Anda di halaman 1dari 20

ISLAM DAN BUDAYA

JAWA

A. PENDAHULUAN :

IDENTITAS BUKU
Judul Buku : Islam dan Budaya Jawa
Penulis : Drs. Abdullah Faishol, M.Hum dan Dr.
Syamsul Bakri, M.Ag
Penerbit : Pusat Pengembangan Bahasa (PPB) IAIN
Surakarta - ELSAB
Cetaka : Cet. Pertama, 2014
Tebal : 156 hlm
ISBN : 978-602-365-013-2

JUDUL : KONSEP PERPADUAN ANTARA AGAMA


ISLAM DENGAN BUDAYA JAWA
B. ISI REVIEW BUKU

Buku yang ditulis oleh Drs. Abdullah Faishol, M.Hum


dan Dr. Syamsul Bakri, M.Ag ini sangat bagus untuk di baca
dan bisa juga sebagai rujukan mengenai pribumisasi Islam
khususnya di Jawa. Buku ini membahas secara detail
konsep perpaduan antara agama (Islam) dengan budaya.
Sesuai judulnya buku ini mencoba untuk mengangkat
berbagai bentuk budaya Islam-Jawa yang berkembang di
masyarakat beserta landasan filosofis dari budaya-budaya
tersebut ditilik dari sudut pandang sumber-sumber hukum
Islam seperti Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Kajian buku ini membahas salah satunya tentang


Keselarasan model dakwah dan konsep penyebaran Islam,
hal ini semakin di tegaskan saat ini dengan istilah
“Pribumisasi Islam”, Ini adalah sebuah konsep kekinian
yang digagas oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dus) pada
tahun 1980-an. Konsep ini mencoba mengakomodasi ajaran
Islam yang bersifat normatif dan berasal dari Tuhan dengan
kebudayaan yang berasal dari manusia tanpa kehilangan
identitas masing-masing, Dengan demikian keduanya akan
memberikan corak, Konsep ini berupaya untuk menghindari
timbulnya perlawanan (konflik) dengan budaya setempat,
sehingga budaya tersebut tidak hilang, bahkan sebagai
sarana untuk Islamisasi.
Di dalam buku Islam dan Budaya Jawa ini membahas
beberapa Hal mulai dari Pengertian – Pengertian Islam
Historis, Budaya, Masyarakat Jawa, kemudian Hubungan
antara Islam dan Kebudayaan, Etika Jawa, Pribumisasi
Islam, Universalisme Kebudayaan Islam, Kultur Islam dan
Islam Jawa, Tradisi Islam Jawa, dan yang terakhir mengenai
Islam dan Wayang, untuk lebih lengkapnya kita bahas satu
per satu mulai dari point pertama yaitu mengenai
pengertian islam, budaya, jawa, hingga yang terakhir yaitu
mengenai Islam dan Wayang.

BAB I
ISLAM HISTORIS

Pada point pertama mengenai Islam Historis, terlebih


dahulu kita harus mengetahui pengertian Islam, di ambil
dari bahasa Arab yaitu al – Islam berarti berserah diri
kepada Allah dan mengimani tentang ke-Esaan Tuhan, yaitu
Allah, selain itu Islam juga memiliki arti Penyerahan atau
penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan yang maha Esa,
kemudian pengikut ajaran islam bagi laki-laki yaitu Muslim
sedangkan Muslimah yang berarti seorang yang tunduk dan
berserah diri kepada Tuhan, ada juga yang mengartikan
islam sebagai agama yang di turunkan Allah sebagai
rahmat bagi alam semesta, yaitu seluruh manusia dan
seluruh spesies yang hidup di alam semesta ini, pada
dasarnya Ajaran Islam itu sebagai kemaslatan hidup
manusia baik di dunia maupun di akhirat, yang tertera
dalam QS. Toha : ayat 2.
Sedangkan dalam Islam Historis, islam sendiri
mempunyai arti yaitu sebuah sistem yang terbangun dari al-
Islam yaitu sebuah komitmen terhadap Tauhid , sebagai
sebuah sistem islam memiliki keterlibatan dan manifertasi-
manifestasi historis dalam bentuk hukum, pemikiran
teologi, dan kebudayaan, peradaban islam terlahir dari
rahim islam yaitu visi Al-Qur’an yang mencita-citakan
terciptanya “ rahmatan lil ‘alamin ‘rahmat bagi alam
semesta “
Islam telah mewarnai lima kawasan penting dunia
dan menjadi ruh dari kebudayaan-kebudayaan kawasan
tersebut yaitu Arab, Persia, Turki, Melayu, dan Afrika
Hitam, Identitas islam tidak hanya di dominasi kultur Arab
saja tetapi juga kultur Persia, Turki, Melayu, dan Afrika
Hitam.

