theory). Vilfredo Pareto berpendapat bahwa masyarakat dalam
kebudayaan mempunyai tahapan–tahapan perkembangan yang merupakan
lingkaran, dimana suatu tahapan tertentu dapat dilalui secara berulang-ulang.
Pendukung lain terhadap teori ini dalah Pitiim A. Sorokin yang pernah
mengemukakan perihal teori dinamika sosial dan kebudayaan. Sorokin
menyatakan, bahwa masyarakat berkembang melalui tahap-tahap yang
masing-masing didasarkan pada, tahap pertama: suatu kepercayaan, tahap
kedua indra manusia, dan tahap terakhir kebenaran. Sementara itu, Unilinier

3
theories of evulotion menyatakan, bahwa perkambangan masyarakat tidak
perlu melalui tahap-tahap tertentu. Prinsip-prinsip teori ini diuraikan oleh
Herbert Spencer yang antara lain ia mengatakan bahwa masyarakat merupakan
hasil perkembangan dari kelompok homogen ke kelompok heterogen baik
sifat maupun susunannya.

2. Multilined theories of evolution


Teori ini lebih menekankan pada penelitian-penelitian terhadap tahap
perkembangan hal tertentu dalam evolusi masyarakat, misalnya: mengadakan
penelitian perihal pengaruh perubahan sistem pencaharian dari sistem berburu
ke sistem pertanian, terhadap sistem kekeluargaan dalam masyarakat yang
bersangkutan dan seterusnya.

3. Teory konflik
Teori ini banyak di ilhami oleh pandangan pandangan karl max, frederict
eange, dan ralf dhrendolft. Teori ini memandang masyarakat dalam dualisme
kelas yang tersusun atas kelas borjuis dan proletariat. Sumber perubahan
adalah dualisme kelas sosial yang selalu bertentangan sebagai akibat
ketidakadilan dalan pembagian aset-aset sosial ekonomi. Dalam pembagian ini
kelompok proletar selalu berada dalam pihak yang menderita, sebab
ekaploitasi kaum borjuis telah menyebabkan timbulnya penderitaan. Keadaan
inilah yang akhirnya menjadi pemicu konflik sosial dalam wujud revolusi
sosial yang berakibat pada perubahan sosial.

4. Teori perubahan sosial Dahrendorft


Dahrendorf mengemukakan teorinya bahwa sebagaimana stabilitas
struktur sosial, perubahan-perubahan dalam struktur kelas sosial akan
berdampak pada dua peringkat, yaitu normatif ideologis (nilai), dan faktual
institusional. Kepentingan dapat menjadi nilai-nilai tetapi juga menjadi
realitas. Persamaan (equality) merupakan hak bagi setiap warga negara.

4
5. Teori fungsionalis
Teori ini memandang penyebab dari perubahan adalah adanya
ketidakpuasan masyarakat karena kondisi sosial yang berlaku pada masa ini
yang memengaruhi pribadi merek. Dalam hal ini William Ogburn
menjelaskan, bahwa meskipun terhadap hubungan yang berkesinambungan
antara unsur sosial satu dan yang lain, namun dalam perubahan ternyata masih
ada sebagian yang mengalami perubahan demimian, setiap yang lain masih
dalam keadaan tetap (statis).
   
6. Teori siklus
Teori ini menggambarkan bahwa perubahan sosial bagaikan roda yang
berputar, yang artinya perputaran zaman merupakan suatu hal yang tidak dapat
dielak oleh siapapun dan tidak dapat dikendalikan oleh siapapun. Bangkit dan
mundurnya sebuah peradaban merupakan bagian dari sifat alam yang tidak
dapat dikendalikan oleh manusia. Selain itu, perubahan sosial tidak selamanya
membawa akibat yang baik. Penganut teori ini diantaranya Arnold Tornbee
yang diperkuat oleh teori Ibnu Khaldun dalam karyanya yang berjudul
Muqaddimah.

b. Perubahan sosial secara cepat (revolusi)


Perubahan secara cepat akan terjadi pada sendi-sendi atau dasar-dasar pokok
dari kehidupan masyaramat (yaitu lembaga-lembaga kemasyarakatan) lazimnya di
amakan Revolusi. Unsur-unsur pokok dari revolusi yaitu adanya perubahan secara
cepat pada sendi- sendi atau dasar-dasar pokok dari kehidupan masyarakat. Di
dalam revolusi, perubahan-perubahan yang terjadi dapat direncanakan terlebih
dahulu maupun terjadi tanpa perencanaan.
Secara sosiologis, agar revolusi dapat terjadi maka harus di penuhi syarat-
syarat tertentu, antara lain:
1) Harus ada keinginan umum untuk mengadakan perubahan.
2) Adanya seorang pemimpin atau kelompok orang yang di anggap mampu
memimpin masyarakat tersebut.