 Syamsul Bakri, “Islam di Jawa : Sejarah dan Perubahan


Sosial” dalam DINIKA, Journal of Islamic Studies, Vol
10, Number 2, July-Desember 2012 ( Surakarta : IAIN
Surakarta ).

BAB II
PENGERTIAN BUDAYA

Pada point kedua mengenai Pengertian Budaya, kata


budaya sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
buddhayah, bentuk jamak dari buddhi ( budi atau akal )
yang di kaitkan dengan akal budi manusia, dalam bahasa
inggris di sebut culture yang kemudian di indonesiakan
menjadi kultur.
Kebudayaan tidak bisa di pisahkan dengan
masyarakat, oleh karena itu kebudayaan memiliki
hubungan yang sangat erat dengan masyarakat. Sedangkan
di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia di sebutkan bahwa
budaya adalah pikiran, akal budi dan adat istiadat,
sedangkan kebudayaan adalah hasil kegiatan dan
penciptaan batin ( akal budi ) manusia, seperti
kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Ahli sosiologi
mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan
( adat, akhlak, kesenian, ilmu, dll ). Sedangkan ahli sejarah
mengartikan kebudayaan sebagai warisan atau tradisi.
Bahkan ahli antropogi melihat kebudayaan sebagai tata
hidup, way of life, dan kelakuan.
Dengan penjabaran di atas dapat di peroleh
pengertian bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan manusia yang meliputi
gagasan atau sistem ide dari pikiran manusia, yang bersifat
dinamis yang di jadikan pedoman dalam kehidupan sehari-
hari.
Komponen atau unsur-unsur kebudayaan pada
umumnya meliputi berbagai hal, di antaranya
1. Melville J. Herskovits membagi kebudayaan menjadi 4
unsur, yaitu alat-alat teknologi, sistem ekonomi,
keluarga, dan kekuasaan politik.
2. Bronislaw Malinowski membagi kebudayaan menjadi
4 unsur, yaitu sistem norma sosial, organisasi ekonomi,
alat-alat dan lembaga-lembaga dan organisasi kekuatan.
Kedua pendapat di atas pada dasarnya tidak jauh berbeda,
tetapi saling melengkapi dan menguatkan.
Sedangkan komponen kebudayaan secara garis besar
dapat di golongkan menjadi 2 hal, yaitu

1. Kebudayaan yang bersifat materi, yaitu mengacu


pada semua karya masyarakat yang nyata dan konkret
2. Kebudayaan yang bersifat nonmateri, yaitu karya
manusia yang bersifat abstrak, tidak bisa di raba dan
diamati namun di wariskan dari generasi ke generasi.

Hakekat Kebudayaan memiliki jangkauan dan ruang


lingkup yang luas, tidak sempit. Ernst Cassirer membagi
menjadi lima aspek, yaitu kehidupan, spiritual, bahasa dan
kesusasteraan, kesenian, sejarah, dan ilmu pengetahuan.

Nilai Budaya biasanya meliputi wawasan etika dan


kepribadian manusia sebagai individu maupun sebagai
masyarakat, hal ini meliputi ekonomi, solidaritas, agama,
seni, relasi kuasa, dan teori.

 Ahmad Amin, Dhuha al-Islam ( Kairo : Maktabah an-


Nahdah al-Misriyyah, t.th), hlm. 164.

BAB III
MASYARAKAT JAWA

Pada point ketiga mengenai Masyarakat Jawa,


batasan geografis, jawa secara umum menunjuk pada
sebuah kepulauan yang terletak diantara bebrapa pulau,
pulau jawa dikenal sebagai pulau terbesar ke-13 di dunia.
Sedangkan bahsa jawa adalah bahasa yang di gunakan
penduduk suku jawa terutama di jawa tengah dan jawa
timur, bahasa jawa juga di pakai di beberapa bagian
provinsi.
Bahasa jawa memiliki stratifikasi sebagai alat
komunikasi dan upaya menghormati lawan tutur, yang
meliputi : Ngoko Lugu, Ngoko Alus, Krama Madya (Lugu),
Krama Andhap, Krama Alus / Krama Inggil.
Struktur sosial dalam masyarakat jawa, menurut
Clifford Geertz, di klasifikasikan ke dalam tiga golongan,
yaitu Kaum Santri, Kaum Abangan / Kejawen, Kaum Priyayi.
Masyarakat jawa terkenal sebagai bangsa yang
penuh dengan tata krama, berbudi pekerti halus, ulet dalam
mengerjakan sesuatu. Memiliki kecenderungan tertutup
dan tidak berterus terang adalah salah satu watak yang
paling terkenal pada suku jawa. Sedangkan untuk Sikap-
sikap orang jawa yaitu sikap halus, sikap menjunjung tinggi
ketenangan, sikap kebersamaan.
Orang jawa ( wong jowo ), sifat dan karakter wong
jowo diidentikkan dengan berbagai sikap sopan, santun,
segan, menyembunyikan perasaan dalam berbicara atau
tidak suka berbicara langsung , menjaga etika berbicara
baik secara konten/isi dan bahasa perkataan maupun objek
yang diajak berbicara
Prinsip-prinsip hidup yang merupakan nilai-nilai
filosofis yang merupakan refleksi kehidupan masyarakat
jawa, di antaranya adalah menghargai orang yang lebih tua,
gotong royong, menerima apa adanya, bekerja keras dan
bersemangat.

 Publikasi BPS bulan Agustus 2010


 Lihat Sasangka 2004, hlm. 111
BAB IV
HUBUNGAN ISLAM DAN
KEBUDAYAAN

Pada point keempat mengenai Hubungan Islam dan


Kebudayaan, Islam dan Kebudayaan, Secara naluri,
masyarakat manusia cenderung mempertahankan budaya
mereka, sekalipun mereka mulai meninggalkannya. Jika
terjadi perubahan mereka menganggapnya sebagai sebuah
ancaman yang akan menggoyahkan keseimbangan sistem
sosial mereka
Hubungan antara budaya dengan agama demikian
erat, bahkan seakan tidak ada sekat dan masyarakat pun
kadang-kadang tidak bisa membedakan antara budaya dan
agama.

Maka hubungan antara agama dan budaya menjadi


sesuatu yang sangat urgen untuk di ketahui terlebih
dahulu. Di sini akan diketengahkan tiga pendapat mengenai
hubungan islam sebagai agama dengan kebudayaan, yaitu :
1. Agama sebagai sumber kebudayaan
Pendapat ini dikemukakan oleh Hegel yang
mengatakan bahwa keseluruhan karya yang dihasilkan
dari kesadaran manusia yang berupa ilmu, tata hukum,
tata negara, kesenian, dan filsafat tidak lain sebagai
realisasi roh ilahi.
2. Agama dan budaya tidak ada hubungan
Pendapat ini dikemukakan oleh Peter Jan Bakker.
Menurutnya, agama merupakan keyakinan hidup
ruhani pemeluknya : merupakan tanggung jawab
manusia kepada panggilan ilahi.
3. Agama merupakan salah satu unsur kebudayaan
Henddy SA Putra, seorang antropologi
mengemukakan demikian ini, karena manusia
mempunyai akal-pikiran dan mempunyai sistem
pengetahuan yang digunakan untuk menafsirkan
berbagai gejala serta simbol-simbol agama.
Pandangan terhadap budaya, islam dalam memandang
kebudayaan ada tiga bentuk klasifikasi, yaitu
a) Menerima ( taslim ) sepanjang belum ada ketentuan
hukum yang pasti.
b) Mengubah ( taghyir-rekonstruksi ) apabila ada
sebagian unsurnya bertentangan dengan islam.
c) Menolak ( mardud ) apabila nyata-nyata bertentangan
dengan islam.