5
3) Pemimpin tersebut dapat menampung keinginan-keinginan tersebut untuk
merumuskan serta menegaskan rasa ridam puas dari masyarakat untuk
dijadikan program san arah bagi geraknya masyarakat.
4) Pemimpin tersebut harus menunjukan tujuan baik yang konkret dan dapat
dilihat pada. Masyarakat maupun tujuan yang abstrak seperti ideologi tertentu.
5) Harus ada momentum untuk revolusi, yaitu saat di mana segala keadaan dan
faktor sosial adalah baik sekali untuk memulai dengan gerakan revolusi.[5]

B. Pengertian Modernisasi
1. Pengertian Modernisasi
Secara historis modernisasi merupakan proses perubahan yang menuju pada
tipe sistem-sistem sosial, ekonomi, dan politik yang telah berkembang dengan
pesat di eropa barat dan amerika utara pada abad ke-17 sampai abad ke-19 yang
kemudian menyebar ke berbagai negara eropa lainnya dan juga negara-negara
amerika selatan, asia, afrika pada abad ke 19 sampai 20. Pada dasarnya pengertian
modernisasi mencakup transformasi total dari kehidupan bersama yang tradisional
atau pramodern dalam arti teknologi dan organisasi sosial ke arah pola-pola
ekonomi dan polotok yang menandai negara-negara barat yang stabil.

2. Ciri-ciri Modernisasi
Ciri modernisasi sendiri menyangkut aspek-aspek sosiodemografis yang
tergambar dalam istilah gerak sosial. Maksudnya adalah proses dimana unsur-
unsur sosial ekonomi dan psikologi masyarakat, mulai menunjukkan peluang-
peluang kearah pola-pola baru melalui sosiologi dan pola-pola peri kelakuan yang
berwujud pada aspek-aspek kehidupan modern. Dengan demikian, modernisasi
merupakan perubahan pada nilai-nilai dan norma-norma kemasyarakatan,
stratifikasi spsil, hubungan-hubungan sosil dan sebagainya. Modernisasi juga
merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah (directed change) yang di
dasarkan pada perencanaan yang disebut social planning. Modernisasi
menyangkut perubahan-perubahan yang akan membawa banyak persoalan-
persoalan yang mencakup segala aspek kehidupan yang sangat luas seperti

6
disorganisasi, problem sosial, konflik antarkelompok, dan hambatan-hambatan
terhadap perubahan.

C. Disorganisasi, Transformasi, Dan Proses Dalam Modernisasi


Disorganisasi adalah proses berpudarnya atau melemahkan norma-norma dan
nilai-nilai dalam masyarakat karena adanya perubahan. Perwujudan disorganisasi
yang nyata adalah timbulnya masalah-masalah sosial. Masalah sosial dapat
dirumuskan sebagai penyimpangan (deviation) terhadap norma-norma
kemasyarakatan yang merupakan persoalan bagi masyarakat pada umumnya.
Suatu masalah sosial adalah peranan-peranan sosial khususnya yang dimiliki oleh
individu di dalam masyarakat atas dasar tradisi atau kelahiran dan peranan atas
dasar perbedaan kelamin, yang dalam suatu proses perubahan mengalami
kegoyahan. Proses modernisasi juga dapat menimbulkan persoalan-persoalan
demikian.
Disamping itu, tentu akan dapat dijumpai perlawanan terhadap transformasi
sebagai akibat adanya modernisasi. Kebanyakan yang kuat terhadap kebenaran
tradisi, sikap yang tidak toleran terhadap penyimpangan-penyimpangan,
pendidikan, dan perkembangan ilmiah yang tertinggal, merupakan beberapa faktor
yang menghambat proses modernisasi. Akan tetapi, modernisasi yang terlampau
cepat juga tidak dikehendaki karena masyarakat tidak akan sempat mengadakan
reorganisasi.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa yang sangat berpengaruh pada
penerimaan atau penolakan modernisasi, terutama adalah sikap dan nilai,
kemampuan menunjukan manfaat unsur yang baru, serta kesepadanannya dengan
unsur-unsur kebudayaan yang ada. Ada kemungkinan bahwa modernisasi
bertentangan dengan kebudayaan yang ada atau memerlukan pola-pola baru yang
belum ada. Selain itu, ada kemungkinan bahwa unsur-unsur terutama dari
modernisasi menggantikan unsur-unsur yang lama.

7
D. Beberapa Syarat Modernisasi
Syarat-syarat suatu modernisasi adalah sebagai berikut.
1. Cara berpikir yang ilmiah.
2. Sistem administrasi negara yang baik.
3. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan terartur.
4. Tingkat organisasi yang tinggi.
5. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan social planning.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Secara umum dapat dsimpukan bahwa perubahan sosia adalah perubahan
unsur-unsur sosial dalam masyarakat, sehingga terbentuk tata kehidupan sosial
yag baru dalam mayarakat. Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial
itu selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk
didalamnya nilai-nilai, pola-pola, prilaku ataaupun sikaap-sikap dalam masyarakat
itu yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial.
2. Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang begerak
dari kedaan yang tradisiaonal atau dari masyarakat pra modern menuju kepada
suatu masyarakat yang modern.  Modernisasi dapat terwujud apabila masyarakat
memiliki individu yang mempunyai sikap modern. Selain dorongan modernisasi
terdapat pula syarat-syarat moderninsasi.

B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, semoga dapat bermanfaat
dan menambah pengetahuan serta wawasan bagi kita semua. Kami menyadari
bahwa terdapat banyak kesalahan serta kekeliruan dalam pembuatan makalah ini
baik dalam penulisan maupun penyampaian atau presentasi kami, maka dari itu 
kami mengharapkan saran dari teman-teman semua agar kami dapat memperbaiki
pembuatan makalah–makalah berikutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Setiadi, Elly M. Kolip, Usman. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group
Soekanto, Soerjono. 2010. Sosologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.

10

Anda mungkin juga menyukai