 J.W.M. Bakker, Filsafat Kebudayaan, Sebuah


Pengantar. Yogyakarta : Kanisius, 1984, hlm. 149 –
150.
 Lihat al-Zarqani, Manahil fi Ulum al-Qur’an

BAB V
ETIKA JAWA
Pada point kelima mengenai Etika Jawa, pengertian
Etika merupakan sebuah ilmu yang berdiri sendiri
didasarkan pada hasil refleksi sistematik dan mendalam
mengenai pendapat-pendapat, norma-norma, dan istilah-
istilah, moral. Kata Etika yang disandingkan denga kata
Jawa berarti tuntunan-tuntunan yang berdasarkan dua
anggapan dasar tentang struktur realitas seluruh
kehidupan manusia yang erat hubungannnya satu dengan
lainnnya terutama yang terkait dengan etnis dan Jawa.
Etika Jawa adalah tuntunan hidup masyarakat jawa
dalam kehidupan individu dan sosial. Pada dasarnya etika
jawa meliputi dua hal penting yaitu pantas dan tidak pantas
yang keduanya menjustifikasi kesopanan ( kepantasan )
atau etika.
Kaidah dasar Etika Jawa, Franz Magnis-Suseno,
mengemukakan dua kaidah dasar dalam Etika Jawa yaitu
a) Prinsip Rukun
Prinsip rukun bertujuan untuk mempertahankan keadaan
harmonis. Rukun secara harfiah memiliki arti keadaan
yang selaras, tenang, dan tentram tanpa perselisihan dan
pertentangan antara individu atau kelompok satu dengan
lainnya.
b) Prinsip Hormat
Prinsip hormat atau biasa disebut dengan istilah ta’dhim
adalah bentuk menghargai orang lain berdasarkan
derajat dan kedudukannya. Hormat dalam masyarakat
jawa diwujudkan dalam tata cara berbicara, bersikap
( unggah-ungguh ), dan berperilaku sosial.

 Etika Jawa, Sebuah Analisis Filosofis Tentang


Kebijakan Hidup Jawa, 2001,
BAB VI
PRIBUMISASI ISLAM

Pada point keenam mengenai Pribumisasi Islam, konsep


dasar, secara etimologis, istilah pribumisasi di kategorikan
sama dengan istilah indigeneus ( bahasa latin ) yang berarti
asli atau pribumi. Beberapa penulis filsafat menyebut
pribumisasi dengan berbagai istilah lain yaitu
pemribumian, indigenisasi, atau indonesiasi. Secara
terminologis, pribumisasi adalah suatu upaya nasionalisasi
ilmu yang dianggap sebagai pemikiran asli indonesia.
 Prinsip-prinsip dasar Pribumisasi Islam adalah :
1) Proses Islamisasi, yaitu memandang islam sebagai
ajaran yang normatif berasal dari Tuhan di
akomodasikan ke dalam.
2) Menolak Arabisasi, yaitu proses menyamakan dengan
praktik keagamaan masyarakat muslim di timur
tengah.
3) Pribumisasi yaitu upaya agar budaya itu tidak hilang.
4) Pribumisasi Islam menjadikan agama dan budaya
tidak saling mengalahkan, melainkan berwujud dalam
pola nalar keagamaan
5) Islam Pribumi, memberi keanekaragaman interpretasi
kehidupan agama.
 Sifat Pribumisasi, Abdurrahman Wahid menyebutkan
sifat pribumisasi islam ke dalam tiga hal yaitu :
1) Islam Pribumi bersifat kontekstual, yakni islam
dipahami sebagai ajaran yang terkait dengan konteks
zaman dan tempat.
2) Islam Pribumi bersifat progresif, yakni kemajuan
zaman yang dilihat sebagai pemicu untuk melakukan
respons kreatif secara intens.
3) Islam Pribumi memiliki karakter membebaskan
( emansipatoris ) yaitu menjadikan islam sebagai
ajaran yang dapat menjawab permasalahan.

 Zuhairi Misrawi, “Agama dan Hermenenutika


Liberatif”, Media Indonesia, jum’at, 16 Agustus 2002

BAB VII
UNIVERSALISME KEBUDAYAAN
ISLAM

Pada point ketujuh mengenai Universalisme


Kebudayaan Islam, berarti adanya kemauan untuk
membuka diri dengan berbagai kebudayaan global di dunia.
Dalam sejarahnya, keterbukaan itu membuat segala
macam manifestasi kultural dan wawasan keilmuan baik
yang masih ada waktu itu maupun yang sudah mengalami
penyusutan luar biasa. Nilai-nilai universalisme dan nilai-
nilai lokalitas menunjukkan sifat dinamisme islam yang
selalu kontekstual sepanjang masa dan tempat.
Konsep dasar, dalam konteks budaya global, islam
memiliki tiga konseps dasar yaitu konsep kemahaesaan
tuhan, kesatuan kenabian, dan kesatuan kemanusiaan.
Pada sisi lain universalisme kebudayaan islam digali
dari teori dalam ushul al-fiqh yang disebut dharuriyat al-
khamsah ( lima konsep dasar ) yaitu hifdh al-din
( keselamatan keyakinan agama ), hifdh al-nafs
( keselamatan jiwa-fisik ), hifdh al-aqli ( kecerdasan akal ),
hifdh al-nasl ( keselamatan keluarga dan keturunan ), hifdh
al-mal ( keselamatan hak milik, properti dan profesi ).
Secara keseluruhan, kelima jaminan dasar di atas
menampilkan universalitas pandangan hidup yang utuh dan
bulat.
Universalitas dan lokalitas, universalitas kebudayaan
islam berarti menerima unsur-unsur lokalitas dari sebuah
peradaban umat manusia. Persetuan antara ajaran islam
dengan kebudayaan inilah yang kemudian disebut sebagai
proses akulturasi budaya.

 Abdurrahman Wahid, Universalisme Islam dan


Kosmopolitanisme Peradaban Islam.
 Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, hlm. 4 – 5.
 Koentjaraningrat, hlm. 149.

BAB VIII
KULTUR LOKAL DAN ISLAM JAWA

Pada point kedelapan mengenai Kultur Lokal dan


Islam Jawa, pendahuluan, islam sebagai agama samawi
dimaksudkan sebagai petunjuk manusia dan sebagai
rahmad . berangkat dari sistem keyakinan ini maka umat
islam meyakini kewajiban menyebarluaskan misi di
masyarakat untuk mecapai kebaikan universal. Yang
menjadi persoalan adalah bagaimana ajaran agama dapat
bergumul dengan budaya lokal dan ditafsirkannya sesuai
bahasa dan tradisi lokal.
Karakter masyarakat jawa, masyarakat jawa dikenal
sebagai masyarakat yang sangat toleran dengan budaya
asing yang masuk ke wilayah kebudayaan jawa. Wong jowo
memiliki kecakapan kultural dalam beradaptasi dengan
berbagai bentuk budaya asing, termasuk salah satunya
adalah islam. Hal ini terjadi karena sikap mental
masyarakat jawa berbasis pada moralitas harmonisasi
kehidupan.
Adaptasi islam dalam kultur jawa, islam jawa secara
sosio-kultural adalah sub kultur dan bagian dari budaya di
tanah jawa. Istilah tanah jawa dipakai untuk tidak
menyebut pulau jawa karena di pulau jawa terdapat
budaya-budaya yang bukan termasuk dalam sub budaya
jawa.
Corak Sufistik, budaya islam di jawa yang lebih
dikenal dengan mistisisme islam jawa yang sarat dengan
muatan sufistik mulai berkembang pesat. Budaya jawa yang
pada mulanya bercorak animistik dan hinduistik mulai
berubah warna sejak zaman kewalen ( kewalian, zaman
wali ). Begitu juga para wali juga mampu menciptakan
karya-karya kreatif dan estetik seperti lagu li-ilir,
sebagaimana mistisme islam pada umumnya, islam kejawen
yang bercorak etis-mistis ini menjadikan metode
intuisionisme yaitu mencapai kebenaran dan melihat
realitas denga intuisi.
Dari uraian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa
islam kejawen bukanlah aliran keagamaan dalam islam,
namun hanya merupakan adaptasi islam dalam kultur
masyarakat jawa.

Hal ini memungkinkan karena nilai-nilai islam sendiri


bersifat universal sehingga inklusif untuk di adaptasikan
dalam berbagai kultur masyarakat.
Corak keberagaman yang sufistik dalam islam jawa
merupakan perpaduan mutualistik antara islam dengan
kebudayaan jawa yang fondasi epistemologis dan
axiologisnya sudah di letakkan oleh para da’i yang
melakukan islamisasi awal di tanah jawa.

 Franz Magnis Suseno, Etika Jawa : Sebuah Analisa


Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa ( Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 2001 ) hlm. 11
 Sujamto, Refleksi Budaya Jawa ( Semarang : Dahara
Prize, 1992 ), hlm. 29
 R. Tanojo, Riwayat Walisongo ( Surabaya : Trimurti,
1982 ), hlm. 20.

BAB IX
TRADISI ISLAM JAWA

Pada point kesembilan mengenai Tradisi Islam Jawa,


pendahuluan, masuknya agama islam ke tanah jawa yang
terjadi pada abad ke-15 M, di hadapkan dua jenis
kebudayaan lokal, yaitu budaya kejawen (kerajaan
Majapahit) yang menyerap unsur-unsur hinduisme dan
budaya perdesaan. Dengan demikian kontak budaya
kemudian terjadi yang pada akhirnya melahirkan akulturasi
budaya.Nilai-nilai agama islam terserap dan mempengaruhi
terhadap kebudayaan lokal yang akhirnya melahirkan
budaya baru dalam bentuk islam jawa.
Islam jawa, membaca lahirnya islam jawa ada baiknya
jika di hubungkan dengan masuknya islam di jawa. Ada tiga
hal yang sangat penting untuk di ketahui berkaitan dengan
latar belakang sejarah islam jawa, yaitu
a. Kemunduran Dinasti Abbasiyah
b. Sikap toleran dan akomodatif masyarakat jawa
c. Kepercayaan masyarakat jawa

Tiga hal inilah yang melatar belakangi masuknya islam di


tanah jawa terhitung cukup mudah dan bisa berinteraksi
secara damai dengan masyarakat. Tetapi di samping itu,
tidak terlepas pula peran besar walisongo yang
menggunakan metode yang toleran dan akomodatif
terhadap budaya dan agama jawa. Upacara Kelahiran,
berikut tata urutannya :

I. Upacara Pra Lahir


a. Ngapati ( empat bulan kehamilan ), yaitu ungkapan
syukur kepada Allah dalam menyambut berita
gembira kehamilan dari pasangan suami istri.
b. Mitoni ( tujuh bulan masa kehamilan ) yang
bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah
lahir ( dewasa ) akan tetapi di mulai semenjak
benih tertanam di dalam rahim ibu.
II. Upacara Kelahiran
a. Adzan dan Iqomat, ada Hadist meriwayatkan : aku
melihat Rasulullah SAW mengadzani telinga Al-
Hasan ketika di lahirkan oleh fatimah.
b. Upacara Brokohan Atau babaran merupakan
upacara adat jawa yang berupa bancaan
( pemberian makanan )
c. Sepasaran dan Akikahan yaitu Ketika bayi berusia
lima hari dilakukan selametan sepasaran, dengan
jenis makanan sama dengan brokohan.

III. Upacara Perkawinan


a. Siraman ( pemandian ) c. Sungkeman
b. Midodareni d. Injak Telur

IV. Upacara Kematian


Kematian adalah bentuk kesedihan dari pihak keluarga
yang ditinggalkan. Maka kehadiran tamu untuk ta’ziyah
( melayat ) adalah bentyk hiburan pihak keluarga yang
sedang duka.
Unsur keislaman dalam upacara kematian, pengaruh
islam sebagai unsur penting dalam upacara kematian
tampak dalam berbagai ritual, antara lain :

1. Dominasi bacaan ayat-ayat Al-Qur’an 3. Nilai


ukhwah islamiah
2. Sedekah 4. Nilai tolong-
menolong
Upacara Hari Besar Islam, upacara-upacara ini
dilaksanakan berdasarkan hitungan kalender hijriyah,
selametan ( peringatan ), antara lain :
1. Syuronan 5. Ruwahan dan
Sadranan
2. Shafaran ( rebo wekasan ) 6. Ta’jilan
3. Muludan dan Sekatenan 7. Selikuran
4. Rejeban 8. Syawalan atau
Kupatan

 Ghayah al-Ahkam fi Ahaditsi al-Ahkam, III : 348


 Ibn Katsir III : hlm. 525
 Fatawil Azhar, Juz 5, hlm 471.
 Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur’an al-Karim, Juz 6, hlm. 457

BAB X

ISLAM DAN WAYANG


Pada point kesepuluh mengenai Islam dan Wayang,
pendahuluan, islam dan seni pewayangan adalah dua kosa
kata yang berbeda asal usulnya. Keduanya memiliki nilai
spesifik dan universal. Dalam konteks budaya islam jawa,
keduanya memiliki interrelasi yang sangat kuat. Secara
umum pembicaraan antara islam dan wayang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan antara agama dan budaya.
Islam sebagai agama dan wayang sebagai bagian dari
budaya.

Pada dasarnya wayang merupakan bagian dari budaya


jawa yang sekaligus menjadi simbol dari filsafat jawa.
Wayang hakekatnya merupakan manifestasi dari kehidupan
masyarakat jawa yang di wujudkan secara simbolik melalui
bahasa dan media untuk menemukan kehidupan sejati
menuju kepada Tuhan pencipta.

Wayang media dakwah, wayang sebagai bagian dari


budaya jawa, kemudian melahirkan bentuknya yang lain
yaitu ketika dijadikan media berdakwah oleh walisongo,
terutama sunan kalijaga.

Pendekatan kultural di dalam berdakwah melalui


pementasan wayang, kemudian di ciptakan sarana baru
yang lain seperti tembang-tembang keislaman berbahasa
jawa, gamelan, dan cerita-cerita yang memuat moral islam.

Kehadiran punakawan ( semar, gareng, petruk, bagong )


dalam pementasan wayang kulit merupakan bentuk baru
yang membuka wacana kehidupan sosial antara kebaikan
dan keburukan selalu melekat pada tabiat manusia. Ada
juga yang menyebutkan istilah dalam pewayangan, sebagai
berikut :

1. Dalang yang artinya menunjukkan


2. Semar yang artinya paku
3. Petruk yang artinya tinggalkan
4. Gareng yang artinya teman
5. Bagong yang artinya berontak
Yang masing-masing dari arti istilah dalam
pewayangan di atas terdapat makna yang mendalam.

Dengan demikian ajaran islam memiliki nilai-nilai


yang bersifat universal dan bersifat lokal dalam
membangun tatanan kehidupan umat manusia. Islam dan
wayang dalam konteks kebudayaan islam jawa merupakan
bentuk rekonsiliasi budaya sehingga menciptakan karakter
lokalitasdi mana islam di jadikan sebagai nilai moral yang
bisa bersentuhan dengan berbagai kebudayaan umat islam
di dunia ini.

Makna tembang Lir-ilir, ini penuh dengan ungkapan


metaforis dengan menggunakan lambang kias tanaman
yang dianggap familier bagi masyarakat agraris ( jawa-
indonesia ). Kata Lir-ilir berarti bangun dan sadarlah
menandai era baru. Bangun dari tidur panjang, kemudian
islam hadir di tengah-tengah kehidupan mereka dengan
santun dan damai bagaikan sang pengantin baru yang akan
di gandrungi dan dielu-elukan banyak orang untuk
menyambutnya. Dan seterusnya arti makna dari tembang
Lir-ilir.

 Abdul Jamil, dkk, Islam dan Kebudayaan Jawa, Jakarta :


Gama Media, 2000, hlm. 172
 Lihat Abdul Jamil, dkk. Islam dan Kebudayaan Jawa

~SELESAI~

Anda mungkin juga menyukai